Serba-serbi Kepenulisan

By AGCW1717

19.9K 907 72

Materi tentang kepenulisan yang disajikan oleh anggota grup AGCW1717. Di sini akan membahas tata bahasa, Ejaa... More

1. Ejaan Bahasa Indonesia
2. Pandangan Pertama yang Memikat
3. Membahas Tokoh Cerita
4. Plot Driven Vs Character Driven
5. Genre Talk: Mystery/Thriller
6. Genre Talk: Fantasy
7. Sub Genre Talk: Legal Thriller
8. Genre Talk: Romance
9. Tips-tips untuk SHOWING YOUR STORY
10. Plotting
11. Membuat Karakter
12. Showing vs. Telling
13. Riset
14. Mary Sue dan Gary Stu
15. Bagaimana Membuat Cerita Erotica?
16. Antara Penerbit Mayor, Indie, dan Self-Publish
17. Penggunaan Em-Dash dan En-Dash
18. Disambung atau Di Pisah?
19. iPusnas
20. Penghayatan dalam Cerita
21. Menulis Genre Romance
22. Latar
23. Sastra Wangi vs Cerita Stensil
24. Dystopian
25. Blurb dan Sinopsis
26. Proses Kreatif dari Ernest Hemingway
27. Keluar atau Ke Luar?

28. Tips Memainkan Emosi Pembaca

1.4K 54 8
By AGCW1717

Oleh: BelladonnaTossici9 (disadur dari akun Instagram belladonna_tossici)

.

.

1. Pahami jenis-jenis emosi manusia

 Kalau kamu membaca cerita, lebih suka cerita yang datar-datar aja atau yang bisa bikin kamu merasakan berbagai feel? Jujur ya. 

Kalau kamu suka yang penuh feel, mulai hari ini aku mau kasih tips gimana nulis cerita yang bikin emosi pembaca naik-turun. 

Tapi, sebelum bicara soal gimana mempermainkan emosi pembaca, pahami dulu jenis-jenis emosi manusia berikut ini (https://dosenpsikologi.com/jenis-emosi):

1. Cinta
2. Benci
3. Takut
4. Marah
5. Malu
6. Dengki
7. Cemburu
8. Gembira
9. Terkejut
10. Sedih 

Emosi-emosi ini bisa banget kamu terapkan dalam satu novel. Bagus banget kalau kamu bisa bikin pembaca jatuh cinta, terus benci, terus takut, terus sedih. Nggak enak kan kalau dari awal sampai akhir novel bikin marah terus atau sedih terus. Apa pun yang kebanyakan itu bikin bosan. 

.

2. Pahami genre ceritamu

Kenapa memahami genre cerita itu penting? Misalnya kamu pengen buat novel romance, terus ada adegan psikopat ngejar-ngejar tokoh utama sambil bawa gergaji mesin. Kira-kira adegan kayak gitu pas nggak buat novel romance?

Jadi dalam novel romance nggak boleh masukin emosi ketakutan? Boleh banget dong, tapi perhatikan adegannya. Kamu bisa masukin adegan tunangan si cewek kecelakaan kan buat memunculkan rasa takut itu.  

.

3. Cari narasumber dan wawancarai

 Nggak salah tips di atas? Kok serius banget? Gue kan cuma nulis cerita fiksi, jadi bebas dong nggak usah pakai wawancara segala.

No, no, no. Kalau kamu mau nulis tentang pecandu narkoba sedangkan kamu bukan pemakai narkoba, gimana kamu bisa tau rasanya pakai narkoba? Apa sih yang dilihat oleh pemakai setelah menghirup uap sabu? Apakah dia pusing? Bahagia? Halusinasi?

Kalau kamu sebagai penulis nggak tahu rasanya jadi tokoh yang kamu tulis, gimana kamu bisa ngaduk-ngaduk emosi pembaca? 

Saya nggak menyarankan kamu pakai narkoba supaya tahu rasanya. Amit-amit, jauhi narkoba. Terus cara biar kamu mengetahui apa yang belum pernah kamu alami ya cuma satu: Wawancara orang yang pernah mengalami. 

Apa aja yang harus ditanya? Ya tergantung kamu mau nulis apa. Kalau mau nulis romance pecandu narkoba, ya tanya kisah cintanya. Apakah pacarnya tau dia pemakai? Kalau tau terus reaksinya gimana? Mereka pernah berantem nggak? Terus kalau habis berantem si pemakai melarikan diri ke obat-obatan terlarang nggak?

Kamu bisa kreasikan sendiri pertanyaannya sesuai cerita.

.

4. Datangi lokasi yang menjadi setting cerita

Siapa yang belum baca Aroma Karsa? Saya sebagai salah satu dari puluhan ribu pembacanya merasakan bagaimana teraduk-aduknya emosi ini. Dee Lestari berhasil mengejutkan saya dan mungkin pembaca lain waktu menulis kehidupan Jati Wesi di Bantar Gebang. Gosh, saya beneran mual dan semua kebusukan tempat sampah itu terbayang dalam benak. Kenapa bisa gitu? Karena Dee beneran mengunjungi Bantar Gebang. Totalitas banget ya. 

JK. Rowling bisa menulis tentang peron 9 3/4 dan kereta api karena pernah ke stasiun dan naik kereta api. Makanya banyak pembaca tertipu dan percaya bahwa peron 9 3/4 beneran ada, malah mencoba menabrak dindingnya. 

Sedikit promo ya, novel Devils Inside saya pun bisa mengaduk emosi pembaca karena saya beneran pernah ke Lembaga Pemasyarakatan, pengadilan, pasar Jatinegara, Monas, dan lokasi-lokasi lain. 

Kenapa mengunjungi lokasi penting banget? Penulis yang pernah mengunjungi lokasi cerita bisa memindahkan emosi yang dia rasakan ketika berada di sana ke dalam tulisan mereka. Alhasil, pembaca pun tersentuh. Apa yang ditulis dengan hati akan sampai ke hati. 

Sekarang bayangkan kamu pengen menulis soal hantu di Taman Prasasti tapi kamu nggak pernah ke sana. Mungkin kamu bisa memasukkan emosi ketakutan, tapi hasilnya kurang maksimal. 

5. Perkuat karakter

Waktu saya membaca Eliana karya Tere Liye, rasanya nyesek banget waktu Marhotap kena musibah. Padahal bisa dibilang Marhotap ini musuhnya Eliana.

Begitu pun waktu Severus Snape mati. Dia emang digambarkan rambutnya lepek, sinis mulu sama Harry, ngasih hukuman, dan antagonis. J.K. Rowling berhasil menggambarkan Snape dengan kuat dan detail sampai-sampai pas tokoh itu mati, saya jadi galau berminggu-minggu. 

Siapa pun tokoh dalam ceritamu, perkuatlah karakternya. Jangan cuma bilang dia jahat atau galak atau cerewet, tapi tunjukkan dengan sikap, perkataan, perbuatan, dan ekspresi wajah. Maka, apa pun yang tokohmu lakukan bakal membuat emosi pembaca teraduk-aduk. 

6. Diksi adalah koentji

Bayu meniup helai surai hitam dara itu bagaikan mengajaknya menari.

Jujur aku pusing baca kalimat begitu karena bukan seniman atau sastrawan yang hafal isi KBBI 😅. Tere Liye pernah bilang bahwa sebagai penulis kita harus bisa bercerita dengan bahasa sederhana. Kalimat yang terlalu indah bikin dahi berkerut. Niat kita mau menyampaikan pesan dan emosi ke pembaca pun jadi nggak sampai karena pembaca keburu pusing duluan.

Untuk kalimat di atas, aku lebih suka pakai diksi: 

Angin membelai lembut rambut hitam gadis itu.

Santai kan bacanya. Ini buat bahasa novel ya, kalau bahasa puisi mah terserah mau pakai bahasa Kawi kuno pun. 

Masih soal diksi, untuk memberikan feel atau emosi ke dalam tulisanmu, bedakan kapan menggunakan kata yang maknanya mirip. 

Contoh:

- Victoria menyesap teh hangat untuk menghalau dingin.

- Inez meneguk air mineral dari botol setelah berolahraga. 

Feel-nya beda kan ketika kamu pakai kata menyesap dan meneguk. 

Terus, perhatikan juga variasi kalimat, contoh:

1. Hatiku hancur ketika melihat lelaki yang kucintai bergandengan tangan dengan sahabat baikku. 

2. Masih adakah panah beracun yang mampu membunuh seketika begitu menancap di jantung? Kalau ada, tusuk jantungku, lubangi sekalian. Melihat lelaki yang kucintai bergandengan dengan sahabat baikku sama saja mengiris dada dengan pisau tumpul sedangkan aku ingin mati sekarang juga.

Aku lebih suka diksi kalimat kedua. Kalimat pertama sudah sering kita baca. Makanya kurang ngefek kalau dipakai. 

.

7. Showing

Showing not telling. Kalian pasti bosan mendengar atau membaca tips ini. Untuk memberikan feel ke tulisan dan mempermainkan emosi pembaca, cara yang ampuh memang showing. Mau bukti?

1. Ayahku yang pekerjaannya menggiling kopi arabika telah meninggal akibat tertimpa bangunan. (Telling) 

2. Masih jelas teringat tangan kekar Ayah yang kucium pagi ini. Kulitnya kecokelatan terpanggang matahari. Aroma kopi arabika menguar dari pori-pori tubuhnya mengingat pekerjaan Ayah adalah penggiling biji kopi. Beliau berpesan agar aku belajar yang rajin demi memperbaiki nasib. Dua hari kemudian, Ayah bersama segala nasihatnya meninggalkan kami. Laki-laki yang pergi menunggangi motor Honda pulang dalam kantung jenazah. Gempa merubuhkan pabrik penggilingan kopinya, menggempur, dan menghimpit tubuh Ayah. Ada jejak darah kering di sudut bibirnya. Matanya terpejam menahan sakit. Aku menunduk berniat mencium Ayah. Namun, bukan aroma kopi arabika lagi yang kudapati, melainkan putresin hasil pembusukan jenazah. (Showing) 

Apakah telling perlu dalam menulis fiksi? Menurut Rosi L. Simamora, showing dan telling sama-sama perlu. Penulisnya harus tahu menempatkan penggunaan yang tepat.

Buat saya sendiri, showing lebih mampu membangkitkan emosi pembaca  

.

8. Ceritakan pengalaman sendiri

 Males riset, males buat penokohan, mager pergi ke lokasi tapi pengen tetep membuat novel yang mengaduk-aduk emosi pembaca? Ceritakan saja pengalamanmu sendiri. Siapa tahu seru kan? 

Bagusnya menulis pengalaman sendiri adalah kalian bisa menghayati setiap kalimat. Novel kalian lebih bernyawa karena tokoh dan tempatnya nyata. Bahkan kalimat-kalimat dalam novel itu pun bisa nyata kan.

.

9. Overdosis itu berbahaya, Sergio

Ini tips terakhir dariku untuk mempermainkan emosi pembaca yaitu: JANGAN OVERDOSIS! Kamu pengen nulis novel yang sedih dari chapter satu sampe chapter akhir? Jangan deh, jangan. Variasikan emosi yang mau kamu tonjolkan. Misalnya chapter 1 kamu bikin pembaca terkejut, terus chapter 2 kamu bikin pembaca jatuh cinta sama tokohmu, chapter 3 bikin pembaca sedih. Pokoknya jangan buat emosi yang sama terus karena pembaca bakal bosan.

Selamat menulis karya. Jangan putus asa kalau merasa tulisanmu masih jelek. Coba lagi dan lagi.   

Continue Reading

You'll Also Like

18.5K 1.4K 2
"Ma... Bila tempatku berpijak tidaklah sejajar dengan saudaraku yang lain. Tolong jangan anggap aku gagal." _Lio
60.9K 5.6K 25
Jake membesarkan Riki seorang diri tanpa suami. Prinsip hidupnya jika dunia keras maka dia lebih keras.
2M 181K 47
Note : belum di revisi ! Cerita di tulis saat tahun 2017, jadi tolong di maklumi karena jaman itu tulisan saya masih jamet. Terima kasih ___________...
490K 12.6K 19
Gracia adalah adek tiri Shani. "Unghh kakhh Shanihh stophh" ucap Gracia yang terus di berikan ciuman di lehernya dengan shani "sssstttt sayang diem y...