KAIROS

By inariwritingproject

216K 24.7K 3.4K

Update setiap hari Senin pukul 08.00 WIB. Marco dan Floriska bersahabat sejak lama. Marco si tukang berantem... More

Inari Writing Project
INTRO KAIROS
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
Imajinasi Tokoh
Present
BAB 17
BAB 18
BAB 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Random 0.1
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Between Two Stars
Cuap 0.1
Vote
Kairos Terbit
PO Kairos dibuka

BAB 4

7.6K 937 139
By inariwritingproject

Memang lebih mudah memahami kesulitan orang lain, ketika kita pernah berada atau sedang dalam kesulitan yang sama.”

*^*

Malam itu, seperti biasanya, Marco mengunjungi rumah Floriska. Baru saja memarkir motornya, dia sudah disambut heboh oleh Bio. Miniatur beda kelamin Floriska yang berusia sembilan tahun.

Selama lebih dari empat tahun ini, Floriska hanya tinggal bersama adiknya. Sesuatu terjadi dengan hubungan kedua orangtuanya. Sehingga cewek itu dan adiknya harus mengurusi hidupnya sendiri secara mandiri.

Kadangkala, Marco merasa lucu mengingat bagiamana dia bisa bertemu dengan Floriska. Di antara seluruh orang yang ada di dunia ini, Floriska-lah yang menemukannya. Floriska-lah yang memegang erat dirinya agar tidak semakin jatuh ke lubang kegelapan dalam dirinya sendiri.

Cewek nyaris antisosial sekaligus seorang kutu buku kelas master itulah yang justru menguatkannya. Kendati kenyataannya, Floriska telah memikul beban jauh lebih berat daripada Marco sendiri.

“Kak Marco, Santa udah nggak gerak,” lapor Bio. Menjulurkan sebuah toples kaca pada Marco. Santa adalah kepik emas yang mereka berdua tangkap di lahan berumput tak terusus yang berada tak jauh dari rumah Floriska.

“Memang udah waktunya mati, Bio. Umur Santa kan memang pendek. Cuma dua bulan lebih.” Jelas Marco sambil mengamati toples kaca di tangan Bio yang berlabel tulisan cakar ayam Marco sendiri. Aspidomorpha Sanctaecrucis Fabricius.

“Kalau nggak salah kita nangkap Santa dua bulan yang lalu kan?” lanjut Marco sambil menggoyang-goyang toples kaca untuk memastikan serangga itu benar-benar mati. Dan kepik berwarna emas itu memang sudah kaku tak bergerak.

Bio menatap muram toples kaca itu.

“Udah nggak usah sedih, nanti kita tangkap serangga lagi, oke?” Marco mengusap lembut rambut anak itu.

Bio mengangguk menyetujui. Wajahnya yang persis Floriska berubah semringah, namun sejurus kemudian, wajah semringah tersebut berubah serius mengamati pelipis Marco.

“Berantem lagi?” ujarnya terdengar bukan seperti pertanyaan. Melainkan pernyataan.

Marco terkekeh. “Dikit,” jawabnya.
Bio geleng-geleng tak percaya. Sejak bertemu dengan Marco anak itu sudah terbiasa melihat satu dua memar di wajah atau bagian tubuh lain Marco.

“Kenapa sih berantem mulu? Kata Kak Flo, berantem itu perbuatan yang paling dibenci Tuhan. Dan kalau udah dibenci Tuhan, harusnya bertobat.”

Mendapat wejangan dari anak kecil seperti Bio membuat Marco tersenyum kecut. Bio benar-benar miniatur Floriska. Kadangkala, mendapati ekspresi Bio di waktu yang tidak tepat seperti ini membuat Marco bergidik. Seperti sedang kepergok langsung oleh Floriska.

“Yuk, masuk deh, Sabtu besok ayo ke lapangan, kita berburu kumbang,” Marco berusaha mengalihkan topik sembari menggiring Bio ke dalam rumah.

Yes! Aku mau kumbang yang lebih besar. Dan banyak,” Bio menyahut girang. Marco terkekeh. Dasarnya anak-anak tetap saja gampang dibujuk.

“Aku juga pengin punya kumbang besar dan banyak!” ulang Marco dengan keras, lalu refleks menutup mulutnya sendiri. Takut kena damprat Floriska.

"Kebiasaan deh, datang-datang bikin berisik!" Tegur Floriska seringkali.

Bio terkekeh geli melihat kelakuan Marco.

“Wihh, baunya enak banget!” seru Marco beberapa saat kemudian ketika dia sampai di dapur yang berseberangan langsung dengan ruang tengah. Floriska ada di sana, sedang mengaduk sesuatu di wajan.
Rambut panjangnya terikat tinggi. Beberapa helainya lepas dari tali rambut dan menutupi sebagian wajahnya. Membuat cewek itu tampak terganggu. Mencoba menyingkirkan helai-helai tersebut dengan meniup-niupnya.

Menyadari kehadiran Marco, dia pun menoleh ringan. “Ko, benerin rambutku dong,” pintanya langsung. “Tanganku terlanjur kena bumbu, nih,”

Dengan cekatan, Marco melakukan apa yang diminta sahabatnya itu. Menarik lepas tali rambut Floriska lalu mengumpulkan helai-helai rambut berantakan itu, menyatukannya lalu mengikatnya ekor kuda.

Rambut Floriska begitu halus, dan Marco senang berlama-lama bermain dengannya. Jangankan di rumah, ketika di sekolah pun Marco melakukannya.

Tempat duduk Marco tepat di belakang Floriska, jadi ketika cowok itu bosan, dengan sengaja atau tidak sengaja, dia selalu meraih dan memainkan rambut sahabatnya itu. Seperti sudah kebiasaan begitu saja.

Terkadang Floriska menyeru jengkel ketika jemari Marco mulai memelintir rambutnya dengan gemas, sampai kepalanya tertarik ke belakang. Membuatnya tak bisa berkonsentrasi memperhatikan pelajaran. Sementara Ibram teman sebangkunya terkekeh.

“Jambak balik aja, Flo, rambutnya! Cukur sekalian biar botak!” sahut Ibram seringkali.

“Udah selesai,” ujar Marco kemudian dengan bangga, meskipun kuncir ekor kuda itu miring. Kendati sudah rampung, tangannya masih saja enggan lepas, dan mulailah jemarinya memilin gemas helai-helai rambut Floriska.

“Kalau udah, lepasin dong,” komentar Floriska sambil menggerakkan kepalanya pelan agar rambutnya terlepas dari genggaman Marco.
Marco terkekeh pelan.

“Loh kok kakap asam manis?” tanya Marco setelah akhirnya menyadari masakan apa yang sedang dituang Floriska dari wajan ke piring lebar.

“Sori, nggak jadi masak cumi asam manis. Tante Sandra ngasih semua stok ikannya dari kulkas pas aku ke rumahmu tadi. Banyak banget. Katanya, dia udah nggak punya waktu buat masak-masak. ‘Bawa semua Flo, masak aja, daripada mubadzir. Tante udah nggak sanggup pegang-pegang panci,’” Floriska menirukan ucapan Tanta Sandra padanya, lalu dia berbalik untuk meletakkan piring berisi ikan kakap itu di meja makan. Marco mengekorinya seperti biasa. “Omong-omong, Tante Sandra keliatan frustasi banget. Ada apa?”

“Oh itu,” Marco terkekeh. “Jadwal pameran sclupture-nya dimajuin. Tante Sandra pusing. Kasihan sih sebenarnya. Pas aku masuk ke tempat kerjanya, niatnya sih bantuin. Tapi aku langsung diusir. Katanya Tante butuh waktu sendirian buat nyari inspirasi.”

“Oh,” Floriska manggut-manggut. Mencoba memahami bagaimana sulitnya berprofesi sebagai seniman.
Setelah orangtua Marco kedua-duanya meninggal, Marco tinggal di rumah Om Dewo. Adik dari ayah Marco.

Om Dewo adalah seorang ahli entomologi atau ahli dalam ilmu yang mempelari dunia serangga. Om Dewo jarang berada di rumah karena seringkali berada di pedalaman hutan di benua lain untuk meneliti serangga-serangga.

Sedangkan istrinya, Tante Sandra adalah seorang seniman sculpture atau seniman patung. Keduanya begitu sibuk, sehingga hal itulah yang mungkin membuat mereka tidak sempat memiliki anak. Ketika Marco kehilangan kedua orangtuanya, dengan tangan terbuka lebar, Om dan Tante-nya tersebut menerima Marco untuk tinggal di rumahnya.

“Udah makan, Ko?” tanya Floriska kemudian.

Sebenarnya pertanyaan ini tidak perlu diajukan sih, toh, setiap malam juga Marco makan di rumah Floriska.

“Pake nanya, ya belum lah, tahu sendiri Tante Sandra lagi mogok masak.” Dan dijawab pula oleh Marco.

“Ya udah, makan dulu baru ngerjain tugas.” Balas Floriska sambil melepas celemeknya. Kemudian berseru pada adiknya. “Bio, makan dulu!”

Marco dengan sigap duduk di salah satu kursi meja makan. Menatap kakap goreng asam manis buatan sahabatnya.

“Enak banget nih kayaknya,” celetuknya. “Flo, ntar aku yang cuci piring,”

“Oke.” Floriska menyahut.
“Sama Bio,” Marco mengerling adik Floriska yang baru saja saja bergabung di meja makan. Setiap hari Marco lah yang menyuci piring setelah makan. Namun, Floriska menyuruhnya untuk mengajak Bio sekalian, agar adiknya itu mulai belajar mengerjakan pekerjaan rumah.

“Oke.” Timpal Bio ringan. Membuat Floriska tersenyum senang. Mereka selalu kompak. Dan seringkali dia merasa, Marco sudah benar-benar menjadi bagian resmi dari keluarganya.

Sayangnya dia belum menyadari, bahwa hal semacam ini tak akan berlangsung selamanya.

-------------
-------------

Halo jumpa lagi dengan Kairos ^^
Udah Senin aja ya, cepet banget.

Selamat membaca bab keempat😁

Btw, siapa yg suka cumi asam manis?
Cocok banget tuh sama Marco^^

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 113K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
505K 54.6K 23
Berkisah tentang seorang Gus yang dikejar secara ugal-ugalan oleh santrinya sendiri. Semua jalur ditempuh dan bahkan jika doa itu terlihat, sudah dip...
803K 95.9K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3.1M 218K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...