We Find The Way ✔

By hoiland_

8.1K 1.1K 1K

[SELESAI] Cerita tentang Gendis. Si gadis ceroboh dan petakilan. Dipenuhi masalah keluarga yang seperti tak a... More

BAGIAN 1 - CUILAN SURGA
BAGIAN 2 - 4 SAUDARA
BAGIAN 3 - TERIMA KASIH UNTUK HUJAN
BAGIAN 4 - TUGAS KELOMPOK
BAGIAN 5 - NGINEP (1)
BAGIAN 6 - LO NGGAK SENDIRI!
BAGIAN 7 - NGINEP (2)
BAGIAN 9 - DOA DAN USAHA
BAGIAN 10 - ADA APA DENGAN NUNU?
BAGIAN 11 - JALAN KELUAR
BAGIAN 12 - CURHAT
BAGIAN 13 - TINGGAL SATU LAGI
BAGIAN 14 - KETAHUAN TIDAK YA?
BAGIAN 15 - PENGAKUAN
BAGIAN 16 - SIAP 86
BAGIAN 17 - PAMIT
BAGIAN 18 - GAME OVER
BAGIAN 19 - INFLUENZA
BAGIAN 20 - ATTA
BAGIAN 21 - REZEKI
BAGIAN 22 - BISMILLAH
BAGIAN 23 - JALAN BERTIGA
BAGIAN 24 - KAPAN MAU NGLAMAR?
BAGIAN 25 - SIAP NIKAH
BAGIAN 26 - DROP OUT
BAGIAN 27 - DITUNDA
BAGIAN 28 - QUALITY TIME
BAGIAN 29 - SAH
BAGIAN 30 - TUKANG SERVIS
BAGIAN 31 - ADEK, HARUS KUAT
BAGIAN 32 - SEBUAH TULISAN TANGAN
BAGIAN 33 - MAAF
BAGIAN 34 - BAGAI DIKURUNG, WALAU TAK DIPENJARA
BAGIAN 35 - HARUS MULAI DARI MANA?
BAGIAN 36 - FILOSOFI KAKTUS
BAGIAN 37 - SESI PEMOTRETAN
BAGIAN 38 - PIKNIK, YUK?
BAGIAN 39 - TENTANG WAKTU
BAGIAN 40 - AKU SAYANG KALIAN (Akhir)
BAGIAN 41 - ANGGER (Special Part)

BAGIAN 8 - KOMUNIKASI

155 25 10
By hoiland_

"Kita ketemu ya, ditempat biasa."

Lanang menutup telponnya dan bersiap-siap ke tempat tujuan. Dia harus bertemu Lian. Keluarganya belum ada yang tahu sampai hari ini. Sudah lewat dua hari. Nanti saja pikirnya, saat keberadaan Seto sudah diketahui. Polisi juga belum menghubungi lagi.

Kebetulan tak ada orang di rumah. Lanang bohong pada semuanya, terutama Mamah dan Bapak. Lanang selalu pergi, tapi bukan ke bengkel seni, cuma ke kafe-kafe. Seharian disana, agar orang rumah tak curiga. Tak lupa menghubungi teman-teman agar bisa membantunya. Hasilnya? Nihil. Semua menghilang. Ada yang bilang, teman sejati akan muncul pada saat kau dalam keadaan terpuruk. Tapi, Lanang berpikir positif, mungkin mereka sedang sibuk.

Menutupi keadaan adalah hal terbodoh yang Lanang lakukan. Dia butuh dukungan dari orang terdekat sebenarnya, yaitu keluarga. Namun buat sementara, biar dia simpan dulu. Ada waktunya buat kasih tahu.

Perjalanan ke kafe tempat Lanang dan Lian janjian cuma butuh waktu 20 menit pakai motor. Setibanya disana, Lanang langsung menjumpai kawannya itu. Yang ternyata sudah datang lebih awal.

"Assalamu'alaikum Li."

"Wa'alaikumsalam," jawab Lian. "Duduk dulu, ada yang mau gue bicarain."

"Gue juga,"

"Lo dulu Lan."

"Gue bener-bener kurang dana Li, gue mesti cari kemana? Gue juga belum bilang sama ortu." Lanang menjeda perkataannya. "Tabungan yang gue punya, nggak cukup buat nutupin."

"Lo belum bilang sama sekali?" Lian menjambak rambutnya. Lian juga tak ada uang sebanyak mereka kehilangan, Lanang juga tahu itu. Frustasi sendiri rasanya. "Gue paham situasi lo, tapi seenggaknya bilang sama ortu lo, masalah lo tu nggak sepele Lan." Lian mengelus dada, meredam emosi yang tiba-tiba nongol tanpa permisi. Rasa capek juga mempengaruhinya sekarang. "Bego lo,"

"Iya gue bego," seketika tawa terdengar dari Lanang dan Lian. Mentertawakan diri mereka sendiri. "Katanya lo mau ngomong, ngomong apa?"

-WFTW-

'Prok! Prok! Prok!'

Riuh sorak anak-anak satu kelas terdengar. Kelompok Atta telah selesai mempresentasikan hasil mereka sibuk di pesantren selama seminggu. Tak ada ruginya mereka kesana setiap hari sepulang sekolah, hasil presentasi sangat memuaskan.

"Wah! Kerja bagus anak-anak," tutur Guru BK, Bu Dewi. "Baiklah, kita simpulkan bersama bahwa sosialisasi itu peranan yang sangat penting. Kita tidak hidup sendiri didunia ini. Sebagai contoh adalah komunikasi. Berkomunikasilah yang baik dengan keluarga, teman, tetangga, masyarakat dan yang paling penting Tuhan kita. Berbaurlah, karena hidup kita juga butuh orang lain. Dari lahir hingga mati, kita butuh bantuan orang lain. Ada pertanyaan?"

"Tidak!" Jawab anak satu kelas itu serempak.

"Baiklah, cukup untuk kelas hari ini. Terima kasih partisipasi kalian. Assalamua'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Disaat itu, ada gadis yang butuh komunikasi dengan kakaknya, sesuai dengan apa yang Bu Dewi ucapkan. Gendis yang malang, Kula tak mau bicara dengannya gara-gara kamera barunya dijatuhkan Gendis. Tak sengaja memang. Tapi tetap saja, rusak. Butuh service. Gendis tahu, kamera itu dibelinya dari hasil keringat, darah dan air mata Kula. Lebay? Tidak sama sekali. Kula sering menjadi tukang foto sewa pada event-event tertentu. Dari sana dia dapat uang dan dikumpulkan untuk beli kamera yang sudah diinginkan. Padahal dia lagi nabung buat beli drone. Malah uangnya terpakai buat servis kamera.

"Lo kenapa sih?" Tanya Nunu penasaran, karena Gendis memukulkan keningnya kemeja berkali-kali.

"Nggak papa, gue ngantuk. Abis tadi malem nggak bisa bobo kepikiran presentasi. Mata gue bengkak kan?" Nunu manggut-manggut. Bohong, iya Gendis bohong. Presentasi bahkan tak melintas di otaknya. Tadi malam tak bisa tidur karena kena omel Kula. Iyalah pasti, sampai nangis sesenggukkan. Bapak dan Mamah mau ganti biaya servis, tapi Kula tolak. Panji dan Lanang cuma bisa diam, nenangin Gendis yang nangis makin kejer.

-WFTW-

Gendis mutusin buat jalan-jalan sebentar sebelum pulang. Cari angin segar, siapa tahu dapat ide buat ganti uang atau sekalian kameranya. Karena haus, dia masuk minimarket. Sebenarnya ada kafe cokelat disebelahnya, bisa duduk, ngadem disana dengan segelas es cokelat mungkin. Tapi ketimbang keluar uang banyak, dia pilih beli air mineral dingin saja dan duduk di kursi depan minimarket

'Gluk! Gluk! Gluk!'

"Alhamdulillah," tenggorokkannya basah, bagai gurun pasir disiram air hujan. Mata Gendis tak bisa diam entah melihat apa. Matanya memincing, melihat selembar kertas dipagar kaca minimarket, bertuliskan lowongan pekerjaan. Secepat kilat, Gendis mencabut kertas dari asalnya.

"Mbak, ini masih berlaku nggak?" Mbak kasir terlonjak karena kelakuan grusak-grusuk bocah SMA satu ini. Sampai-sampai megang dada Mbak kasirnya sambil beristighfar berkali-kali. Untung tak ada orang selain mereka.

"Apanya ya mbak?" Tanya balik Mbak kasir.

"Ini lho Mbak, ini." Gendis menunjuk-nunjuk kertas yang sudah sobek bagian ujung-ujungnya karena masih setia sama selotip bening di kaca.

"Oh, lowongan kerja part time, masih Mbak," jawab langsung Mbak kasir. "Mbak minat?"

"Iya, minat banget malah. Perlu ngelamar nggak Mbak?" Semangat Gendis semakin menggebu-gebu sekarang.

"Ketemu aja sama Ibu pemilik, rumahnya diatas toko ini, naik tangga aja disebelah." Jelas Mbak kasir.

"Oke Mbak, makasih banget." Mbak kasir sedikit ketawa karena tingkah Gendis yang menyalaminya berlebihan.

-WFTW-

"Yaudah, ntar gue kabarin. Gue omongin dulu sama ortu." Ucap Lanang sambil pakai helmet. Bersiap buat pulang.

"Kudu itu, ati-ati ya?" Lanang mengacungkan jempolnya. Lian segera masuk mobilnya dan meluncur pergi, pulang ke rumah juga. Pada waktu yang sama, Gendis turun meniti tangga. Setelah menemui si Ibu yang punya toko. Raut wajahnya gembira, besok dia sudah bisa kerja. Walau sempat berdebat dengan si Ibu karena Gendis masih sekolah. Tapi, bukan Gendis kalau tidak dapat yang dia mau. Paksa-memaksa Ibu berhasil, dia benar-benar butuh uang dan tak mau minta sama Mamah atau Bapak.

Gendis berjalan menuju halte terdekat, ingin cepat-cepat pulang karena sudah sore. Tak dinyana dia melihat seseorang yang sepertinya dia kenal lewat dengan motor CB yang sama persis dengan milik orang itu.

"Kok kayak Mas Lanang ya?" Gumam Gendis. "Ah! Mungkin cuma mirip. Tapi motornya juga sama." Gendis berpikir, tanya dan jawab sendiri. Lagi-lagi beruntung dia karena sendirian. Kalau tidak pasti sudah dianggap gila. "Emang motor itu cuma satu apa?" Gendis yang tadi berdiri sebentar duduk lagi, melihat ponsel, siapa tahu ada pesan. Tapi tak ada.

"Dek!" Panggil seseorang bersamaan dengan suara khas motor CB. Gendis mendanga. "Adek ngapain disini?" Gendis menelan ludahnya.

"Hehe," cuma cengiran yang Gendis tunjukkan. "Jalan-jalan Mas. Mas dari bengkel?"

"Nggak usah ngalihin perhatian," tahu aja nih Mamas, Gendis memang ngalihin perhatian. Masa iya dia bilang habis ngelamar kerja. Bisa-bisa di'semprot' dia. "Bukannya langsung pulang, malah dolan." Akhirnya kena tegur juga. "Pulang!"

Mamas kembali ke motor guna ngambil helm tambahan yang memang selalu dibawa. Kalau-kalau ada yang membonceng, jadi tak perlu cari atau pinjam helm. Dipakaikanlah itu helm dikepala Gendis, yang kemudian naik motor dengan posisi menyamping, karena rok rempel Gendis panjang. Tak lupa Gendis pegangan perut Mamasnya dan nyender dipunggung lebar milik Lanang. Kepalanya sedikit pusing.

Sesampainya dirumah, Gendis dan Lanang segera masuk. Sepertinya semua orang sudah berada di dalam. Bapak juga sudah pulang, mobilnya sudah terparkir di halaman. Vespa punya Panji pun sudah berada disana jua.

Lanang punya firasat yang tak enak. Tak biasanya mereka pulang pada jam segini, paling tidak sebelum maghrib baru mereka kumpul. Gendis yang berada di belakang Lanang berkomat-kamit baca doa, dia takut dimarah sama Mamah dan Bapak karena pulang sore tanpa kasih tahu. Satu lagi, tak tahu mau bicara apa kalau ketemu Kula selain hanya minta maaf yang terlontar dari mulutnya.

Entah ada apa, semua sudah ngumpul di ruang keluarga. Mereka hanya menatap meja kayu kosong disana. Setelah menjawab salam dari keduanya Bapak menyuruh keduanya duduk. Gendis merasa akan ada semacam interogasi. Detak jantung meningkat dua kali lipat. Suasana menjadi panas. Bapak menyodorkan telpon pintarnya, disana terdapat foto bangunan yang diberi garis polisi. Nah kan?

"Ini apa Mas?" Bapak bertanya pada anaknya itu. Lanang terlihat gugup, menelan saliva berulang-ulang. Tatapannya beralih ke Panji, Panji juga tidak bisa berkutik. Lanang lupa, Panji juga sering ke sana, bengkel seni. Salah dia juga tak diungkapkan sejak awal, Lanang mengerti, dia hanya butuh komunikasi, itu saja. Kini Lanang merasa bersalah karena keluarga tahu bukan dari Lanang sendiri. Gendis juga shock, dia bingung sekarang. Pikirannya terbagi-bagi.

"Bengkel Pak,"

-WFTW-

Double L

Tak perlu banyak cakap lah, maafkan setiap tulisanku yang kurang memuaskan. Namanya juga amatir. :P

Terima kasih yang sudah baca...
Big thanks! <3

Salam hangat,
HOI

Wonosobo, 29 Agustus 2018.

Continue Reading

You'll Also Like

6.5M 278K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
2.7K 241 17
Dibuang orang tua sendiri??? Terjadi pada seorang gadis kecil malang bernama Lolita. Kelahiran dia yang harusnya disambut bahagia malah harus ditelan...
414K 15K 30
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
1.2K 350 30
/DILARANG PELAGIAT DALAM BENTUK APAPUN SELURUH CERITA DALAM\ ❝Kita bisa mengeluh mawar memiliki duri, atau bersukacita karena duri memiliki mawar❞_Ab...