For You, I am.

By j-statham

468K 33.1K 2.5K

-Book 1- Katya Maguire awalnya mengira Zayn Malik yang ia temui itu orang yang dingin, suka membentak, dan te... More

Prologue
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52
Part 53
Part 54
Part 55
Part 56
Part 57
Part 58
Part 59
Part 60
Epilog
Author's Note
Hello

Part 23

7.2K 552 22
By j-statham

 Dear Kat,

 Saat kau membaca surat ini, aku yakin sesuatu yang buruk telah terjadi kepadaku sehingga aku tidak ada untuk menyampaikan isi surat ini kepadamu secara langsung. Aku tidak pandai menulis surat, kau tahu. Jadi aku akan membuat surat ini sesimpel mungkin.

 Aku tahu kau telah menjalani hidup yang sulit. Ayah meninggal dalam perang sewaktu kau masih kecil, dan ibu meninggal karena sakit beberapa tahun lalu. Aku tahu rasanya kehilangan orang-orang yang kita sayangi. Dan maafkan aku kalau kau harus kehilanganku juga.

 Aku sudah 21 tahun mengamatimu, Katya. Aku mengamatimu tumbuh sejak ibu membawamu ke dunia. Aku tersenyum saat kau tersenyum. Aku menangis saat kau menangis. Aku berusaha sebisa mungkin menjadi kakak yang terbaik untukmu. Kuharap aku berhasil.

 Kau tahu apa yang paling kusuka darimu? Senyummu. Aku ingat kau tersenyum padaku pertama kalinya waktu umurmu baru dua hari. Saat itu ibu sedang di kamar mandi dan aku mendengar suaramu menangis. Saat aku menghampirimu untuk menangkanmu, kau malah tersenyum kepadaku. Dan saat itu aku baru sadar ternyata tuhan bisa mengirimkan malaikat dalam rupa bayi perempuan cantik sepertimu.

 Satu pesanku untukmu. Tetaplah tersenyum seperti itu kepada orang-orang. Jangan biarkan satu orangpun membuatmu tersenyum dengan cara yang berbeda. Aku menyayangimu, Kat. Aku menyayangimu sampai kapanpun.

 

 Your beloved bro,

 

 Aaron.

***

 Satu bulan kemudian.

 Zayn terbangun di kursi ruang tunggu rumah sakit. Seluruh tubuhnya terasa pegal. Ia mengerang sambil merentangkan tangannya agar otot-ototnya tidak kaku. Selanjutnya, Zayn menatap jam dinding besar yang terpasang di sebuah sudut. Jam 2 pagi.

 Sudah satu bulan ini hari-harinya ia habiskan di rumah sakit. Zayn hanya pulang untuk sekedar mandi dan berganti pakaian, lalu kembali lagi kesini. Sesekali dokter mengizinkan Zayn menengok seseorang yang sudah agak lama tidak ditemuinya, yang sedang koma di dalam ruangan ICU kecil di hadapannya ini.

 Zayn menghela napas panjang. Karirnya berantakan. Zayn tidak pernah datang latihan sama sekali, dan kadang-kadang muncul di pertandingan kecil kalau diperlukan. Permainannya juga memburuk. Dalam 3 pertandingan, ia sama sekali tidak membuat gol ataupun assist. Total passing akurat yang diproduksinya juga menurun drastis.

 Mungkin Jose Mourinho benar, gumamnya dalam hati.

 Zayn harusnya bisa bersikap professional dengan tidak mencampuri urusan pribadi dengan karirnya, tetapi itulah kelemahannya. Zayn tidak bisa fokus saat sedang ada pikiran yang sangat mengganggunya. Kepalanya harus benar-benar jernih, barulah ia bisa maju dan melawan siapapun yang ada di hadapannya.

 Seorang dokter yang umurnya kira-kira 60 tahunan yang biasa menangani Katya—Dr. Veltman—keluar dari ruangan tempat Katya dirawat. Pria itu mengalungi sebuah stetoskop seperti dokter pada umumnya. Ia juga memegang sebuah papan jalan berisi kertas-kertas, entah kertas-kertas apa.

 “Mr. Malik?”

 Zayn bangkit dari posisi duduknya. “Ya?”

 Dr. Veltman memberi isyarat kepada Zayn untuk mengikutinya. Mereka berdua berjalan beriringan di lorong yang sepi. “Kau ini saudara dari Ms. Maguire?” tanyanya.

 “Bukan,” Zayn menggeleng. “Hanya temannya.”

 Dr. Veltman mengangguk-angguk. “Dia sudah sadar,” katanya, yang membuat Zayn bisa bernapas lega mulai dari sekarang. “Tidak ada masalah apa-apa pada fisiknya. Dia sudah bisa pulang dalam waktu dekat ini. Tetapi..”

 “Tetapi?”

 “Tetapi....dia mungkin masih trauma,” Dr. Veltman berkata dengan hati-hati. “Jangan terlalu memaksanya, oke?”

 Zayn mengangguk. “Oke.”

 “Kau sudah bisa menjenguknya.”

***

 Hari itu Katya sudah boleh pulang.

 Tiga hari lalu ia terbangun di ruang ICU dan setelah mengingat-ingat cukup lama tentang apa yang terjadi, barulah Katya sadar kalau luka yang ia buat membuatnya tidak sadar selama satu bulan. Selama 3 hari ini juga, Zayn selalu ada di sampingnya. Tidak pernah bicara, tidak pernah tersenyum. Tetapi dia ada disana.

 Zayn mengurus administrasi di kasir sementara Katya menunggu di kursi roda. Katya sudah berkata kalau ia ingin membayar semuanya sendiri, tetapi Zayn tidak mau dengar. Setelah semua urusan dengan rumah sakit selesai, Zayn mendorong kursi roda Katya ke arah parkiran. Zayn membantu Katya untuk masuk ke dalam mobil, setelah itu ia masuk dan menutup pintu.

 “Kau tinggal denganku sekarang,” kata Zayn.

 Katya terlalu terkejut untuk mencerna kata-kata Zayn tadi. “Apa?”

 “Apakah pernyataanku kurang jelas?” tanya Zayn datar. “Mulai sekarang, kau tinggal denganku. Di flat ku. Aku tidak memintamu untuk menjual ataupun mengosongkan flat Aaron. Kau boleh mempertahankannya. Tetapi kau tetap tinggal denganku. Aku akan mengambil barang-barang yang kau perlukan dan—“

 “Tunggu dulu,” potong Katya. “Kau tidak bertanya apa aku setuju untuk tinggal denganmu atau tidak.”

 Zayn mendengus. “Aku tidak ingin meminta persetujuanmu.”

 “Memangnya kenapa pula aku harus tinggal denganmu?” semprot Katya. “Hey, aku sudah besar. Umurku 21 tahun dan aku bisa tinggal sendiri. Aku bisa—“

 “Bisa mencoba bunuh diri lagi, ya. Tentu.”

 Katya mengerutkan keningnya. “Apa?”

 “Kau memang 21 tahun tetapi jalan pikiranmu seperti anak kecil!” kata Zayn, agak membentak. “Apa sih yang kau pikirkan waktu itu? Memangnya menurutmu kau pantas mati dengan cara itu? Tidak ada orang yang pantas mati, Katya. Harusnya seseorang yang umurnya 21 tahu tentang hal itu.”

 “Kenapa memangnya?” tantang Katya. “Kenapa kalau aku mau mati? Memangnya apa hubungannya denganmu? Apa itu akan merugikanmu? Tidak, kan? Kenapa harus repot-repot mengurusi kehidupanku? Kau bahkan bukan siapa-siapaku, Zayn. Sadar!”

 “Memangnya kau punya siapa lagi?” tanya Zayn. Suaranya meninggi.

 Katya tertegun. Ia terdiam selama beberapa saat. “Kau benar,” katanya pelan. “Aku tidak punya siapa-siapa lagi. Makasih sudah mengingatkan.”

 “Hey,” Zayn menoleh untuk menatap Katya. Suaranya melembut. “Aku minta maaf, oke? Aku tidak bermaksud untuk mengatakan hal itu,” katanya. “Yang aku mau adalah kau tinggal denganku. Jangan membantahku, Kat. Kumohon?”

 Katya menatap Zayn. Ia benar-benar kehabisan cara untuk menolak permohonan Zayn saat cowok itu menatapnya seperti ini. Tiba-tiba Katya merasa kalau pilihan tinggal dengan Zayn bukanlah hal yang buruk. “Baiklah,” kata Katya pada akhirnya.

 Zayn mengangguk. “Terima kasih.”

***

 Zayn membawa dua tas besar berisi baju-baju Katya dan meletakkannya di dalam kamarnya. Begitu Zayn selesai dengan semuanya, ia mendapati Katya sedang duduk di sofa panjangnya. Cewek itu membelakanginya.

 Zayn tahu Katya baru saja kehilangan Aaron bulan lalu, dan pastilah itu sangat berat buatnya. Karena jujur, itu berat buat Zayn juga. Zayn harusnya bisa melunak sedikit pada Katya, tetapi sayangnya ia masih sangat kecewa. Kecewa karena Katya melakukan suatu hal tanpa tahu konsekuensinya. Kecewa karena Katya tidak memikirkannya saat melakukan hal itu.

 Zayn menatap Katya yang memunggunginya. Dia terlihat lebih kurus sekarang. Wajahnya pucat. Dia juga jadi lebih pendiam. Sangat jauh dari Katya yang Zayn kenal waktu di Merseyside. Zayn tidak sadar kalau diam-diam, dia sangat merindukan sosok Katya yang itu. Yang ceria, yang bahagia.

 Zayn pernah diberitahu, kalau orang-orang baik biasanya punya nasib paling sial. Dan tampaknya itu memang benar.

 Bibinya adalah orang paling baik sedunia. Tetapi hal-hal sial terus saja menimpanya. Anaknya meninggal. Suaminya meninggal. Rumahnya kebakaran. Tetapi, bibinya tidak pernah berhenti menjadi orang baik. Ia selalu tersenyum seolah semuanya baik-baik saja.

 Katya juga. Dia adalah orang yang sangat baik walaupun kadang cewek itu keras kepala dan menyebabkan mereka bertengkar. Sekarang, lihat apa yang menimpanya. Zayn berharap Katya baik-baik saja. Ia berharap Katya tetap menjadi orang yang baik. Seperti bibinya.

 Zayn menghela napas panjang. “Kau tidur di kamarku,” kata Zayn datar. Katya tidak menoleh ke arahnya sama sekali. “Aku akan tidur di sofa.” Zayn mengambil handuk, kemudian ia masuk ke dalam kamar mandi.

***

 Sudah tiga hari.

 Tiga hari ini Katya benar-benar tinggal bersama Zayn. Berada dekat dengan Zayn membuatnya merasa sangat terjaga, tetapi masalahnya adalah, cowok itu tidak berbicara padanya. Sama sekali. Paling hanya sekedar bilang “Kau harus makan” atau “Kau harus tidur.” Tidak ada yang lain.

 Katya tahu Zayn masih sangat kecewa dengan tindakan bodohnya. Katya juga baru sadar kalau tindakan yang ia lakukan waktu itu memang benar-benar bodoh. Ia tidak berpikir sama sekali waktu itu. Hanya karena semua orang yang disayanginya pergi, bukan berarti ia harus pergi juga.

 Zayn tidak pergi kemana-mana selama Katya ada disini. Cowok itu melewatkan semua pertandingan, semua latihan, semua pertemuan. Katya sangat merasa bersalah karena sudah membuat Zayn jadi seperti ini.

 “Zayn,” panggil Katya.

 Cowok itu menoleh. “Ya?”

 “Kau tidak pergi latihan?”

 “Tidak.”

 “Tidak ikut pertandingan?”

 “Tidak.”

 Katya menghela napas. “Sampai kapan kau begini?”

 Zayn tidak menjawab.

 “Zayn, maafkan aku,” kata Katya pada akhirnya. “Aku tahu apa yang kulakukan waktu itu salah. Maafkan aku karena tidak berpikir dulu. Maafkan aku karena tidak memikirkan konsekuensinya. Maafkan aku karena terlalu sedih akibat kepergian kakakku,” Katya terdiam. “Maaf sudah membuatmu khawatir.”

 Zayn menoleh. “Kau membuatku takut.”

 “Takut?”

 “Kau tidak tahu seberapa takutnya aku, Katya. Aku tidak khawatir, tetapi aku takut,” kata Zayn datar. “Selama ini aku mencari-cari ketakutan terbesarku, dan tampaknya sekarang aku sudah menemukannya. Aku takut ditinggal oleh orang-orang yang kusayangi.”

 Katya terdiam. “Maafkan aku.”

 “Bukan salahmu.”

 “Jangan dingin kepadaku terus, Zayn.”

 “Aku tidak dingin kepadamu.”

 Katya berdecak. “Zayn.”

 “Oke, aku minta maaf,” Zayn meringis. “Ya, aku memang dingin kepadamu. Itu karena aku kecewa, Katya. Aku kecewa padamu,” katanya, lalu Zayn terdiam. “Soal Aaron.....aku turut berduka.”

 “Maafkan aku.”

 Zayn tersenyum. Katya sangat lega bisa melihat senyum Zayn. Selama ini cowok itu tidak tersenyum kepadanya, dan saat cowok itu tersenyum, Katya merasa ia bisa menghadapi apapun yang ada di depannya. Katya merasa selamanya ia akan baik-baik saja.

 “Kau sudah banyak minta maaf, Katya. Ini salahku juga. Harusnya aku bisa bersikap lebih dewasa sedikit,” kata Zayn kemudian. “Satu lagi. Kau harus berjanji satu hal padaku. Dan saat kau bilang kau berjanji, aku benar-benar ingin kau menepati janjimu.”

 Katya mengerutkan dahinya. “Berjanji apa?”

 “Jangan pernah coba melakukan hal semacam itu lagi,” kata Zayn tegas. “Sampai kapanpun. Apapun yang terjadi.”

 Katya tersenyum. “Aku janji.”

***

Kok kayaknya pendek dan kriuk kriuk ya :(

Tapi part 24 nya panjang kokkk seriuss makanya vote+comment yaaa! Luvluv x)

PS: bonus foto suami author di media <3

Continue Reading

You'll Also Like

6.2M 318K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
3.9K 433 8
Remake!! Ini cerita asli milik @yojaraa --Pair aslinya LeeJeno Ɨ HuangRenjun Ɨ NaJaemin Changbin dan Jisung anak kembar dari CEO dan mafia terbesar d...
3.1M 173K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...
984 107 3
SLOW UPDATE!! Tentang cara kita merelakan yang pergi, juga cara kita menyambut yang datang. Saat di mana matahari tenggelam dengan suasananya yang te...