We Find The Way ✔

By hoiland_

8K 1.1K 1K

[SELESAI] Cerita tentang Gendis. Si gadis ceroboh dan petakilan. Dipenuhi masalah keluarga yang seperti tak a... More

BAGIAN 1 - CUILAN SURGA
BAGIAN 2 - 4 SAUDARA
BAGIAN 3 - TERIMA KASIH UNTUK HUJAN
BAGIAN 5 - NGINEP (1)
BAGIAN 6 - LO NGGAK SENDIRI!
BAGIAN 7 - NGINEP (2)
BAGIAN 8 - KOMUNIKASI
BAGIAN 9 - DOA DAN USAHA
BAGIAN 10 - ADA APA DENGAN NUNU?
BAGIAN 11 - JALAN KELUAR
BAGIAN 12 - CURHAT
BAGIAN 13 - TINGGAL SATU LAGI
BAGIAN 14 - KETAHUAN TIDAK YA?
BAGIAN 15 - PENGAKUAN
BAGIAN 16 - SIAP 86
BAGIAN 17 - PAMIT
BAGIAN 18 - GAME OVER
BAGIAN 19 - INFLUENZA
BAGIAN 20 - ATTA
BAGIAN 21 - REZEKI
BAGIAN 22 - BISMILLAH
BAGIAN 23 - JALAN BERTIGA
BAGIAN 24 - KAPAN MAU NGLAMAR?
BAGIAN 25 - SIAP NIKAH
BAGIAN 26 - DROP OUT
BAGIAN 27 - DITUNDA
BAGIAN 28 - QUALITY TIME
BAGIAN 29 - SAH
BAGIAN 30 - TUKANG SERVIS
BAGIAN 31 - ADEK, HARUS KUAT
BAGIAN 32 - SEBUAH TULISAN TANGAN
BAGIAN 33 - MAAF
BAGIAN 34 - BAGAI DIKURUNG, WALAU TAK DIPENJARA
BAGIAN 35 - HARUS MULAI DARI MANA?
BAGIAN 36 - FILOSOFI KAKTUS
BAGIAN 37 - SESI PEMOTRETAN
BAGIAN 38 - PIKNIK, YUK?
BAGIAN 39 - TENTANG WAKTU
BAGIAN 40 - AKU SAYANG KALIAN (Akhir)
BAGIAN 41 - ANGGER (Special Part)

BAGIAN 4 - TUGAS KELOMPOK

232 34 8
By hoiland_

Kaki-kaki itu berlari sekuat tenaga menuju gerbang yang hampir tertutup. Detik berikutnya, si kembar Kula dan Gendis tertahan di depan pintu keramat sekolahan itu. Pak Tatang, si guru penjaskes bertubuh gempal, botak di tengah dan berkumis tebal itu sudah mendelik ke arah mereka berdua.

“Oh, ayolah Pak,” rayu Gendis.

“Kalian ini, ck ck ck. Kenapa terlambat?” Tanya Pak Tatang datar namun tak meninggalkan kesan tegasnya.

“Nggak bisa bangun pagi Pak,” aku Kula jujur. Gendis cuma bisa melirik tajam. Kenapa harus sejujur itu?

“Oke, masuk.” Gendis menganga, semudah itukah meluluhkan hati Pak Tatang? Gendis tersenyum mengingat Kula yang sudah jujur. Pak Tatang membuka gerbang yang sudah beliau gembok. Tanpa nunggu, Kula dan Gendis segera ngeluyur masuk melewati Pak Tatang yang terus saja memperhatikan keduanya.

“Mau kemana? Ikut Bapak yuk?” Pak Tatang berjalan lebih dulu. Suka tidak suka, Kula dan Gendis mengekori di belakang. Gendis menarik kalimat bahwa meluluhkan hati Pak Tatang itu mudah. Mereka tiba disebuah ruangan atau mungkin ruang latihan dance? Karena dindingnya penuh dengan cermin.

“Kalian telat diwaktu yang tepat,” baru kali ini Gendis dan Kula mendengar telatnya siswa di syukuri, di waktu yang tepat katanya. “ Soalnya lagi butuh tukang bersih-bersih. Jadi bersihkan ruangan ini sampai bersih-sih-sih, oke? Sip!” Ternyata, ada udang dibalik bakwan eh batu, bilang saja hukuman. Setelah memerintah Pak Tatang pergi dari sana dan duduk di pagar tralis luar ruangan meninggalkan Gendis dan Kula di dalam.

“Gara-gara lo dek,”

“Kok adek, Mas kan biangnya telat,” Kula menatap sangar Gendis yang membuat adiknya itu menunduk dan menggigit bibir. Tak lama, Kula mengacak rambut Gendis gemas, tak lupa Kula keluarkan tawa nakalnya dan berlalu mengambil sapu dan sulak yang sudah disediakan, sepertinya memang sudah menunggu mereka.

“Udah, ayok.”

Gendis meniup poni ikalnya, ingin sekali menabok kepala Kula. Gendis tak suka tatapan Kula. Tatapan paling menyeramkan menurutnya, lebih menakutkan dari si Bapak. Karena, itulah jurus Kula. Tatapan elang untuk melumpuhkan Gendis.

-WFTW-

“Tugas kelompok?” Tanya Gendis sama Nunu setelah melaksanakan tugas sebagai cleaning service selama jam pelajaran pertama. Bukan pelajaran si, tapi ada kelas konseling sekali seminggu sesuai jadwal diseluruh kelas.

“Iya, temanya hubungan sosial dan kita harus interaksi secara langsung a.k.a praktek. Daaan tau nggak kita sekelompok sama siapa?” Nunu menaik turunkan kedua alisnya cepat. Menyuruh Gendis menebaknya.

“Ngomong aja langsung Nunu.” Ujar Gendis malas, capek habis bersih-bersih.

“Atta,” Nunu bicaranya bisik-bisik tapi masih didengar oleh Gendis. Hampir saja Gendis memekik girang kalau saja tidak dibekam tangannya sendiri. Tubuh yang tadi lelah jadi bugar seketika mendengar bahwa dia satu kelompok sama Atta.

“Eh, beneran? Serius?” Masih saja Gendis tak percaya begitu saja, jangan lupakan Gendis yang menggoncang badan Nunu.

“Iya, kita kelompok sisa soalnya. Kita udah mutusin kita ke pesantren.”

“Pesantren?”

-WFTW-

Ditempat penuh dengan coretan warna warni, dari gambar alam meliputi bunga, rumput, sungai, gunung sampai gambar abstrak inilah Lanang mendedikasikan tenaga, pikiran serta kasih sayangnya. Bengkel seni, tempatnya anak-anak jalanan dan kurang mampu, belajar membuat kerajinan tangan dari barang bekas dan keramik dari tanah liat. Bangunannya memanjang berbentuk L dengan pagar bergambar kreasi mereka.

Ditengah bangunan terdapat halaman terbuka cukup luas. Tersedia pula toko, ukurannya tak terlalu besar tepat di seberang bengkel seni dengan nama yang sama, hanya di tambahi embel-embel toko, cukup digunakan sebagai tempat menjual hasil karya anak-anak dan 100% keuntungan yang terkumpul dibagi ke anak-anak, itupun mereka tabung tanpa paksaan maupun suruhan. Mereka hanya anak yang kurang beruntung. Tak lupa disamping toko ada kelas yang berguna untuk mengajar anak-anak. Bisa dibilang sekolah juga.

Lanang tak sendiri, dia bersama teman-teman mengelola tempat itu. Tak perlu mengeluarkan biaya, anak-anak bisa masuk secara gratis. Bagi yang mau pastinya. Awalnya Lanang dan kawannya patungan dalam hal mengumpulkan dana. Lambat laun, donatur pun bermunculan.

Alhamdulillah, terima kasih.” Ucap kasir toko bengkel seni, Lian, si pria berdimple. Teman seperjuangan Lanang, yang sering dijuluki juga sama yang lain double L.

“Laris Li?” Tanya Lanang yang baru masuk toko.

“Kemana aja lo? Gue ditinggal sendiri.” Bukan ngejawab, Lian malah balik nanya.

“Ada yang lain kali.” Tukas Lanang.

Cih!”

Assalamu’alaikum,” salam seseorang bersamaan dengan bunyi lonceng pintu toko.

Wa’alaikumsalam.” Jawab Lanang-Lian bareng.

“Aska, sendirian?” Lanang langsung bertanya saat tahu itu Aska. “Mana Panji? Biasanya bareng?”

“Biasa lah Mas, Panji kan mahasiswa teladan. Masih nugas dia.” Celoteh Aska.

-WFTW-

“Tenang aja, gue bakal jelasin ke si Gendis biar dia paham.”

“Siplah, kita bisa langsung kesana besok. Gue minta izin dulu sama Abah. Oke?”

“Siap boss!” Atta ketawa karena tingkah Kula. Mereka berpisah di depan gerbang sekolah. Atta selalu diantar jemput sama sopir pakai mobil keluarganya.

Jarang-jarang Kula-Gendis pulang bareng. Gendis memang tak pernah ikut extrakurikuler, Gendis memang malas soal begitu, cuma Kula saja. Jadilah mereka di dalam satu taksi, tapi diam tak ada yang bersuara.

“Dek?” Gendis yang lagi lihat ke luar jendela nengok. “Nggak jadi, ntar di rumah aja.”

“Ih, plin-plan emang.”

Ketika sampai rumah, Mamah pun heran si kembar pulangnya tak sendiri-sendiri.

“Tumben Mas udah pulang, bukannya Mas extra rohis?” Tanya Mamah yang lagi nonton teve.

“Nggak Mah, Attanya lagi ada urusan.” Jawab Kula, sekalian nyomot martabak telor di piring dan melahapnya.

“Jorok,” ucap Gendis sekembalinya dari dapur habis cuci tangan.

“Cuci tangan dulu Mas,” si Mamah negur.

“Vitamin, Mah.”

“Jadi kamu bolos rohis karena Atta?” Mamah tanya lagi. Gendis ikut duduk di sofabeds, sungguh tertarik cuma dengar nama Atta. Sambil searching tentang Atta dari obrolan Kula sama Mamah.

“Nggak lah Mah, Atta ketuanya. Dia yang liburin extranya juga.” Mamah cuma ber-oh ria. Beda lagi dengan Gendis yang tak tahu sama sekali tentang extra yang Kula ikuti.

“Sejak kapan Mas ikut rohis?” Tanya Gendis polos. “Kok adek nggak tau ya?”

“Apa si yang adek tau.” Ejek Kula yang hobi ngacak rambut Gendis dan kabur.

“Ih Mas nyebelin!”

“Oh iya Mah,” Kula balik lagi. “Mulai besok Kula sama adek pulangnya sorean ya?”

“Mau apa?”

“Mau praktek interaksi sosial di pesantren. Cuma sampe akhir minggu ini si Mah.” Jelas Kula yang berdiri dan menyimpan tangan kirinya disaku celana. Gendis cuma menjadi pendengar yang baik karena memang belum tahu rencananya. Atau cuma dia doang yang belum tahu.

“Iya, bilang sama Bapak ya?”

“Iya. Dan buat adek, jangan lupa bawa jilbab.” Kula menekankan kata jilbab.

-WFTW-

Tangannya sibuk menjajal kain segi empat warna putih dikepalanya. Disematkan jarum pentul warna senada hati-hati. Pantulan wajahnya dicermin membuatnya diam.

“Ah! Nyebelin! Kenapa ujungnya selalu begini.” Lelah Gendis menata jilbabnya yang tak sempurna dibagian ujungnya.

Gendis! Buruan!” Teriakkan Kula terdengar dari bawah.

“Iya, bentar!” Gendis melepas kerudung yang dipakainya sekarang, menata rambut yang berantakan dan menyambar kerudung putih instan ala anak sekolahan, tak lupa ciput rajut punya Mamah.

“Lama deh,” gerutu Kula yang sebal saat Gendis udah tiba di teras rumah, terengah-engah.

“Piranha,”

“Ha?” Kula bingung sama ucapan Gendis.

“Kan sodaranya bawel,” Gendis menjulurkan lidah guna mengejek Kula.

“Awas lo dek!”

Mamah dan Bapak saling berpandangan melihat tingkah kedua anak kembarnya yang mirip kucing sama tikus.

“Mamah ngidam apa sih? Anak kita begitu kelakuannya.” Goda Bapak.

“Ih Bapak!” Mamah menyentil mulut Bapak, tidak keras, tapi membuat Bapak meringis namun diselingi cekikikan mereka berdua.

-WFTW-

Nudhar


Lian


Huhuhu, garing pemirsah,, karena blum ada konflik..
Maafkan diriku inii...🙏🙏🙏
Ah udahlah,..
Gambar bukan milik saya.

Salam hangat,
HOI



Continue Reading

You'll Also Like

5.1K 367 38
"Gue sakit. Kalo bukan karena Bunda mungkin gue udah mati dari dulu." ******************** [HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Sejujurnya, sulit sekali...
133K 5.7K 29
Seorang gadis cantik penderita leukimia yang hidupnya penuh fasilitas mewah tapi dia tidak pernah merasakan bahwa dia anak seorang pengusaha sukses. ...
5.6K 1.2K 37
[ Completed ] "Aku menerima sebuah surat misterius dari diriku sendiri di masa depan, yang menyuruhku untuk menyelamatkan seorang Mark Lee dimasa sek...
5.6M 376K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...