HUJAN DI MUSIM PANAS

Por irinamizutama

1.9K 85 384

"Mengapa si Sempurna mau bersama dengan si Terbelakang?" Ya, kisah tentang seseorang yang gila secara harfiah... Más

C1 Ketidak warasan
C2 Pemberian Nama
C3 Saatnya Sekolah
C4 Mimpi Buruk
C5 Kompetisi
C6 Pendinginan
C7 Tukang Bikin Onar!
C8 Bakat Terpendam
C9 Tugas Sekolah
C10 Kerja Bakti Sana!
C11 Sparing?!
PENGUMUMAN
C12 Akhirnya, Kerja, Kerja, Kerja!
C13 Pernyataan Cinta, eh?
C14 Eh, Gombal?
Extra Chap.
C15 Traktiran
C16 Potong Rambut nih?
C17 Hari Tenang
Sebuah Kabar
C18 Departure : ..., Arrival : JAPAN!
C19 Breaking News
C20 Saksi dan.. Kenalan Lama?!
C21 Penyiksaan
C22 Petunjuk Tidak Bermutu
C23 (Mungkin) Tidak Berhenti di sini
C24 Tahun Baru Ala Amarai
C25 Kita Hitung dari Sepuluh
C26 Ketika Cinta Mempertemukan
C27 Panggilan Terakhir
C28 Tidak Perlu Tahu
C29 Kenapa Kau Menolongku?
C30 Keadaan Terdesak
C32 Hujan
Extra Chap 2

C31 Selamat Ulang Tahun

27 1 19
Por irinamizutama

"Duh duh.. Seru banget ngobrolnya? Aku gak suka dicuekin lho.." jiah.. makhluk itu lagi, jijik aku dengar dia bicara. Berhubung aku udah terlanjut gak waras, sekalian aja deh.

"Yo! Boss, aku mau minta senjata dong?" haha! Lihat! Makhluk itu terlihat terkejut! Em.. Sebenarnya Nadya dan Lussi terlihat lebih kaget sih. Mereka terlihat mecoba untuk maklum.

"Hah?! Apa? Oh.. iya iya. Emang, Nak Amarai minta senjata mau buat apa?" Pak kepsek langsung keluar dari masa kagetnya. Ini nih, kalo orang edan sama gak waras ngomong, ya gini ini, nikmati saja.

"Ya itu, mau buat bunuh bos, boleh ya? Plissss!"

"Oh, gitu..mau senjata apa emang?"

"Rai mau pistol aja deh. Jenis apa aja boleh, tapi yang high quality, ya?"

"Boleh boleh, tapi pelurunya aja gimana? Cara ngasihnya ditembakin ke kepalamu?"

"Yah, jangan dongg.. Nanti aku mati.. Kan, aku mau bunuh bos?"

"Ya udah, rencana membunuhnya batalin aja. Mending, Rai aja yang dibunuh gimana?"

"Wah.. nggak seru! Ntar pembaca pada protes kalo aku mati. Meding boss aja yang mati, gimana?"

"Ahhh.. udah, lah." Pak Kepsek langsung mengacungkan jarinya

"KILL'EM!" dengan satu tanda, mereka semua langsung menyerbu kami.

Pertama, ringkus orang bersenjata, aku memberikan sinyal kepada Lussi dan sepertinya dia paham. Kami berdua langsung menyerbu dua orang tersebut. Mengalahkannya telak, kemudian mengambil senjatanya. Nampaknya Lussi sedikit kesusahan karena dihadang beberapa orang.

DOR DOR! DOR DOR DOR!

"Hahahaha.. hahaha! HAHAHAHAHAHAHA" aku menembak kaki-kaki mereka sambil tertawa kencang. Seru juga rasanya, sudah lama aku tidak melakukan hal ini *jadi sebelas dua belas sama Orihara Izaya kamu, ngeri pisan oey.*

"Hoi Rai, jangan main-main! Persediaan senjata kita itu dikit!"

"Oke oke, aku cuma mau megurangi hambatan, kok." aku masih tertawa ketika menimpali protesnya Lussi. Kemudian aku mengecheck saku dan kanton orang yang bersenjata. Ternyata benar, ada cadangan peluru.

"Ambil persediaan pelurunya, Luss! Kita bantu Nadya."

"Gak usah dibilang juga aku ngerti! Dasar Homo sapiens embisil! Tunggu Rai!"

"Kenapa lagi Luss? Kau melewatkan saat-saat yang seru!"

"Saka kemana?"

"Paling udah minggir dia. Awas belakangmu!"

Lussi tak perlu berbalik untuk melumpuhkan musuhnya, tonjokkan tangan kebelakangnya saja sudah cukup, yang kaya' di film-film itu, lhoo.. gila gila

"Oke, ayo tuntaskan semua ini!"

"Yah, meski kau berkata begitu, Luss, ini White Lily, lho.."

***

Melihat keadaan yang mulai genting ketika Pak Kepsek mendeklarasikan 'perang', di otakku hanya ada satu jalan. Yah, walaupun Rai pasti akan ngamuk habis-habisan seperti orang yang kerasukan kalau tahu aku menggunakan rencana ini.

Aku langsung berdiri dan berjalan kearah Pak Kepsek yang hanya diam berdiri sambil menikmati pemandangan 'mengerikan' tersebut.

"Kau hanya butuh aku, kan? Bawa aku ke tempat yang lain dan mari kita berbincang." Pak Kepsek menatapku dengan tatapan senang luar biasa sekaligus merendahkan

"Oke, kalau maumu begitu."

Dia langsung berbalik, dan membuka pintu di belakangnya. Aku hanya mengikuti dari belakang. Dia menutup pintu itu lagi, dan melanjutkan perjalanannya. Perjalanan kami diiringi suara tembakan yang semakin melemah, hingga akhirnya Pak Kepsek angkat suara.

"Sudah lama aku tidak melihatmu, Sak. Terakhir ketika aku 'menghadiri' pemakaman ayah dan ibumu."

"Wah, kau sungguh mengotori pemakaman mereka dengan mendatanginya? Harusnya kubunuh saja dirimu waktu itu."

"Yakin? Hei, camkan ini, ya.. sekali kau berurusan denganku, berarti kau berurusan dengan mafia internasional."

Aku berdecit, "Cih, siapa takut? Toh, file-file rahasia tentangmu dan organisasi laknat ini ada padaku."

"Wah. Pede sekali, ya kamu?" Pak Kepsek berhenti untuk mengatur sesuatu, dan ketika aku mendengar suara seperti tuas yang dinaikkan, cahaya menyerbu mataku

Ternyata kami telah sampai di ruangan lain yang besarnya ¾ dari ruangan sebelumnya. Sepertinya disitu memang hanya ada aku dan Pak Kepsek, ah, ralat.. Boss besar White Lily Organization.

"Kau belum tahu? Rumahmu itu sudah digeledah oleh kami. Dan lagi, kau tinggal dengan Rai, lho? Yang notabenenya thinker, anggota kami, yakin kami tidak mencuri apapun darimu?"

"Aku berani taruhan, ketika kalian menggeledah, kalian tidak menemukan apapun." mendengar hal itu, air muka Pak Kepsek langsung berubah, tapi berusaha untuk tetap tenang.

"Hahaha, berarti, kau hanya omong palsu saja!"

Aku menggeleng, tersenyum nakal
"Tidak, aku tidak menipu kalian. File-file itu memang ada. Ada disini." aku menunjuk kepalaku. Pak Kepsek yang tegang, sekarang mulai berani tertawa keras

"Jangan remehkan kami! Kami tidak takut dengan bukti tidak langsung seperti itu! Apa gunanya jika kau memang tahu tentang kami tapi tidak memiliki buktinya?

"Ah maaf, aku belum selesai ngomong. Filenya memang ada di kepalaku, tapi hardfilenya sudah ada di kejaksaan tinggi, pemerintahan, bahkan pengadilan dunia. Dan yang pasti bukan orang yang dengan mudah kalian suap."

"A..apa?"

"Yah, jadi, menyerahlah saja.. kalian sudah tamat!" kena kau!

Pak Kepsek diam seketika. Aku hanya bersiap menunggu pergerakan selanjutnya, karena yang pasti, dia tidak akan mempunyai jalan lain selain membunuhku.

"..Kami sudah akan berhasil.." Pak Kepsek mulai bangkit dari keterpurukan, "KAMI SUDAH MULAI BERHASIL MENGUASAI ASET-ASET PENTING ITU, SEBELUM FARIE DAN VITA, DUA BEDEBAH ITU, MENGGANGGU KAMI!"

Aku tersentak. Kau bilang apa? Bedebah? Orang tuaku?

"TIDAK ADA YANG BOLEH MENYEBUT ORANG TUAKU BEDEBAH!" aku langsung maju dan menyerang Pak Kepsek. Tak kupedulikan rasa sakit dan Pak Kepsek yang siap menembakku. PAPA DAN MAMA ORANG BAIK!

Pertarunganku ini, kemungkinan akan jadi pertarungan terakhir dalam hidupku. Kali ini bukan drama seperti tadi. Ini benar-benar satu lawan satu, aku dengan boss organisasi mafia terkuat. Kemungkinanku untuk keluar dari sini sudah mencapai 0%. Sebelas dua belas, lah, dengan pertarungan Sherlock vs. Moriarty di air terjun Reichenbach. Siapa yang tidak kuat, dia yang akan mati. Masalahnya, yang tidak kuat di sini adalah aku.

Hanya berkah Tuhan saja aku belum mati walaupun telah ditembak. Namun sekarang, pandanganku mulai tidak jelas. Sepertinya faktor kehabisan darah.

Kami saling pukul. Aku berhasil menjatuhkan senjatanya, tapi nyatanya fisiknya memang lebih kuat dariku. Aku tidak tahu sampai kapan bisa menahan dan melumpuhkannya sementara kondisiku sendiri mulai berkurang ketahanannya. Sampai akhirnya, aku hampir berhasil merebut senjatanya...

Namun, dikala lengah, Pak Kepsek mendorongku hingga aku jatuh. Kami bergulat dengan posisi punggung menyentuh tanah. Dan di saat dia berhasil mendominasi, dia dengan mudah mengambil senjata yang terjatuh itu.

Posisiku dan Pak Kepsek sudah mencapai tingkat kritis. Moncong pistol yang telah dipegangnya mengarah ke tengah karena tangannya ku tahan untuk tidak mengarahkan padaku. Kami sama-sama sudah babak belur. Aku tidak tahu ada berapa peluru dalam pistol tersebut, tapi aku tidak melihat jalan lain untuk mengambilnya menjadi senjataku.

Ditengah pergulatan ini, aku menghela nafas berat, 'Ini saatnya' batinku

"Mungkin ini yang terakhir kalinya, tolong katakan padaku, kemana orang tua teman-temanku? Apa yang kau lakukan pada mereka?'

"Mereka sudah termasuk anggota yang tidak bisa diganggu-gugat. Mereka, kan, executivenya organisasi." bahkan anaknya pun tidak bisa mempengaruhi mereka, mungkin itu yang ingin dia katakan.

Sejalan dengan penjelasannya, kekuatanku mulai berkurang, moncong pistol pun perlahan menghadapku, seperti menyapaku dan mengucapkan 'selamat tinggal' kepadaku..

"Tolong jawab aku lagi, siapa yang bertanggung jawab untuk kematian orang tuaku?"

"Mudah saja, Amarai Wardana."

Aku tersenyum. Sudah kuduga dia akan menjawab seperti itu..

"Asal kau tahu, walaupun kau bisa membunuhku sekarang, cepat atau lambat kau akan hancur berkeping-keping.. dan kau tidak bisa menganggu kehidupan mereka lagi!"

"MATI SAJA KAU!"

DOR!..

DOR!

"SAKAAAAAAAA!!!"

###

Setelah selesai berurusan dengan anak buah Pak Kepsek, aku, Lussi dan Rai bingung dengan keberadaan Saka, kemana anak itu?

"Rai, di sini ada pintu lain! Mungkin, kah?"

"Mungkin saja Luss. Aku dan Nadya akan memasuki pintu ini. Luss, kau check pintu satunya!"

Aku dan Rai langsung dalam posisi membawa senjata rampasan masing-masing. Lussi sudah pergi duluan dengan senjatanya ke pintu lain.

Kami berdua menyusuri lorong tersebut dan melihat ujung yang terang. Semakin kami mendekat, kami mendengar orang yang sedang berkelahi.

"Asal kau tahu, walaupun kau bisa membunuhku sekarang, cepat atau lambat kau akan hancur berkeping-keping.. dan kau tidak bisa menganggu kehidupan mereka lagi!"

Ketika kami sampai, tepat saat itu juga..

===

Aku tidak paham, kenapa anak itu tidak pernah mau mengucapkan selamat tinggal jika dia pergi?

Sejak kapan anak itu menjadi seperti itu? Mengorbankan dirinya, berusaha menjauh dariku?

Lagi, kau mencoba meninggalkanku, lagi? Kau mau membuatku jatuh dalam keputus asaan yang lebih dalam dengan kepergianmu?!

DOR!

DOR!

"SAKAAAAAA!" aku langsung mendekati Saka, tembakanku telak mengenai Pak Kepsek, tapi sepertinya Saka sudah terlanjur kena dulu.

"Tidak tidak tidak tidak!"

"Ini bukan bagian rencanaku. Tidak! Bangun kau, brengsek! Kenapa kau merencanakan hal lain yang bodoh ini di belakangku?!" aku mengguncang tubuh Saka. Tidak ada pergerakan..

TOLONG SESEORANG KATAKAN PADAKU JIKA INI HANYA TIPUAN!!

Tapi kemudian, aku melihat sedikit pergerakan di tangannya.

"Rai.." dia mengucapkannya dengan tersendat-sendat. Darah mulai keluar dari mulutnya

"Ja..ngan.. meny.. e..sal.. ya?"

"Hentikan! Tidak perlu berbicara!! Kau aman sekarang dan kita akan pergi ke dokter!"

"Ra..i.. janji.." dia perlahan mengacungkan jari kelingkingnya "Ja..ngan jad.. hi.. mafia.. kan?" tanpa berpikir panjang, aku menyambut jari kelingkingnya.

"Iya iya iya.. akan ku lakukan apapun yang kau perintahkan, tapi sekarang kau jangan bergerak dulu! Kau harus sadar!! Kita akan mengobatimu!!"

Namun dia hanya tersenyum, senyum yang damai. Senyum yang mengisyaratkan dia menerima semua ini. Senyum yang.. ternyata kubenci dari dirinya..

Setelah itu, tidak ada pergerakan..

"Saka?" kepanikan mulai menyerang diriku "Saka Arjasa? Bangun!"

"SAKA! HOI SAKA!" aku yang syok langsung menampar pipinya.

"SAKA! WOY! INI NGGAK LUCU! BANGUN! RENCANA GUE GA GINI!"

"WOY! SAK! SUMPAH INI BENER-BENER NGGAK LUCU, APA YANG LU LAKUIN, SAKA ARJASA?!" kehilangan kesabaran, aku mulai mengguncang badannya sekalipun aku tahu itu tidak diperbolehkan.

"SAKA ARJASA! GUE BUNUH LU KALO NGGAK BANGUN!"

"APA-APAAN LU?! DULU KEPENTOK WASTAFEL AJA BISA SEMBUH, GUE PUKUL, GUE TINJU, GUE JEDORIN KE PINTU, ELU MASIH BISA SEMBUH!! DAN SEKARANG GARA-GARA DITEMBAK, LU PERGI?! APAAN!"

"HOI GOBLOK! LU NGGAK BOLEH NINGGALIN GUE DENGAN CATATAN BURUK DARI SEKOLAH SEGUNUNG ITU!"

Sak, aku belum menceritakan kepadamu semuanya!

Saka Arjasa, aku belum minta maaf padamu! Jangan biarkan aku menanggung hutang seumur hidupku..

"SAKA ARJASA!" aku hampir menampar lagi pipi Saka. Namun kali ini langsung dicegah Nadya

###

"RAI CUKUP!" aku sudah menangis dari tadi, tapi aku mencoba untuk menenangkan Rai yang dari tadi ngamuk di sebelah tubuh Saka

"Rai cukup! Bukan begitu cara menolongnya, kita harus hubungi ambulans! Jangan malah ngamuk!"

"Ada apa in-Astagfirullah! Saka?!" Lussi yang mendengar dua tembakan tadi, sudah berdiri di pintu sambil menutup mulutnya. Air mata turun dari sudut matanya

"Rai, cepat keluar dan minta bantuan! Lussiana, bantu Rai!" aku sudah tidak bisa memikirkan hal lain lagi. Harusnya aku yang keluar, tapi hati kecilku berkata aku harus menemani saka. Rai yang 'pastinya' lebih linglung dariku berusaha untuk tenang tapi tetap tidak menunjukkan pergerakan untuk meminta bantuan. Dia hanya berlutut disitu, dan menatap tubuh Saka tanpa berkata apapun.

Sejurus kemudian, dia seperti teringat sesuatu. Dia mendekatkan wajahnya dan meraih tangan Saka.

"Nad, ini jam berapa?"

"Hah?" aku menatap jam tanganku, padahal dia sendiri punya jam, kenapa tanya aku? "Jam 00.20. Ada apa, Rai?"

"Saka, kau ini.." Rai mengelus kepala Saka. Melepas kacamatanya untuk mengusap matanya, menahan air matanya agar tidak jatuh

"Aku belum sempat mengucapkannya, bodoh. Kau jangan pergi.." dia terdiam beberapa saat, "Selamat ulang tahun, ya. Tidak ada doa dan hadiah dariku kali ini, maaf. Aku juga jarang memberimu hadiah akhir-akhir ini. Yang ada, disaat terakhirmu, kau jadi langganan penculikan ya?" Rai berusaha tersenyum, tapi kelihatan sekali kalau itu dipaksakan. Beriringan dengan kalimatnya itu, dia menutup kelopak mata Saka yang tadi masih setengah terbuka.

"Maafkan aku.. sungguh maafkan. Seharusnya kutolak saja misi menumpas orang tuamu dari awal."

Aku yang mendengar hal itu, langsung merasakan sesak yang teramat sangat. Setelah mengelus kepala Saka, dia langsung berlari keluar, diikuti Lussi untuk mencari bantuan. Aku tinggal di dalam untuk memastikan tubuh Pak Kepsek, kemudian mendekati Saka. Jadi, hari ini dia ulang tahun?

***

Yah.. sampailah kita pada titik terberat cerita ini.

Gimana menurut pembaca sejauh ini? Masih absurd? Hehe

Kami berdua berusaha untuk memberikan yang terbaik buat pembaca. Semoga kedepannya kita lebih baik lagi.

Nantikan kelanjutannya ya!

Lyris SbN

Kesha Mutia

Seguir leyendo

También te gustarán

441K 11.9K 144
Di bawah umur tolong jangan ya, ini adalah area dewasa 🔞.... Dan untuk yang sudah dewasa dan cukup umur baca aja ya ... kalau suka kasih vote ok, ma...
54.8K 9.7K 22
Tentang Azizi Shanara Cavandra dan kedua kakak perempuannya.
73.3K 11.6K 18
Original story by Dusty151 Terlahir kembali sebagai bayi Titan dari bangsa Titan yang hampir punah. Eh? Keajaiban benar-benar terjadi! Milo benar-be...
226K 12K 45
Akhtar sang Ketos tegas, disiplin, sopan, dan benci dengan yang namanya berandal, tak takut dengan apapun bahkan berandal sekolahnya sekalipun yang m...