Semu [Completed]

By sajakgadis

55.8K 3.8K 150

"Ck. Kenapa sih setiap ketemu, selalu dalam kondisi memprihatinkan?" Suara itu, cukup membuatku mendongak mem... More

Prolog
01
02
03
04
05
07
08
09
10
11
12
13
14.
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Epilog
Extra part

06

1.7K 107 3
By sajakgadis

Dulu sekali,  tidak ada yang dapat kulakukan selain memandangimu.
Tetapi apalagi? Aku tidak bisa melakukannya lagi kini, saat aku tahu kamu memilih pergi.

♡♡♡

"Aldaa Pulaangg!" Aku sedikit berteriak ketika masuk kedalam rumah, akan tetapi yang kudapati hanyalah kekosongan belaka.

Aku melangkah mencari Mama kedapur tapi juga tidak ada siapapun disana. Aku kembali mencari Mama dikamarnya, kamarnya tidak dikunci. Aku masuk, tetapi juga tidak ada Mama disana dikamar mandi pun tak luput dari pencarianku.

Sudahlah, mungkin Mama keluar berbelanja atau keluar dengan teman-temannya. Whatever. 

Aku ingin beranjak dari kamar Mama, tapi pandanganku justru terpusat pada pigura yang terbalik dimeja rias Mama, aku melangkah hendak mengambil benda itu, lalu membalikkan dan melihat foto dua orang wanita dan dua orang pria dengan seragam SMA.

Aku mengetahui salah dua dari mereka adalah Lisa mamaku dan Surya papaku. Dan dua lainnya adalah pria berwajah manis dengan mata sipit serta senyum yang manis. Dan gadis disamping mama itu berkacamata bundar dengan senyum ceria terlukis di bibirnya.
Mungkin mereka berempat adalah seorang sahabat.

"Mama sama Papa keren juga dari jaman muda." Aku terkekeh geli dengan ucapanku.

Didalam rumah atau bersama papa dan mama, maka aku akan dengan senang hati memperlihatkan ekspresi dari diriku yang sebenarnya, tetapi tidak dengan dunia luar.

Kiranya, orang lain melihat aku sedang mencoba memusuhi takdir. Walupun, tidak pernah bisa. Karena itu sama dengan memusuhi Tuhanku.

Aku hanya berlaku tidak adil dengan ekspresiku sendiri dari dalam ke dunia luar.

Aku mengembalikan pigura ketempat semula dan aku melihat ternyata ada secarik kertas yang terlipat dibelakang pigura itu terjatuh. Aku mengambilnya lalu hendak membukanya sebelum suara dering di ponselku menghentikan sejenak niatku.

Aku meletakkan kertas itu kembali ditempatnya. Selipan dibelakang foto lalu membuka ponselku. Oh ternyata hanya notifikasi dari WhatsApp. Aku mengedikkan bahu lalu keluar dari kamar mama. Melupakan kertas itu.

******

"Laper.." Aku menggerutu sembari berjalan ke dapur mencari makanan yang dapat kumakan, tapi tidak ada masakan jadi yang dapat kumakan. Hanya bahan mentah dan segala macam sayuran bertengger rapi didalam kulkas.
Mataku tertumbuk pada memo kecil yang ditempelkan dikulkas dengan tulisan mama.

Alda, makannya mama taruh di lemari makan. Mama sayang Alda.

Aku menghela nafas, bukannya senang karena hajat untuk segera makan terpenuhi, aku malah merasa mood untuk makan menguap begitu saja. Lalu, senyum cerah terbit dibibirku. aku kan tidak malas untuk menyemil coklat ataupun es krim.
Aku mengambil rompi panjang serba guna dikamar. lalu mengambil sepeda untuk pergi ke mini market.

Aku menikmati udara sore hari ini, di area perumahan ini. Lingkungannya memang masih asri, karena pengelolanya selalu memberi penyuluhan terhadap warganya untuk menanam pohon dilahan-lahan terbuka.

Aku keluar dari area perumahan, sebenarnya ada yang berjualan disekitar perumahan, tapi hari ini aku ingin keluar dari zona nyaman itu.

Sesampainya, aku masuk ke dalam minimarket setelah memarkirkan sepeda. "Kok pengen borong ya?" Aku terkekeh dengan ucapanku sendiri, kebiasaan jika menemukan banyak makanan.

Aku membeli tiga bungkus snack ukuran jumbo dengan rasa berbeda dan meraup coklat batangan, memperbanyak stok cemilan di kamar lalu berjalan membeli es krim. Aku memilih varian rasa vanilla dan coklat. Disana aku menemukan satu yang tersisa, rasa favoritku. Choco Lava.

Aku ingin memasukkannya kedalam keranjang, tapi kurasakan seseorang menarik bawah bajuku, aku menunduk melihat gadis kecil dengan bola mata bulat sedang menatapku memelas.

"Iya ada apa, dek?" Aku menatap lembut kearahnya. Seketika wajahnya berbinar.

"Kakak cantik, boleh minta es krimnya?" Tanya gadis kecil itu dengan suara memohon yang begitu menggemaskan.

Aku tersenyum lembut walau dalam hati menjerit-jerit, mengaum-ngaum tidak terima, yang diminta choco lava-ku. Tapi, disisi lain juga tidak sampai hati untuk menolak keinginan gadis kecil ini.

"Yaudah ini buat kamu, tapi kakak bayar dulu ya?" Gadis kecil itu mengangguk semangat sambil memperlihatkan senyum manisnya. Aku juga ikut memperlihatkan lesung pipiku.

Aku berjalan ke kasir untuk membayar belanjaanku. Gadis kecil tadi mengikutiku sambil melihat-lihat kedepan minimarket. Selesai membayar aku memberikan es krimnya ke gadis kecil itu.

"Kamu namanya siapa?" Sambil berjalan ke luar aku menyodorkan es krim tersebut. Gadis itu mengambilnya dengan cepat dan antusias.

"Makasih ya kak, namaku Nanda."

"Nanda kesini sama siapa?"

"Sendiri, Temen-temen Nanda masih ngamen." Aku terkejut mendengarnya, gadis sekecil ini mengamen, kemana orang tuanya?
memang dasarnya kehidupan itu panggung sandiwara. Sandiwara dalam sandiwara. Aku menatap teduh gadis kecil itu.

"Orang tua Nanda kemana?" Tanyaku membelai rambutnya dengan sayang.

"Nggak tau, Nanda ikut sama Abang dari kecil. Eum kak, Nanda pergi dulu ya kak? Makasih kakak cantik es krimnya." Aku tersenyum lembut lalu mengambil dua cemilan dan dua es krim lagi.

"Ini buat Nanda sama abangnya."

"Waah makasih lagi kakak baik. Pantesan abang ganteng suka kakak." Aku mengernyit. Abang ganteng?

"Abang ganteng siapa?"

Nanda menunjuk seorang cowok yang tengah bersembunyi dibalik tembok selatan minimarket. Aku memicingkan mata, tidak mengenalnya. "Nanda pergi dulu ya kak?" Aku mengangguk sambil tersenyum.

"Hati-hati." Aku melihat kepergian gadis kecil tadi dengan sendu. Lalu tersadar, aku kembali melihat seseorang yang masih bersembunyi itu. Aku menghampirinya. Setelah dekat, ternyata-

"Lo?" Aku menatap tajam orang itu. Menyembunyikan keterkejutanku.

"Hehe. Ketahuan deh." Cowok itu terkekeh yang terlihat menyebalkan dimataku.

"Lo yang suruh Nanda? Mau jadi penguntit?" Ucapku datar.

"Ya maaf, itung-itung amal kan. Lagian, gausah pede! Gue kebetulan aja liat lo." Affan mengedikkan bahunya. Aku mendengus malas, lalu berbalik meninggalkannya.

Meladeni manusia bebal sama dengan program penghancuran lemak. Melelahkan dan harus ekstra sabar.

"Lo kok galak banget sih? Jadi gemes deh." Affan kembali membuntutiku, namun bukan bersembunyi lagi.

Affan mensejajarkan langkahnya denganku. "UDD." Cuekku.

"UDD?"

"Urusan Diri-Diri."

Affan nampak terkekeh mendengar ucapanku, "Bukannya urusan lo urusan gue juga ya?" Seraya menaik turunkan kedua alisnya. Aku memandangnya seolah dia itu sapi bertelur.

"Gila!"

Affan tertawa kecil. Rasanya baru kemarin aku mengobrol dengannya walaupun bukan obrolan santai. Tetapi tetap saja dia adalah Affan, orang yang sangat menyebalkan.

"Gue nebeng ya ke halte perempatan depan." Aku menaikkan sebelah alisku dengan permintaannya itu.

"Ngapain?"

"Motor gue disana." Aku menatapnya aneh.

Bagaimana bisa dia disini dan motornya disana?

Aku juga tahu haltenya memang masih jauh, aku tidak akan memberi tumpangan, rasakan saja. Hitung-hitung olahraga juga. Niatku baik kan?

"Ogah, males." Aku menjulurkan lidah padanya. Saat sampai di depan sepedaku.

Affan menatapku memelas, bukannya luluh aku malah menatap jijik walaupun dalam hati aku tertawa melihat ekspresi konyolnya. "Tolong dong Al. Lo kan temen gue, masak nggak mau bantu?" Paksa Affan dengan menggoyangkan stang sepedaku.

"Temen? Sejak kapan?" Jawabku sinis.

Sengaja aku mengerjainya, melihat ekspresi terluka yang dibuat-buatnya benar-benar ingin membuatku tertawa namun masih dengan pengendalian diri, aku menahannya.

"Yaelah pelit banget." Aku memutar bola mata malas melihat Affan menunduk dengan menendang nendang kerikil disekitarnya.

"Iya-iya, lotoy banget sih lo!" Affan melotot padaku lalu sedetik kemudian tersenyum manis padaku.

"Kan mau modus." Aku mengabaikan tiap ocehannya. Menegakkan sepedaku lalu memberikan stangnya pada Affan agar dia yang membonceng. Namun Affan malah membalas dengan senyum aneh dan menggaruk rambut belakangnya. Aku menaikkan sebelah alis melihat sikapnya.

"Gue nggak bisa naik sepeda, nggak ngerti cara makenya." Affan berucap lirih membuatku melongo untuk kemudian tertawa terbahak-bahak sampai memegang perutku yang kaku.

Astaga, tawa lepas yang kuperlihatkan pada dunia luar. Aku sempat melirik Affan yang terperangah di sela tawaku.

"Wah lo emang lotoy banget, body aja keliatan oke. Eh dalemnya? Masa naik sepeda ngga bisa. Cemen anjir!" Aku masih tertawa sambil menyeka air mata yang keluar disudut mataku, tidak menyadari bahwa ucapanku terdengar ambigu bagi Affan.

Affan mencengkram bahuku, aku langsung terdiam, mendongak menatap dia yang memang lebih tinggi dariku. Jarak kami mungkin sekitar sejengkal. Aku membelalakkan mata saat dia mendekatkan wajahnya kearahku.

"Gue lotoy?" Aku hanya diam, menahan nafas takut-takut bila nafasku bau.

"Gue bakal tunjukkin kalau gue nggak lotoy luar dalem." Affan memundurkan tubuhnya, melepas cengkramannya pada bahuku. lalu mengambil kaos hitam bawahnya, berancang-ancang untuk membukanya.

Aku melotot semakin lebar, aku yakin bola mata ini akan segera menggelinding jika aku terus membiarkannya seperti itu.
"Lo gila!" Seruku tajam lalu mengambil kemudi sepedaku.

Affan tertawa pelan, "Yah, nggak jadi pamer." Aku pura-pura tidak mendengarnya. Wajahku memerah, malu. Apa yang akan terjadi bila si 'gila' itu sampai melakukan aksinya?

Aku menahan sepeda dengan kakiku. Lantas Affan duduk dalam boncengan tetapi yang membuatku geram adalah Affan duduk dengan menghadap belakang. "Duduk yang bener!"

"UDD dong!" Aku mendengus keras-keras lalu melajukan sepedaku. Astaga, rasa-rasanya seperti membawa gajah bengkak.

Selagi aku masih mengayun ngos-ngosan Affan malah menyanyi, yang membuatku terkejut adalah ternyata suaranya yang merdu mengalun bersama ayunan kakiku.

🎵Entah mengapa, kurasa tak menentu
Semenjak aku mengenali dirimu, sayang....
Terbayang-bayang, wajahmu dimataku
Hingga tersentuh, rasa indah di kalbu.
Apakah arti nya.... 🎵

🎵Aku tak tahu, mengapa aku rindu
Ingin ku curah, tetapi rasa malu
Cubalah engkau, mengerti isi hatiku
Didalam diam aku mencintaimu...🎵

🎵Kuharap kau faham perasaanku
Yang kini dilamun rindu padamu
Sesungguhnya aku, telah jatuh cinta..
Oh, indahnya, bila bersamamu...🎵

🎵Moga engkau dapat terima
Cintaku dengan Ikhlasnya...
Janganlah engkau sia-sia kan harapan dan impianku🎵

🎵Dalam diam, ku mencintaimu..

Aku tahu lagu itu, Didalam diam aku mencintaimu. Ah, aku lupa nama penyanyinya. Aku sering mendengarnya di radio. Aku tersenyum tipis mendengar suaranya. Bahkan sampai pada halte aku masih mengulum tersenyum. Rasanya, terasa aneh hampir menggelikan Affan menyanyikan lagu lawas malaysia itu. Baru ketika Affan berbalik menatapku. Aku memasang wajah datar kembali.

"Makasih Aldaukar!" Ucap Affan santai. Aldaukar? Aku menatap tajam Affan.
"Dasar nggak tau terimakasih!" Ucapku ketus.

"Tadi kan udah makasih? Budeg ya?"

Aku menghela nafas lelah, "Emang langsung budeg habis denger lo nyanyi. Gendang telinga gue pecah. Gue balik." Bukannya marah, Affan malah tertawa.

"Nggak mempan juga ternyata. Biasanya cewek-cewek langsung klepek-klepek kayak ikan mujaer habis diracunin setelah gue nyanyiin." Aku merengut jijik.

"Mungkin ikan-ikan itu menulikan pendengaran atau emang bego nggak tau kalau mereka berhadapan sama kucing garong?" Ucapku acuh tak acuh. Aku meninggalkan Affan dan melajukan sepeda.

Affan mengumpat. Dan aku tidak menyangka mendapat sejenis teman seperti itu.

**************

"Assalamualaikum. Alda pulang!" Aku langsung menuju ke ruang makan, disana mama sedang menyiapkan makanan. Aku menghampiri mama lalu mencium pipinya.

"Mama keliatan bahagia banget?" Mama tersentak sebentar lalu tersenyum, "kenapa emang nggak boleh?"

"Boleh lah mamaku yang masih muda."

"Itu menghina apa memuji?" Mama berpura-pura merajuk. Aku tertawa.

"Mamaku ini emang masih cantik kok." Aku tersenyum tulus sembari mengambil nasi dan lauk. Cacing cacing ini sudah memberontak liar, jadi biar kuselesaikan dulu.

"Dari mana?"

"Beli cemilan di Minimarket." Aku menyuapkan nasi kedalam mulutku.

"Mana memang?" Mama melihat-lihat sekitar. Aku menggeleng, "Dikeranjang sepeda."

Mama hanya mengangguk-angguk lalu ikut mengambil makan, aku meletakkan sendok dan mengambil minum,
"Ma?"

Mama menatapku, "Iya sayang?"

"Papa hari ini pulang?" Aku bertanya hati-hati. Mama menatapku sebentar lalu kembali makan.

"Nggak, papa masih sibuk sayang. Kenapa?" Aku menunduk, tidak ingin mama menatap wajahku yang berubah suram.

"Nggak, papa makin jarang pulang ya setelah pindah? Alda kangen." Aku mengucapkannya dengan bergetar, aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi sikap papa sangat berbeda. Alih-alih menyelesaikan masalahnya papa lebih memilih menyibukkan diri dengan dunia kerjanya.

"Kamu banyak-banyak berdoa buat papa. Papa kan kerja juga buat kamu." Aku menggangguk mendengar ucapan mama. Lalu kembali melanjutkan aktivitas makanku yang sempat tertunda.

"Mama berharap, Alda dikemudian hari dapat jadi anak yang pintar dan kuat, nggak pantang menyerah sama ujian dari Tuhan. Mama juga mau Alda siap menghadapi apapun yang terjadi dikemudian hari." Aku melihat mama dalam, mencari maksud dari ucapannya. Aku tidak bertanya, aku hanya mengangguk.

"Alda sayang mama selalu."

____________________

Terimakasih sudah membaca cerita ini,  semoga suka yaaaa, 😍
Oh ya,  dukungan dari kalian lho yang akan membuat aku terus semangat untuk melanjutkan dan membuat cerita-cerita baru
Jangan lupa vote dan comment nya ya😊

Follow ig aku juga ya. Hehe

Ig : novitas33

Continue Reading

You'll Also Like

72K 4.4K 93
[ S E L E S A I ] ⚠Tersedia juga di Dreame⚠ Judul awal: Badboy and Coolboy • Echa tidak pernah menyangka, bahwa pertemuannya dengan Jiwa dan Raga...
57.9K 7.3K 57
[Follow dulu sebelum baca] "Karena jika itu kamu, meskipun sakit, aku rela." Gagal move on. Kalimat yang cocok menggambarkan Diana saat ini. Bayang...
1.7K 232 24
TAHAP REVISI .... Ada dua tipe manusia dalam hidup, pemenang dan pecundang. Bukan masalah tidak menjadi pemenang, tapi pastikan dirimu bukan pecundan...
246K 19.7K 40
Jika dia adalah tanah maka aku adalah langit. Dialah yang menjadi tempat tampungku. Dikala aku meneruskan cahaya matahari dengan bahagia atau menurun...