Diary Of an Introvert (REPOST...

By halloransey

629K 60.8K 8.3K

Follow @ranikastory on Instagram. Diary Series [1]: Ini aku dan kisahku yang selalu dianggap berbeda hanya ka... More

πŸ““Pengantar KataπŸ““
πŸ““Visualisasi TokohπŸ““
πŸ““Fyi + Review ReadersπŸ““
πŸ““ BOOK TRAILER πŸ““
πŸ““0 - Panggil Saja Aku Pao
πŸ““1 - Aku yang Berbeda
πŸ““2 - Teman Baru?
πŸ““3 - Eccedentesiast
πŸ““4 - Galaxy
πŸ““5 - Menjauh
πŸ““6 - Sebuah Kata Maaf
πŸ““7 - Sebuah Rasa
πŸ““8 - Antara Sedih dan Lucu
πŸ““9 - Keputusan Yang Salah
πŸ““10 - Tiba-tiba Merindu
πŸ““11 - Sehari Bersama Arlan
πŸ““12 - Bolos
πŸ““13 - Sebatas Topeng
πŸ““14 - Di Bawah Terpaan Hujan
πŸ““15 - Dilema
πŸ““16 - De Ja Vu
πŸ““17 - Semerbak Iris
πŸ““18 - Pinky Promise
πŸ““19 - Tak Selamanya Hening
πŸ““20 - Percaya
πŸ““21 - Imunisasi Hati
πŸ““22 - Kesedihan
πŸ““23 - Tersenyum Palsu
πŸ““24 - Terkuaknya Rahasia
πŸ““25 - Kekecewaan
πŸ““26 - Ancaman
πŸ““Side Story #1
πŸ““Side Story #2
πŸ““Side Story #3
πŸ““27 - Kekhawatiran
πŸ““28 - Melepaskan
πŸ““29 - Melupakan
πŸ““30 - Perencanaan
πŸ““31 - Rindu
πŸ““32 - Halusinasi
πŸ““33 - Kepergian
πŸ““34 - Kepulangan
πŸ““35 - Menghadapi Kenyataan
πŸ““36 - Tertuju Padanya
πŸ““37 - Keberanian
πŸ““39 - Merenung
πŸ““40 - Pengorbanan
πŸ““41 - Hujan di Kala Senja
πŸ““42 - Kasih dibalik Kisah
πŸ““43 - Kembali Sekolah
πŸ““Abellia DarrelπŸ““
πŸ““44 - Menebar Kebaikan
πŸ““45 - Kebahagiaan
πŸ““46 - Sahabat
πŸ““47 - Malu
πŸ““48 - Pentas Seni
πŸ““49 - Bukan Sebuah Akhir
πŸ““50 - Diariku (Ending)
πŸ““Terima Kasih Masa LaluπŸ““
πŸ““Extra Part
πŸ““Funny FactπŸ““
Nanya deh

πŸ““38 - Sebuah Kabar

5.6K 682 109
By halloransey

Kalau saja burung dapat menyampaikan pesan. Ingin kutitipkan satu pesan agar dirinya tidak bersedih.

. . .

"Kakak ngapain?"

Mataku melotot ketika melihat Kak Zara sedang membuka salah satu diariku. Aku langsung merampas diari yang dipegang Kak Zara dan memeluk kotak yang berisi diari-diariku.

"AKU NGGAK SUKA BARANG-BARANGKU DIPEGANG!"

Emosiku membludak begitu saja. Maksudku, itu diari. Oh tidak! Betapa malunya aku memikirkan fakta bahwa Kak Zara sudah membaca semuanya tentangku. Mana di diari itu aku alay sekali. Duh!

"Ada apa ini?"

Bunda datang menghampiriku. Langsung saja aku mengadu, saking kesalnya.

"Kak Zara baca-baca diari Pao, Bunda."

Kening Bunda mengerut. Tatapannya menyorot ke Kak Zara lalu kepadaku. "Memangnya kenapa kalau kakakmu baca?"

Aku melongo. Betapa kagetnya diriku dengan jawaban yang kuterima.

"Bunda, inikan diari, rahasia," jawabku dengan nada suara tertahan.

Bunda mendengkus sambil bersidekap. "Lagian kamu kok letaknya sembarangan. Jadi kakak kamu baca, kan?"

Aku terdiam, kaget karena Bunda berkata seperti itu. Bukannya aku benar berkata bahwa diari itu rahasia pribadi? Kenapa Bunda seakan-akan membela Kak Zara dan menyudutkanku?

Otakku tidak bisa berpikir lagi. Segera aku pergi dari ruangan itu. Tak peduli lagi kalau Bunda berkata apapun. Mereka benar-benar menyebalkan.

Aku duduk di atas sofa sembari meringkuk. Kutenggelamkan wajahku di antara kedua lutut. Selang tak berapa lama, mereka menghampiriku pelan-pelan.

"Pao, Bunda minta maaf."

"Pao nggak suka siapapun baca diari Pao! Itukan privasi, Bunda."

"Iya, Bunda tahu. Maafin kakakmu ya."

Aku menangis sesenggukan. Malu, pastinya. Kak Zara pasti sudah tahu semuanya tentangku.

"Pao?"

Aku langsung memalingkan wajah ke samping, tak ingin melihat wajahnya.

"Kakak minta maaf."

Aku bergeming. Tubuhku kucondongkan ke arah lain.

"Tadi kakak lagi beres-beres. Terus kakak lihat kotak itu. Kakak pikir itu buku-buku pelajaran kamu. Terus satu bukunya jatuh dan kakak nggak sengaja kebaca. Kakak nggak baca semua kok, beneran."

"Ya udahlah," ucapku singkat lalu berjalan memasuki kamar.

Sungguh, saat ini aku hanya ingin membaringkan diri di kasur. Walau mereka meminta maaf, semuanya takkan berubah, kan?

Kak Zara tak mungkin lupa semua yang dia baca di diariku, kan?

. . .

Pagi-pagi sekali aku sudah pergi ke taman sebelah rumah. Mega-mega kemerahan nan keemasan bahkan masih tampak jelas dipenglihatanku. Sebenarnya tadi Sienna sempat menghubungiku untuk mengajak bermain bersama keluarganya hari ini. Tetapi aku menolak.

Menurutku, liburan yang paling menyenangkan adalah mengistirahatkan diri, tidak mengikuti kegiatan apapun dan merefleksi diri.

"Dari jauh aku lihat wajahmu ditekuk. Ada masalah?"

Pandanganku masih lurus ke depan. Dari suara saja, aku sudah tahu bahwa suara itu milik Daffa. Tetapi ini masih pagi. Ngapain juga dia ke sini?

Aneh.

"Ya gitulah. Kesal."

"Loh, bisa kesal juga?"

Kudengar tawa hangat terasa di sebelahku.

"Ya bisalah!" Aku mulai kesal dan meliriknya.

"Ya udah cerita. Kesal kenapa?"

Tatapan kami tadi sangat dekat. Refleks aku memegang dadaku. Pandanganku kembali ke depan. Kejadian semalam kembali berputar bak kaset.

"Kak Zara! Semalam dia sembarangan buka-buka diari aku. Kan aku malu."

Aku menutup wajah dengan kedua tanganku, terisak. Pasti Kak Zara tahu bahwa aku pernah berpacaran.

Rasanya aku ingin menguburkan diriku ke dalam selimut.

"Loh, kok nangis?"

"Aku malu."

Kurasakan Daffa mengusap punggungku beberapa kali hingga aku menjadi sedikit tenang. Kalau bisa bercermin, kuyakin wajahku saat ini sudah memerah dengan air lier ke mana-mana.

Ah, aku jadi malu begini.

"Jangan nangis lagi. Oke?"

Aku mengangguk pelan, tidak menatapnya. Kepalaku tertunduk sedalam-dalamnya.

"Udah, nggak usah malu. Kalau orang nangis ya pasti jelek."

"Rese!"

Aku mendelik ke arahnya lalu tak lama tertawa kecil. Aku pergi meninggalkannya sembari berlari dan dia mengejar.

Jadilah kami malah berlari-larian dan saling mengejar di taman tersebut.

. . .

Aku pulang usai bermain kejar-kejaran tadi. Hatiku tidak enak saja melarikan diri seperti itu.

Bunda langsung membukakan pintu tepat sebelum aku memegang kenop pintu.

"Assalamualaikum," ucapku terkekeh saat melihat Bunda menatapku menggeleng. Aku menyalimi tangannya.

"Darimana aja? Pagi-pagi udah ngilang." Bunda terlihat khawatir, walau tetap dia sembunyikan kekhawatirannya.

"Olahraga, Bunda."

Aku terkekeh dalam hati. Alasan yang tepat.

"Ya udah. Makan yuk sekarang. Pasti belum makan, kan?"

Kepalaku terangguk. Semuanya kembali lagi seperti awal, walaupun aku masih merasa kesal dengan Kak Zara. Tetapi sudahlah. Semuanya sudah terjadi.

Walau bagaimanapun, merekalah yang selalu ada untukku selama ini.

Setelah makan, aku beres-beres rumah. Lalu mulai mengisi formulir pendaftaran sekolah baru di dekat rumah. Kebetulan SMA di dekat rumahku lumayan bagus walaupun bukan terfavorit ataupun terbaik.

Ponselku bergetar. Segera aku meninggalkan kerjaanku dan mengambil ponsel yang kugeletakkan begitu saja di lantai. Dahiku mengernyit ketika penelepon adalah temanku sewaktu di Jakarta, Racha.

Sedikit ragu, aku mulai mengangkatnya.

"Assalamualaikum, kenapa Cha?"

"Pao, papanya Arlan masuk penjara!"

Lidahku kelu. Mulutku sedikit menganga. Tanganku sudah bergetar saja.

"Lo harus cepet pulang ke Jakarta. Ceritanya panjang. Nanti gue ceritain."

Sambungan telepon sudah terputus. Namun genggaman ponsel masih setia bergetar di tanganku. Pikiranku langsung tertuju pada Arlan.

Aku langsung masuk ke dalam kamar. Yang kulakukan hanyalah mondar-mandir. Aku tidak peduli dengan Kak Zara yang sibuk berdandan entah mau ke mana.

"Kenapa, Dek?"

Langkahku berhenti. Atensiku beralih ke arah Kak Zara.

"Nggak papa."

Kemudian aku kembali mondar-mandir tak jelas.

"Masih marah sama kakak?"

"Nggak kok, Kak. Aku lagi mikir nih. Jangan ganggu."

Posisiku sekarang adalah salah satu tangan memeluk diriku dengan satu tangan di atas kepala dengan jari telunjuk yang mengetuk kepala beberapa kali.

"Perlu bantuan kakak?"

"Nggak usah. Lagian kakak nggak bisa bantuin."

"Ya udah. Kakak harap kamu bisa nyelesain masalah kamu sendiri."

Dahiku mengernyit. Langkahku kembali berhenti.

"Kakak mau ke mana?" tanyaku penasaran.

"Ketemuan sama temen. Kakak duluan ya."

Aku mengangguk pelan kemudian kembali mondar-mandir. Setelah itu, aku keluar dari kamar mencari Bunda.

Bunda sedang duduk di atas sofa sambil menghitung sesuatu. Perlahan, aku mendekatinya.

"Bunda."

Bunda langsung menghentikan aktivitasnya dan fokus kepadaku.

"Kenapa, Pao?"

Aku menghembuskan napas pelan-pelan sebelum bertanya.

"Bun?"

Bunda masih fokus memperhatikanku.

"Pao boleh ke Jakarta?"

Dahi Bunda langsung mengerut. "Hah, kamu mau ngapain di sana?"

Aku tidak menyangka reaksi Bunda seterkejut ini. Aku meneguk salivaku kasar.

"Pao nggak jadi sekolah di sini. Pao mau lanjutin sekolah di sana aja."

Kudengar helaan napas berat keluar dari indera penciumannya. "Pao, kamu jangan main-main! Waktu itu kamu sendiri yang minta pindah ke Jogja."

"Pao berubah pikiran, Bunda."

Aku berusaha untuk membujuk Bunda. Arlan benar-benar sukses membuatku seberani ini.

"Siapa yang membuat kamu berubah pikiran seperti ini?"

Mulutku terkunci. Tak disangka Bunda akan bertanya seperti itu. Aku memutar otak mencari sebuah alasan logis untuk diberikan kepada Bunda.

"Err ... Paokan belum ambil rapor semester, katanya rapor itu harus diambil sama pemiliknya."

Dahinya mengerut. "Kamu udah lupa Om kamu itu kepala sekolah di sana?"

Astaga. Bodoh. Bodoh. Bodoh. Alasan apa tadi yang kuucapkan pada Bunda? Pastilah raporku bisa diambil Om Willy dan nantinya akan dikirimkan melalui JNE atau apalah. Ya ampun Zelin, kenapa dirimu bego sekali?

"Pokoknya Bunda nggak izinin kamu ke Jakarta lagi. Lagian Kak Zara sudah mau selesai. Jangan main-main lagi."

Bunda tampak kesal sekali. Aku terdiam menatap kepergian Bunda. Tak pernah Bunda semarah ini padaku.

Sekarang aku harus bagaimana?

. . .

[A/N]

KOK AKU JADI SUKA SAMA ZELIN-DAFFA? ADA YANG SAMA KAYAK AKU? HAHAHAHA

SO, ZELIN-ARLAN OR ZELIN-DAFFA?

🙊🙊🙊🙊🙊

Continue Reading

You'll Also Like

65.1K 5.5K 44
Iza si cewek yang haus cinta tak disangka dapat menyukai cowok seperti Alifahrian Fardendra. Banyak yang bilang Alif itu cowok biasa aja, tidak jelas...
79.6K 9.7K 34
"Kita kan sama-sama suka, masa statusnya masih yang lama?" .... Sagara itu cakep, pintar dan lucu. Tapi polos banget! Bikin para cewek jadi makin g...
1K 411 79
~Semua ini perasaanku sejak dahulu yang tak bisa aku ucapkan lewat kata-kata yang hanya bisa aku sampaikan lewat tulisan.~ FOLOW DULU SEBELUM BACAπŸ˜‰ ...
32.9K 3K 23
Alhamdulillah sudah terbit dan Best Seller. Silakan cek ig @amirah_hanif πŸ˜‡