[5] Sapphire Blue | BROTHERSH...

By VennytaShui97

100K 7K 1.8K

[COMPLETE] Kehidupan tenang Byun Baekhyun di dunia penuh kegelapan terusik oleh kehadiran Park Chanyeol, angg... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21 - END
Book II

Part 17

2.5K 182 59
By VennytaShui97

Hari cukup gelap saat Baekhyun sampai di kediamannya bersama Chanyeol dihantar oleh L. Ia segera turun dari mobil itu setelah mengucapkan terimakasih pada anak buah kepercayaan ayahnya.

Baekhyun melangkah melewati gerbang dan L segera melajukan mobilnya untuk kembali bertugas di perbatasan. Keduanya tak tahu jika Chanyeol menunggu kedatangannya sejak tadi setelah diadakannya rapat tentang peledakan yang baru terjadi beberapa jam yang lalu itu.

Chanyeol memutuskan untuk tidak ikut timnya. Dia punya alasan, dengan mengatakan jika adik kandungnya yang baru ia ketemukan tak bisa ditinggal sendirian tanpa pengawasan meskipun usianya sudah beranjak remaja.

Chanyeol berkata jika adiknya itu sedikit nakal dan suka keluar malam. Padahal? Bukan cuma nakal dalam hal itu. Kalian pasti tahu bukan kenakalan seorang Byun Baekhyun?

Chanyeol berada di balik tirai cendela besar di rumahnya, mata bulatnya menatap dengan menelisik siapa yang mengantar adiknya pulang. Berharap bisa mengenalinya tapi ternyata itu hanya harapan kosong. Yang mengantar adiknya bahkan tidak turun dari mobil.

"Aku tak bisa melihat wajahnya, sial sekali! Jika memang Baekhyun yang melakukannya bersama teman lelakinya itu bagaimana? Apa yang harus ku lakukan? Oh Tuhan mengapa semua ini terasa begitu rumit? Tidak kah ada jalan untuk membuat adik ku sadar akan perbuatannya?". Chanyeol menggeram, ia sadar betul jika saat ini kesabarannya sedang diuji lagi. Ia bahkan menjambak rambutnya frustasi karena memikirkan cara agar adiknya mengakui perbuatannya.

Chanyeol yakin, sangat yakin jika pelaku peledakan gudang yang kebetulan bersebelahan dengan pabrik industri yang ikut meledak bukan kecelakaan melainkan ada yang sengaja meledakkannya. Dan Chanyeol berspekulasi adiknya lah pelakunya mengingat posisi Baekhyun saat itu berada di Busan. Tempat ledakan terjadi.

"Ayo Chanyeol berpikir, gunakan otak cerdas mu! Kau harus bisa membuatnya mengaku meskipun hanya di depan mu".

Di luar sana, tepatnya di depan pintu utama kediaman keluarga Park, seorang lelaki mungil yang kita kenal bernama Baekhyun sedang berulang kali mengatur nafas. Berusaha menetralkan detak jantungnya yang entah mengapa bekerja dua kali lebih cepat dan berdentum tak karuan secara tiba-tiba. Ini seperti bukan dirinya, karena biasanya si mungil itu akan merasa baik-baik saja bahkan sangat bahagia setiap selesai memberikan amunisi untuk si berry. Rekening rahasia miliknya.

"Kau harus kontrol emosi dan ekspresi byun Baekhyun. Tunjukkan wajah ceria setelah bersenang-senang".

Puk...puk...

Baekhyun memukul kedua pipinya sebanyak dua kali sebelum memutuskan untuk membuka pintu utama.

Ini belum terlalu malam, Baekhyun yakin jika hyung nya itu belum tidur.

"Aku pulaang!!".

Teriak Baekhyun sebagai formalitas. Faktanya ia memang tak pernah melakukan itu, ia hanya menirukan apa yang remaja lakukan pada umumnya lakukan setiap mereka pulang ke rumah agar Chanyeol tak curiga.

Dan sepertinya Chanyeol memang tidak curiga. Terbukti dari senyum yang ia berikan saat menoleh dan langsung berjalan ke arah Baekhyun dari tempatnya ia berdiri mengintai tadi.

"Eoh, kau sudah pulang? Syukurlah, kau pulang dalam keadaan baik-baik saja. Hyung sangat khawatir pada mu".

"Hyung mendoakan ku pulang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja?". Jawab Baekhyun sambil membuka sepatunya dan mengganti dengan sendal rumah yang tersedia di depan pintu masuk.

"Tidak, tentu saja tidak. Hyung hanya lega sudah melihat mu pulang".

"Jangan berlebihan, aku bisa menjaga diri ku sendiri dan aku bukan anak kecil lagi hyung".

Chanyeol terkekeh melihat bibir Baekhyun yang mungkin tanpa disadari mengerucut, ini pemandangan pertama baginya mengingat selama ini sikap adiknya begitu dingin padanya.

Memang, sempat membaik selama beberapa waktu di Kanada. Namun baru kali ini Chanyeol mendapati Baekhyun mengerucutkan bibirnya.

Chanyeol menjulurkan tangannya untuk mengusak rambut Baekhyun, sebelum kemudian menarik tangan Baekhyun untuk membawanya masuk lebih dalam karena keduanya masih berada di depan pintu masuk.

"Bagaimana liburan mu bersama teman mu di Busan? Menyenangkan?".

"Tentu saja, memangnya kenapa?".

"Tidak apa-apa, hanya saja satu hari tak bertemu dengan mu membuat hyung merindukan mu".

Baekhyun mendengus, ia tak habis pikir dengan hyungnya itu. Terlalu berlebihan.

"Kenapa hyung selalu bersikap berlebihan? Lagi pula sekarang aku sudah di rumah kan?".

Chanyeol menghentikan langkahnya saat sudah sampai di ruang tengah, ia membalikkan tubuhnya menatap adik kecilnya yang hanya setinggi dagunya itu dengan tatapan lembut dan penuh kasih.

"Kau benar, tetap saja hyung merindukan mu dan akan selalu begitu jika kita dipisahkan oleh jarak meskipun hanya sebentar".

"Jangan peluk!! Aku belum mandi hyung, aku bau keringat". Tolak Baekhyun saat Chanyeol merentangkan kedua tangannya, hendak menarik tubuh mungil itu ke dalam pelukannya.

"Araseo, kau juga pasti lelah setelah menempuh perjalanan jauh. Mandi dan istirahatlah".

"Hmm, aku akan melakukannya. Selamat malam hyung".

"Ne, selamat malam".

Baekhyun langsung melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kamarnya. Tapi baru selangkah, suara berat Chanyeol di belakangnya memanggil dan membuatnya terpaksa berhenti.

"Baek?".

"Ada apa?".

"Kau tak melakukan apapun kan selain menginap di vila teman mu?".

Alis Baekhyun berkerut, kepalanya ia miringkan ke kanan tanda ia tak tahu.

Atau lebih tepatnya.....  pura-pura tak tahu?

"Boleh tahu dimana vila teman mu? Hyung tak ada maksud apapun, tapi kau pasti sudah tahu berita tentang peledakan sebuah bangunan tua di Busan tadi siang".

"Ne, aku sudah mendengarnya dari radio saat perjalanan pulang. Tapi sepertinya lokasi pengebomannya jauh dari vila teman ku hyung, meskipun aku tak tahu pasti karena kata teman ku villanya berada di Seogu sedangkan lokasi pengebomannya dari berita yang ku dengar tadi berada di pusat kota. Itupun kalau aku tak salah dengar".

Chanyeol berpikir keras, daerah itu terdengar tak asing baginya yang sejak kecil tinggal di Korea dan sering berpetualang ke daerah-daerah seperti Busan mengingat tugasnya sebagai tim penyelidik para teroris atau kegiatan pasar gelap yang meresahkan masyarakat.

"Seogu dengan pusat kota hanya berjarak 10Km, apa kalian tidak jalan-jalan ke sana?". Tanya Chanyeol penuh selidik namun ia bawa dalam pembicaraan santai karena ia tak ingin membuat Baekhyun tertekan dan menyebabkan anak itu marah lalu meninggalkannya.

"Tidak, kami hanya mengadakan perkemahan kecil di halaman belakang bersama dengan teman-teman ku yang lain. Maksud ku teman-teman dari teman ku itu. Ya, begitu".

"Kau tidak bohong kan Baek. Bukannya hyung tak percaya atau mencampuri urusan mu, hanya saja hyung tak ingin kau berada dalam bahaya".

"Tidak, aku tidak bohong".

Chanyeol mengangguk, ia tersenyum meyakinkan adiknya bahwa ia memang percaya pada apa yang dikatakan adiknya.

"Baiklah, hyung percaya pada mu. Mandi dan istirahatlah, hyung tahu kau pasti lelah. Kau sudah makan malam bukan?".

"Ne, aku sudah makan malam tadi saat di perjalanan. Aku ke kamar dulu, selamat malam hyung".

'Terimakasih pada ruang bawah tanah mansion Byun dan terimakasih pada ruang penyimpanan rahasia yang ku temukan di rumah besar ini. Setelah ini aku akan membuat sesuatu yang lebih dahsyat. Lihat saja nanti'. Batin Baekhyun senang sambil menyusuri tangga dengan langkah ringan. Sementara Chanyeol hanya menatap punggungnya yang perlahan menjauh dan menghilang dibalik pintu kamar bercat putih sebelah kamarnya.

"Jangan membahayakan diri mu sendiri, ku mohon. Meskipun aku tak yakin dengan jawaban mu tadi tapi aku akan berusaha melindungi mu apapun yang terjadi dan apapun yang kau lakukan karena aku menyayangi mu sampai aku mati. Pegang janji ku, Park Chanhyun". Gumam Chanyeol lirih.

Sesampainya di kamar, Baekhyun mengusap dadanya sambil menghembuskan nafasnya perlahan setelah menarik nafas dalam-dalam. Bagaimanapun ia baru kali ini ia menyembunyikan apa yang dilakukannya, biasanya semua orang di rumahnya akan bersikap biasa dan wajar jika ia baru saja melenyapkan nyawa atau melakukan transaksi terlarang tapi kali ini. Ia tak menyangka bahwa hidup dengan Chanyeol akan membuatnya mengalami semua itu.

Well, bagi Baekhyun yang terbiasa dengan kebebasan dan bertindak semaunya cukup kesulitan ketika ia harus berhadapan dengan tipe pengekang seperti Chanyeol.

"Untung saja dia percaya". Gumamnya.

Baekhyun lantas melepas jaketnya, meletakkan ponselnya di nakas dan mengambil handuk bersih yang berada di almari khusus penyimpanan handuk di kamarnya. Baru hendak melangkah ke kamar mandi, ponselnya bergetar.

Ddrrtttt..... ddrrttt....

Merasa asing dengan nomor yang masuk pada kity, ia sempat mengernyitkan keningnya sebelum menjawab panggilan itu karena ponsel dalam genggamannya kembali bergetar.

"Yeoboseyo".

'Tan Baoxian?'.

Kening Baekhyun berkerut, suara di kejauhan terdengar familiat tetapi ia melihat lagi siapa yang memanggilnya namun nomernya tidak terdaftar dalam kity.

"Ne, siapa ini?".

Helaan nafas terdengar, Baekhyun semakin dibuat heran apalagi dengan pertanyaan yang diajukan orang dari seberang telefon.

'Apa yang baru saja kau lakukan disana sayang? Kapan kau akan berhenti membahayakan diri mu sendiri, hmm?'.

"Siapa kau?".

Helaan nafas terdengar lagi dari seberang telefon. Akibat pertanyaan halus yang dijawab dengan nada tak bersahabat dari Baekhyun.

'Kau melupakan suara baba mu? Kau sungguh terlampau, Xian!'.

"Baba? Bagaimana mungkin - ".

Baekhyun sampai menutup mulutnya tak percaya, cukup lama ia tak mendengar suara babanya semenjak ia memutuskan tinggal dengan Chanyeol. Bisa dikatakan setelah setelah malam itu Baekhyun sama sekali tak terlibat percakapan dengan babanya.

'Kau lupa siapa L? Dia penjaga perbatasan wilayah kepercayaan baba. Jadi .... bisa kau katakan kenapa kau melakukannya? Apa Chanyeol tak tahu?'.

Baekhyun menggembungkan pipinya kesal, ia lupa siapa L yang akan melakukan apapun sesuai perintah baba nya, secara otomatis L akan meminta ijin pada Tuan Byun lebih dulu sebelum melakukan sesuatu dan itu artinya baba nya pasti tahu apa yang terjadi di sana.

"Mr. Wong sangat berisik, aku tak suka gayanya yang sangat bossy jadi aku meledakkan gedung itu bersama dengan Mr. Wong dan beberapa anak buahnya. Lagipula Mr. Wong itu bodoh, dia membeli bom dari ku tapi tak mengijinkan ku membuat sistem kontrol pada ponselnya. Jadi ini bukan sepenuhnya salah ku, Baba". Baekhyun menyelesaikan kalimatnya bagai anak kecil yang tengah mengadukan kenakalan temannya di sekolah, bibirnya mengerucut di akhir kalimatnya lengkap dengan jari-jarinya yang memilin ujung kaosnya.

Tuan Byun lagi-lagi menghela nafasnya, ia tak habis pikir dengan apa yang ada dalam otak cerdas putranya itu. Bagaimana bisa Baekhyun meledakkan bangunan beserta kelompok mafia besar di Hongkong dalam satu waktu sekaligus?

'Kau harus berhati-hati Xian-ah, kau harus ingat jika yang kau hadapi bukan mafia biasa. Mereka kelompok yang cukup kuat di Hongkong, dan kemungkinan besar putra Mr. Wong akan mencari mu untuk balas dendam'. Terang Tuan Byun dengan lembut, tak ingin memancing emosi putranya.

Sekali lagi, meskipun Tuan Byun mengatakan lepas tangan pada Baekhyun kenyataannya tidak demikian. Bagaimanapun seorang ayah tak akan pernah meninggalkan anaknya bukan?

Jadi bisa dikatakan Tuan Byun memiliki orang kepercayaan untuk mengawasi Baekhyun dari jauh.

"Aku tak perduli, aku bisa menjaga diri ku sendiri. Lagi pula mati bukan ditangan manusia. Baba tak perlu khawatir".

'Xian!! Jaga bicara mu!! Jangan berkata seperti itu tentang kematian!!'.

"Lalu aku harus apa? Jika memang aku harus mati apa yang bisa aku lakukan? Bahkan jika aku harus mati karena dihukum aku tak masalah Baba!!". Jawab Baekhyun dengan nada sama tingginya. Tapi ia tak sampai teriak karena ia cukup tahu bahwa tak menutup kemungkinan Chanyeol yang merupakan anggota NIS itu akan curiga padanya.

'Dengar Xian, Baba tak akan pernah membiarkan kematian menghampiri mu secepat itu. Kau satu-satunya anak kesayangan Baba. Luhan dan Joon akan tiba di Korea besok'.

Tuan Byun memang sudah berencana untuk mendatangkan Luhan dan Joon ke Korea untuk dijadikan teman Baekhyun karena menurut laporan dari orang kepercayaannya Baekhyun selalu terlihat bosan saat di kamar sendirian. Mau bagaimana lagi, Chanyeol benar-benar tak membiarkan dirinya berada di luar tanpa ditemani olehnya.

Dan bagi darah remaja seperti Baekhyun yang terbiasa bebas tentu saja itu tak bagus untuk perkembangan psikologisnya jika dikekang seperti itu.

Tapi yang tak pernah Tuan Byun pikirkan adalah Baekhyun yang sampai kecolongan merakit bom di tempat yang Tuan Byun ketahui sebuah tempat rahasia di mansionnya di Korea dan meledakkannya disaat Chanyeol selalu melakukan pengawasan penuh padanya. Well, yang tak Tuan Byun ketahui adalah Chanyeol yang sudah memiliki tunangan.

"For your information pak tua, aku tak lagi tinggal di mansion milik mu. Aku tinggal bersama Chan hyung".

'Baba tahu, mereka akan mengawasi dan menjaga mu dari jauh. Dan yang penting, berhenti membuat kekacauan dan membahayakan diri mu sendiri Xian. Tolong berhenti membuat baba khawatir'.

"Baba, aku yakin baba tahu bagaimana aku".

'Xian, Baba mohon, berjanjilah pada Baba jika ini adalah kekacauan terakhir yang kau lakukan'.

Baekhyun bergumam malas sambil memainkan kuku-kukunya yang sedikit memanjang. Persis seperti kuku wanita, membuatnya sedikit kesal karena hal itu.

'Ucapkan janji mu dengan benar, Xian-ah'.

Baekhyun mendesis kesal, untuk pertama kalinya setelah hampir 2 bulan lamanya tak saling bertegur sapa meskipun leeat telefon Baba nya itu tetap pak tua yang paling menyebalkan baginya. "Iyaaa Baba ku sayang~. Janji ini yang terakhir".

'Bagus, istirahatlah. Baba menyayangi mu. Dan berhenti mengerucutkan bibir mu itu Xian, kau bukan lagi anak umur lima tahun'.

"Haish".

Baekhyun menutup panggilan dari Tuan Byun lebih dulu, ia juga membiarkan ayahnya mendengar desisan amarahnya. Biar saja, ia merasa jengkel dengan ayahnya itu saat ini.

"Aku pun tak akan pernah membiarkan siapapun menyelakai diri ku, Baba. Dan lagi, kapan memangnya aku mengerucutkan bibit ku?".

Mulut memang selalu menyangkal, tapi kenyataannya sekarang Baekhyun malah mengerucutkan bibirnya lagi. Sebenarnya, disaat bocah itu merasa kesal atau jengkel ia akan mengerucutkan bibirnya itulah mengapa Tuan Byun bisa tahu kalau si mungil kesayangannya itu tengah mengerucutkan bibir.

Ckckck. Well, Byun Baekhyun memang masih anak-anak bukan? Dan lagi perlu kalian ketahui kalau Baekhyun terlihat berkali lipat menggemaskan saat ia sedang mengerucutkan bibir.

Tak hanya itu saja, Baekhyun terkadang tanpa ia sadari sering menggembungkan pipinya setiap ia kesal. Dimana membuat wajah manisnya juga berkali lipat menggemaskan.

Lihatlah itu? Tidakkah dia terlihat sangat menggemaskan?

************


"Aku harus melakukan sesuatu agar Baekhyun buka mulut dan mengakui perbuatannya. Benar-benar seperti yang pernah ia lakukan sebelumnya, tanpa jejak setitikpun. Aku heran mengapa dia begitu cerdik. Ya Tuhan, sepertinya ini memang salah ku. Seharusnya aku tak pernah membiarkannya pergi kemanapun sendirian. Harusnya kemarin aku memilih mengikutinya dari pada mengiyakan ajakan kencan Seulgi".

Chanyeol berada di dalam mobil mewah miliknya, bergumam pelan sesekali menghela nafas berat sambil menunggu kedatangan adik kesayangannya. Ia mengikuti apa yang diinginkan adiknya hari itu, tidak turun dari mobil dan hanya menunggu di mobil.

Tapi hal yang sampai saat ini masih menghantui Chanyeol adalah pasal peledakan sebuah gedung tua kemarin. Lagi-lagi tak ada jejak dan malah baru tadi pagi teridentifikasi ada kemungkinan ledakan terjadi karena adanya korsleting arus listrik di dekat bangunan itu sehingga menyebabkan ledakan itu terjadi mengingat tak hanya satu bangunan yang rusak tetapi juga beberapa bangunan di sekitar gudang tua itu.

Dan yang lebih lucunya lagi, semua identitas korban yang tewas tidak terdaftar sebagai warga Korea Selatan. Tak ada korban luka karena rumah warga di sekitar bangunan tua itu sepi, mereka belum kembali dari bekerja.

Chanyeol menatap jam tangannya, ia sedikit gusar memikirkan cara agar si mungil mau mengatakan yang sebenarnya terjadi padanya. Ia berjanji tak akan memarahi bocah itu jika Baekhyun mau berkata jujur, Chanyeol hanya ingin melindungi Baekhyun jika keluarga korban yang tewas dalam kejadian itu memiliki kemungkinan besar mengenal dan balas dendam pada adiknya.

"Masih ada waktu 15 menit sebelum bel pulang".

Tiba-tiba ponsel Chanyeol yang ada dashboard bergetar, segera saja ia ambil dan membuka sebuah pesan masuk yang ternyata dari ayah tunangannya.

'Appa ingin bertemu dengan adik mu yang kata Seulgi sangat imut itu Chan, bawa dia ke rumah untuk makan bersama sepulang ia sekolah, bisa kan? Appa akan menunggu mu di rumah'.

Setelah membalas pesan itu dengan jawaban 'Iya' Chanyeol kembali dalam penantiannya menunggu kedatangan sang adik.

Penantian Chanyeol berakhir, 15 menit nyatanya berlalu dengan begitu cepat. Ia menghembuskan nafas kasar lalu tak seberapa lama pintu penumpang sebelah kemudi terbuka dan masuklah remaja mungil kesayangannya dengan wajah super kusut. Entah apa yang terjadi pada adiknya itu.

Chanyeol ingin bertanya tapi ia urungkan karena tak ingin membuat suasana hati Baekhyun memburuk dan lebih memilih menyalakan mesin mobilnya dan melaju meninggalkan area sekolah Baekhyun.

"Ingin makan ice cream? Hyung dengar ice cream bisa membuat suasana hati menjadi lebih baik".

"Terserah hyung saja, aku lelah". Jawab Baekhyun lemah.

Baekhyun sungguhan lelah hari ini, bukan karena hari ini dia mendapat hukuman karena bolos sekolah atau terlambat datang, bukan pula karena dia ada banyak ulangan harian yang menguras otaknya. Tidak, bukan karena itu. Tetapi karena hari ini ada pelajaran olahraga dimana kegiatan yang mereka lakukan adalah bermain bola basket, permainan yang paling Baekhyun benci karena dia selalu gagal memasukkan bola ke dalam ring dan juga tubuh kecil nan pendeknya selalu dijadikan sasaran empuk untuk mereka yang bertubuh lebih besar dan tinggi dibanding dirinya. Entah sudah berapa kali ia jatuh sampai berguling di lapangan hari ini karena terdorong oleh musuhnya ataupun rekan dalam timnya sendiri.

Membuatnya mengutuk siapapun yang telah menciptakan permainan itu.

Beruntung penyakitnya tidak kambuh tadi meskipun dadanya sempat sesak namun Baekhyun bisa mengatasinya dengan baik.

"Baiklah kita mampir kedai ice cream dulu lalu kita ke rumah Paman Kang sebelum pulang ke rumah".

"Paman Kang? Siapa?".

"Dia adalah orang yang menolong hyung waktu kita terpisah. Paman Kang ingin bertemu dengan mu dan hyung juga ingin memperkenalkan mu padanya".

"Aku tidak - ".

"Hyung mohon Baek, hyung sudah mengatakan pada Paman Kang kalau hyung bertemu dengan mu di Kanada dan sekarang tinggal di rumah besar kita". Baekhyun mendengus malas lalu menggembungkan pipinya dan tak lupa mencebikkan bibitmr bawahnya. Ia sedang kesal sekarang karena rencananya untuk segera berkencan dengan kasur empuknya nampaknya harus kandas ditengah jalan. "Kau mau kan ikut dengan hyung bertemu Paman Kang? Hanya bertemu saja dan makan bersama, hyung janji tak akan lama".

"Baiklah, janji tak akan lama. Aku masih harus mengerjakan tugas sekolah".

"Baru minggu pertama masuk sudah ada tugas sekolah? Apa ini yang membuat mu terlihat begitu lesu?".

"Apa kau lupa kalau aku masuk sekolah bukan di awal semester, hyung? Bahkan awal semester sudah mulai hampir dua minggu yang lalu. Dan yang membuat ku lesu bukan karena itu tapi karena hari ini ada pelajaran olahraga dengan permainan bola basket yang paling ku benci".

Chanyeol mematikan mesinnya saat ia dan adik kesayangan sudah tiba di kedai ice cream. Hanya kebetulan saja bertemu dengan kedai itu di jalan karena Chanyeol sendiri bukanlah seorang penggila ice cream.

"Aaah~ benarkah? Maafkan hyung untuk itu. Sekarang ayo turun, hyung akan traktir kau ice cream sampai puas".

"Benarkah?".

"Tentu, kau bisa makan ice cream sepuas mu".

"Bahkan jika aku menghabiskan semangkuk besar?".

"Iyaaa sayang kuu~".

"Gomawo". Ucap Baekhyun datar, tapi Chanyeol tahu kalau adiknya tulus dalam mengucapkannya. Bagaimanapun makanan manis yang dingin itu tak diijinkan masuk ke dalam tubuh mungilnya dalam jumlah besar tapi jangan khawatir, Chanyeol sudah bertanya pada dokter yang menangani Baekhyun.

Mereka berdua turun dan Baekhyun membuktikan bahwa Chanyeol sungguhan membayar untuk semangkuk besar ice cream strawberry miliknya. Chanyeol tak heran, apapun itu asalkan adiknya merasa senang dulu hari ini. Mungkin nanti malam ia akan menanyakan pasal peledakan itu lagi, terpenting mood adiknya harus baik dulu saat ini dan selalu dalam keadaan baik setiap ia akan memulai pembicaraan.

"Kau ingin belajar bermain basket dengan hyung tidak?".

Baekhyun menggeleng sebagai jawaban, ia menolak tentu saja. Siapa pula yang mau memainkan permainan yang paling dibencinya?

"Aku benci basket, aku sudah mengutuk siapa yang sudah menciptakan permainan itu".

Chanyeol menggeleng, ia melihat adiknya yang begitu lahap dengan ice cream di depannya. Tak mengira kalau Baekhyun begitu menyukai si dingin yang lembut dengan rasa manis itu. "Makan dengan perlahan saja Baek, mulut mu jadi kotor kan?". Kata Chanyeol sambil mengelap area bibir Baekhyun yang kotor menggunakan tisu karena anak itu makan dengan sangat tidak rapi.

Tidak seperti Baekhyun yang biasanya, yang dingin dan memiliki tatapan tajam.

Saat ini yang ada di hadapan Chanyeol adalah Baekhyun yang seperti seorang bocah umur 15 pada umumnya, bedanya adiknya itu terlihat sangat menggemaskan seperti anak umur 4 tahun.

"Ini enak hyung, lain kali hyung harus mengajak ku lagi ke sini lagi". Ucap Baekhuin tanpa sadar batin Chanyeol melompat kegirangan. Ia berharap hari ini adalah awal dari kedekatan hubungan mereka kembali.

"Tentu, hyung akan mengajak mu lagi ke sini kalau kau menginginkannya. Habiskan ice cream mu dan makan dengan perlahan saja".

Chanyeol tersenyum menatap Baekhyun yang sungguh menikmati ice creamnya, ia menyesap ice americano miliknya hingga tak lama kemudian ia mendengar helaan nafas lega dari si mungil. Ice cream dalam mangkuk besar Baekhyun sudah sepenuhnya berpindah ke dalam lambungnya.

"Aku selesai".

"Apa kau selalu berantakan saat memakan ice cream?". Tanya Chanyeol sembari mengusap - lagi- mulut Baekhyun yang kotor.

"Tidak juga, aku merasa biasa saja saat memakannya hyung".

"Jja, kau sudah bersih. Ayo kita ke rumah Paman Kang".

Chanyeol dan Baekhyun meninggalkan kedai ice cream itu. Chanyeol benar tentang ice cream, suasana hati Baekhyun yang tadinya memburuk sekarang sedikit lebih baik. Ingatkan dia untuk berterimakasih pada hyung nya itu nanti.

Perjalanan menuju kediaman keluarga Kang tak memakan waktu lama, hanya sekitar 20 menit dari kedai ice cream tadi karena mereka sebenarnya sudah setengah jalan saat memutuskan berhenti di kedai ice cream tadi.

"Ayo Baek, kau tak perlu takut".

Chanyeol membujuk Baekhyun yang sejak tadi enggan untuk melangkahkan kakinya setelah turun dari mobil, entah apa yang dipikirkannya.

"Aku tidak takut, hanya saja aku akan merasa tidak nyaman. Bagaimanapun aku tak mengenal mereka hyung".

"Kau sudah pernah bertemu dengan Seulgi kan?".

"Ahjuma itu?".

Chanyeol menghela nafas, lalu mengangguk. Mau seberapa banyak ia mengatakan bahwa Seulgi belum terlalu tua untuk gelar 'Ahjuma' akan terasa percuma karena kesan pertama yang melekat dalam otak Baekhyun begitu adanya.

"Ya, kurang lebih Paman dan Bibi Kang memiliki sifat yang sama sepertinyan. Jadi sekarang ayo kita masuk ke dalam dan segera pulang, bukankah kau juga ingin segera mengerjakan tugas sekolah mu?".

"Baiklah".

Dengan lesu Baekhyun mengikuti langkah kaki panjang Chanyeol menuju pintu utama. Chanyeol mengetuk pintu itu berulang tak lupa mengucapkan salam seperti biasa setiap ia bertamu ke sana.

"Permisi".

Ceklek...

Pintu terbuka, nampak seorang wanita paruh baya tersenyum begitu lembut, senyum khas seorang ibu yang menyambut kepulangan anaknya.

"Eoh, Chanyeol. Kau sudah datang, kami menunggu mu dari tadi".

Chanyeol tersenyum dan mengangguk, mata bulatnya melirik sosok mungil di sampingnya yang hanya diam dengan mata kepala sedikit ia miringkan ke kanan, seolah bertanya siapakah gerangan yang berada di hadapannya itu.

"Eoh, apa ini Chanhyunie? Astaga, dia sudah sebesar ini dan juga benar-benar manis dan imut seperti kata Seulgi. annyeong Chanhyunie~".

Nyonya Kang memekik girang dalam hatinya, ia sungguh senang bisa bertemu makhluk semanis, semenggemaskan dan seimut Baekhyun. Ia jadi ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan si manis itu. Katakan saja ia merindukan Yoona yang wajahnya ia wariskan pada Baekhyun. Bisa dikatakan Baekhyun itu 70% mirip Yoona daripada Yoochun.

"Ne, annyeonghaseyo. Ahjumonim". Baekhyun membalas sopan, ia juga membungkukkan badannya 90 derajat dan menggunakan bahasa formal yang kaku. Maklum saja, di China tak ada bahasa formal-informal. Tak ada tingkatan bahasa seperti itu disana, sama halnya dengan bahasa Inggris yang ia gunakan di Kanada.

"Kenapa formal sekali, biasa saja. Panggil aku eomma dan anggap seperti eomma mu sendiri. Lagi pula sebentar lagi eomma ini juga akan -".

"Maaf eomma, tapi bisakah kita masuk dulu, di luar sedikit dingin dan aku tak ingin membuat adik ku kembali ke rumah sakit". Sela Chanyeol segera, ia tahu apa yang akan dikatakan oleh calon ibu mertuanya itu hanya saja ia belum siap mengatakan pada Baekhyun kalau dirinya sudah bertunangan dengan Seulgi. Ia hanya tak ingin Baekhyun menjadikan hal ini sebagai celah untuk lepas dari pengawasannya.

"Ah iya eomma lupa, ayo masuk".

Mereka memasuki rumah yang sama besarnya dengan rumah yang ditempati Park bersaudara itu. Chanyeol segera menyapa Tuan Kang yang saat itu tengah duduk santai di ruang tengah, sementara Nyonya Kang memutuskan untuk membantu para pelayannya menyiapkan makanan yang tadi hampir selesai.

Membiarkan Chanyeol dan Baekhyun menjelajah rumah itu untuk menemui Tuan Kang.

"Annyeonghaseyo, bagaimana kabar mu Appa?".

Mendengar suara berat yang begitu familiar menyapa gendang telinganya membuat Tuan Kang menghentikan segala aktivitasnya. Ia langsung berdiri dan membalikkan badan, mata teduhnya menatap seorang pemuda yang menjadi tunangan anak perempuannya dan seorang remaja dengan seragam SMA yang melekat dengan pas si tubuhnya yang mungil. Membuatnya terlihat begitu imut.

"Eoh, kau sudah datang. Appa baik-baik saja Chan, apa dia Chanhyun?".

Chanyeol tersenyum, ia mengangguk sedangkan tangannya terayun mengusap kepala Baekhyun dengan lembut. "Ne, dia Chanhyun. Orang yang sangat ingin Appa temui".

"A-annyeonghaseyo. Park Chanhyun imnida".

Dengan tak rela Baekhyun memperkenalkan dirinya dengan identitas aslinya, walau yang Baekhyun ketahui ia sudah terdaftar sebagai warga negara Korea Selatan dengan nama Byun Baekhyun dan Tan Baoxian sebagai warga China. Tapi Baekhyun juga tahu bahwa Chanyeol sudah mengurus identitasnya dan menggantinya dengan Park Chanhyun. Terlihat di kartu identitasnya yang sudah berganti nama.

Perlu kalian ketahui, bahwa untuk pembuatan kartu identitas bisa dilakukan setelah anak berumur 12 tahun.

"Aku seperti melihat Yoona yang kedua, kau sungguh mirip dengannya nak Chanhyun. Dan memang benar apa yang dikatakan Seulgi waktu itu, kau memang imut. Berapa umur mu?".

"17 tahun, paman".

Baekhyun yang menjawab tapi Chanyeol yang mengernyitkan keningnya. Ia tak tahu mengapa adiknya harus berbohong soal umurnya, apa dia malu karena diumurnya yang belum lama menginjak angka 15 itu sudah duduk di bangku SMA?

Ini aneh.

"Kau yakin berumur 17 tahun? Kau terlihat lebih muda dari itu, seperti anak umur 6 tahun".

"Appa percaya kalau dia 17 tahun?". Sahut Chanyeol segera Baekhyun segera menolehkan kepalanya pada yang lebih tinggi. "Dia masih 15, Appa. Dan lagi dia itu sangat cerdas. Dia mendapat peringkat tertinggi di Aston Int. Academi semester lalu".

"Chan hyung!! Jangan bicara sembarangan!!". Bisik Baekhyun penuh penekanan, tanda ia tak suka kalau kecerdasannya dipublikasikan dengan cara seperti itu.

"Hyung hanya mengatakan yang sebenarnya Baek, tak apa". Balas Chanyeol dengan berbisik pula membuat Baekhyun mendengus malas.

"Benarkah? Woah, aku tak mengira kalau Yoochun mewariskan kecerdasannya pada mu. Kau sangat beruntung nak. Semoga kau menggunakan kecerdasan mu untuk hal-hal yang positif".

'Tentu saja aku beruntung, sayangnya aku melakukan apapun yang ku inginkan dengan kecerdasan ku, bahkan aku sudah meledakkan Mr. Wong yang berisik, bossy dan menyebalkan itu'. Batin Baekhyun membanggakan dirinya.

"Chanhyun masih sekolah, Appa. Memangnya hal apa yang akan dilakukannya selain belajar".

"Kau benar Chanyeol-ah, dan Chanhyun-ah kami sangat senang dan bahagia saat mendengar Chanyeol menemukan mu di Kanada". Baekhyun tersenyum tipis, ia terlihat sangat canggung karena memang ia tak pernah bicara semacam ini dengan orang lain sebelumnya.
"Sungguh, kami tak pernah mengira jika setelah 10 tahun lamanya mencari keberadaan mu akhirnya kalian dipertemukan. Paman harap kalian akan selalu bersama setelah ini dan tak akan terpisahkan lagi kecuali dengan maut".

Chanyeol mengangguk mengiyakan, dalam hatinya ia mengamini apa yang dikatakan Tuan Kang padanya dan Chanhyun. Ia tersenyum dan mengambil jemari Baekhyun lalu menggenggamnya dengan erat.
"Tentu saja, aku lah yang paling bahagia karena kembali dipertemukan dengannya. Dia adalah satu-satunya keluarga yang ku punya, aku akan selalu menjaga dan melindunginya apapun yang terjadi".

'Hyung harap kau mampu menangkap maksud dari perkataan ku Baek'. Bisik Chanyeol dalam batinnya.

"Sebenarnya, saat kami tengah menangani kasus pengeboman dan pembunuhan di Hanyang SHS Chanyeol sudah bertemu dengannya Appa, hanya saja saat itu ia belum yakin dan malah menuduh si manis ini sebagai pelakunya".

Tiba-tiba seorang perempuan datang dan langsung menyahut apa yang dikatakan Chanyeol. Sebenarnya tanpa mereka semua ketahui, perempuan itu sejak tadi tanpa menguping pembicaraan itu.

Seulgi, wanita bermata kucing itu hadir di tengah-tengah mereka karena ia diminta oleh Nyonya Kang agar memanggil para lelaki untuk segera ke meja makan karena makanan sudah siap.

"Chanhyun-ah, maafkan noona jika saat itu tak bisa melakukan apapun saat kau menjadi yang tertuduh".

Tuan Kang tersentak kecil atas perkataan putrinya, ia menatap Baekhyun yang sungguh polos dan terlihat tak mungkin melakukan itu semua. Ia sedikit menelisik penampilan Baekhyun yang begitu sederhana, manis, kulitnya juga bersih dan jangan lupakan jemari lentiknya yang ia simpan di kedua sisi tubuhnya.

Dilihat sekilas, sosok manis itu tak mungkin melakukannya.

Setidaknya itulah yang ada dalam pemikiran Tuan Kang.

"Maksud mu anak sepolos dan semanis ini dituduh melakukan hal sekejam itu? Oh Tuhan, dunia memang tidak adil". Tuan Kang mendesis kecil, merasa miris sendiri saat membayangkan si manis itu berada dalam ruangan interogasi dan yang sejenisnya.

'Kalian hanya tak tahu kalau memang anak yang terlihat polos dan manis ini memang pelaku semua kejahatan itu. Adik ku memang luar biasa, pandai bersembunyi dibalik wajah polosnya. Bahkan aku yakin peledakan di Busan kemarin juga berhubungan dengannya'. Batin Chanyeol.

"Saya sudah tidak apa-apa, lagipula itu sudah berlalu. Iya kan Chan hyung?".

"Ne, sebaiknya kita jangan bahas masalah ini lagi. Ayo bahas yang lain".

"Bagaimana kalau kita lanjutkan sambil makan, eomma akan mengomel jika kita tak segera kesana".

"Aah, kau benar. Ayo kita ke meja makan saja kalau begitu. Appa yakin kalian sudah lapar".

Mereka semua berjalan menuju meja makan, lalu mengambil kursi makan dan langsung berhadapan dengan masakan khas Korea buatan Nyonya Kang dibantu beberapa pelayan di rumahnya.

"Makan yang banyak Chanhyun-ah, agar kau tumbuh tinggi seperti Chanyeol". Kata Nyonya Kang sambil meletakkan sepiring nasi lengkap dengan sayuran dan juga daging di hadapan Baekhyun.

Bukannya senang, Baekhyun malah menggembungkan pipinya. Hanya kebiasaannya saat ia sedang kesal. Well, dirinya hanya sensitif jika ada yang membawa masalah tinggi badan apalagi kalau dibandingkan dengan Chanyeol.

Sungguh, itu menyakiti hatinya.

Kalian tentu ingat kalau Baekhyun berubah menjadi lebih ekspresif sejak ia memutuskan untuk tinggal bersama Chanyeol bukan?

Jika dulu ia hanya menampakkan sisi kekanakannya pada Tuan Byun dan Luhan saja, kini entah mengapa ia refleks menunjukkan sisi itu pada semua orang.

"Eomma benar, dia harus makan banyak, apalagi sayuran". Lalu dengan sengaja Chanyeol meletakkan dua sendok sayuran yang lain di piring Baekhyun yang membuat mata sipitnya melotot, menatap horor makanan di depannya.

Chanyeol sengaja menggoda Baekhyun setelah melirik ekspresi adiknya. Itu lucu dimatanya, selain itu Baekhyun sangat sulit memakan sayuran bahkan jarang sekali ia menyentuh sayuran dalam piringnya.

"Bagaimana kehidupan mu selama 10 tahun ini? Jujur aku sangat penasaran". Tanya Seulgi tiba-tiba membuat Baekhyun sedikit melupakan kekesalannya pada Chanyeol dan Nyonya Kang.

"Semuanya berjalan dengan baik Ahjumma".

"Ahjumma?". Pekik Tuan dan Nyonya Kang bersamaan, bahkan keduanya hampir tersedak suapan pertamanya.

"Kenapa?". Tanya Baekhyun polos.

Chanyeol terkekeh kecil, tangan besarnya mengusak rambut Baekhyun yang duduk di sebelahnya. "Noona Baek, bukankah sudah ku katakan pada mu jika kau harus memanggilnya noona. Dia masih muda, belum terlalu tua untuk kau panggil ahjumma".

"Baek? Baek siapa? Kau menyebut nama orang lain Chan?".

"Ah, bukan begitu Appa. Baek adalah Baekhyun, nama Chanhyun yang lain".

Chanyeol menatap sendu ke arah adiknya yang mengunyah nasi dan dagingnya dengan perlahan. Ingat, Baekhyun tak menyukai sayuran. Atau bisa dikatakan dia hanya menyukai beberapa jenis sayuran tertentu.

Tangannya mengusap kepala Baekhyun lagi, "Chanhyun mendapat operasi penghapusan ingatan karena ia begitu depresi dan sangat terpukul sewaktu eomma dan appa kami meninggal. Terlebih saat itu aku malah meninggalkannya. Selama ini dia tak mengingat apapun tentang keluarga kami dan hidup sebagai pribadi yang baru, juga nama baru, Byun Baekhyun".

"Oh Tuhan, kami merasa prihatin. Semoga setelah ini hanya kebahagiaan yang selalu meliputi kehidupan kalian". Ujar Nyonya Kang. Ia merasa sangat prihatin dengan kehidupan putra sahabatnya itu, seandainya ia juga dapat menemukan Chanhyun, pasti sekarang kedua anak Yoochun dan Yoona selalu bersama sejak lama.

"Sebenarnya Chanyeol juga begitu, dia sangat depresi dan putus asa saat kau tak ada di sisinya Chanhyun-ah. Tapi tak apa, itu semua sudah berlalu. Terpenting adalah jaga hubungan persaudaraan kalian. Appa ingin melihat kalian berdua bahagia".

"Tentu Appa, kami akan melakukannya".

Makan malam itu pun selesai, entah bisa disebut malam atau belum karena waktu masih menunjukkan pukul 6.00 petang.

Chanyeol dan Baekhyun segera pamit karena si manis merengek ingin segera menyelesaikan tugas sekolahnya.

"Terimakasih atas makan  malamnya Appa, Eomma. Kami pamit dulu sepertinya Chanhyun sangat lelah dan dia terlihat mengantuk meski setelah ini masih harus mengerjakan tugas sekolah".

"Ne, sama-sama sayang. Mainlah ke sini kalau ada waktu luang, pintu rumah ini selalu terbuka untuk kalian".

"Tentu eomma, kami akan melakukannya. Sekali lagi terimakasih".

"Hati-hati di jalan".

Sepulang dari kediaman keluarga Kang, Baekhyun dan Chanyeol tak langsung pulang melainkan pergi ke supermarket untuk membeli keperluan dapur dan juga keperluan harian.

Meskipun di rumah besar itu ada banyak pelayan, tapi untuk makanan Baekhyun, lelaki kelebihan kalsium itu tak mengijinkan pelayan membuatkannya. Menurutnya, hubungan dan kedekatannya dengan si adik akan semakin baik dan rekat jika apa yang Baekhyun makan dibuat dengan tangannya yang penuh kasih sayang.

Layaknya hubungan seorang ibu dengan anak-anaknya.

Setibanya di rumah, Baekhyun langsung masuk ke dalam rumah. Mengabaikan hyungnya yang harus dibantu para pelayan untuk mengangkat semua barang belanjaan hari ini.

Baekhyun ada banyak tugas sekolah yang harus ia kumpulkan besok. Jangan berpikiran buruk tentangnya, okay.

Tugas sekolah Baekhyun selesai saat waktu menunjukkan pukul 9.30 malam KST. Wajah Baekhyun nampak begitu lelah, meskipun ia memiliki otak yang cerdas tetap saja berhadapan dengan rumus Fisika dan juga bacaan-bacaan dengan istilah aneh dalam maya pelajaran Biologi membuat otaknya lelah luar biasa.

Baekhyun menguap lebar, ia mereggangkan punggungnya yang kaku sebelum beranjak naik ke atas ranjangnya. Saat hendak menutup mata tiba-tiba Chanyeol memasuki kamarnya dengan langkah tergesa.

"Baekhyun-ah, kau belum tidur kan? Hyung ingin bertanya sesuatu pada mu".

"Ada apa?". Tanya Baekhyun dengan suara seraknya. Ia bahkan sudah berbaring dengan mata memberat di ranjangnya namun kini ia harus terduduk di tengah-tengah ranjangnya dengan kepala terkantuk-kantuk.

Chanyeol mendekat, ia mengambil duduk di pinggiran ranjang Baekhyun dan barulah ia sadar jika mata sipit adiknya itu sudah memberat dan memaksakan diri untuk tetap terbuka.

"Apa yang ingin kau tanyakan hyung? Aku mengantuk~".

Chanyeol menatap Baekhyun dengan lembut, tangannya ia ulurkan untuk mengambil jemari Baekhyun yang tersimpan di pangkuan si mungil.

"Baekhyun-ah, hyung ingin kau menjawabnya dengan jujur, bisakah?".

Baekhyun mengangguk pelan, ia sangat mengantuk jadi ia tak ingin Chanyeol berada disana lebih lama lagi dan membuatnya tetap terjaga.

"Langsung saja, begini Baekhyun-ah sebenarnya hyung ingin tahu tentang apa saja yang kau lakukan selama di Busan kemarin?".

Baekhyun diam, ia menatap hyungnya dengan tatapan datar tanpa ekspresi miliknya membuat yang lebih tua tak bisa membaca kebohongan atau kejujuran yang hendak ia katakan. Ditambah lagi wajah itu terlihat sangat lelah dan mengantuk.

"Apa ini masih tentang peledakan itu? Bukankah sudah ku katakan kalau aku tidak tahu apapun tentang hal itu hyung. Aku hanya bermain di villa teman ku saja".

Chanyeol menghela nafasnya, sepertinya ia menanyakan di waktu yang kurang tepat. Baekhyun sudah terkantuk-kantuk, ia jadi kasihan dan merasa bersalah karena telah menganggu waktu istirahat adiknya.

Chanyeol mengusap jemari Baekhyun yang ia genggam, irisnya menatap lembut adiknya yang entah mengapa terlihat begitu imut saat terkantuk-kantuk.

"Baiklah, hyung percaya pada mu. Tidurlah, maafkan hyung jika menganggu istirahat mu". Chanyeol membantu Baekhyun untuk kembali berbaring, tak lupa menaikkan selimutnya hingga dada.

Tangan besarnya mengusap kepala Baekhyun dengan lembut lalu memberikan kecupan selamat malam di kening Baekhyun dengan lembut. "Selamat tidur, mimpi indah adik ku. Hyung akan selalu menjaga dan menyayangi mu. Apapun yang terjadi". Lalu Chanyeol melangkah keluar meninggalkan Baekhyun yang sudah menghembuskan nafas teratur dan menjelajahi alam mimpinya dengan wajah kecewa.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

TBC.

Preview next part...

Seorang lelaki muda berumur 29 tahun menatap foto remaja di tangannya dengan tajam. Foto pemberian anak buahnya beberapa detik yang lalu. "Kau yakin bocah ini pelakunya?".

"Ya Tuan muda, Tuan besar berkata bahwa ia ingin membeli bom dari si jenius Byun. Siapa lagi kalau bukan Byun Baekhyun, putra semata wayang Byun Yunho. Selama ini dialah yang merakit senjata api dan menjualnya pada Tuan besar". Papar anak buah kepercayaannya tanpa mengurangi rasa hormat.

Pemuda itu menyeringai, "Ada dimana sekarang bajingan kecil itu?".

"Bersekolah di Hanyang SHS dan berkediaman di perumahan elit daerah Gangnam distrik, Seoul, Korea Selatan".

Pemuda itu tergelak, kemudian meremat foto remaja yang tak lain adalah foto Baekhyun hingga menjadi bola kecil sebelum melemparnya ke dalam tong sampah di dekatnya.

"Pesankan tiket, aku ingin besok pagi kita berangkat kesana dan segera meringkus bocah itu".

"Baik tuan muda".

Seraingaian pemuda itu semakin lebar setelah anak buahnya pergi meninggalkan ruangan kerja milik ayahnya yang kini ia tempati. Manik matanya menajam dan kedua tangannya yang berada di atas meja mengepal dengan keras.

"Kau akan segera menemui ajal mu Byun muda. Lihat saja nanti, akan ku balaskan dendam atas kematian ayah ku".

**

Baekhyun berjalan santai di koridor sekolah yang sepi, tentu saja ini jam istirahat semua murid Hanyang SHS tengah menikmati makan siangnya di kantin sekolah. Ia baru saja menyelesaikan tugas dari guru Shin dan baru akan ke kantin.

Tapi tiba-tiba .....

"Baekhyun!! Awas!!".

Brak!!....

Sebuah teriakan dibarengi dengan jatuhnya sebuah pot bunga yang terbuat dari tanah liat dari lantai atas menghentikan langkahnya. Bahkan karena kaget ia menjatuhkan tubuh mungilnya ke lantai. Tepat bersebelahan dengan pot yang sepertinya sengaja dijatuhkan untuk mencelakainya tadi.

"Sialan!! Siapa yang berani melakukannya?!".

Ia mendesis marah saat mendapati luka gores dengan darah segar yang mengalir di lengannya, mata sipitnya mengedar dengan tajam mencari siapa yang melakukan hal itu padanya. Namun nihil, ia hanya menemukan Joohyun yang berlari ke arahnya dengan tatapan khawatir.

"Kau baik-baik saja? Ya Tuhan, lengan mu berdarah. Ayo ke UKS, ini harus segera diobati".

Joohyun membantu Baekhyun berdiri dan memapah sahabat yang sudah seperti adiknya itu ke UKS. Ia tahu bahwa Baekhyun pasti sangat terkejut dengan kejadian ini.

Setibanya di UKs, Joohyun langsung membawa Baekhyun duduk di atas dipan dan mulai sibuk mencari cairan antiseptik untuk membersihkan luka Baekhyun dan perban untuk membalut luka itu.

"Aku tak tahu apa kesalahan mu hingga orang itu ingin menyakiti mu dengan menjatuhkan pot dari atas sana. Baruntung luka mu tidak banyak dan dalam, kau harus berhati-hati Baekhyun-ah". Ujar Joohyun dengan tangan lembutnya yang sibuk membersihkan luka Baekhyun.

"Noona, apa kau melihat seseorang yang menjatuhkan pot itu?".

Joohyun menghela nafasnya, ia telah selesai dengan pekerjaannya membersihkan luka itu, kini tinggal membalutnya.

"Aku tidak tahu pasti siapa dia, wajahnya tak begitu jelas karena aku melihatnya dari jauh tapi aku yakin dia siswa Hanyang, dia memakai seragam yang sama dengan kita. Dan tentu saja aku lebih mementingkan keselamatan mu dengan segera meneriaki mu tadi, jadi aku tak fokus pada wajahnya".

'Pasti ada hubungannya dengan meledaknya Mr. Wong bersama beberapa anak buahnya di Busan waktu itu. Aku tak menyangka jika akan secepat ini mereka datang. Aku harus bersiap-siap dan waspada, mereka bisa saja menyerang ku sewaktu-waktu. Alexander Wong, kau benar-benar pengecut kalau masih bermain di belakang ku'. Batin Baekhyun sambil menyeringai tipis.

Well, meskipun belum lama bergelut di dunia penuh kegelapan Baekhyun cukup tahu siapa lawannya kali ini. Ia mengenal siapa Mr. Wong dan anak semata wayangnya itu karena beberapa kali Mr. Wong membawa anaknya dalam pelelangan senjata.

"Terimakasih noona, kau telah menyelamatkan ku".

Joohyun tersenyum lembut, tangannya terangkat untuk mengusak rambut Baekhyun. "Bukan masalah, sekarang luka mu sudah ku bersihkan dan juga sudah ku balut. Berhati-hatilah Baekhyun-ah, sepertinya siswa itu sengaja menjatuhkan benda itu pada mu".

Baekhyun mengangguk, ia tersenyum tipis lalu beranjak dari sana mengikuti jejak Joohyun yang sudah meninggalkannya lebih dulu.

Cocot:

Kalo ada typo maafkan yaa...Gak ngecek... gak baca ulang...

Maaf lama up nya... aku lg fokus nyari duit... hahahaa~

Udah itu aja...
See you next part....

😚😚😚😚😚

Continue Reading

You'll Also Like

Auswahl By Moon

Fanfiction

3.3K 364 15
Wooyoung itu abu-abu saat bertemu San dan Yeosang. Menyayangi keduanya sama besar, tidak pernah berfikir bahwa suatu saat dia harus memilih salah sat...
39.3K 4.6K 23
[COMPLETE] Dia cukup sabar untuk melalui semuanya sampai dia benar-benar menemukan jalan terbaik.
Twins! By Lula

Fanfiction

4.7K 526 16
Kehidupan sehari-hari si kembar keluarga Kim.
52.1K 4.6K 37
[Kang Mina X Mark Lee] [COMPLETE] "As much as I wanted to tell you how I love you, I just-can't." -Kang Mina, trying to free herself from her ego and...