HUJAN DI MUSIM PANAS

By irinamizutama

1.9K 85 384

"Mengapa si Sempurna mau bersama dengan si Terbelakang?" Ya, kisah tentang seseorang yang gila secara harfiah... More

C1 Ketidak warasan
C2 Pemberian Nama
C3 Saatnya Sekolah
C4 Mimpi Buruk
C5 Kompetisi
C6 Pendinginan
C7 Tukang Bikin Onar!
C8 Bakat Terpendam
C10 Kerja Bakti Sana!
C11 Sparing?!
PENGUMUMAN
C12 Akhirnya, Kerja, Kerja, Kerja!
C13 Pernyataan Cinta, eh?
C14 Eh, Gombal?
Extra Chap.
C15 Traktiran
C16 Potong Rambut nih?
C17 Hari Tenang
Sebuah Kabar
C18 Departure : ..., Arrival : JAPAN!
C19 Breaking News
C20 Saksi dan.. Kenalan Lama?!
C21 Penyiksaan
C22 Petunjuk Tidak Bermutu
C23 (Mungkin) Tidak Berhenti di sini
C24 Tahun Baru Ala Amarai
C25 Kita Hitung dari Sepuluh
C26 Ketika Cinta Mempertemukan
C27 Panggilan Terakhir
C28 Tidak Perlu Tahu
C29 Kenapa Kau Menolongku?
C30 Keadaan Terdesak
C31 Selamat Ulang Tahun
C32 Hujan
Extra Chap 2

C9 Tugas Sekolah

39 4 0
By irinamizutama

_***_

Kalau untuk menceritakan semuanya, perhari, dua penulis yang disebut 'bapak' ini sungguh, sungguh, sungguh tidak kuat. Kegoblokan Saka dan kenarsisan Rai sungguh di luar batas. Jadi, tanpa mengurangi rasa hormat pada para pembaca-

"Woy, gaya bahasamu terlalu kaku, pak." Saka dari tadi asik memakan keripik kentangnya sambil duduk diatas kasurnya. Rai dari tadi hanya duduk diam sambil membaca komiknya, ya, hari ini sudah hari Jumat, mereka libur karena sekolah mereka mengadakan studi banding bagi guru.

Yah, pekerjaan Fisika yang dimaksud Saka sudah selesai di sekolah. Butuh beberapa orang untuk menjinakkan, eh, mengadili, eh, mengawasinya. Sungguh, beberapa hari ini dia memang bekerja sambil diawasi beberapa orang guru dan Rai, tentunya. Nadya dan Lussi juga kadang menemuinya dan membawakan makanan. Keripik kentang itu salah satunya.

Pekerjaannya itu memang kadang dia lakukan disaat pelajaran, hanya ketika pelajaran Fisika, musik, dan seni budaya saja dia kembali untuk mengikutinya. Untunglah tidak terlalu parah. Yah, tapi tetap saja yang namanya Saka pasti begitu orangnya.

Lalu, pertanyaannya sekarang

Hari ini mereka mau ngapain?

"Wah, bapaknya nggak tau, ya? Mulai nanti sore mereka berempat, akan melakukan suatu hal."

Dan hal apakah itu? Apa mereka akan membuat mi instan terobosan terbaru?

Oho.. boleh juga tebakan bapak, tapi salah. Next!.. eh tunggu ini bukan kuis. Jadi, yang akan mereka berempat lakukan adalah suatu hal, yang sangat rahasia, begitu penting, dan pastinya begitu beresiko!!

Hah apa?! Apa mereka akan melakukan pembunuhan berencana? Kami penulis saling berdebat tentang rencana mereka.

"Sudah cukup! Dari tadi aku sudah mencoba bersabar mendengar percakapan aneh kalian yang entah sebenarnya siapa yang memulai sebelum ini selesai. Tapi bukannya selesai malah makin aneh. Kami ini mau kerja kelompok, tugas sekolah." Rai angkat bicara, sebenarnya sudah dari tadi dia terlihat menahan emosi. Sepertinya pengendalian emosinya agak buruk. Tapi kelihatannya masih ada yang ingin dia katakan, mari kita dengar.

"Tapi sepertinya pembunuhan berencana terdengar seru, kalian mau coba jadi targetnya?"

Eh?! Ini bahaya! Rai sudah mulai muncul sifat 'itunya', gara-gara kami, sih. Oke, demi keselamatan lebih baik kami undur diri, sampai jumpa!

***

Ya, hari ini kami memang akan mengerjakan suatu tugas secara berkelompok . kebetulan atau bagaimana, kelompokku beranggotakan 4 orang yaitu aku, Lussi, Saka dan Rai. Kerja kelompok pun diputuskan di rumah Rai, ini untuk pertama kali aku ke rumahnya, pertama kali aku ke rumah teman sekelas yang laki-laki. Pertama kali juga, aku tau.. Rai dan Saka tinggal serumah. Itu, mengejutkan untukku, banyak yang terpikir dan ingin kutanyakan. Tapi langsung kuhilangkan semua pertanyaan itu begitu melihat Rai memberi tatapan tak biasa yang lebih terkesan curiga plus mengancam padaku saat dia bilang dia tinggal bersama Saka.

Masalah selanjutnya, sampai sekarang kita belum mulai menulis. Masalah yang sudah pasti ketika membuat cerita adalah ide, kami mencoba mengatasinya dengan masing-masing memberikan ide lalu dipikirkan dan dipilih. Tapi..

"Ideku, Para peneliti sudah mengumumkan, gas X akan menimbulkan masalah di bumi ini, segala makhluk termasuk manusia terancam. Sudah banyak percobaan pembuatan penangkal, pembuatan larutan XY atas dasar teori Y lalu gas XZ atas dasar teori Z. Tapi semua itu malah memperburuk keadan hingga teori-" Itu ide Rai, langsung ku potong kalimatnya. Demi kesehatan otakku, keberanianku untuk memotong kalimat Rai muncul.

"Mmm Rai, sepertinya itu terlalu berat untuk sebuah cerita." Aku memberi alasan setelah menghentikan Rai mengatakan idenya. Ya iyalah terlalu berat, kita ini cuma mau buat cerita, bukan buat buku LKS, laporan penelitian atau catatan sejarah. "Kalau kamu Sak, apa idemu?" sebelum Rai mengatakan idenya yang lain, lebih baik kualihkan ke Saka. Masih bisa tertangkap olehku Rai terlihat bergumam, sepertinya dia menggumamkan pertanyaan apa yang salah dengan idenya.

"Hm.. kenapa nggak tentang jasa guru." Saka yang dari tadi melongo angkat suara. Boleh juga idenya, mungkin akan ada cerita heroik guru.

"Bisa tuh, btw kenapa kamu tahu-tahu nyeletuk tentang guru? Kenapa?" tanya Lussi. Wah, sepertnya Lussi juga penasaran.

"Aku kepikiran Bu Age, kalau bikin cerita kan, aku bisa bilang ke Bu Age lewat cerita untuk nggak usah repot-repot memberiku surat kalau sedang bermasalah." Saka menjelaskan alasan di balik ide yang kupkir akan bagus itu dengan tersenyum bahagia! Ya sepertinya harapanku memang ketinggian. Tapi pastinya bukan cuma aku yang kesal dengan jawaban Saka.

Rai merangkul Saka, tersenyum padanya, kemudian melancarkan serangannya. Ya, menjepit leher Saka diantara lengan Rai.

"Apa-apaan alasanmu itu, jika kau gak mau Bu Age repot-repot memberimu surat berhentilah buat masalah!"

Rai dan Saka masih ribut untuk beberapa saat hingga akhirnya Rai melepaskan leher Saka dari jepitannya. Aku mulai terbiasa dengan kebiasaan mereka yang begitu. Tapi, masalahnya sampai sekarang membuat cerita ini belum menunjukkan kemajuan. Dalam hati aku mulai mempertanyakan keputusan tugas membuat cerita sebagai tugas kelompok, kenapa juga tugas macam membuat cerita disuruh dikerjakan berkelompok, jadilah sampai sekarang bukannya selesai malah bahkan belum mulai. Nentuin idenya juga susah bener, satu idenya udah kayak mau bikin laporan penelitian, satu lagi idenya lumayan sih, tentang guru, tapi begitu dia bilang kenapa, ide yang lumayan itu berubah jadi ide yang tidak bermutu.

Putus asa, aku mengalihkan padanganku ke Lussi, tatapanku mencoba mengatakan 'Lus, ini makin buruk, kamu ada solusi?' setelah sadar akan tatapanku Lussi terlihat berpikir, sepertinya dia paham apa yang kumaksud, ah Lussi memang teman yang pengertian.

"Gimana kalo tentang misteri, maksudku mirip cerita detektif tapi gak usah terlalu berat. Kayak misal ada sekumpulan anak nemuin sesuatu, lalu mereka cari tahu. Penyelesaiannya juga daripada ribet, buat yang simpel aja." Lussi memberikan ide, terdengar bagus. Penjelasan yang diberikan Lussi bersama idenya juga mudah dipahami, akhirnya ada juga ide yang normal. Tinggal lihat tanggapan mereka berdua.

Rai terlihat berpikir sebentar, kemudian dia mengiyakan, "Kurasa ide itu tidak buruk." begitu katanya. Saka juga langsung mengiyakan, "Ya ya aku setuju sepertinya bagus." semangat sekali dia berkata begitu sambil mengangguk. Oke, ide sudah diputuskan, saatnya mulai membuat ceritanya.

Dari yang terjadi, aku tau kalau Rai cukup menguasai masalah terkait ide cerita kita. Dia banyak memberi saran mengenai apa masalah dan apa penyelesaian yang bagus, teka-teki dan petunjuk juga berbagai kemungkinan agar ceritanya masuk akal. Kelihatannya seperti Rai sudah terbiasa menangani masalah seperti itu.

"Rai, kamu pro banget ya masalah kayak gini."

"Yah aku sudah banyak menerima pelajaran tentang memecahkan masalah yang seperti itu."

"Eh? Pelajaran?" aku heran dengan maksudnya bilang pelajaran, memang ada ya pelajaran yang kaya' gitu. Reaksi Rai begitu aku tanya sepertinya dia kelihatan sedikit kaget seperti baru menyadari sesuatu, jangan-jangan dia pasang wajah kaget karena nggak mengira aku bisa gak dong begitu, kok kesel ya.

"Hm ya pelajaran, maksudku karena aku sering membaca yang sejenis buku detektif jadi banyak yang bisa kupelajari dari situ, masa begitu saja kamu tidak paham Nad." Aku semakin yakin dengan dugaanku bahwa wajah kagetnya tadi karena aku tidak paham maksudnya, apalagi setelah dia memberikan nada meremehkan di bagian 'masa begitu saja kamu tidak paham Nad?' Dasar. Tapi aku masih merasa aneh dengan wajah kagetnya itu, kenapa sampai harus kaget, ah biarinlah, Rai memang suka aneh.

"Biarin, bukan urusanmu juga kalo aku gak paham, eh omong-omong tadi kamu bilang buku detektif? Kamu punya? Boleh lihat?" melupakan kesalku, aku menanyakan masalah buku detektif, sepertinya buku kaya' gitu bagus.

"Haha, sekarang kepo kamu sama bukunya, tentu aku ada bukunya, bukunya... eh iya ada padamu kan Sak, Saka!"

"Eh, iya apa Rai?" Saka keliatan kaget dipanggil Rai, wajar sih karena Rai manggilnya dengan volume suara yang sudah nggak santai.

"Bukuku, masih ada padamu kan?"

"Buku, oh buku ya ya masih ada, ada di kamarku, akan kuambil." Saka berjalan ke ruangan yang pastinya kamarnya, membuka pintu lalu masuk untuk mencari buku.

"Hah?! Sak itu kenapa kamarmu bisa berantakan banget gitu?" Lussi yang dari tadi memperhatikan Saka yang mau pergi mencari buku di kamarnya seketika berseru. Dari tempat kami duduk sekarang, memang bisa terlihat jelas kamar Saka, apalagi saat dia membuka pintunya lebar-lebar begitu. Setelah aku ikut mengarahkan pandangan ke kamar Saka, aku langsung setuju dengan Lussi, kamar itu lebih dari sekedar berantakan.

"Yah, biasanya aku membersihkan kamar anak itu setiap hari, tapi beberapa hari ini begitu sibuk, dan anak itu makin aneh-aneh saja dengan kamarnya." Rai langsung menyahut, entah kenapa aku seketika merasa Rai sudah seperti ibunya Saka.

"Itu berantakannya udah keterlaluan, lebih baik kita beresin dulu, kamu mau cari buku, kan Sak, kalo kondisi kamar aja begitu pasti susah ketemu." Lussi yang memang termasuk orang yang bersih dan rapi sepertinya sudah membulatkan tekad untuk membenahi keadaan kamar Saka. Aku sih ikut saja. Rai juga terlihat sependapat.

Jadilah kami selanjutnya malah kerja bakti di kamar Saka. Aku sempat ragu bagaimana dia bisa tidur di kamar yang begitu kotornya.

***

Aku tak habis pikir, seingatku belum selama itu aku tidak membersihkan kamarnya, kenapa bisa jadi sekotor ini. Sebenarnya apa yang dilakukannya di kamarnya? Dan lagi, bekas pukulannya di pintu kamarnya masih terlihat dengan jelas! Dia nggak tahu sopan, kali ya. Rumah orang dirusakin.

Aku menuju ke belakang rumah, untuk mengambil sapu dan alat pembersih lainnya seperti ekrak –ah maaf ya pembaca kalau bahasaku berbeda, biasa disebut juga cikrak atau pengki- dan kawannya. Saat aku kembali, mereka semua sudah dalam posisi menata buku-buku yang berserakan.

"Fisika, fisika, fisika, teknologi. Kamu nggak pusing Sak, dikelilingi buku sakti begini. Isinya nggak bisa dibaca lagi." Lussi memegang salah satu buku olimpiade Saka yang kemudian diambil Saka dengan halus.

"Tuntutan pekerjaan." sok-sokan punya pekerjaan lu. Aku memukul pelan kepalanya dengan gagang sapu. Untung saja lukanya sudah sembuh.

Sudah berjalan 5 menit ketika aku mendengar suara teriakan Nadya

Kyaaa!

***

Iyak, ketemu lagi dengan 2 penulis ini, masih setia dengan menunggu comment dan vote dari para pembaca. Ah, iya, kami berdua minta maaf karena dulu sepertinya sempat bilang akan memberi profil tokoh ya? maaf karena kami tidak bisa memberikan profilnya dalam jangka waktu pendek.

eh tapi kami sudah membuat trailer  lho. aku tunggu sampai 200 pembaca dan aku akan upload di IGku.

*trailernya bareng cerita punya temen, ya, siapa tahu minat baca :v

Lyris SbN

Kesha Mutia


Continue Reading

You'll Also Like

79.4K 5.4K 26
menceritakan tentang remaja yang di usir oleh warga desa karena di fitnah mencuri oleh keluarga kandungnya sendiri. mampukah ia melewati masa sulitny...
466K 42.5K 95
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.
1M 8.3K 40
hanya cerita random berbau kotor KK.
1.1M 114K 54
Ketika menjalankan misi dari sang Ayah. Kedua putra dari pimpinan mafia malah menemukan bayi polos yang baru belajar merangkak! Sepertinya sang bayi...