[5] Sapphire Blue | BROTHERSH...

By VennytaShui97

100K 7K 1.8K

[COMPLETE] Kehidupan tenang Byun Baekhyun di dunia penuh kegelapan terusik oleh kehadiran Park Chanyeol, angg... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21 - END
Book II

Part 13

3K 234 14
By VennytaShui97

Tepat saat Baekhyun terbangun dari tidurnya yang nyaman keesokan harinya ia mendapati dirinya sudah berada di kamarnya. Ia ingat betul bahwa semalam ia sempat tertidur dengan begitu nyaman dalam pelukan seseorang. Hyungnya, Channie hyungnya yang selama 10 tahun ini tak ia temui bahkan tak ia ingat sedikitpun.

Sejenak ia teringat tentang kejadian semalam. Dimana ia berniat untuk berganti pakaian di kamar tamu apartemen Kevin lalu ia dipertontonkan video kilas balik masa lalu nya. Tanpa sadar air matanya kembali menetes di kedua sisi pipi bulatnya tanpa bisa dicegah. Baekhyun pun tak ada niatan untuk menghapusnya hingga ia kembali terisak dan semakin membuat dadanya kian sesak.

"Baek - Astaga!! Baekhyun, kau kenapa?".

Luhan baru saja memasuki kamar tuan mudanya. Bermaksud untuk mengecek bagaimana kondisi Baekhyun setelah diantar pulang dalam kondisi tidur oleh Kevin semalam. Dalam otaknya, Baekhyun tertidur dalam perjalanan seperti biasa ia tak tahu bahwa lelaki yang kini menangis terisak itu pingsan semalam.

Ia panik luar biasa mendapati sang tuan muda menangis terisak-isak seperti itu kala terbangun dari tidurnya. Ia langsung mendekat, naik ke atas ranjang dan memeluk Baekhyun yang sudah terduduk dia tengah ranjangnya.
"Jangan menangis Baek. Katakan pada ku kau kenapa? Apa lelaki bernama Kevin semalam menyakiti mu?".

Baekhyun menggeleng pelan. Sementara dirinya yang tengah dipeluk oleh Luhan merasakan sesuatu, ia merasa pelukan Luhan terasa biasa saja sedangkan pelukan Chanyeol semalam sungguh sangat luar biasa. Ia bahkan masih bisa merasakan hangat dan nyamannya pelukan Chanyeol saat ia pingsan karena terlalu lama menangis hebat semalam.

"Baiklah kalau ia tak menyakiti mu, lalu kenapa kau menangis Baekie? Katakan pada ku ada apa?".

"A-aku tidak tau.... hiks~".

"Sstt.... tenang Baek. Semuanya akan baik-baik saja. Tenangkan diri mu okay, tak akan terjadi apapun. Semua akan baik-baik saja".

Luhan melepas pelukannya, ia dapat melihat mata Baekhyun yang sipit itu bengkak dan sembab. Ia tak tega melihatnya, belum lagi suhu tubuh Baekhyun yang terasa hangat saat ia tak sengaja berainggungan dengan kulit Baekhyun, membuatnya sedikit khawatir.

"Maria!!". Panggil Luhan sedikit teriak, yang terpanggil segera menghampiri tuannya di lantai dua. Di kamar Baekhyun lebih tepatnya.

"Yes sir".

"Please prepare warm water in the basin, a small towel and a large towel".

"Yes sir".

Luhan memerintahkan Bibi Maria untuk menyiapkan air hangat dalam baskom, satu buah handuk kecil untuk membasuh tubuh Baekhyun dengan air hangat itu dan handuk besar untuk mengelap. Luhan tak tega jika membiarkan Baekhyun mandi dalam kondisinya yang seperti itu jadi Luhan putuskan untuk membasuh tubuh mungil itu menggunakan handuk yang akan ia basahi air hangat kemudia diperas sampai airnya habis.

"Excuse me, this is what you need sir. Any else?".

"Nope, you can continue your work".

Bibi Maria segera keluar dan menutup pintu kamar Baekhyun. Sedangkan sang tuan muda masih terisak kecil, ia bahkan pasrah saja ketika kancing piyama yang dikenakannya satu persatu dilepas oleh Luhan. Lalu piyama atasannya terlepas dari tubuhnya hingga menampakkan kulitnya yang putih dan bersih.

"Maaf jika hyung lancang, Baekhyun-ah. Hyung hanya ingin mengelap tubuh mu agar kau lebih nyaman, karena sepertinya kau sedikit demam dan hyung tak tega membiarkan mu mandi dalam kondisi seperti ini".

Perlahan Luhan memasukkan handuk kecil dalam baskom dan memerasnya hingga tak ada air menetes lalu ia usapkan handuk setengah basah itu ke wajah Baekhyun lebih dulu dengan lembut lalu kembali memasukkannya ke dalam air hangat dalam baskom dan mengusap bagian tubuh Baekhyun yang lain, mulai dada, penggung, perut, lengan, tangan dan semua tubuh Baekhyun tak ada yang luput darinya.

Selesai dengan kegiatannya membasuh tubuh Baekhyun, lelaki bermata rusa itu segera mengelap tubuh Baekhyun dengan handuk besar. Menekan-nekan seluruh bagian tubuh Baekhyun yang sedikit basah dengan tak kalah lembutnya seperti kegiatannya saat mengelap tubuh mungil itu tadi. Setelahnya ia berjalan mengambil piyama Baekhyun yang bersih dan membuatnya hangat, memasangkannya pada Baekhyun yang hanya melamun di atas ranjangnya setelah tangisannya mereda.

"Apa yang terjadi pada mu semalam Baek? Haruskah aku bertanya pada Kevin?". Monolog Luhan yang tak mendapat tanggapan dari Baekhyun, sepertinya ada sesuatu yang mengganggu pikiran si mungil hanya saja Luhan tak tahu itu apa.

"Kau ingin makan sesuatu? Katakan, biar ku buatkan".

Baekhyun menggeleng pelan membuat Luhan menghela nafas karenya, ia tak tahu harus apa tapi kemudian ia memilih untuk membiarkan Baekhyun sendirian dalam kamarnya. Ia mengambil handuk kecil dan besar tadi dan juga air dalam baskom untuk ia bawa keluar.

Keterdiaman Baekhyun sedikit banyak membuat Luhan faham akan situasi ini karena ia pernah mengalaminya, tepat saat si mungil mengetahui rahasia yang awalnya tersimpan rapat-rapat oleh Tuan Byun. Kurang lebih beginilah kondisi Baekhyun, ia hanya melamun dan terdiam di kamarnya.

Sejak kejadian dimana Baekhyun menangis pagi itu, si mungil benar-benar menjadi pendiam dan melamun. Tentu saja itu membuat Luhan dan Joon bingung dan khawatir bukan main. Wajah cerianya hilang, bahkan Baekhyun sama sekali tak ada niatan untuk beranjak dari ranjangnya sejak pagi itu. Jika tak dipaksa Luhan, lelaki mungil itu sama sekali tak ingin menyentuh makanannya. Hanya duduk di sana dan melamun.

Ini sudah hari ketiga Baekhyun menjadi pendiam dan pandangannya selalu kosong seperti orang yang bernyawa. Luhan khawatir lalu ia putuskan untuk menelfon Tuan Byun di China karena pasti Tuan Byun tak tahu apapun mengingat selama tiga hari ini Baekhyun tak keluar apartemen. Jangankan dari apartemen, dari kamarnya saja tidak. Jadi mata-mata Tuan Byun pasti tak tahu bagaimana kondisi Baekhyun di dalam kamarnya bukan?

Hari sudah semakin siang setelah Luhan selesai menelfon tuan besarnya, tepat pukul 11.00 Luhan mendatangi sekolah Baekhyun untuk memberikan ijin sakit dari rumah sakit karena menurut diagnosa dokter, lelaki imut itu mengalami syok berat akibat ingatannya yang baru saja kembali dan butuh beberapa hari untuk pemulihan.

Ketika selesai dengan memberikan surat ijin Baekhyun, ia teringat Kevin yang datang ke apartemennya dengan Baekhyun malam sebelum tuan muda kesayangannya menjadi seperti ini. Ia langsung menuju kelas Baekhyun dan menemui Kris karena ia sempat melihat siluet Kevin ketika pemuda bernama Kris mengantarkan tas sekolah Baekhyun.

Pikir Luhan, mungkin saja Kris memiliki hubungan dengan Kevin, dan ternyata benar Kevin adalah kakak Kris. Langsung saja Luhan meminta nomor ponsel Kevin dengan dalih ingin mengucapkan terimakasih telah mengantar Baekhyun sampai apartemen dengan selamat tiga hari yang lalu. Tentunya Kris yang masih bocah kelas 1 SMA itu seketika memberikan nomor ponsel Kevin tanpa banyak bertanya.

Siang itu juga Luhan memutuskan untuk menemui Kevin, tetapi lelaki berwajah campuran Amerika-Korea itu sama sekali tak memberinya petunjuk apa yang terjadi pada tuan mudanya. Kevin merahasiakan apa yang terjadi pada Baekhyun malam itu dari Luhan. Tentu saja itu membuat lelaki berkebangsaan China itu berang bahkan hampir membunuh Kevin jika ia tak sadar mereka dipertemukan di tempat yang ramai khalayak.

Luhan tentu saja mengerang frustasi dan marah begitu ia sampai di apartemen siang itu. Bukan hanya karena Kevin yang sangat menyebalkan karena setiap pertanyaan yang diajukannya hanya mendapat jawaban 'Maaf, aku tidak tahu' tapi juga kondisi Baekhyun yang masih tetap sama seperti sejak ia bangun dan menangis tiga hari yang lalu.

"Baek, kau sebenarnya kenapa? Ceritakan pada hyung. Apa ada yang sakit, hmm? Katakan bagian mana yang sakit, jangan diam saja. Ku mohon".

Masih sama, tak ada reaksi apapun saat Luhan bertanya pada Baekhyun. Ini sudah 3 hari, niat awalnya Luhan memang sengaja membiarkan Baekhyun seperti itu selama 3 hari karena sebelum ia memutuskan pindah ke Korea, tepat dihari ke 3 setelah ia tahu rahasia tentang kematian kedua orangtua kandungnya dan hyungnya yang masih hidup, sekalipun tak tahu dimana keberadaannya saat itu, Baekhyun sudah mau bicara dan tak lagi melamun.

Tapi sekarang?

Lelaki mungil itu tetap sama, duduk di tengah ranjangnya dan melamun ketika ia terbangun dari tidurnya. Terkadang ia akan menangis sambil terisak kecil.

Tentu saja hal itu membuat Luhan semakin yakin jika ada yang salah disini.

'Aku yakin ada yang salah, aku yakin terjadi sesuatu saat kau pulang diantar Kevin dalam keadaan tidur waktu itu Baek tapi kenapa kau tidak mau mengatakannya pada ku?'. Batin Luhan.

Tapi setelah hampir 15 menit Luhan di sana dan kondisi Baekhyun tetap sama. Luhan menjadi geram, karena jujur saja ia lebih suka Baekhyun yang cerewet, Baekhyun selalu berteriak padanya dan Baekhyun yang hyperaktive daripada Baekhyun yang hanya diam dan melamun seperti raga yang kosong tanpa jiwa itu.

"Byun Baekhyun!! Ada apa sebenarnya dengan mu!!! Apa yang dilakukan Kevin pada mu hah?! Haruskah aku membunuhnya dengan tangan ku agar kau mau bicara?! Atau haruskah aku meminta bantuan baba mu untuk membunuhnya?". Teriak Luhan frustasi, ia hanya ingin memancing tuan mudanya untuk bicara. Tapi tak menutup kemungkinan jika lelaki mungil yang masih terduduk di atas kasur itu tak jua bicara padanya maka Luhan akan benar-benar membunuh Kevin.

Dan Luhan melihat adanya reaksi dari Baekhyun. Tubuh yang semakin terlihat kurus itu menegang dengan manik yang awalnya kosong menatapnya marah.

"Jangan sentuh dia". Desis Baekhyun. Meskipun lirih ia cukup yakin jika Luhan mendengarnya. Dan benar, Luhan memang mendengarnya. Saking senangnya karena rencananya untuk memancing Baekhyun agar mau bicara berhasil, Luhan langsung naik ke atas ranjang Baekhyun. Seketika memeluk namja manis itu dengan perasaan senang yang membuncah.

Jika tahu akan seperti ini reaksinya, Luhan menyesal tak melakukannya sejak kemarin-kemarin.

"Baekhyun-ah, akhirnya kau bicara. Hyung senang sekali".

Tanpa Luhan ketahui, Baekhyun tersenyum tipis. Ia sadar jika sikapnya yang mendiami semua orang dalam 3 hari ini sungguh kekanakan. Padahal ia tak bermaksud seperti itu, ia hanya sedang berpikir. Iya, berpikir tentang keputusan yang harus ia ambil dalam hidupnya.

Luhan melepas pelukannya, memposisikan duduknya berhadapan dengan Baekhyun. Kedua tangannya ia letakkan di kedua bahu Baekhyun sedang mata rusanya menatap lurus mata anjing Baekhyun.

"Baek, hyung selalu menganggap mu seperti adik sendiri. Tolong ceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada mu malam itu Baek? Jika kau diam terus bagaimana hyung bisa tau dan membantu mu menyelesaikan masalah mu? Hyung hanya berkeyakinan jika ada yang salah tapi hyung tak akan tau yang sebenarnya jika kau diam".

"Chanyeol".

Satu kata yang terucap dari belah bibir tipis Baekhyun. Tapi itu lirih, bahkan sangat lirih seperti gumaman hingga membuat Luhan memitanya untuk mengulang apa yang diucapkannya.

"Apa? Kau mengatakan apa, hmm?". Tanya Luhan dengan lembut.

"Chanyeol, aku bertemu dengannya lagi di sana. Di apartemen Kevin hyung".

Luhan membolakan matanya, dalam hatinya ia mengumpat pada lelaki tinggi itu.'Sialan!! Akan ku bunuh dia'.

"Baekhyun-ah, harusnya kau mengatakannya pada ku sejak awal. Sekarang apa yang kau inginkan? Kau ingin aku membunuhnya? Akan ku cari dimana dia berada dan ku bunuh dia sekarang juga jika kau menginginkan itu".

Baekhyun tak memberikan respon berupa kalimat pada perkataan panjang Luhan. Ia hanya menggeleng pelan sebagai tanda ketidaksetujuannya.

"Lalu kau ingin apa? Baba mu pasti marah besar jika kau terus menerus begini Baek".

"Biarkan aku sendiri".

Luhan menghela nafasnya pelan, sebelum ia turun dari ranjang Baekhyun ia mengatakan sebaris kalimat yang membuat si mungil kembali bicara padanya dengan kalimat yang sedikit lebih panjang. "Baiklah, aku akan cari dimana Chanyeol dan membunuhnya untuk mu".

"Jangan lakukan apapun. Aku hanya ingin sendiri untuk saat ini".

"Baiklah, ku harap besok kau sudah membaik. Jika tidak aku bersumpah akan mencari keberadaan Chanyeol dimanapun ia sekarang dan membunuhnya begitu aku bertemu dengannya".

Baekhyun kembali terdiam setelahnya. Luhan merasa iba melihatnya lebih dari itu ia merasa bersalah karena ia tak dapat membuat Baekhyun bersikap terbuka padanya, ia tak dapat membuat tuan muda kesayangannya itu bercerita apa yang mengganggu pikirannya.

"Istirahatlah Baek".

Selesai mengatakan itu, Luhan keluar meninggalkan Baekhyun sendiri di kamarnya. Sesuai dengan keinginan si mungil.

Luhan hanya tak tahu jika yang menyebabkan Baekhyun menjadi pendiam dan terlihat melamun belakangan ini bukanlah karena pertemuannya dengan Chanyeol melainkan karena pertemuannya dengan sosok appa dan eomma kandungnya untuk kesekian kalinya dalam mimpinya.

Di sana, Tuan dan Nyonya Park mengatakan kalau mereka tak akan mengganggu Baekhyun lagi, mereka tak akan pernah datang dalam mimpi Baekhyun dengan syarat yang membuat hati dan pikiran Baekhyun kacau.

'Kami janji tak akan lagi muncul dalam mimpi mu. Tidak juga mengeluarkan bisikan yang membuat mu takut atau terganggu, sayang. Asalkan kau mau menuruti permintaan kami'. Kata Tuan Park.

'Apa itu?'. Tanya Baekhyun, tentu saja ia bertanya. Selama beberapa hari ini ia selalu didatangi kedua orangtuanya dalam mimpi, dimana orangtuanya itu seharusnya berada di surga.

'Malaikat kecil ku, kau harus menemui Chanyeol, hyung mu, maafkan dia dan hiduplah dengan bahagia bersamanya. Lalu lupakan dendam mu pada pembunuh kami. Dengan demikian kami tak akan lagi muncul dalam mimpi mu ataupun bersuara dalam hati mu karena kami sudah bisa pergi dengan tenang'. Kini Nyonya Park dengan senyum keibuannya yang begitu hangat menjawab pertanyaan si kecil.

'Kami janji ini adalah yang terakhir kami muncul dalam mimpi mu, sayang. Kami tak akan bisa pergi dengan tenang jika belum melihat kalian bersatu dan hidup bahagia bersama sebagai sepasang saudara'. Kata Tuan Park menyambung kata dari Nyonya Park sebelum mereka menghilang dan Baekhyun terbangun dari tidurnya.

Setiap hari Baekhyun memimpikan hal yang sama. Itulah mengapa ia bimbang, berpikir dan melamun. Terkadang menangis karena hatinya yang ragu dalam mengambil keputusan. Akankah ia memutuskan seperti yang diinginkan mendiang kedua orangtuanya atau justru tak mengabaikannya saja?

Baekhyun bingung.

Akhirnya ia beranjak dari ranjangnya untuk pertama kali setelah 3 hari berlalu. Ia membawa tungkainya menuju balkon kamarnya, ia menengadah menatap cerahnya langit Kanada padahal matahari sangat terik dan itu akan membuat kulit sensitifnya menjadi sedikit kemerahan. Tapi ia tak perduli, ia ingin menghirup udara segar.

Berterimakasihlah pada Luhan yang melayangkan ancaman akan membunuh Chanyeol atau Kevin hingga membuat si mungil akhirnya beranjak dari ranjangnya.

"Katakan pada ku apa yang harus ku lakukan? Aku terlalu buruk jika harus bersamanya, aku dan dia berbeda. Dia orang yang suci sedangkan aku kotor dan berbau darah". Gumam Baekhyun, ia menghela nafasnya lelah. Ia lelah karena memikirkan hal ini selama 3 hari berturut-turut namun sama sekali tak membuahkan hasil.

Dan kalian pasti tahu siapa sosok 'dia' yang dimaksudkan Baekhyun bukan? Ya, dia adalah Park Chanyeol, hyungnya.

*********


"Ini buruk Chan!! Ini buruk!!".

Kevin berteriak heboh ketika ia baru masuk ke apartemennya. Membuat Chanyeol yang saat itu tengah duduk santai di sofa sambil menonton TV terkejut karenanya.

"Kau kenapa? Baru pulang tiba-tiba heboh seperti itu. Dan lagi ini sudah malam, jika kau berteriak seperti itu tetangga akan melempari kita dengan batu".

"Ini tentang Baekhyun!! Baekhyun!!".

Lagi, Kevin teriak seperti orang kesetanan. Chanyeol sampai heran dibuatnya, kiranya ibunya mengidam apa sewaktu mengandungnya hingga anak ini sangat suka berteriak heboh sekalipun sudah diperingatkan untuk tidak berteriak.

"Katakan dengan perlahan okay, ada apa dengan Baekhyun. Kau tidak perlu teriak seperti itu, aku bisa mendengar dengan baik Kevin".

Kevin mengangguk, ia menghela nafasnya pelan sebelum mulai menceritakan apa yang ingin dikatakannya sejak tadi.

"Dia depresi karena terlalu syok dengan kembalinya ingatannya yang sempat hilang. Tadi siang Luhan menemui ku setelah bertanya pada Kris berapa nomor ponsel ku di sekolah. Dia mengatakan kalau sudah tiga hari ini Baekhyun hanya diam dan tatapannya kosong. Aku takut Chan, bagaimana jika ini semua karena apa yang sudah kita lakukan padanya malam itu? Bagaimana kalau - ".

"Jangan takut, nanti aku akan ke apartemennya, mungkin saja kehadiran ku disana bisa membuatnya kembali seperti dulu". Potong Chanyeol yang membuat Kevin seketika membolakan matanya.

"Apa kau yakin? Aku malah semakin takut jika kau kesana dalam keadaannya yang seperti itu, kalau anak buah tuan Byun melihat mu dan mencelakai mu bagaimana?".

Chanyeol tersenyum menyadari kekhawatiran yang tercetak jelas si wajah sahabatnya. Ia menepuk pundak Kevin dan berkata, "Chanhyun tak akan membiarkan itu terjadi, percayalah".

"Baiklah, good luck kalau memang itu keputusan mu".

Chanyeol mengangguk, lalu ia tersenyum tampan. "Pergilah mandi dan istirahat, kau pasti lelah. Aku akan bersiap dan pergi ke apartemennya".

Kevin melangkah ke kamarnya dengan gontai, sedangkan Chanyeol dengan cemas yang bercampur sakit dalam hatinya melangkah menuju kamarnya. Cemas dengan kondisi Baekhyun saat ini dan sakit karena mendengar kondisi adik kesayangannya seperti itu.

Depresi adalah satu keadaan paling buruk yang bisa membunuh seseorang, dan tentunya ia tak ingin hal itu melanda adiknya. Ia tak ingin segala pemikiran buruknya tentang depresi terjadi pada adiknya karena ia pernah mengalami itu 10 tahun yang lalu.

Chanyeol hampir bunuh diri karena depresi saat ia ditinggal oleh kedua orangtuanya dan kehilangan adik satu-satunya yang begitu disayangnya.

Dengan mobil yang disewanya, Chanyeol berhasil berada di depan jajaran gedung apartemen mewah di daerah Vancouver. Ia segera turun dari mobilnya dan menyemangati dirinya sendiri sebelum bersiap menemui sang adik di apartemennya.

"Yosh!! Kau pasti bisa Chan!! Kau harus menemui Chanhyun dan memastikan semuanya baik-baik saja".

Chanyeol hendak melangkah masuk, namun baru dua langkah ia dengan terpaksa menghentikan langkahnya karena seseorang menodongkan moncong pistolnya tepat di belakang kepalanya.

"Katakan apa yang sudah kau perbuat pada putra ku?".

Chanyeol diam, ia mencoba menerka suara milik siapa seseorang di belakangnya itu karena suara itu terdengar familiar di telinga perinya. Chanyeol masih tak melakukan perlawanan atau apapun itu selain diam membuat lelaki di belakangnya geram bukan main dan semakin menekan moncong pistolnya ke kepala belakang Chanyeol.

"Katakan atau peluru ini akan melubangi kepala mu, Park Chanyeol".

"P-paman Byun?".

Tebak Chanyeol, suara huskynya sedikit bergetar tapi bukan karena takut melainkan terkejut mendapati orang yang telah merawat, menjaga dan membesarkan adiknya berada di sana dan menekan kepala belakangnya dengan moncong pistol.

"Ya, ini aku. Sekarang cepat katakan apa yang kau lakukan padanya hingga ia menjadi seperti itu?".

"Aku hanya membuatnya mengingat ku sebagai hyung nya paman, apa itu salah?".

Tuan Byun semakin geram mendengar jawaban Chanyeol. Tentu saja itu salah di mata Tuan Byun, membuat ingatan Baekhyun kembali sama saja dengan membuka luka lama untuk si mungil. Itu akan membuatnya kembali merasakan sakit dan sesak luar biasa seperti yang dialaminya 10 tahun yang lalu sebelum mendapat operasi penghapusan ingatan.

"Kau benar-benar membuat kesabaran ku habis Park Chanyeol. Tak bisakah kau sabar menunggu hingga waktunya tiba? Kau ingin membunuhnya secara perlahan, hah?".

"Tidak, aku tidak bisa bersabar untuk yang satu ini dan aku sama sekali tidak ingin membunuh adik ku secara perlahan paman. Aku hanya ingin adik ku segera kembali pada ku".

"Dalam mimpi mu". Yunho mendesis marah sebelum menembakkan pelurunya.

Dor!!

Suara tembakan terdengar, namun tak ada erangan rasa sakit atau suara tubuh seseorang yang ambruk. Tentu saja, Yunho mengarahkan pelurunya ke langit. Hanya sebagai gertakan saja namun tahunya hal itu memancing amarah yang lebih muda.

Chanyeol langsung membalikkan tubuhnya, menatap Yunho penuh amarah sedangkan yang lebih tua hanya tersenyum miring setelah menyimpan kembali pistolnya dalam saku jas yang ia kenakan.

"Tolong jangan buat aku melakukan apa yang tak seharusnya aku lakukan, Paman Byun. Aku menghormati mu sebagai sahabat baik appa ku dan sebagai orang yang telah membesarkan serta merawat Chanhyun".

"Sayangnya itu tidak berlaku untuk ku. Siapapun yang melukai putra ku akan mati ditangan ku. Bahkan jika itu kau, kakak kandungnya sekalipun!".

Bugh....

Satu pukulan telak Yunho layangkan dan itu langsung mengenai rahang tegas Chanyeol hingga membuatnya mundur beberapa langkah sebelum disusul pukulan selanjutnya di wajah tampannya secara bertubi-tubi.

"Hey!! Ada apa ini?".

Seorang petugas keamanan berusaha melerai, namun terpaksa menghentikan langkahnya kala ia melihat Yunho menarik pistol dari saku jasnya.

"Sebaiknya kau diam disana atau peluru ini akan melubangi kepala mu".

"Kalau ingin berkelahi atau saling bunuh jangan di sini!! Lakukan di tempat lain, kalian menganggu ketentraman penghuni apartemen!!". Si penjaga berkelit, tentu saja ia tak ingin keamanan dan kenyaman penghuni apartemen terganggu oleh kedua orang yang berkelahi itu bukan?

"Terlalu banyak bicara". Desis Yunho sebelum kembali menembakkan pelurunya dua kali ke arah yang sama, langit.

Dor!!

Dor!!

"Pergi sana!!".

Setelahnya, penjaga tadi pergi meninggalkan area itu. Ia tak ingin mati konyol di tangan Yunho tapi ia juga tak ingin dua orang itu membuat keributan. Jadi daripada pusing, penjaga berbadan besar tadi memilih pergi dan akan mengawasi kedua orang itu dari jauh.

Tanpa mereka ketahui, sejak tadi ada sepasang mata yang melihat aksi itu dari balkon kamar di lantai 4.

"Apa yang mereka lakukan di bawah sana? Apa Tuan Byun akan membunuh Chanyeol malam ini?". Gumam Luhan dengan suara yang sengaja ia keraskan agar terdengar oleh Baekhyun.

Ya jadi yang daritadi melihat bagaimana aksi Tuan Byun, Chanyeol dan petugas keamanan dari balkon adalah Luhan, tepatnya dari balkon kamar Baekhyun yang hanya duduk diam di tepian ranjangnya.

"Baekhhyun-ah, sepertinya bukan aku yang akan membunuh hyung mu. Tapi baba mu sendiri lah yang melakukannya".

Baekhyun yang tadinya menunduk kini mendongak, tatapan matanya seolah bertanya apa maksud perkataan si lelaki bermata rusa itu.

Tangan Luhan menunjuk sesuatu di bawah sana yang tak Baekhyun ketahui.

"Sekarang mereka berdua sedang di bawah sana, baba mu dan Chanyeol. Berkelahi, saling memukul satu sama lain".

Sontak mata sipit Baekhyun membola, tanpa berpikir panjang akan kondisinya yang sempat memburuk tadi pagi ia berlari menuju pintu kamarnya, membukanya dengan kasar dan keluar dari sana. Mengabaikan teriakan Luhan yang menyebut namanya dan memintanya kembali di belakang sana.

"Baekhyun!! Kembali!! Baekhyun!!".

Baekhyun bahkan berlari menggunakan tangga darurat agar cepat sampai mengingat jika harus naik lift akan memakan waktu lama. Ia tak ingin sesuatu terjadi pada dua orang yang disayangnya di bawah sana.

"Berhenti!! Apa yang kalian lakukan di sana, hah?!".

Dengan nafas terengah, penampilan berantakan karena berlari secepat mungkin di tangga darurat dari lantai empat sampai lantai bawah Baekhyun berteriak. Menghentikan aksi saling pukul yang dilakukan baba nya dengan hyung nya.

"Xian-ah".

"Chanhyun-ah".

Panggil dua orang itu bersamaan, Baekhyun mendekat dengan langkah terseret karena kakinya terasa ngilu akibat berlari cepat ditangga sambil menahan ringisan akibat kepalanya yang sedikit nyeri tapi ia paksakan keluar dari apartemen dan bersinggungan dengan udara dingin. Tatapannya dingin dan berkilat marah. Dapat ia lihat dengan jelas wajah tampan Chanyeol sudah babak belur sedang milik babanya masih bersih di tengah cahaya temaram malam itu.

"Kalian pikir apa yang sedang kalian lakukan, hah?! Berhenti membuat ketibutan!! Kalian membuat ku muak!!". Ujar Baekhyun setengah teriak setelah ia sudah berada di dekat kedua namja yang baru saja menghentikan aksi berkelahinya itu.

Yunho langsung mendekat, ia memegang kedua bahu Baekhyun. Menatap anak kesayangannya penuh rasa bersalah karena selama ini ia tak pernah menunjukkan sisi gelapnya di depan sang anak.

"Xian-ah, ini tidak seperti yang kau lihat. Kau salah faham, sayang".

"Lalu bagaimana benarnya? Bisakah kau jelaskan pada ku pak tua?".

Yunho yang mendengar jeritan frustasi dari Baekhyun memejamkan matanya sejenak sebelum memulai penjelasannya mengapa ia berada di sana. Sedangkan Chanyeol, lelaki tinggi itu tengah berusaha bangkit dari posisinya yang tadi terlentang dengan perutnya yang diduduki Yunho untuk memukuli wajahnya.

"Xian-ah, Luhan berkata kalau kau hanya diam dan tatapan mu kosong setelah bertemu dengannya malam itu. Baba pikir dialah yang menyebabkan kau depresi dan mengurung diri mu selama beberapa hari ini di kamar. Baba hanya - ".

"Sudahlah, tolong berhenti ikut campur urusan ku baba. Aku sudah besar dan bisa membuat keputusan untuk hidup ku sendiri".

Baekhyun memotong kalimat yang diucapkan Yunho sambil menyentak kedua tangan Yunho di bahunya. Tapi bukan tindakan Barkhyun yang membuat Yunho terkejut, melainkan kalimat terakhir yang terucap dari bibir mungilnya.

"Apa maksud mu, Xian-ah? Apa maksud mu dengan membuat keputusan sendiri untuk hidup mu?".

Baekhyun diam, dia sendiri juga tak tahu mengapa ia berkata begitu. Tak hanya Yunho, Chanyeol pun menunggu jawaban dari pertanyaan Yunho tentang maksud perkataan yang paling muda disana.

Baekhyun menelan ludahnya susah payah, ia mendadak sangat gugup seperti dua orang yang menunggu jawaban darinya. Baekhyun menghela nafasnya, ia memejamkan kedua mata sejenak sebelum berujar dengan mantap.

"Aku.... aku akan..... aku akan hidup bersama Chanyeol hyung dan melupakan segala kesalahannya serta melupakan dendam ku pada pembunuh appa dan eomma ku".

"Apa?". Gumam Yunho tak percaya dengan ucapan anaknya.

"Seperti yang mereka inginkan agar mereka bisa pergi dengan tenang. Aku akan hidup bersama Chanyeol hyung".

Chanyeol dan Yunho terkejut bukan main. Yunho yang berada paling dekat dengan Baekhyun mencengkeram kedua lengan Baekhyun mengguncangnya pelan.
"Xian-ah, kau tidak bercanda bukan?".

"Aku serius baba, aku akan ikut kemanapun ia membawa ku". Ujar Baekhyun sekali lagi dengan mantap.

Sebenarnya sejak ia berlari di tangga tadi, Baekhyun sudah memantapkan keputusannya bahwa apapun yang terjadi ia akan memilih tinggal bersama Chanyeol. Ia sangat mengkhawatirkan keadaan hyungnya karena ia tahu bahwa baba nya adalah seorang pemegang sabuk hitam taekwondo dan jika kau terkena tendangan serta pukulannya sakitnya bukan main.

Yunho yang tak rela dengan keputusan Baekhyun segera berpikir untuk membujuknya, beruntung hal-hal buruk yang sempat ia pikirkan jika Baekhyun memberi keputusan akan tinggal dengan Chanyeol datang secepat kilat.

"Jangan Xian, baba mohon jangan membuat keputusan seperti itu. Kau tau, dia anggota NIS. Punya banyak musuh dikalangan orang-orang yang berada di jalur gelap, dan lagi baba sudah mendengar jika kalian berdua tengah dalam pencarian Park Bogum. Tolong jangan putuskan seperti itu, sayang. Baba belum siap kehilangan diri mu nak, kau akan berada dalam bahaya jika kau ikut bersamanya".

Chanyeol mendengarnya, ia mendengar apa yang dirisaukan seorang ayah pada anak kesayangannya itu. Dengan langkah terseok ia mendekati Baekhyun dan Yunho yang hanya berjarak 5 langkah itu darinya.

"Jika itu yang paman risaukan, aku akan meninggalkan NIS setelah Chanhyun ikut bersama ku. Dan kalau memang Korea tidak aman, kami akan tinggal di negara yang jauh dari Korea bahkan mungkin besok kami akan meninggalkan Kanada seandainya - tunggu!! Tadi paman mengatakan Park Bogum tengah mencari kami? Apa itu artinya - ".

"Ya, Park Bogum. Paman kalian berdua adalah pembunuh Park Yoochun dan Im Yoona dengan meledakkan bom di villa keluarga Park. Rencananya adalah memusnahkan keluarga Park yang sangat berkuasa di jalur gelap saat itu. Aku mengetahui hal ini karena tepat setelah bom itu meledak, Park Bogum menelfon ku dan meminta ku bergabung dengannya. Sayangnya aku menolak dan memilih menghilang ke China dengan identitas baru dan kehidupan baru bersama Baoxian".

Terang Yunho pada Chanyeol yang semakin membulatkan matanya tak percaya.

Selain fakta tentang pamannya juga fakta tentang Byun Yunho. Yang artinya biodata Yunho yang didapatnya dari Kevin beberapa bulan yang lalu itu tak sepenuhnya benar? Jadi Yunho bukan warga asli China?

Sungguh, semua ini terlihat membingungkan di mata Chanyeol.

Dan lagi, Park Bogum?

Pembunuh kedua orangtuanya?

Dia adalah pamannya sendiri, adik kandung Park Yoochun yang menghilang dan tak dapat ia temukan dimanapun.

Bagaimana bisa?

Pikiran Chanyeol semakin kacau dan ia merasa ia perlu mendapat penjelasan dari seorang Byun Yunho.

"Itulah mengapa kau mendapat operasi penghapusan ingatan Xian-ah. Kau terlalu terpukul dengan kematian kedua orangtua mu lalu rasa terbuang dari hyung mu sendiri".

"Aku tidak membuangnya, bukankah sudah ku katakan pada mu jika aku tak bermaksud membuangnya? Jangan memperkeruh keadaan Paman Byun!!".

Seolah menulikkan pendengarannya, Yunho kembali berusaha membujuk agar Baekhyun mempertimbangkan kembali keputusannya. "Xian-ah, bisa kau pertimbangkan lagi keputusan mu itu, sayang? Baba akan lakukan apapun, asalkan kau tetap di sini, di sisi baba". Ujarnya dengan lembut, bahkan sangat lembut karena ia juga tak ingin melukai hati putranya lagi setelah memberitahukan sebuah kenyataan pahit lagi. Dibuang oleh hyungnya sendiri.

Tapi ternyata Yunho salah, Baekhyun tetaplah Baekhyun. Si keras kepala dengan jutaan pemikiran misterius dalam otak kecilnya.

"Aku.... maafkan aku baba. Aku ingin membuat kedua orangtua ku pergi dengan tenang di surga. Jadi aku akan tetap pada keputusan ku".

Oke, Yunho mulai murka. Ia menggeram karena si mungil tetap pada keputusannya dan ini adalah yang terakhir. Ia tak akan berkata lembut lagi pada Baekhyun, dengan suara meninggi ia berkata, "Sekalipun dia akan tau siapa dirimu yang sebenarnya? Sekalipun dia akan membenci mu, melukai mu atau bahkan meninggalkan mu atau membunuh mu setelah tau apa yang telah kau lakukan selama ini?".

Perkataan Yunho sukses membuat bibir Baekhyun bungkam. Matanya bergerak gelisah secara perlahan, apa yang dikatakan Yunho tidak sepenuhnya salah karena ia juga sempat memikirkan hal itu sebelum membuat keputusan. Ia sempat berpikir tentang segala resiko yang harus ditanggungnya jika ia memutuskan untuk hidup bersama Chanyeol.

Sedangkan Chanyeol yang tak tahu kemana arah pembicaraan ini hanya diam tanpa kata berusaha menerka topik apa yang sebenarnya ayah dan anak itu bicarakan.

"Xian-ah, pikirkan baik-baik. Baba mengkhawatirkan mu sayang. Dia anggota NIS, bisa saja sekarang dia baik di depan mu karena ingin membawa mu dengan mudah untuk melakukan eksekusi hukum pada mu setelah tau apa yang telah kau lakukan. Kau tau pasti apa akibat yang akan kau dapat jika kau memilihnya daripada baba mu Xian".

Chanyeol mengerutkan keningnya, namun ia masih tak mendapat petunjuk tentang pembicaraan kedua orang si depannya. Tapi satu hal yang ia tahu, yang paling tua diantara mereka sedang mempengaruhi yang paling muda agar mencabut keputusannya kembali.
"Tolong jangan pengaruhi dia Paman Byun. Biarkan Chanhyun yang memutuskan".

Lagi-lagi Yunho menulikkan pendengarannya, mengabaikan ucapan Chanyeol. Ia lebih mementingkan cara untuk membujuk agar putranya kembali memikirkan keputusannya.

"Xian, baba mohon. Pikirkan lagi keputusan mu, sayang".

Baaekhyun semakin dibuat bingung dan sekarang Yunho pun mengerti apa penyebab putranya diam dan mengurung dirinya di kamar selama beberapa hari ini. Ternyata si mungil kesayangannya itu sedang bingung akan mengambil keputusan seperti apa.

'Baba benar, jika Chanyeol tau apa yang selama ini ku lakukan bagaimana? Menjual barang-barang rakitan ku sendiri di pasar gelap, menghancurkan aula sekolah yang membuat keributan dan keresahan semua elemen sekolah, membunuh Lee Dongho, lalu yang terakhir meledakkan pos jaga pintu masuk NIS. Aku harus bagaimana?'. Batin Baekhyun bingung.

"A-aku..... aku.....". Baekhyun meragu, sebelum sebuah bisikan dari seorang wanita yang familiar kembali terdengar.

'Kau harus yakin Chanhyun sayang. Channie hyung mu menyayangi mu lebih dari apapun dan akan melakukan apapun untuk mu. Bukankah kami sudah memperlihatkan pada mu apa yang Channie hyung mu lakukan saat kau tak ada disisinya? Jadi, yakinlah pada apa yang dikatakan oleh hati mu sayang'.

Itu adalah bisikan dari Yoona, bisikan dari eommanya untuk membuatnya tetap yakin pada keputusannya.

Di malam kedua Baekhyun mengurung dirinya di kamar, eomma dan appa nya menunjukkan sesuatu pada Baekhyun. Itu adalah perdebatan yang terjadi di sebuah ruang rapat dimana di sana terlihat Chanyeol membelanya di depan rekan-rekannya. Jadi, itulah mengapa Baekhyun yang awalnya ragu menjadi yakin akan keputusannya.

"Aku akan tetap memilihnya baba, bahkan jika aku harus mati saat ini juga setelah ia tau siapa aku sebenarnya".

Akhirnya, Yunho menyerah. Ia tak bisa lagi membujuk Baekhyun agar tetap di sisinya. Yang paling tua menarik tubuh Baekhyun ke dalam pelukannya dengan lembut. Seakan malam itu adalah malam terakhirnya memeluk putra kesayangannya.

"Baiklah kalau itu mau mu, baba tak akan memaksa. Tapi satu hal yang harus kau ingat Xian, pintu rumah dan tangan baba akan selalu terbuka lebar jika kau ingin kembali pada baba".

Baekhyun tersenyum tipis, ia sedikit lega karena baba nya dapat menerima keputusannya meskipun ia tahu bahwa Yunho tak akan mepaskannya dengan mudah.
"Aku tidak akan pergi jauh dari mu baba, aku tetap anak baba. Aku hanya meminta baba memberikan kebebasan pada ku. Kebebasan untuk memilih dan kebebasan untuk menjalani kehidupan seperti yang ku inginkan".

Yunho mengangguk, tangannya mengusap punggung Baekhyun yang berbalut piyama tebal itu dengan lembut.
"Terimakasih banyak Xian-ah, terimakasih karena masih menganggap baba sebagai orangtua".

"Kau memang orangtua ku baba. Aku tak akan bisa pergi jauh dari mu".

Yunho terkekeh pelan, kemudian ia melepas pelukannya dan menatap Chanyeol yang sejak tadi hanya berdiri dan diam disana layaknya patung karena ada beberapa hal yang tak ia mengerti dari apa yang dibicarakan Baekhyun dengan Yunho.

Well, Yunho sengaja menggunakan bahasa campuran Mandarin dan Korea ketika bicara pada Baekhyun padahal si mungil selalu menjawabnya dengan bahasa Korea.

"Chanyeol-ah, karena Baoxian sudah memutuskan dan aku tak bisa membuatnya berpikir ulang maka aku hanya bisa berpesan pada mu. Jaga Baoxian baik-baik. Jika terjadi apa-apa padanya segera hubungi aku. Dia adalah mutiara paling berharga dalam hidup ku".

Chanyeol memaksakan bibirnya untuk tersenyum meskipun harus menahan perih karena sudut bibirnya robek akibat pukulan Yunho padanya tadi.
"Tentu paman, Chanhyun adalah mutiara paling berharga juga dalam hidup ku".

"Aku Baekhyun, tolong jangan panggil aku dengan nama selain itu". Ujar Baekhyun dingin membuat Yunho kembali terkekeh dan tangan besarnya mengusak rambut Baekhyun.

"Kau tak ingin memeluk Channie hyung mu?". Goda Chanyeol sambil merentangkan kedua tangannya, berharap si mungil itu berjalan dua langkah ke arahnya dan menjatuhkan tubuh kecilnya dalam pelukannya, namun apa daya ia mendapat penolakan.

"Tidak, untuk apa? Aku ingin kembali tidur".

Baekhyun berbalik dan berjalan cepat memasuki area gedung apartemennya sebelum sebuah lengan melingkar kuat di perutnya membuat langkahnya terhenti.

Grep...

"Terimakasih telah memilih hyung, sayang. Hyung janji akan selalu menjaga mu apapun yang terjadi, memaafkan segala kesalahan yang telah kau lakukan apapun itu dan berusaha membuat mu selalu bahagia bersama hyung".

"Ku pegang janji mu hyung. Masuk!! Luka mu perlu diobati".

Lagi, Baekhyun berujar dengan nada dingin kemudian melepas pelukan Chanyeol dan berjalan mendului yang lebih tua.

Chanyeol tersenyum senang sambil mengikuti langkah kaki pendek Baekhyun, artinya ia sudah diterima oleh si bungsu kan?

Sementara, Yunho hanya bisa memandang sedih punggung Baekhyun yang semakin jauh dari jangkauannya.

"Apa aku sudah kalah Yoochun-ah? Aku tak bisa mempertahankan Baekhyun di sisi ku untuk yang kedua kalinya. Aku sebenarnya hanya terlalu takut kalau Chanyeol akan membencinya atau melukainya setelah tau semua perbuatan Baekhyun selama ini. Dan ketakutan terbesar ku adalah Park Bogum yang tengah mencari mereka. Aku harus bagaimana?". Gumamnya, ia menengadah langit berharap orang yang diajaknya bicara akan menjawabnya.

'Jangan takut, Chanyeol akan memaafkannya dan tidak akan melukainya. Dia saaangat menyayangi adiknya melebihi apapun'.

Deg!!

Suara itu?

Yunho langsung mengedarkan pandangannya, suara itu sangat familiar di telinganya. Perlahan ia dapat melihat bayangan dua orang pria dan wanita berpakaian serba putih mendekat ke arahnya.

'Yoona benar, dan untuk Park Bogum, kau masih bisa menjaga mereka dari pamannya itu dari jarak jauh Yunho-yah. Aku percaya kau bisa menjaga anak-anak ku dengan baik'. Selanjutnya ia mendengar suara tegas milik sahabatnya, itu suara milik Yoochun.

'Kami pamit Yunho-ya, terimakasih telah merawat dan menjaga Chanhyun dengan penuh kasih sayang. Sekarang kami bisa pergi dengan tenang karena mereka telah bersama. Sekali lagi terimakasih'. Sambung Yoona.

'Kami pergi, sampai jumpa'.

Kedua sahabat Yunho melambaikan tangannya pada Yunho setelah mengucapkan terimakasih dan salam perpisahan lalu kedua bayangan itu menghilang bagaikan angin bertiup malam itu.

"Aku akan tetap menjaganya dengan sepenuh hati ku Yoochun-ah, aku tak akan membiarkannya tanpa pengawasan dari ku karena Baoxian tetap anak ku dan aku tak akan membiarkannya terluka seujung kuku pun oleh siapapun".

Ucapan Yunho malam itu bagai sebuah janji, janji yang ia ikrarkan untuk selalu berada di sisi Baekhyun apapun yang terjadi. Menjaganya sekalipun ia hanya bisa melakukannya dari jarak jauh.

**********


Chanyeol mengekor Baekhyun di belakangnya hingga ia memasuki apartemen Baekhyun bahkan kamar si mungil di lantai dua. Tanpa kata yang lebih muda memintanya untuk duduk di sofa sedangkan yang besangkutan berjalan santai menuju tempat penyimpanan kotak obat di kamarnya.

Well, Baekhyun memiliki suatu aturan bahwa ia harus tahu dimana letak barang-barang yang ada di rumahnya jadi dia tak akan merepotkan orang lain jika ia butuh barang itu. Apalagi jika letak barang itu adalah di kamarnya.

Baekhyun menghampiri Chanyeol yang duduk di sofa putihnya, meletakkan kotak obat itu di meja kaca depannya dan membukanya. Mengambil kapas dan cairan antiseptik untuk membersihkan luka Chanyeol. Tanpa kata pula ia menarik dagu yang lebih tua, membuat mereka berhadapan.

Dengan telaten Baekhyun membersihkan luka-luka Chanyeol. Tapi percayalah jika disana hanya terdengar ringisan tertahan dari Chanyeol karena si mungil tengah fokus dalam pekerjaannya.

Sebenarnya Baekhyun bukan seorang ahli dalam bidang ini, ia hanya belajar secara otodidak saat Luhan membersihkan lukanya sewaktu ia terjatuh dan mendapat luka di tubuhnya dulu.

Jika kalian bertanya dimana Luhan, Joon dan Bibi Maria maka jawabannya mereka tengah berada di dapur, menyiapkan makan malam dengan cepat seperti yang telah diperintahkan Baekhyun saat ia berpapasan dengan Luhan ketika memasuki apartemennya.

"Chanhyun-ah, kau - ".

"Baekhyun, tolong biasakan menyebut nama ku dengan benar". Sahut si mungil masih dengan kegiatannya membersihkan luka-luka di wajah Chanyeol.

"Hyung sudah melakukannya dengan benar, nama mu adalah Chanhyun, Park Chanhyun. Haruskah ku perlihatkan akta lahir mu agar kau yakin, Chanhyun sayang?".

Chanyeol menyanggah ucapan adiknya meskipun sesekali ia meringis karena sudut bibirnya yang robek terasa sangat perih.

"Tidak perlu, kalau masalah itu aku juga sudah tau".

Keduanya kembali terdiam, setengah jam berlalu dengan Baekhyun yang fokus membersihkan luka di wajah Chanyeol yang sangat banyak hingga hampir seluruh wajah putih tampannya tertutup dengan memar kebiruan.

Bahkan bisa dipastikan jika memarnya itu tak akan hilang dalam 3 hari. Byun Yunho benar-benar niat membuat wajahnya menjadi super jelek.

"Xian-ah, wancan zhunbei haole ( makan malam sudah siap)".

Sebuah suara dengan bahasa Mandarin yang kental memecah keheningan saat Baekhyun membersihkan kapas-kapas yang ia gunakan untuk membersihkan wajah Chanyeol. Itu Luhan, ia memberitahu kalau makan malam sudah siap dengan posisi kepalanya yang hanya melongok di daun pintu.

Dengan senyum tipis Baekhyun menjawab, "Xiexie ni, Lu Ge".

"Kau memakai bahasa Mandarin? Padaku?". Tanya Luhan sambil membuka lebar pintu kamar Baekhyun dan masuk ke dalamnya namun masih memberi jarak pada kedua Park bersaudara itu.

Terkejut?

Tentu saja, selama ini Luhan selalu dilarang menggunakan bahasa Mandarin. Tepatnya semenjak 5 bulan yang lalu, saat Baekhyun tahu bahwa ia bukan anak kandung Byun Yunho.

"Memangnya salah jika aku ingin lebih bersahabat dengan mu Ge? Lagipula sekarang aku bukan lagi tuan muda mu, jadi perlakukan aku seperti teman".

Lagi-lagi jawaban dari Baekhyun membuat Luhan tercengang, setelah hampir 5 bulan akhirnya ia bisa mendengar suara Baekhyun yang fasih berbahasa Mandarin.

Tapi yang lebih membuat Luhan tercengang lagi adalah kalimat Baekhyun yang mengatakan kalau sekarang mereka bukanlah majikan dan pelayan lagi.

Apa maksudnya?

Tapi sebagai orang yang mengenal Tuan Byun dengan baik, Luhan tetap akan memegang sumpahnya pada tuan besarnya itu.

"Tidak bisa, selamanya aku akan tetap menjadi pelayan mu seperti sumpah ku pada tuan Tan". Ujar Luhan dan disambung dalam hati karena ia tak ingin tuan muda kesayangannya tahu mengenai sumpahnya di masa lalu pada tuan besarnya.

Sumpah untuk tetap di sisi Baekhyun dalam keadaan apapun sekalipun nyawa taruhannya selagi ia masih bernafas.

"Kau - ".

"Bisakah kalian menggunakan bahasa yang ku mengerti? Kalian membuat ku bingung".

Potong Chanyeol segera karena ia sejak Luhan melongokkan kepalanya menginterupsi kebersamaan Baekhyun dengannya, ia sama sekali tak mengerti apa yang mereka bicarakan.

"Lupakan, ayo kita makan".

Baekhyun berjalan keluar dari kamarnya. Mengabaikan dua orang yang menatapnya dengan pandangan berbeda juga meninggalkan kapas-kapasnya kembali terkapar di atas meja kaca.

'Kau akan tetap menjadi tuan muda ku Xian, selamanya akan tetap begitu karena memang begitulah takdir kita. Tuan Tan telah memilih ku untuk tetap disisi mu agar kami bisa menjaga dan mengasi mu dari jauh. Ku harap kau mengerti'. Batin Luhan dengan ekor mata yang masih tertuju pada pintu yang baru saja dilewati Baekhyun.

"Sebenarnya apa yang kalian bicarakan?".

Luhan tersenyum tipis, sedangkan Chanyeol mengusap tengkuknya karena ia sungguh tak mengerti apa yang dibicarakan adiknya dengan Luhan.

"Hanya tentang menu makanan malam ini, ada satu menu yang tak Baekhyun suka ada di meja makan. Bibi Maria masih baru, jadi ia belum banyak tau tentang makanan kesukaan Baekhyun".

Chanyeol hanya mengangguk tanpa menaruh curiga apapun, mungkin perubahan ekspresi Baekhyun tadi memang benar-benar karena menu makanan yang tak sesuai dengan keinginannya.

"Turunlah untuk menemaninya makan. Dia tak suka makan sendirian". Lanjut Luhan tapi tak seberapa lama teriakan Baekhyun terdengar dari meja makan di lantai satu.

"Luhan!!! Cepat turun!!".

"See, cepat turun dan temani dia".

"Kau bagaimana? Dia memanggil mu, bukan aku".

Chanyeol terlihat sedih, karena yang dipanggil sang adik untuk menemaninya makan bukan dirinya, melainkan orang lain. Sejenak ia merasa iri dengan Luhan yang bisa bicara tanpa canggung ataupun mendapat jawaban dingin dari si mungil.

Chanyeol hanya tak tahu jika Luhan sering mengalami yang namanya hampir mati saat Baekhyun menembaki buah apel dari atas kepalanya.

"Aku akan makan nanti. Pergilah dulu".

Chanyeol menggedikkan bahunya sebelum kemudian meninggalkan kamar Baekhyun karena lagi-lagi sang tuan muda memanggil nama Luhan dengan begitu lantang dari lantai bawah.

Sementara Chanyeol turun ke meja makan, Luhan membereskan meja kaca kecil dan sofa yang ada di salah satu sudut kamar Baekhyun. Ia tersenyum tipis karena meskipun amatir, Baekhyun sudah berusaha mengobati luka di wajah Chanyeol.

"Dimana Luhan?".

Baekhyun bahkan tak menyapa ataupun mempersilahkan Chanyeol atau memintanya untuk bergabung dalam acara makan malam itu. Lelaki mungil itu malah menanyakan sosok lain.

Jujur, itu sedikit melukai perasaan Chanyeol sebagai seorang kakak. Ia merasa diabaikan dan ditolak oleh adiknya sendiri. Padahal tadi Baekhyun yang mengatakan kalau ia memilih tinggal dan hidup bersama Chanyeol apapun yang akan terjadi.

"Dia berkata akan makan nanti".

"Joon!!".

Tanpa merespon jawaban yang diberikan Chanyeol, si bungsu memanggil seseorang yang wajahnya juga baru Chanyeol lihat hari ini.

"Panggil Luhan kesini!! Sekarang!!".

Setelah datang dengan tergopoh-gopoh menuju meja makan sekarang lelaki bernama Joon itu segera berlari menuju lantai dua, tepatnya menuju kamar Luhan untuk memanggil pria itu sesuai instruksi tuan mudanya. Sedangkan Baekhyun, ia kembali menikmati menu makan malamnya dengan tenang.

"Mau sampai kapan kau berdiri di sana? Cepat ambil duduk dan makanlah". Titah Baekhyun pada yang lebih tua tanpa menatap lawan bicaranya. Ia hanya merasa sedikit canggung jadi suara dengan nada dinginlah yang keluar dari belah bibir tipisnya.

Chanyeol berdeham lalu mengambil duduk di sebelah Baekhyun namun ia memberi jarak 1 kursi. Mendadak atmosfir di meja menjadi semakin canggung, padahal beberapa menit yang lalu dirinya dengan Baekhyun sudah terasa cukup dekat.

"Jangan terlalu jauh! Geser!!".

Chanyeol menghela nafasnya pelan sebelum ia pindah ke kursi makan tepat di sebelah Baekhyun.

'Sabar Chanyeol, sabar. Mungkin dia belum terbiasa dengan kehadiran mu'. Batin Chanyeol menenangkan dirinya sendiri.

Sementara si mungil yang terlihat fokus pada makanan di depannya, sebenarnya ia tengah merutuki mulut pedasnya dan juga nada dingin yang tanpa diinginkan meluncur begitu saja ketika ia bicara pada Chanyeol. Ia tahu itu akan menyakiti hyungnya, hanya saja Baekhyun masih tak tahu bagaimana harus bersikap di depan Chanyeol. Jadilah ia bersikap seperti ini, dingin dan sedikit tak bersahabat.

Tak seberapa lama terdengar derap langkah kaki mendekat ke arah meja makan, tanpa harus menoleh Baekhyun sudah tahu siapa yang kini telah berada di sebelahnya.
"Luhan Ge, kau akan selalu menganggap ku tuan muda mu kan?".

Baekhyun melirik dari ekor matanya dan mendapati Luhan mengangguk lalu ia melanjutkan, "Bagus, sekarang ikuti perintah ku".

Glup...

Luhan menelan ludahnya susah payah, ia gugup dan takut sekarang. Baekhyun marah, dan itu berbahaya.

Tapi segala pikiran buruk itu segera enyah karena ternyata Baekhyun hanya memintanya untuk duduk di sebelahnya dan makan. Yang artinya posisi duduk Baekhyun menjadi di tengah-tengah antara Chanyeol dan Luhan.

"Duduk di sini dan ambil makan malam mu".

Luhan tahu jika keinginan si mungil tak suka ditolak, jadi ia menurut saja. Sedangkan sejak tadi Chanyeol memasukkan makanannya ke dalam mulutnya sesekali mencuri pandang untuk mengamati bagaimana imutnya sang adik ketika memakan santapannya.

Satu kata untuk Baekhyun yaitu Menggemaskan.

"Kau sungguh misterius Chanhyun-ah. Haruskah aku menelfon Paman Byun untuk bertanya?". Gumam Chanyeol tanpa sadar hingga si mungil menoleh ke arahnya. Chanyeol terperanjat, ia terkejut karena saat ia sedang mengamati imutnya cara makan Baekhyun sang empu menolehkan kepala padanya. Secara tidak langsung ia seperti maling yang tertangkap basah bukan?

"Kau mengatakan sesuatu?". Tanya Baekhyun di sela-sela kegiatan mengunyah makanannya dimana itu membuatnya semakin terlihat imut.

Bocah umur 15 tahun itu terlihat seperti balita ketika makan. Bukan karena cara makan Baekhyun berantakan, tetapi cara Baekhyun mengecap dan mengunyah lah yang membuatnya terlihat imut dan menggemaskan.

'Demi Tuhan, kau sangat manis dan imut saat makan. Bolehkah aku mencium pipi gemuk mu itu?'. Batin Chanyeol memekik karena kegemasannya sendiri pada sang adik.

Tapi Chanyeol cukup sadar diri, dia tak mungkin menyuarakan apa yang ada dalam hatinya, maka segera saja ia menggeleng dan membahas topik yang lain.
"Kapan kau akan memanggil ku Channie hyung, adik ku sayang?".

Baekhyun malu bukan main dengan panggilan Chanyeol untuknya.

'Adik ku sayang? Apa-apaan itu?'. Rutuk Baekhyun dalam hati.

"Nanti, untuk saat ini aku hanya belum terbiasa".

Baekhyun langsung menunduk, menyembunyikan rasa malunya dengan berpura kembali fokus pada makanannya yang entah mengapa masih tersisa banyak. Sepertinya Luhan, Joon dan Bibi Maria sengaja mengambilkan makanan yang lumayan banyak di piringnya malam ini karena selama 3 hari ini tubuhnya kekurangan nutrisi.

"Maka biasakan, aku ingin mendengar mu memanggil ku seperti itu".

"Jangan menggoda ku, aku sedang makan. Kalau tersedak bagaimana?".

"Baiklah, selesai makan aku ingin mendengar mu memanggil ku begitu. Mulai malam ini dan seterusnya, kau harus memanggil ku Channie hyung. Tidak kah itu bagus Luhan?".

Sebenarnya Chanyeol tak ada niatan untuk menggoda Baekhyun di awal pembicaraan mengenai cara sang adik menyebut namanya, namun melihat reaksi Baekhyun yang seperti tengah menahan malu membuatnya ingin sedikit memberi godaan tanpa tahu bahwa aura hitam mulai berkumpul di sekitar tubuh Baekhyun.

"E-eh? T-tentu. Tentu saja itu bagus, bukankah memang seharusnya begitu?".

Luhan tergagap, dia mengerti. Sangat amat mengerti jika sekarang tuan mudanya sedang kesal bukan main karena dia secara tidak langsung mendukung apa yang dikatakan Chanyeol. Seharusnya adalah Luhan tak membiarkan Chanyeol menggodanya, seharusnya Luhan tidak berkata begitu.

"Aku selesai".

"Baek!!".

Baekhyun segera bangkit dari kursi makannya dan melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kamarnya di lantai dua. Mengabaikan panggilan Luhan dan tatapan dua orang yang masih duduk di meja makan pada punggung sempitnya yang hampir menghilang di balik pintu cokelat itu.

"Tak apa, biar aku yang mengejarnya".

Chanyeol mengambil langkah besar sebelum tubuh Baekhyun menghilang di balik pintu kamarnya tapi ia terlambat, tubuh kurus itu sudah menghilang lebih dulu di balik pintu kamarnya sebelum ia berhasil menggapainya. Berdasarkan instingnya saja ia memasuki kamar Baekhyun untuk yang kedua kalinya, bedanya kali ini ia terlihat seperti seorang pencuri. Membuka pintu dengan amat pelan kemudian melangkah masuk ke kamar Baekhyun dengan sama pelannya.

Matanya berpendar mencari keberadaan si mungil, sebelum ia melihat tirai yang menutup pintu kaca penghubung kamar dengan balkon tertiup angin. Artinya Baekhyun sedang berada di sana.

"Kau marah?".

Hampir saja Baekhyun terjungkal karena suara berat Chanyeol yang tiba-tiba menginvasi pendengarannya. Terlalu sibuk melamun hingga ia tak menyadari jika hyung nya sudah berada di sebelahnya sejak hampir 5 menit hanya untuk mengamati wajah manis Baekhyun yang menatap kosong hamparan lampu malam di kejauhan.

"Apa yang kau lakukan di kamar ku? Keluar!". Hardik Baekhyun, masih dengan nada datar dan dingin.

Tapi Chanyeol juga Chanyeol, ia memiliki tingkat keras kepala yang sama seperti Baekhyun.
"Aku hanya ingin lebih dekat dengan mu, apa itu salah adik ku?". Sanggah Chanyeol tanpa menoleh, ia mengikuti Baekhyun yang memandang lurus ke depan, tepatnya ke arah lampu-lampu yang entah mengapa terlihat begitu indah dari kejauhan di waktu malam seperti ini.

"Siapa yang menyalahkan mu? Kau - ".

"Channie hyung". Sergah Chanyeol segera, ia menoleh dan mendapati Baekhyun yang juga menoleh ke arahnya.

Chanyeol tersenyum, lalu ia membalik tubuh Baekhyun agar mereka berdiri berhadapan. Sedikit membungkukkan tubuhnya agar Baekhyun tak perlu mendongak dan mengalami sakit di lehernya.

"Panggil aku begitu, Chanhyun sayang. Panggil aku Channie hyung". Dengan kedua tangan yang bertengger manis di kedua bahu Baekhyun Chanyeol menekankan kata 'Channie hyung' pada adiknya.

Baekhyun mendengus kesal, ia tak suka namanya disebut dengan nama orang lain meski ia tahu bahwa nama itu adalah nama lahirnya, nama pemberian appa dan eomma Park. Tapi entah mengapa telinganya terasa asing dengan nama itu, dia terbiasa mendengar orang menyebut namanya dengan sebutan 'Baekhyun' atau 'Baoxian' tidak dengan 'Chanhyun'. Sungguh, itu sangat aneh.

"Aku Baekhyun, haruskah ku periksakan telinga lebar mu ke dokter spesialis THT?".

"Baiklah, Baekhyun. Aku ingin kau memanggil ku dengan sebutan Channie hyung".

Baekhyun berdeham, sungguh ia merasa canggung luar biasa saat ini. Apalagi sepasang mata bulat itu menatapnya dari jarak yang sedimikian dekat.
"Lidah ku masih terasa aneh jika mengucapkannya, jadi nanti saja. Aku harus latihan dulu".

"Latihan?".

Baekhyun mengangguk pelan, kedua maniknya menatap wajah sempurna sang hyung. Sejenak ia merasa iri, kenapa mereka yang dilahirkan dari rahim ibu yang sama memiliki banyak perbedaan? Chanyeol tinggi, Baekhyun pendek. Chanyeol tampan, Baekhyun lebih cenderung manis dan masih banyak lagi perbedaan yang tak bisa Baekhyun sebutkan satu per satu.

"Baiklah, besok pagi aku ingin kau menyapa ku dengan sebutan 'Channie hyung', deal".

Chanyeol menunggu respon dari yang lebih muda, namun tak ada respon apapun karena pikiran Baekhyun melayang entah kemana. Mungkin ia sedang menghitung seberapa banyak perbedaan antara dirinya dengan Chanyeol hingga tak mendengar apa yang dikatakan hyungnya.

"Chanhyuna-ah, kau baik-baik saja?".

Pertanyaan dan tangan Chanyeol yang sudah berpindah menuju kedua pipi bulatnya membuat Baekhyun tersentak. Tapi lagi-lagi Baekhyun berseru kesal karena hyung nya masih juga tak bisa menyebut namanya dengan benar.

"Baekhyun, aku Baekhyun. Selain tuli ternyata kau juga sudah pikun? Apa perlu aku membawa papan nama agar kau bisa menyebut nama ku dengan benar?". Ujar Baekhyun sarkastis. Tapi sedetik kemudian ia merutuki mulut pedasnya untuk yang kesekian kalinya.

'Astaga, sabar Park Chanyeol. Dia adik mu, sabar'. Batin Chanyeol, tangan tak kasat mata mengusap dadanya agar ia tetap bersabar menghadapi sikap adiknya yang masih dingin padanya sekalipun sudah ada keputusan bahwa sang adik akan hidup bersamanya dan ikut kemanapun ia membawanya pergi.

"Baiklah, Baekhyun ada sesuatu yang ingin hyung tanyakan pada mu. Hyung harap kau akan menjawabnya".

Baekhyun diam, ia hanya menatap lurus mata bulat Chanyeol.

"Tadi kau berkata tetap memilih ku apapun yang akan terjadi pada mu bahkan jika kau harus mati setelah aku tau semua kebenaranannya".

Chanyeol menghela nafasnya sebelum melanjutkan apa yang ingin ia tanyakan pada si mungil. Ia harus berhati-hati dan melihat perkataan yang akan ia keluarkan karena mungkin saja ini menjadi topik sensitif bagi Baekhyun. "Boleh aku tau apa itu? Kebenaran apa yang kau sembunyikan dari Channie hyung mu ini?".

Dan benar, ekspresi wajah Baekhyun seketika berubah. Tak hanya itu tubuhnya terlihat menegang meskipun hanya sebentar.

"N-nanti a-akan ku beri tau".

Bahkan suaranya terdengar sedikit bergetar. Nampaknya topik ini benar-benar sensitif. Tentu saja topik ini adalah topik sensitif, bahkan sangat amat sensitif karena menyangkut kehidupan masa lalu Baekhyun sebelum bahkan setelah bertemu dengan Chanyeol selama hampir tiga bulan ini.

"Apa itu sesuatu yang buruk hingga Paman Byun takut aku akan membenci mu, melukai mu atau bahkan meninggalkan mu dan membunuh mu Hyunie? Kenapa kau tak ingin mengatakannya pada hyung sekarang, hmm?".

Masih dengan kehati-hatiannya dalam berucap, Chanyeol berharap malam ini ia akan mendapat petunjuk mengenai kebenaran dari apa yang tadi dibicarakan Baekhyun dengan Yunho.

Baekhyun mengabaikan ucapan yang lebih tua, ia melepaskan tangan Chanyeol yang menangkup kedua pipi bulatnya dan berbalik menuju ranjangnya. Namun sebelum itu ia mengatakan sesuatu yang membuat hati Chanyeol menghangat meskipun Baekhyun mengatakannya dengan nada yang sangat datar dan masih terkesan dingin.

"Sudah malam, disini dingin. Jika ingin tidur buka saja kasur lipat di atas almari baju ku. Selamat malam".

Baekhyun meninggalkan Chanyeol di balkon kamarnya, melangkah dengan lebar menuju ranjangnya dan segera membungkus tubuhnya dengan selimut. Chanyeol hanya menatapnya sambil tersenyum tipis karena ucapan Baekhyun yang secara tidak langsung mengijinkannya tidur dalam satu kamar sekalipun tidak satu ranjang.

Padahal Chanyeol sangat ingin tidur dalam satu ranjang dengan Baekhyun, mendekapnya dengan erat agar tetap hangat sepanjang malam dan terbangun dengan melihat wajah manis Baekhyun yang masih terlelap dalam dekapannya. Membayangkannya saja membuat Chanyeol melebarkan senyumnya sekalipun rasa penasarannya akan kebenaran yang tadi dibicarakan Baekhyun dengan Tuan Byum jauh lebih mendominasi.

'Maafkan aku hyung, aku hanya belum siap mengatakannya. Meskipun aku tau resiko yang harus ku hadapi, tetap saja aku takut'. Ucap Baekhyun dalam hatinya sebelum memejamkan kedua matanya dengan erat. Berharap kantuk datang dengan cepat.

"Aku akan meminta Paman Byun bertemu dengan ku dan menceritakan semua kebenaran yang tadi sempat mereka bicarakan". Gumam Chanyeol lirih, selirih hembusan angin hingga tak dapat didengar oleh Baekhyun yang nafasnya mulai berhembus teratur dan perlahan dengkuran halus mulai terdengar dari celah bibirnya yang sedikit terbuka.

Chanyeol melangkahkan tungkainya menuju ranjang Baekhyun setelah menutup pintu balkon beserta tirainya. Ia bahkan harus memutari ranjang Baekhyun untuk dapat memastikan apakah Baekhyun karena sudah benar-benar tidur atau belum karena si mungil memunggungi balkon tempatnya berdiri tadi.

Ternyata Baekhyun tertidur dengan begitu cepat. Seolah hari ini adalah hari yang paling melelahkan diantara seluruh hari yang ia lewati. Chanyeol tak dapat menyembunyikan senyumnya, ia menatap wajah manis Baekhyun ketika terlelap lalu memajukan tubuhnya untuk memberikan satu kecupan hangat di kening Baekhyun.

"Selamat tidur, adik ku. Mimpi indah".

'Paman, kau masih di Kanada? Bisa kita bertemu besok?'.

Chanyeol menekan tombol 'sent' di ponselnya lalu menghela nafasnya. Ia harus tahu semuanya sebelum terlambat. Ia ingin tahu semua kehidupan adiknya di masa lalu sebelum ia bertemu dengannya. Karena Chanyeol yakin bahwa 'kebenaran' itu pasti berhubungan dengan kehidupan masa lalu Baekhyun.

Dan malam itu Chanyeol tidur di kamar Baekhyun sesuai dengan apa yang dikatakannya. Mengambil kasur lipat di atas almari penyimpanan baju Baekhyun, membukanya dan langsung membaringkan tubuh lelahnya di sana. Berharap ia dan Baekhyun dapat bertemu di alam mimpi.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

TBC.

Cocot :

Maaf jika ada typo(s) karena gak sempet editing sbelum publish...

Tuh, Baek udah mau baikan sama Chan... hehee... tunggu next part dan next part nya lg yaaa buat tau gmn kehidupan si Park bersaudara.... apakah lancar2 saja atau selalu melalui tikungan tajam... hehehee....

See you next part baby...
I Love you..

😚😚😚😚😚😚

Continue Reading

You'll Also Like

1M 62.5K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
103K 11K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
4.2K 439 25
❛ ternyata seperti ini rasanya mencintai dalam diam ❜ ‣ baku ‣ end ❐ start : 12.07.2020 ❐ end : 10.10.2020 © cloudycassey, 2020
53K 4.5K 20
(Nikhooon) Gimana sih rasanya punya adik tsundere tapi rasa pacar sendiri. "Grabiel tuh gimana sih orangnya? Pasti dia anaknya baik banget ya? Sayang...