HUJAN DI MUSIM PANAS

By irinamizutama

1.9K 85 384

"Mengapa si Sempurna mau bersama dengan si Terbelakang?" Ya, kisah tentang seseorang yang gila secara harfiah... More

C1 Ketidak warasan
C2 Pemberian Nama
C3 Saatnya Sekolah
C5 Kompetisi
C6 Pendinginan
C7 Tukang Bikin Onar!
C8 Bakat Terpendam
C9 Tugas Sekolah
C10 Kerja Bakti Sana!
C11 Sparing?!
PENGUMUMAN
C12 Akhirnya, Kerja, Kerja, Kerja!
C13 Pernyataan Cinta, eh?
C14 Eh, Gombal?
Extra Chap.
C15 Traktiran
C16 Potong Rambut nih?
C17 Hari Tenang
Sebuah Kabar
C18 Departure : ..., Arrival : JAPAN!
C19 Breaking News
C20 Saksi dan.. Kenalan Lama?!
C21 Penyiksaan
C22 Petunjuk Tidak Bermutu
C23 (Mungkin) Tidak Berhenti di sini
C24 Tahun Baru Ala Amarai
C25 Kita Hitung dari Sepuluh
C26 Ketika Cinta Mempertemukan
C27 Panggilan Terakhir
C28 Tidak Perlu Tahu
C29 Kenapa Kau Menolongku?
C30 Keadaan Terdesak
C31 Selamat Ulang Tahun
C32 Hujan
Extra Chap 2

C4 Mimpi Buruk

52 2 1
By irinamizutama

"Sak, main yuk." cewek kecil itu menarik lenganku dan membawaku berlari mengitari lapangan

"Raiiiii, jangan kamu patahkan." Diseberang, cewek yang satunya kulihat sedang bersama Rai

Ah, inikah mimpi? Kenapa aku tidak bisa melihat wajah cewek dua itu dengan jelas?

"Sak, ayo main petak umpet." Rai memandangku dan tersenyum lebar, kacamatanya sampai miring

Hmmm, ternyata ini mimpi ketika kami masih kecil. Badan mereka semua masih badan anak-anak, aku saja dimimpi itu yang sudah mempunyai badan remaja.

"Oke, tunggu Rai, kalian berdua, hei." aku berlari mengejar mereka, ugh, kekuatan anak kecil itu lebih besar ternyata

"RAI!" terdengar suara ibunya memanggil dari kejauhan. Rai yang tadi berwajah gembira berubah murung

Dia dimarahi lagi, oleh ibunya, karena bermain bersama kami. Dia kemudian pulang bersama ibunya. Kami hanya bisa saling pandang dan membuat wajah sedih.

Akhirnya, kami hanya main bertiga, tapi itu tidak menyurutkan niat mereka untuk bermain lebih seru lagi. hingga akhirnya, mereka memasuki sebuah gang gelap. Aku yang tertinggal sangat jauh, baru bisa menyusul 10 detik kemudian. Begitu kagetnya aku, karena ketika aku masuk ke gang tersebut, dua orang dewasa menyekap mereka dan memegangi badan mereka.

"SAKAAAAA, TOLONG!"

"SAKAAA!!! HUAAAAA!"

"Jangan bawa temanku, mereka berharga bagiku!"

"SAK!!!!" aku terbangun, kulihat Rai dengan wajahnya tepat diatas wajahku

Menurut kebiasaan Rai, dia akan marah padaku apalagi setelah kejadian tadi. Yah, meski aku sebenarnya sedikit lupa tadi itu ada apa. Tapi, kali ini muka Rai tidak terlihat mau marah. Mungkin ini adalah keberuntunganku, Rai baru saja tercerahkan.

"Saka Arjasa..."

Tu..tunggu wajah dan nadanya memang terlihat tidak marah. Tapi, firasatku tidak enak tiap kali dia mulai memanggilku dengan nama lengkap.

"Bisa nggak, kalau mau tidur, jangan di tengah lapangan. Posisimu yang tepat di tengah-tengah itu menghalangi kelas yang mau praktek olahraga tahu!"

Ah syukurlah dia tidak marah, mungkin memang baru dapat pencerahan kali ya.

"Dan satu lagi, Kau pikir apa yang sudah kau lakukan tadi, beraninya pergi begitu saja dan membuatku harus repot-repot mencarimu. Sekarang CEPAT bangun dan kembali ke kelas!"

Baru saja aku rasa dia tercerahkan sekarang kenapa sudah ada aura gelap muncul lagi, sepertinya Rai kelebihan stok aura gelap. Dan kembali ke kelas?

"Ah, malas sudah tidak ada fisika- " kata-kataku terpotong. Belum selesai, sungguh belum selesai kalimatku itu, aku sudah dapat akibatnya, Rai menjitak kepalaku.

"Kau pikir bisa bolos begitu saja hah? Tak akan ku biarkan kau bolos satu kelaspun, dan lagi sepertinya ingatanmu sudah semakin parah ya? jadwal jam fisika itu setelah istirahat, kira-kira 6 menit 33 detik lagi, bukannya tadi!"

"Ha? Iya? Kalau begitu ayo cepat Rai!"

Ketika aku mendengar masih bisa ikut jam fisika, aku langsung lupa untuk protes mengenai Rai yang tadi menjitakku, dan ya, apa lagi kalau bukan langsung ke kelas?

***

Sungguh merepotkan! Lagi-lagi si Saka Arjasa itu pergi begitu saja, memangnya dia pikir siapa yang harus mencarinya? Lagipula dia itu, aku yakin tidak membaca jadwal dengan benar, jam fisika itu setelah istirahat!

Oke, oke aku pergi mencarinya untuk yang ke DUA kalinya hari ini. Dan, tak butuh waktu lama untuk menemukan Saka Arjasa yang sedang tidur di tengah lapangan. Tunggu dulu, dia TIDUR di tengah LAPANGAN!

Aku sudah tidak tahu bagaimana ekspresiku sekarang, mungkin ekspresi yang menunjukkan kekesalan sampai ingin membunuh se.. ah tidak, tidak, anggap saja aku sangat kesal, aku tak ingin ada yang tahu, ah bukan, maksudku mengira aku psikopat. Kembali ke Saka, langsung aku berjalan ke arahnya yang tidur di tengah lapangan tanpa dosa itu. Memang dia kira lapangan itu kasur apa? Di pikiranku terlintas banyak hal yang ingin ku lakukan padanya. Lihat, betapa suksesnya dia merepotkan dan membuatku kesal hari ini sampai rasanya ingin aku menginjaknya. Ya, mungkin itu ide bagus.

Sudah, aku sudah dalam jarak yang sangat efisien untuk memberinya pelajaran. Bahkan, kalian tahu, kakiku sudah terangkat 5 cm dari tanah. Terhenti, tidak ada pertambahan jarak antara kakiku dengan tanah, malah aku menurunkan kembali kakiku, mataku menangkap ekspresi yang berbeda dari Saka, Saka yang bahkan ketika dia tidak melakukan apa-apa ekspresinya bisa membuatku kesal, sekarang ekspresi yang kulihat di wajahnya, seperti orang yang sedang bermimpi buruk. Ya dia bermimpi buruk, aku yakin itu, bahkan ketika di tengah lapangan, pun, kau masih bisa mimpi buruk, ya, Sak. Apa yang kau mimpikan di tengah lapangan ini, Saka Arjasa? apa kau memimpikan masa kelam itu?

Ah, kali ini aku memutuskan membangunkannya, tanpa ada unsur kekerasan.

"Sak, Saka!" ku panggil namanya sambil menggoyangkan tubuhnya, cara membangunkan orang normal.

Tidak berpengaruh sama sekali! Oke memang jangan pernah mencoba membangunkan Saka dengan cara orang normal.

"Saka! Saka!!" aku mengersakan sedikit suaraku.

Masih tak berpengaruh. Oke saatnya memakai suara maksimal seperti cara biasanya aku bangunkan dia.

"SAKA!!! SAK!!!"

Ya, akhirnya dia bangun. Ku putuskan, meski sangat ingin, aku tidak akan memarahinya. Setidaknya tidak langsung memarahinya. Aku mulai dengan masalah dia yang tidur di lapangan kemudian dilanjut dengan menyuruhnya kembali ke kelas. Tapi ya, entah mengapa aku pada akhirnya sedikit menekan pada masalah kembali ke kelas. Dan pada akhirnya aku juga akhirnya mendaratkan satu jitakan di kepalanya setelah dia dengan tanpa dosa, santai, dan terang-terangan bilang malas kembali ke kelas.

Dan setelah ku beritahu jam fisika baru akan mulai setelah istirahat, dia langsung semangat ke kelas.

"Dasar orang aneh, kurang ajar. Dasar.. MANIAK FISIKA!!" begitulah kira-kira makianku dalam hati, sungguh benar-benar hanya dalam hati.

Tapi, meski begitu, dengan segala kurang ajarnya itu, sikap yang membuatku gila, aku.. masih tak bisa membencimu.

***

Sampai di kelas, aku terdiam lagi. Kali ini, aku sebenarnya ingin mengamuk lagi. tapi ya sudah, lah. Kalo aku yang ngamuk, pasti ujung-ujungnya Rai juga yang ngamuk.

Jam Fisika kali ini, kosong. Pak Nani tidak ada di singgasana kelas kami. Ah ya sudah, aku duduk saja.

Rai, yang duduk di sebelahku tidak kuindahkan. Kertas seadanya yang ada di atas mejaku, kugambari apa yang kupikirkan sekarang. Ah tunggu, ini tugas fisika, kah? Kan ku kerjakan sekarang, Pak!!

Saat sedang terlarut dengan soalku di tengah kelas yang bising ini, speaker sekolah berbunyi.

"SELAMAT SIANG BAPAK IBU GURU DAN ANAK-ANAKKU, MAAF MENGGANGGU,UNTUK NAMA SISWA YANG SAYA SEBUTKAN, DIMOHON UNTUK DATANG KE RUANG KEPALA SEKOLAH SEKARANG. UNTUK ANANDA SAKA ARJASA, SAYA ULANGI, UNTUK ANANDA SAKA ARJASA, DIMOHON UNTUK SEGERA MENUJU RUANG KEPALA SEKOLAH, TERIMAKASIH, SELAMAT SIANG."

Sontak, seluruh kelas menatapku, termasuk Rai. Dia menatapku dengan tatapan tidak percaya sekaligus kasihan.

Haaaahhh, aku hanya menghela nafas berat, dan berdiri dari mejaku.

"Oke Pak." Aku hanya menjawab monolog, melempar tangkap pensilku, dan keluar kelas. Kenapa mereka semua jadi mundur teratur ketika aku keluar? Ah biarlah.

Yah, ketika aku keluar kelas, aku mendengar cewek-cewek kelasku mendekati Rai dan menanyainya, tentu saja dengan nada genit. Ya, dia memang sebenarnya menjadi idola para cewek di sekolahku karena ketampanan dan kecerdasannya, aku mengakui itu. Para guru pun menyukainya, dalam arti harfiah malah. Setiap dia lewat, dia mampu membuat ibu guru di sekolahku tersipu malu, bahkan sampai mimisan. Dan kalian tahu, ketika kami terjun ke lapangan, setiap wanita yang melihat Rai akan otomatis berhenti dan memandanginya.

Ah maaf, memandanginya dalam arti bingung, karena terkadang Rai menggandeng tanganku. Dengan kasar tentunya.

Yah, sekarang ini, aku berjalan ke ruang kepala sekolah, sampai di ruangannya, aku mengetuk pelan. "Masuk!" seru suara dari dalam

"Permisi." kataku sambil membuka pintu. Ah, kegilaanku berkurang kalau di depan orang yang dihormati, ya, ternyata.

"Ah, Nak Saka, silakan masuk. Tunggu, kenapa kepalamu? Kok di perban?"

"Nggak papa, pak, tadi saya kena gagang sapu, kran, sama batu. Ah, juga dibanting orang, pak. Ada apa, ya Pak? Kok memanggil saya?"

"A.. apakah kamu masih mampu untuk berpikir?" kata itu, baik, tapi kok aku merasa tertancap ya

"Masih Pak, kalo buat Fisika." kataku. Pak Kepsek pun sampai mengerti dan hafal betul, kalo aku maniak Fisika. Tunggu, aku pernah mendengar kata Maniak Fisika ini, tapi dimana ya?

"Nah, bagus, dua bulan lagi kamu akan dikirim ke Jepang untuk study banding tentang Math and Science tech, bidang Fisika tehnik. Apakah kamu mau? Karena kamu sudah berkali-kali memenangkan kompetisi Fisika, bapak kira kamu pantas untuk itu."

"Wah, bapak sedang berurusan dengan orang yang tepat. Saya mau pak!" wah, aku sampai lupa bahwa tadi aku emosi karena pelajaran Fisika kosong.

"Baik, nanti kamu akan berangkat di dampingi guru khusus sini. Sekarang kamu boleh kembali ke kelas. Jangan lupa persiapannya, ya, jangan kecewakan sekolahmu. Nanti teknisnya akan diberitahu lebih lanjut."

Aku sekali lagi berterimakasih kepada Pak Kepsek, lalu keluar ruangan dengan wajah gembira.

Teng... tengg..

Wah, ternyata sudah bel pulang. Aku berjalan santai menuju kelasku. Ketika aku sampai, semua sudah bersiap untuk pulang. Namun, kenapa Rai tidak ada?

***

Oke, sekarang jam kosong, tugasnya? 13 menit 23 detik setelah diberikan aku sudah selesai. Lalu Saka? Dia terpanggil Pak Kepsek. Lalu sekarang, aku ngapain ya?

Hmm, biar kupikirkan. Gara-gara si Saka pakai acara menghilang dan membuatku mencarinya DUA KALI hari ini. Aku ingat aku belum makan. Mungkin, aku bisa ke kantin.

"Err.. Amarai," seseorang di belakangku memanggilku

"Iya, ada apa Lussi?" Ah, aku hafal betul suara ini. Tapi tunggu apa itu tadi, Amarai? Itu pasti karena para guru memanggilku begitu, kecuali Bu Age, yang sudah 'akrab' denganku karena Saka.

"Apakah kamu mau keluar?"

"Iya, aku mau ke kantin. Apa kamu mau ikut?" sekali-kali, tak apalah mengajak cewek. Aku bisa mengenalkan lingkungan sekolah ini padanya

"Memangnya tugasmu sudah selesai?"

"Lebih tepatnya 13 menit 23 detik setelah dibagi."

"Tidak papa, nih, kalau kita keluar kelas sekarang?"

"Tidak papa. Karena aku memiliki ini." Aku menunjukkan kertas kecil di hadapannya

"Apa itu?"

"Ini surat yang di dalamnya tertulis izin khusus agar aku bisa keluar kapanpun aku mau." Hahahah, bagiku, aku bisa mendapatkan apapun yang aku mau. Karena aku adalah Amarai Wardana. Sebenarnya juga karena aku mengurus anak gila satu itu, sih.

"Ah, jadi begitu. Baiklah, ayo."

***

Ya, halo pembaca, kali ini, kami Up lagi. 2 chapter. makasih buat yang niat baca sampai 3 chap sebelumnya, jangan bosen dulu, ya. perjalanan kita masih panjang.

vote and comment, ya?

Lyris SbN

Kesha Mutia

Continue Reading

You'll Also Like

896K 48.6K 49
Ini adalah sebuah kisah dimana seorang santriwati terkurung dengan seorang santriwan dalam sebuah perpustakaan hingga berakhir dalam ikatan suci. Iqb...
1.7M 68.3K 43
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
5M 440K 51
-jangan lupa follow sebelum membaca- Aster tidak menyangka bahwa pacar yang dulu hanya memanfaatkannya, kini berubah obsesif padanya. Jika resikonya...
425K 588 4
21+