HUJAN DI MUSIM PANAS

By irinamizutama

1.9K 85 384

"Mengapa si Sempurna mau bersama dengan si Terbelakang?" Ya, kisah tentang seseorang yang gila secara harfiah... More

C1 Ketidak warasan
C2 Pemberian Nama
C4 Mimpi Buruk
C5 Kompetisi
C6 Pendinginan
C7 Tukang Bikin Onar!
C8 Bakat Terpendam
C9 Tugas Sekolah
C10 Kerja Bakti Sana!
C11 Sparing?!
PENGUMUMAN
C12 Akhirnya, Kerja, Kerja, Kerja!
C13 Pernyataan Cinta, eh?
C14 Eh, Gombal?
Extra Chap.
C15 Traktiran
C16 Potong Rambut nih?
C17 Hari Tenang
Sebuah Kabar
C18 Departure : ..., Arrival : JAPAN!
C19 Breaking News
C20 Saksi dan.. Kenalan Lama?!
C21 Penyiksaan
C22 Petunjuk Tidak Bermutu
C23 (Mungkin) Tidak Berhenti di sini
C24 Tahun Baru Ala Amarai
C25 Kita Hitung dari Sepuluh
C26 Ketika Cinta Mempertemukan
C27 Panggilan Terakhir
C28 Tidak Perlu Tahu
C29 Kenapa Kau Menolongku?
C30 Keadaan Terdesak
C31 Selamat Ulang Tahun
C32 Hujan
Extra Chap 2

C3 Saatnya Sekolah

86 3 1
By irinamizutama

Anak itu memang, benar-benar, ya. Apakah dia tidak melihat dua tangan yang terulur untuk menyalaminya? Padahal dia, kan, nggak pake kacamata hitam.

Ah, sebenarnya, dua tindakan itu tadi tidak berpengaruh apapun. Kepalanya itu memang kepala batu secara harfiah, bukan kiasan. Dia memang pernah bilang padaku, kalau kelakukannya keterlaluan, pukul saja sampai berdarah. Herannya, Bu Age juga menerima hal tersebut ketika aku menyampaikan kepada beliau.

"Ah maaf, hari pertama kalian berdua harus disuguhi film horror." Aku beralih ke dua murid baru yang sekarang sudah benar-benar menempel di tembok seberang.

"Kenalin, namaku Rai, Amarai Wardana, dia Saka, Saka Arjasa. Jangan hiraukan perilakunya, dia memang begitu."

"Ah iya, nggak papa, tapi kaya'nya temenmu itu butuh perawatan. Namaku Lussi, Lussiana Sakti." Aku melihat ada yang lain dengannya. Apa ya?

"Kalo aku Nadya, Nadya Mustika. Salam kenal." hmm, kenapa temannya yang satu ini tidak terpengaruh? Apa memang itu inner beautynya si Lussi?

"Oke, kalian semua sekarang duduk di tempat kalian masing-masing. Untuk Lussi dan Nadya bisa duduk di belakangnya Rai dan Sak- anak itu kemana?!" Bu Age seketika menyapu pandangan ke seluruh kelas, pandangan terakhir jatuh di aku. Otomatis aku harus mencari anak itu.

Dasar bocah!

***

"Ah, sepertinya aku melakukan hal yang keterlaluan. Sampai Rai saja memukulku dua kali." Aku berguman kepada diriku sendiri.

"Ah, darahnya tambah banyak." Aku memegang bagian belakang kepalaku. Jujur, itu nggak sakit.

"Dibersihin dulu, deh. Baru diobati." Aku bersiul sambil melangkahkan kakiku ke UKS.

Sampai di UKS untuk pria, aku langsung melepas seragamku. Kemudian membasahi kepalaku di wastafel UKS. Baru saja aku hampir selesai mencucinya, aku dengar pintu UKS dibuka dengan keras.

"SAKA ARJASA!"

Aduh, saking kagetnya, aku membentur kran wastafel, tepat di bagian yang terluka. Ngilu oy.

"Rai, kamu tau." kataku tanpa menatapnya, aduh. Sakit banget ini.

"Apa? Waktunya kamu kembali kekelas, dan apa-apaan sikap setengah telanjangmu itu?"

"Ini krannya nancep di kepalaku."

"APA?!"

***

Sebenarnya, aku ingin tertawa kencang seandainya tidak kulihat tubuhnya yang gemetaran dan cengkeramannya di bak wastafel. Aku buru-buru mengambil beberapa obat yang bisa ku raih di kotak P3K.

"Sini." Aku membantunya agar dia tidak mengenai kran dua kali. Kemudian mendudukannya di kursi, mengelap lukanya dengan kain yang kutemukan di atas tempat tidur, dan mengolesi lukannya dengan obat yang tadi ku ambil."

"Rai, kok panas, ya?"

Hah? Aku melihat label obat tersebut, anjir, disitu ditulis

"MINYAK URUT"

"Ah, sepertinya aku salah ambil."

"Nggak papa, cuma perih aja." Ini anak kulitnya badak kali, ya? Meski begitu, dia tak memarahiku. Tumben sekali anak ini tidak protes padaku.

"Tunggu Rai, yang kamu bawa itu seragamku, kan? Kok ada bercak darahnya?" Dia menatap kain yang aku pegang. Tunggu, ini bukan kain.

Inikan seragamnya dia?!!!

"Ah biarin deh, paling tadi ada bagian tubuhku yang luka juga." Kenapa dia tidak sadar dan segoblok itu, sih?

"Orang normal kalau ketancep kran biasanya langsung mati, loh. Kok, kamu belum ada tanda-tanda?" aku membantunya memasang perban. Kali ini tidak salah, karena aku memang selalu benar, kecuali kalau aku salah.

"Ah, untung belum. Lagian kenapa kamu tahu-tahu nyelonong masuk gitu aja? Kan aku jadi kaget."

"Kamu bilang belum, itu mau kutambahi biar langsung mati ditempat? Salah sendiri bersihin luka kok goblok bener."

"Kok bisa goblok? Kan kalo kamu kena luka bakar lebih baik membersihkannnya dengan air mengalir, Nah ini juga gitu."

"... mau ku buat ada darah mengalir dari kepalamu seperti air kran?"

"Ah kalian.."

Aku dan Saka menoleh ke pintu UKS dan melihat Nadya menatap kami dengan melongo.

Tunggu, tunggu, aku harus mengingat posisiku tadi.

Aku mencondongkan badanku, dan kepalaku- TIDAAAKKKK!!

Dia pasti salah paham. Suasana hening sejenak.

"Ah, halo, Nadya ya?" goblok Sak!

"Ah maaf, aku sedang nggak pake atasan. Lukanya tadi baru diobati oleh Rai loh. Dia baik banget sampai mau ngo-mpph!!" aku sontak menutup mulutnya, kemudian memberikan senyuman termanis pada Nadya

"Maaf ya Nad, ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Maaf mengganggu." Aku langsung menutup pintu UKS

Kemudian aku mendengar Nadya bergumam, "Eh, kok ditutup, jangan-jangan?"

Gobloknya diriku. Kenapa kututup.

***

Oke, kesan pertamaku pada anak pindahan sudah benar-benar jelek. Selain itu,

"SAK?! KENAPA KAMU MALAH SANTAI PAKE SERAGAMMU?!" Saka dengan santainya memakai seragamnya yang jelas-jelas dibagian dadanya terdapat bercak darah.

"Kenapa? Ini, kan, seragamku. Udah, lah, ayo balik. Habis ini Fisika, aku nggak mau ketinggalan."

Di otaknya itu cuma Fisika aja, ya, yang bener?

Kami melangkahkan kaki ke pintu. Namun sebelum 1 kakinya melangkah ke luar UKS, aku menarik tangannya.

"Kenapa Rai?' dia yang kaget tangannya ditarik melihat tangganya dan mukaku secara bergantian, berkala.

"Kau pikir aku akan membiarkanmu keluar dari ruangan ini dengan pakaian seperti itu. Jangan harap!" aku tidak tahu betapa gelap auraku sekarang, tapi persetan dengan itu. Dia adalah temanku, dan jangan sampai aku malu karena temanku sendiri.

"Alah biarin. Toh, bukan kamu kan yang memakai seragam ini, memang kamu mau meminjamkan bajumu?" katanya.

"Hati-hati dengan ucapanmu, sudah ada yang salah paham gara-gara kau tidak pakai atasanmu, jangan sampai ada lagi yang salah paham karena ganti aku yang telanjang dada disini. Di almari itu.. ambil seragam cadangan lalu pakai, jangan membantah lagi, sebelum aku benar-benar telanjang dada dan kubuat kau terima akibatnya."

"Ah, oke, tapi memang apa akibatnya kalau kau lepas atasanmu?"

"Kamu sungguh ingin tau?" aku jawab pertanyaan yang tak terhingga kelancangannya itu dengan.. kupikir ini adalah aura tergelapku.

"Ti.. tidak, tidak jadi, tidak usah"

Melihatnya yang langsung dengan patuh menyelesaikan memakai kemejanya, aku sekarang tahu, sudah segelap apa auraku tadi.

Dengan cepat dia menyelesaikannya dan kemudian kami kembali kekelas.

Saat didepan kelas hampir melangkahkan kaki kedalam. Terdengar bel istirahat kedua berbunyi.

Dia, diam disitu, dengan auranya mulai keluar. Teman- temanku yang tadi akan keluar, mundur beberapa langkah karena mulai merasakan hal yang tidak enak akan terjadi.

Dia itu, kenapa?

"R-A-I..." dia membalikkan badan dan tersenyum lebar. Aku yakin 100% dia tidak ikhlas memberikan itu padaku.

"Ada apa, Sak?" ini kenapa aku mundur perlahan, ya?

"KAMU, BISA NGGAK KEMBALI KEMBALI KE WAKTU TADI? JAM FISIKAKU HILANG!!!" Dia tertawa lebar sambil mendekatiku, menarik kerahku, dan mengangkatnya

Ah, dia benar-benar.

Merepotkan..

Dengan sekuat tenaga, kutendang kakinya dan kubanting tubuhnya kelantai

"Masih mau marah denganku?" aku tersenyum kepadanya

"KAMU HUTANG KE AKU, AKU BOLEH MENGUASAI KAMARMU HARI INI!"

GOBLOK BENER!!! Kurang keras bilangnya bego!

Tunggu, aku menoleh ke belakangku dan merasakan hawa tidak enak.

Ternyata benar,

ITU NADYA! Sedang menatapku dan Saka, tentunya dengan pemikiran kesalahpahaman di kepalanya

Lagi-lagi! lagi-lagi cewek ini. Nadya ini, entah mengapa aku merasa yakin 100% cewek dengan nama Nadya Mustika ini, punya bakat untuk muncul di setiap keadaan yang berpotensi membuatku kehilangan harga diri. Dan, ya, kejadian di UKS dan kejadian barusan adalah bukti mutlak.

Ah, tunggu, aku baru sadar, aku membanting Saka, saat dia masih dalam masa pengobatan.

***

Si Mata Empat itu memang kurang ajar, setelah dia menyuruhku ini itu dengan kekuatan absolutnya, dia seenak jidatnya saja memotong jam Fisikaku. Lebih parahnya lagi, aku mendapat bantingan keras darinya. Dia itu memangnya atlet Karate apa? Dia tidak tahu betapa ngilunya kepala yang sudah tertancap kran ini?

Ah, kalau sudah begini, biasanya egoku yang bermain. Kegilaanku bisa memuncak, dan.. ujung-ujungnya pasti Rai yang kena.

Mending aku minggir saja dulu. Aku melangkahkan kakiku menjauhi kelas. Tak kuindahkan teriakan Rai yang nggak woles dan menanyakan padaku aku mau kemana. Sesukamu, lah, Rai.

Aku pergi menuju lapangan terbuka yang terembunyi dibalik sekolah, setengah berlari kurasa.

Disetiap jalan yang kutempuh, aku mulai mengingat masa kelam itu lagi.

"Sakaaa... Saka tolong kami Sakkk!!!"

"Kamu itu kurang berusaha. Pokoknya papa mama mau kamu berprestasi"

"Sak, sorry, aku nggak bisa jadi temenmu lagi."

"Sakkkk, kamu itu bodoh ya?"

Ah, suara itu lagi, aku tak tahu apa yang sebenarnya ada di pikiranku. Untuk yang minta tolong itu, aku tidak tahu pernah membuat seseorang dalam masalah. Aku hanya teringat bahwa aku memang mengecewakan orang tuaku.

Orang tuaku sudah meninggal. Mamaku sakit berat dan kondisinya saat operasi sudah dalam keadaan kritis. Akhirnya operasi itu gagal dan mamaku tidak bisa selamat. Untuk papaku, papaku pergi setelah meninggalnya mamaku, dan dalam perjalanan kepergiannya itu, beliau juga meninggal. Hanya Rai orang yang paling dekat denganku sekarang.

Untuk Rai sendiri, dia mempunyai keluarga yang sangat tertutup. Kami bahkan pernah harus berpisah karena orang tuanya tidak setuju anaknya itu berteman denganku. Tapi kemudian dia kembali, karena dari awal, dia memang tidak menyetujui pemisahan tersebut.

Dulu aku dan Rai itu bersahabat, sangat dekat. Dengan 2 orang cewek lain. Aku tidak tahu dimana cewek-cewek itu sekarang, yang jelas, mereka juga pergi.

Ah, maaf pembaca, aku sedikit terbawa suasana. Jadi kaya' sinetron aja.

Yah, aku menikmati pemandangan langit biru diatasku dengan tidur santai diatas rumput ditengah lapangan.

Ah, disaat seperti ini lebih enak kalau aku tidur.

Tapi tunggu, aku ingat sesuatu, aku menyandarkan kepalaku, tepat diatas batu yang tajam.

***

Lyris SbN

Kesha Mutia

Continue Reading

You'll Also Like

326K 930 11
Area 21+++, yang bocah dilarang baca. Dosa tanggung sendiri yap. Jangan direport, kalau gasuka skip.
1M 8.2K 40
hanya cerita random berbau kotor KK.
536K 35K 56
Cover by: google Entah dosa apa yang Tania lakukan sampai-sampai dunia mencampakkan Tania sesuka hati ke dunia asing yang bahkan Tania tidak tahu te...
189K 18.4K 22
[HIATUS] [Content warning!] Kemungkinan akan ada beberapa chapter yang membuat kalian para pembaca tidak nyaman. Jadi saya harap kalian benar-benar m...