Knock Your Heart

By ndaquilla

3.2M 266K 17.9K

Sebagian BAB berada dalam Mode Private *** Yang satu tengah mencari calon suami, sementara lainnya masih berl... More

Prolog
1. Eve - Abra
2. The Game
3. And Then ... Show Time!
4. Good Night, Boy!
5. Seminggu Berlalu
6. Merana Ala Abra
7. Bagian Yang Tak Disangka
8. Kejutankah?
10. Kesintingan Yang Sama
11. The Idiot Man
12. What?!
13. Lemah Iman
14. Evelyn Aluna Smith
15. Analogi Celana Dalam & Putri
16. Mantan & Calon Masa Depan
17. Bukan Biksu
18. Mendadak Pias
19. Gugup Part One
20. Gugup Part Two
21. Gugup Part Three
22. Menikahiku 'kan?
23. Restui Saya, Om!
24. Abra, Evelyn, Dan Dunia Yang Tak Sama
25. Abra Nikah, Mamen!
26. Hai, Istri!
27. Dua Idiot Yang Gemar Menggores Nadi
28. Dewinya Abra
29. Gangguan Fabian
30. Suami (Sah)
31. Dinding Yang Mencuri Dengar
32. Knock-knock Your Heart, Ab!
33. Telur Dadar
34. Abra Bilang "Jombelo"
35. Menyembunyikan Skandal Sang Puteri
36. Kegalauan Abra Versi Terbaru
37. Jadi gini ....
Knock Your Heart : Special Ilustration Moment
Pre Order Knock Your Heart

9. Fix! Delusi Akut!

55.2K 5.9K 188
By ndaquilla


*** 

Pernakah kalian merasa begitu menginginkan seseorang namun menahannya hanya karena ruang kerjamu tidak kedap suara?

Well, jika kalian pernah merasakannya, maka bergabunglah bersama Abra Risdian Pahlevi yang sedang mati-matian menahan hasrat setan yang menggebu seperti tengah dibacakan ayat kursi, hanya karena sesosok wanita berambut ikal memanjang memasuki kantornya.

"Jadi, ada kepentingan apa kamu sampai datang ke kantorku, Lun?"

Suara yang berusaha Abra tampilkan penuh kewibawaan, semata hanya untuk menutupi kejantanannya yang sudah bergerak gelisah di balik resleting celana hitam yang ia kenakan seperti melesak tak sabar menginginkan pembebasan.

Ck, sial!

Abra meletakan pulpen yang tadi sudah siap untuk membubuhkan tanda tangan di atas kertas bermaterai berisi perjanjian Sewa Menyewa, ketika salah seorang staffnya mengetuk pintu dan mengatakan bahwa ada seseorang yang mencarinya.

Awalnya Abra pikir hanyalah klien yang ingin membuat suatu pelegalan perjanjian. Tetapi ternyata, yang muncul di dalam kantornya adalah seorang teman kencannya beberapa minggu yang lalu.

Shit! Bahkan hingga detik ini, Abra masih terbayang-bayang. Kulit mulus yang mengundangnya membuat banyak sekali tanda. Seperti remaja yang baru pertama kali mimpi basah, malam itu, Abra bertindak tak sabaran layaknya bocah yang ingin menyusu pada ibunya.

Abra jelas sangat mengingat wanita itu. Bukan semata hanya karena parasnya yang cantik, juga badannya yang menawan, atau malah karena dadanya yang kencang atau lebih spesifik lagi pada kerasnya puncak dada wanita itu ketika Abra menjalankan lidahnya di atas sana.

Oh Tuhan ... kenapa bayangan ketelanjangan mereka langsung menyandra ingatannya?

Bajingan! Abra tak bisa berkonsentrasi sekarang!

Padahal, beberapa saat lalu ia masih berada dalam tahap galaunya sebagai pria. Antara ingin mengajak Alya balikan atau mengabaikan saja seperti yang sebelumnya. Tapi dasarnya ia adalah setan yang tak punya iman, pendiriannya mudah sekali goyah. Bahkan kini, Abra sudah melupakan wacana untuk membuka aplikasi WhatsApp demi kelancaran niat murninya untuk menjalin silahturahmi.

Halah ...! Silahturahmi kampret! Abra hanya ingin tebar pesona saja pada Alya.

Oke, kita tinggalkan Alya dan segala kemungkinan mengenai mereka yang kedepannya bisa menjadi apa saja. Mari kembali pada wanita yang Abra ingat di hadapannya ini.

Tidak, Abra jelas tak hanya mengingat wanita itu sebatas seks semata.

Tapi lebih pada fakta, bahwa wanita tersebut merupakan perawan sebelum keperkasaan Abra merobek selaputnya. Kegiatan yang harus membuat kepala Abra pening saat merasakan dorongan kuat untuk meluncurkan seluruh miliknya ke dalam liang sempit milik wanita yang tengah meringis waktu itu. Dan kini, sang jelita yang tak mungkin dapat dengan mudah ia lupa, datang menghampirinya secara tiba-tiba. Setelah pagi itu, wanita tersebut meninggalkan Abra sendirian di kamar hotel tanpa petunjuk apapun.

"Dan ngomong-ngomong bagaimana kamu tau kantorku?" ini agak membingungkan. Karena seingat Abra, malam itu mereka sama sekali tak membuka diri dalam obrolan artinya tidak mengobrol panjang lebar mengenai kehidupan pribadi.

Wanita berambut cokelat itu mendesah. Lalu meletakkan tasnya ke atas meja setelah ia benar-benar duduk disalah satu kursi di depan meja Abra. "Amar yang memberitahu, hanya untuk berjaga-jaga kalau sewaktu-waktu aku punya keperluan sama kamu." Eve berbohong. Ia bahkan tak pernah menghubungi Amar semenjak malam itu.

Meneguhkan tekad, Eve hanya berdoa agar kewarasannya kembali hilang seperti malam bermingu-minggu lalu. Supaya ia tak perlu repot-repot berlari terbirit dari sini dengan semua rasa bersalah yang menyiksa. Eve membutuhkan hal ini. Eve memerlukan semua kegilaan ini.

"Apa kamu sibuk?" tanya Eve berbasa-basi.

Walau belum mengerti, Abra tetap berusaha tampil santai. Senyumnya mengembang kecil sembari mengeleng pelan. "Jadi apa yang membawamu ke sini?"

Jika batin Evelyn tengah bergejolak dengan perasaan gamang, hal tersebut tentu berbeda dengan apa yang dirasakan Abra. Pikiran mesum laki-laki itu segera bereaksi. Bahkan dengan cekatan, segera memaparkan beberapa kemungkinan dari yang paling tidak masuk akal, sampai yang lebih paling tidak masuk akal.

Ingin bercinta lagi denganmu, Ab.

Iblis yang bersemayam di jiwanya mulai berbisik merayu.

Wanita itu berusia empat tahun lebih tua di atas Abra. Dan ketika ia menatap Abra dengan pandangan yang sulit diartikan, Abra berpikir bahwa iblis itu benar. Wanita itu datang ke sini karena menagih beberapa hentakan keras sebelum nama Abra di jeritkan dengan napas terengah.

Setan!

Abra memaki dirinya. Mempertanyakan kontrol gairahnya yang seperti kucing hendak mengawini betina. Sialan, yang matang benar-benar menggairahkan. Namun delusi Abra harus terempas jauh, ketika sederet kalimat yang di keluarkan wanita itu harus membuatnya tercengang.

"Aku membutuhkan sebuah pernikahan, Abra. Karena itulah aku ke sini. Aku mau kamu menjadi suamiku." Eve berkata tegas. Tak ingin keraguan kembali menang atas dirinya. "Menikah denganku, Ab." Biarlah kegilaan ini terus berlanjut. Entah sampai mana nanti bermuara, Eve hanya ingin segala ikatan antara dirinya dan Dylan terlepas. Sekalipun nanti, Eve harus membuat jeratan baru yang lebih membingungkan dari Abra.

Mendadak Abra pias. Seringai mesum yang tadi sempat ia ukir, mengabur secara dramatis.

Apa tadi katanya?

Menjadi suami?

Siapa?

Namun hanya sesaat sebelum ia benar-benar bisa mengendalikan diri.

Ia berdeham sejenak, hanya agar tenggorokannya baik-baik saja ketika harus mengeluarkan sederet kalimat untuk menanggapi ucapan wanita itu tadi.

Senyum sumirnya tercetak licik. "Tolonglah, kamu nggak mungkin hamil 'kan? Aku ingat betul kita menggunakan pengaman." Abra mulai jengah. Ia pikir, wanita di hadapannya ini adalah wanita berpikiran luas yang tak akan menuntut apa-apa setelah malam panjang yang mereka lewati bersama. "Sorry, Lun. Aku sibuk untuk ngeladeni tuntutan kekanak-kanakan ini." ucap Abra kehilangan selera.

Nafsunya sudah benar-benar lenyap sekarang.

Cih, luar biasa sekali wanita ini! Benar-benar mampu membuat Abra belingsatan dan kuyu di waktu yang bersamaan. Ck, sial!

"Aku nggak hamil." Eve berkata tegas. "Hanya saja, ada beberapa hal yang harus membuatku memilih kamu untuk menjadi suamiku."

"Wow, kejutan!" seru Abra masam. "Tapi serius, gue nggak tertarik." Ujar Abra ketus. Ia kehilangan respeknya untuk ber-aku-kamu lagi dengan wanita itu. Abra menggapai pulpen dan berusaha terlihat sibuk. "Dan kalau lo nuntut keperawanan lo, sorry girl, lo salah orang. Karena gue inget betul, gue pakai kondom. Yang itu artinya, bukan kejantanan gue yang nyentuh lo."

"Dan aku nggak mungkin nuntut pabrik kondom 'kan? Jadi berhubung kamu yang pakai, aku bisa ngajak kamu nikah dengan alasan itu." Geram Eve serius.

"Enak aja," Abra mulai geram. "Kenapa lo nggak bisa tuntut mereka dan malah nuntut gue?! Tuntut aja mereka. 'Kan mereka yang buat. Atau tuntut karet kondomnya sekalian. Cuma gue yakin tuh kondom udah ada di tempat pembuangan sampah. Dan gue nggak mau nyari-nyarinya."

Menahan gejolak untuk memaki Abra seperti ia memarahi bawahannya, Eve mengeratkan rahangnya. "Karena kondom dibuat dengan mesin, kalau kamu mau tau Abra. Dan aku nggak mungkin mengajak mesin menikah dengan alasan dia sudah merenggut keperawananku. Jadi, ngomong-ngomong, aku sedang butuh pernikahan. Dan kamu adalah kandidat terkuat untuk aku calonkan menjadi suamiku." Ucap Eve tegas. Berupaya sedatar mungkin demi mengatasi ketidakpercayaan diri yang tiba-tiba saja menyerang.

"What?! Are you kidding me?" Abra masih menganggap ucapan Eve sebagai lelucon.

Dan Eve berusaha menebalkan muka menanggapi penolakan tersebut. "Aku serius, Ab. Dan maaf, aku harus pergi dulu. Nanti aku pasti datang menemui." Eve buru-buru bangkit, ia tak mau menanggung malu bila sewaktu-waktu kewarasannya kembali dan ia harus menjilat ludah sendiri dengan meralat ucapannya. "See you," pamitnya tanpa menoleh lagi pada Abra.

Lalu Abra hanya bisa tercengang di tempat duduknya. Sambil memijat pelipisnya, Abra menggeleng cepat. "Sial! Di samperin cewek cantik sambil di tuntut nikahi tuh, ibarat udah horny, tapi nggak bisa-bisa buka kondom. Kan, kampret banget." Dumel Abra sambil mengusap kasar wajahnya.

***

Berada di diskotik biasanya akan selalu membuat Abra menjadi baik. Namun hal itu hanya berlaku bila penghujung minggu. Dan Sabtu malam adalah bagian favoritnya. Tapi ini bukanlah malam-malam yang ditunggu Abra tersebut. Sebab besok, ia masih harus membuka kantornya, juga ada beberapa lawatan untuk pengikatan kredit. Jadi, seharusnya Abra tak berada di sini. Apalagi sambil melamun di depan gelas berkaki panjang yang masih menampung setengah dari minuman yang ia pesan.

Serius, tadi Abra sudah nekat untuk mabuk dan mencari teman kencan untuk menghangatkan tubuhnya yang mendadak dingin semenjak siang tadi. Namun rupanya, otak Abra belum sefrustrasi itu sampai harus menggadaikan pekerjaannya hanya karena delusi akut yang di deritanya.

Iya, karena, kalau Abra sampai serius mabuk dan berkencan mala mini, maka bisa dipastikan besok ia akan terbangun saat matahari sudah membumbung tinggi. Lalu akan dicap tak professional kalau-kalau ada yang mengetahui alasan mabuknya adalah karena di siang bolong ia di datangi oleh salah satu jelmaan model Victoria secret yang mengajaknya menikah.

Hahahaha ... pasti David Gandy akan iri dengan keberuntungannya. Pria dengan label hot versi wanita-wanita kesepian penggemar romance adult itu, boleh saja berbangga diri setelah iklan dari produk spektakuler Dolce & Gabbana-nya selesai di rilis dan memperlihatkan betapa memesonanya seorang David Gandy dengan seluruh kegagahan otot liatnya.

Shit! Kenapa pula Abra harus membandingkan diri dengan orang itu?

Yang jelas, Abra lebih beruntung darinya. Sudah itu saja cukup.

Sial! Ini semua gara-gara Aluna!

Lihat saja, betapa melanturnya otak Abra sekarang.

"Berengsek banget sih lo," gerutu Abra yang dalam kesempatan malam ini hanya mengenakan kaos berlengan pendek berwarna hitam yang kemudian ia padukan dengan celana jeans berwarna sama. Fix, Abra memang seperti orang berkabung.

"Lo kenapa?"

Seseorang menepuk pundak Abra keras, namun Abra yang kembali terserang penyakit resah enggan menoleh. Ia sudah tahu siapa orang itu.

"Sunyi ya, malem Selasa di sini?" Wira menyindiri Abra dengan ekor matanya. "Lo lagi kerasukan setan apa sih? Ganggu banget tau."

Abra masih mengabaikan ocehan temannya. Ia menurunkan pandangan pada layar ponselnya yang menghitam. Beberapa saat lalu layar itu menyala, menampilkan sederet nomor asing yang menghubunginya dan memperkenalkan diri sebagai Aluna. Wanita yang sukses membuat Abra stress bukan kepalang.

"Wah, beneran kerasukan lo ya? Perlu gue panggilin Kiyai nggak ini, Ab?" Wira tertawa ketika Abra mendelik padanya. "Jadi kenapa nih?" tanya Wira setelah berhasil meminimalisir kekehannya. "Ada berkas Balik Nama yang mental dari BPN? Atau lo ketahuan suka kedip-kedip manja sama IT Bank Central yang judes itu ya?"

"Pala lo!" celetuk Abra jengkel. Ia mendengus sembari meneguk habis cocktail yang tersisa. "Gue dilamar cewek, Wir." Kata Abra dengan raut serius.

Dan Wira menanggapinya dengan menaikan sebelah alis. "Sefrustrasi itu ya ternyata baper lo semenjak ketemu Alya."

"Monyet lo!" Abra memaki. Namun ia tak butuh berkelahi sekarang. Saat ini ia sedang ingin bercerita banyak. "Serius deh, gue di lamar cewek. Cakep banget orangnya, bodinya juga aduhai. Kalau dibawa kondangan nggak malu-maluin. Dan kalau di bawa ke pantai, gue nggak bakal ngasih izin dia buat pakai bikini." Kemudian Abra berdecak, "Cuma, pas tadi dia datang ke kantor gue mint ague nikahin, kok ekspektasi gue jadi ambyar." Keluh Abra dengan wajah kesal.

Terkekeh pelan, Wira menggeleng sambil mengulum senyum geli. "Terima nasib aja, Ab. Kalau realita itu memang nggak semanis ekspektasi."

"Sialan, lo!" Abra mengerang kesal. Moodnya sekarang sudah benar-benar hancur. Entah mengapa, ia seakan percaya, bahwa nanti Aluna akan datang lagi dengan wacana serupa. "Dia lagi nyari calon suami katanya, terus dia bilang gue kandidat yang tepat. Cuma karena gue udah ngerasain nerobos perawan."

"Njing! Ceweknya masih perawan?!" Wira tergelak heboh. Bahkan ia sampai memukul meja bar saking bersemangatnya mendengar cerita Abra. "Lo serius waktu bilang tuh cewek perawan?" anggukan Abra memperparah tawa riuh Wira. "Wah, jangan-jangan tuh cewek ngelamar lo cuma buat di jadiin tumbal aja, Ab?" lalu tiba-tiba saja Wira memasang ekspresi ngeri. "Ya, zaman 'kan lagi edan gini, siapa tau tuh cewek ngedalemin ilmu apa gitu."

"Ah, lo mah." Abra meringis memikirkannya.

"Ya, kan, siapa tau sih, Ab?" ujar Wira tertawa. "Abis nikah, besoknya lo mati. Mending besok lo mulai buat wasiat deh. Berhubung lo belum punya anak, lo bisa sumbangin ke gue kok segala warisan lo."

"Setan lo!" Abra memijat pelipisnya. Sepertinya, ia salah mencari teman curhat. "Harusnya tadi gue ke tempat kakak gue aja daripada ke sini dan ngedengerin lo ngejek gue."

"Halah, gitu aja lo ngambek!" Wira masih tertawa kecil. "Kan gue bilang mana tahu sih, Ab. Ya, siapa tau, tempe 'kan?" ucapnya semakin absurd. "Siapa tau 'kan tuh cewek punya pesugihan, atau pakai pelet biar tetep keliatan cantik sama bikin gua nya mepet terus biar berasa perawan gitu, Ab."

Serius, Abra benar-benar menyesal dengan keputusannya menghubungi Wira tadi. Seharusnya, ia melajukan mobilnya ke rumah sang kakak dan mencari penerangan di sana. Bukan malah berbaur dengan keremangan di tempat bising macam ini.

"Kayak kartun Tangled itu kan, si Rapunzel nggak boleh motong rambut biar penyihir yang ngaku-ngaku Ibunya tuh tetap awet muda. Kan dunia sekarang lagi gila, Ab. Banyak orang yang percaya gituan, duit di gandain aja orang pada percaya kan?"

Mengabaikan Wira dan pemikiran mengerikannya, Abra memilih angkat kaki saja. "Mending gue diperbudak kakak gue deh, daripada dengerin omongan gila lo!" dengus Abra sambil beranjak dari sana.

Ya, benar, sebaiknya ia melakukan sesi curhat dengan kakaknya yang sedang hamil besar daripada menghabiskan waktu lebih lama lagi mendengar ocehan Wira yang sama sekali tidak membantu.

Begini, Abra memang suka menemukan sarang yang tepat untuk organ vitalnya. Namun bukan dengan terikat dengan orang yang baru saja ia kenal. Okelah, kalau Aluna memang berbakat membuat kejantanan Abra belingsatan hanya dengan mengingat paras wanita itu saja. Tapi, tahan dulu soal menikah. Karena satu-satunya wanita yang ingin dinikahi oleh Abra di masa silam hanyalah Alya saja. Namun, itu dulu. Sebelum Abra memahami, bahwa hidup bebas ternyata luar biasa indah.

"Ini lagi si Amar, sok mendadak hilang di saat-saat genting gini," dumel Abra ketika kembali mencoba menghubungi nomor Amar. Lalu tiba-tiba saja, wajah Abra semakin masam ketika mengingat kata-kata Aluna tadi. Jadi dengan kesal, ia memperagakannya. "Aku butuh pernikahan, Abra. Halaah, kampret!" dengusnya sebal. "Harusnya tadi gue bilang, aku butuh kamu telajang di atas mejaku, Lun. Bukan malah cengo kayak sapi ompong! Resek emang lo, Ab!" makinya pada diri sendiri.

***

Holla kakak-kakakk ... dan Dedek dedeekkk... sudah pada terbuai mimpikah? Hahahhaa ... udah lama nggak ngetik, ini coba segini dulu dan jari-jemari kakak mendadak keseleo. Moga next bisa cepet ya.

Sebenernya banyak yang mau aku bilang, tapi besok-besok aja lah. Males aku bad mood tengah malem gini. Hahaha ...

Okay deh, paipai... 

Continue Reading

You'll Also Like

764K 77.2K 35
Pernikahan Rhea dan Starky hanya berlangsung selama tiga tahun. Meskipun mereka telah dikaruniai seorang putra, ternyata Starky belum juga bisa usai...
97.6K 17.6K 31
COMING SOON...
632K 50.9K 53
[COMPLETED] Beleaguered : Terkepung Meisya seorang jomlo menaun yang sedang dilanda kebingungan dengan perubahan hidupnya akhir-akhir ini. Dia mendap...
959K 73.5K 55
Irish ragu dengan apa yang ia lihat kali ini. Ia tidak minus. Seratus persen ia yakin pandangannya tidak bermasalah. Dia juga tidak punya kemampuan u...