Reason Love (ff Sehun)

By Ohsem11

450K 26.7K 1.1K

END - Reason Love On Going - Another REASON LOVE •ReasonLove• Oh Sehun, seorang CEO muda berstatus duda dan m... More

1 - First Meet
2 - Second Meet
3 - Haowen Reason
4 - Because of Sema
5 - Because of Sema 2
6 - By side
7 - Jungkook
8 - I'll be there for you
9 - Careless
10 - Dream
11 - Secret Haowen
12 - Planing for..
13 - Who's she? Part 1
14 - Who is she? Part 2
15 - Hurt part 1
16 - Hurt part 2
17 - The happiness of you
18 - Your Mine (18+)
19 - Prepare
20 - See you, again
21 - Mommy!
22 - Accident
23 - Shocking
24 - Jongdae : "will you marry me?"
25 - My fear
26 - Bye, my past (17+)
27 - Confession
28 - Dinner
29 - Know
30 - It's a long night part 1
31 - It's a long night part 2 (18+)
32 - Birthday
33 - Disappoint
34 - New person
35 - Not Fine
36 - Protect
37 - Haowen sick
38 - Truth
39 - Gomawo, Mianhae, Saranghae
40 - Something
41 - You are...
42 - Settled For Life
43 - Until? (18+)
44 - Should it go
45 - Pregnant vs Gone
46 - Sorry, my baby
47 - First role
48 - Before The Day
49 - THE DAY (Sema side)
Author, sorry
50 - She's GONE (Sehun side)
51 - Hurt
Author, sorry (lagi)
52 - Finally
53 - Happily Married
54 - Reason Love
55 - Endless happiness
Squel : A Perfect Family
Author : new story
Refresh story
Another REASON LOVE - Prolog
Another REASON LOVE - 1
Another REASON LOVE - 2
Another REASON LOVE - 3
Another REASON LOVE - 4
Another REASON LOVE - 5
Another REASON LOVE - 6
Another REASON LOVE - 7
Another REASON LOVE - 8
Another REASON LOVE - 9
AnotherREASONLOVE - 10
Another REASON LOVE - 11
Another REASON LOVE - 12
Another REASON LOVE - 13
Another REASON LOVE - 14
Another REASON LOVE - 15

part+ - The Scariest Part is Letting Go

7.7K 357 23
By Ohsem11

Haloo.. Ketemu lagi..

Ini part flashback waktu Sema masih hamil.

Happy reading !





Tok. Tok.

"Masuk."

"Tuan, nyonya Shim dari Shim group sudah datang."

Sehun menyimpan bolpoint yang sedari tadi ia pegang ke samping tumpukan beberapa kertas di mejanya.

"Suruh masuk."

Ravi mengangguk patuh lalu berjalan mundur. Sehun menegakkan tubuhnya di kursi kebesarannya, siap menyambut tamu penting yang untuk pertama kalinya ia jumpai.

Tidak membutuhkan waktu berapa menit karena dalam menit yang sama, seseorang dengan ketukan heels yang berirama masuk ke dalam ruangannya. Jika sebelumnya ia berprasangka bahwa yang mengunjunginya ini adalah seorang wanita matang, maka ia salah besar. Karena yang sedang berjalan menghampirinya adalah seorang wanita muda, memakai dress ketat hingga membentuk lekuk tubuhnya yang sempurna. Pinggang sempit, rambut panjang madu yang bergelombang menutupi bongkahan kebanggaan wanita yang tercetak jelas dengan sesak menyembul di belahan dada. Kaki jenjang itu terapit kain ketat yang membungkusnya tidak lebih dari setengah paha dan jangan lupakan heels harga diri wanita yang menghiasa kaki lentiknya. Sehun kembali mengangkat pengelihatannya untuk dapat bertemu pandang dengan pemilik tubuh yang sudah berdiri di depan mejanya. Bibir yang tidak bisa di bilang tipis ataupun tebal itu berhias lipstik merah tanpa ada kilatan, hidung mancung sempurna dan mata yang terhalang kacamata hitam.

"Maaf, di luar panas begitu menyengat. Aku tidak suka mataku terkena radiasi sinar berlebihan."

Suara itu mengalun merdu dengan gerakan tangan bercat kuku coklat muda melepas kaca mata hitamnya dan Sehun menemukan mata indah berbingkai eyeliner yang begitu rapih. Sehun menelaah sosok di hadapannya lagi dengan singkat namun lebih seksama. Jika di lihat dari keseluruhan, tampilan fisik itu bergitu sempurna dalam pahatan indah seorang perempuan namun jika pandangan terfokus pada wajah perempuan tersebut, Sehun harus menajamkan pengelihatannya untuk lebih memastikan.

Karena di balik make up sedikit berlebihan -menurutnya- itu, ia menemukan kesamaan yang bisa di bilang sampai taraf persis dengan sesosok wanita yang sudah menjadi mommy sempurna untuk jagoannya dan memberikannya seorang anak yang masih tumbuh di dalam rahimnya.

"Ehm.. Bolehkah saya duduk presdir Oh?"

Bahkan suaranya pun 95% sama persis.

Tersisa 5%, namun jika perempuan di hadapannya ini bisa memanggil namanya dengan begitu lembut dan menenangkan seperti sosok sang istri di rumah, maka ia tidak akan ragu untuk menambahkannya menjadi 110% untuk kadar kemiripan.

"Tentu saja. Silahkan duduk nyonya Shim."

Sepenggal kalimat berhasil keluar dari mulut berbasah liur berhasil Sehun keluarkan setelah memfokuskan kembali segala pikirannya tentang 'kemiripan'.

Wanita itu kembali bergerak untuk dapat duduk di depan meja Sehun. Dengan lekukan gerakan untuk mendapat celah antara meja dan kursi yang akan ia duduki, perempuan itu mendapati Sehun menelan ludah kasar.

Namun dalam hitungan detik, Sehun sudah kembali pada fokusnya dengan memanggil Ravi untuk menemaninya membicarakan bisnis yang akan berlangsung. Keduanya tidak suka berbasa-basi dan kedua penyuka keuntungan yang seimbang tanpa celah kerugian. Sehun seperti mendapatkan teman bisnis dengan bercermin. Semua pemikirannya begitu cocok, begitu sama dan begitu inti. Sehun menyukainya dan itu menambah nilai plus untuk perempuan di hadapannya.

Ravi berdehem dan itu membuat fokua Sehun pada wajah perempuan di hadapannya beralih.

"Nyonya Shim sudah menandatanginya dan tuan tinggal tanda tangan di sebelah sini." Ravi menunjukan letak yang harus Sehun bubuhi tandatangan berharganya dengan sopan.

Namun mata Sehun hanya beranjak dua detik pada kertas tersebut dan kembali fokus pada perempuan yang sudah bersandar anggun di kursinya.

Terlihat sekali jika kontrak kerjasama yang baru di setujuinya tidak lebih berarti dari sosok perempuan di hadapannya.

"Ravi, kau bisa copy surat persetujuan itu dan berikan satunya untuk Shim grup." Perintah Sehun setelah melirik sekilas Ravi yang sedang membereskan ceceran kertas-kertas berharga.

"Baik, tuan."

Ravi menunduk sekilas untuk perintah si tuan besar. Namun keterdiamannya di tempat mengharapkan si tuan besar tersadar akan sesuatu yang tidak perlu.

Memandang penuh minat nyonya Shim yang Ravi tidak pungkiri bahwa wanita itu sangat mirip dengan nyonya besarnya.

"Tuan-"

"Ravi, kau bisa langsung pergi dan kembali dengan copy berkas untuk nyonya Shim setelah jam istirahatmu selesai."

Perintah Sehun yang tidak Ravi duga meluncur begiru saja setelah mendapati wanita Shim itu menggigit bibir bawahnya dengan penuh goda.

Dan Sehun tergoda.

"Tapi tuan-"

"Aku sedang berbaik hati, Ravi. Dan tolong katakan aku sedang tidak ada di tempat jika ada yang mencariku."

Ravi tidak bisa berkata apa-apa lagi selain memutar tubuh dan keluar ruangan Sehun.

Pintu tertutup terdengar begitu jelas di ruangan yang hening tersebut. Sampai sang wanita membuka suara untuk sebuah godaan.

"Kau terdengar seperti mengusirnya, tuan Oh." Rambut bergelombangnya ia sampirkan kebelakang sehingga bongkahan yang terjepit itu semakin jelas di kedua mata Sehun yang berjarak tidak lebih dari 2 meter.

"Aku hanya sedang berbaik hati. Dan.. Kerjasama kita sudah di sepakati jadi kau bisa memanggilku Sehun."

"Sehun.."

Sehun benar-benar memberikan nilai 110% untuk kemiripian wanita di hadapannya dengan sang istri.

"..kau sangat tidak suka berbasa-basi."

"Itu aku." Bangganya dengan tangan yang bergerak membuka kancing jasnya dan membukanya perlahan.

"Begitupun aku." Wanita itu beranjak dari tempatnya untuk mendekati Sehun.

Sehun memperhatikan setiap langkah wanita Shim tersebut sampai berdiri di sampingnya dan bersandar pada mejanya.

"Aku tahu kau yang tidak suka berbasa-basi itu dari klien yang sudah beberapa kali bekerjasama denganmu. Tapi rumor yang beredar bahwa kau sulit di dekati itu aku rasa tidak sepenuhnya benar."

Wanita itu sudah bermain pada dasi abu-abu yang masih melilit leher Sehun. Namun pria itu terlihat sangat tidak keberatan.

"Well, sebenarnya itu benar." Sehun memberi akses pada wanita tersbut dengan menggeser sedikit kursinya tepat kearah wanita Shim berdiri.

"Lalu, kenapa semua nampak mudah untukku?"

"Karena kau sangat begitu mirip dengan wanita yang dengan begitu mudah masuk ke dalam kehidupanku."

Ya, Sehun tahu, wanita di hadapannya ini bukan wanita yang mencintainya di rumah. Namun akal sehatnya dan kewarasannya tertutupi kabut gairah yang menyerangnya sejak melihat lekuk tubuh milik wanita yang begitu mirip dengan wanita di cintainya.

Lebih mudahnya, Sehun seperti melihat Sema dengan tubuh lain yang mengusik kelelakiannya.

"Kau menyamaiku dengan istri tercintammu? Owh, itu menyakitkan Sehun."

Sehun benar-benar seolah melihat Sema di hadapannya. Ia berkabut.

"Tidak sayang.." Sehun meraih tangan kentik bercatkuku tersebut, "..kau berbeda dengan penampilanmu." Sesaat mengernyit mendapati kuku berwarna tersebut namun pada akhirnya ia kecup punggung tangan itu.

Karena Sema tidak pernah mencat kukunya.

"Apa itu kata lain dari aku lebih menarik dari istrimu?"

"Istriku tidak pernah memakai pakaian ketat yang memamerkan lekuk tubuhnya dan ia tidak pernah berhias berlebihan dan mencolok."

"Apa kau sedang memujinya?"

"Aku sedang menjawab pertanyaanmu."

"Oh baiklah."

Wanita Shim menarik tangannya yang masih di genggam Sehun. Dengan gerakan sensual, dia menyatukan seluruh rambutnya dan menaikannya dengan gulungan acak di atas kepalanya. Setelah itu, dirinya beranjak dan tanpa permisi mendaratkan pantatnya di pangkuan Sehun.

"Kau pasti menyadari jika ini pertemuan kita yang pertama. Tapi entah mengapa aku merasa tertarik dan mulai mempertanyakan seberapa lama kau bisa bertahan dalam keadaan 'on'" bisiknya sensual di dekat telinga Sehun dengan tangan yang sudah menggerayangi punggun kekar Sehun.

Sehun menggeram, sesuatu yang sudah setengah menegang di bawah sana kini di duduki oleh bongkahan dambaannya. Dan kini eraksinya menegang sempurna.

Dengan menahan geraman, Sehun menjawab, "jangan ragukan aku, sayang."

Bermain di belakang istrinya tidak pernah ia pikirkan atau niatkan sebelumnya. Ia sudah mengunci seluruh hati, jiwa dan hidupnya hanya pada Sema. Terhitung sejak dirinya mengambil mahkota berharga di hari ulangtahun Sema. Dan memang semenjak itu dirinya merasa tidak akan pernah tertarik pada wanita manapun karena dirinya sudah memiliki Sema yang begitu sempurna melengkapi kehidupannya.

Namun, bagaimana jika ia di hadapakan wanita menggoda yang memiliki kemiripian dengan istri tercintanya?

Dari sedikit perbedaan yang ada di antara wanita yang sudah menyesap bibirnya ini dengan wanita yang sudah menjadi miliknya dalam deklasari sebuah pernikahan, Sehun benar-benar di butakan.

Yang ia lihat di balik nafsu adalah Sema yang sedang liar menjamah tubuhnya dengan tangan yang sudah bermain liar di bagian atah tubuhnya. Tidak membuang kesempatan, dirinya pun ikut bermain dengan menarik ujung dress wanita Shim hingga sebatas pinggang dan menuntun kaki jenjang itu untuk mengangkang di atas pangkuannya.

Semuanya terasa benar saat wanita Shim melengguh menggumam nama Sehun saat dirinya bermain di atas kedua bongkahan dada yang masih berbalut dress. Sama persis dengan lengguhan yang ia selalu dengar jika sedang menjamah Sema. Bibir mereka kembali menyatu, dengan tangan yang bergerak semakin liar. Jika kancing kemeja Sehun sudah tanggal semua maka tidak jauh beda dengan bagian atas wanita Shim yang sudah turun sebatas perut. Kedua bongkahan yang sejak tadi di permainkan Sehun sudah menggantung bebas tanpa penghalang.

Keduanya tenggelam oleh gejolak hasrat mendamba kepuasan. Keduanya bergerak mengikuti insting untuk memenuhi kebutuhan nafsu yang sudah menenggelamkan akal sehat mereka. Dan keduanya tidak memperdulikan keadaan sekitar. Yang ada hanya memfokuskan pada kejolak kepuasan yang sudah hampir di ujung lengguhan panjang. Bergerak brutal dengan decitan kursi yang berderit seirama, keduanya bersamaan menggeram dan dalam hitungan detik keduanya melengguh panjang.

Mereka sampai pada puncak kepuasan.

Dan mereka tidak menyadari seonggok manusia berdiri di dekat pintu menyaksikan segalanya dengan derai air mata yang sudah membanjiri pipinya.

Sampai saat wanita Shim bersandar pada pundak lebarnya saat itu pula Sehun menyadari seseorang sedang berdiri dengan mata basah yang terpaku pada dirinya.

"Sem- Sema?"

Ya, itu Han Sema atau Oh Sema yang beberapa bulan resmi menjadi istirnya. Yang menjadi perkiraan Sehun untuk segala yang ia lakukan bersama wanita Shim semenit yang lalu. Nyatanya, Sema yang berada di pikirannya kini sedang menatapnya dengan pandangan terluka. Sebelah tangannya memegang sebuah tas jinjing kecil yang Sehun kira berisi kotak makan siangnya dan sebelah tangan lainnya sedang berada di ata perut buncitnya berisi si jabang bayi hasil dari perbuatan Sehun sendiri.

"Non- oh astaga!" Ravi datang dengan nafas tersengal dan tatapan terkejut ia berikan pada tuan besarnya yang sedang sibuk mengancingkan celananya di samping nyonya Shim yang sedang membenahi kekacauan pada pakaiannya.

Namun sejurus kemudian fokusnya teralihkan pada wanita yang masih mematung di sampingnya. "Nona Sema."

Panggilan Ravi seolah alarm ampuh yang dapat mengembalikan seluruh pikiran Sema. Tujuh puluh lima persen tenaganya sudah terkuras habis oleh apa yang di lihatnya beberapa menit yang lalu. Namun ia bisa memanfaatnya dua puluh lima persen yang tersisa untuk memutar jauh dan melangkah cepat meninggalkan ruangan kerja Sehun.

Sehun memekik memanggil Sema saat istrinya itu sudah mengambil langkah pergi. Setelah pergerakan cepat untuk merapihkan kekacauan pada kemejanya, ia mengambil langkah cepat untuk mengejar wanitanya yang sesungguhnya. Namun hambatan datang saat lengannya mendapati cekalan dari lengan berjari kuku lentik bercat.

"Sehun, kau tidak bisa pergi begitu saja."

Di hempasnya lengan milik wanita Shim lalu ia meneruskan niatnya untuk berlari mengejar Sema.

Entah kekuatan sebesar apa yang di miliki wanita yang sedang hamil tua itu. Sema di hadapannya, berlari semampunya dengan tangan yang terangkat untuk membekap mulutnya. Menahan isakan agar tidak terdengar begitu menyedihkan. Namun secepat apapun Sehun mengejar, ia tidak dapat menyusul Sema.

Sehun ingat saat dirinya berlari keluar ruangannya lalu menuruni tangga untuk menyusul lift yang Sema gunakan untuk turun. Ia juga mengingat saat berlari mengejar Sema yang baru keluar dari lift dan mengarah keluar kantor. Bahkan ia begitu mengingat tatapan dari pegawainya di kantor dan orang-orang sekitar kantor yang melihatnya berlari seperti orang gila mengejar Sema.

Ini tidak bisa di biarkan, ia harus menjelaskan apapun yang akan terlontar dari mulutnya dan ia harus mendapatkan maaf dari Sema. Ia tidak ingin kehilangan Sema dan jabanh bayi yang di kandungnya. Ia tidak ingin hancur karena kepergian Sema akibat ulah bodohnya. Ia tidak ingin melihat Haowen kembali kehilangan sosok ibu untuknya.

Ia tidak ingin kehilangan.

Ia tidak ingin kehilangan Sema.

Pikirannya begitu sesak oleh rasa takut kehilangan sehingga ia tidak sadar sudah berada di sebuah jalan berlorong panjang. Tidak ada siapapun selain dirinya yang masih mengejar Sema di hadapannya. Ia tidak menaruh curiga karena yang ingin ia dapatkan adalah segala kemurahan hati Sema untuk memaafkannya.

Sema berhenti di hadapannya dan itu membuat dirinya pun menghentikan larinya. Dengan jarak yang cukup jauh, ia masih bisa melihat linangan air mata Sema.

"Sem, aku mohon dengarkan penjelasanku."

"Tidak ada yang perlu di jelaskan lagi, Sehun. Semua begitu jelas terlihat oleh kedua mata kepalaku sendiri."

Suara Sema begitu lirih. Sehun menyadari jika ia sudah begitu menyakiti hati istrinya.

"Tidak, sayang. Aku mohon dengarkan aku."

"Kenapa Sehun? Kenapa kau melakukan ini?"

"Sem-"

"Apa kurang dengan hanya aku, Sehun?"

"..."

"Apa aku karena aku sedang mengandung anakmu dan tidak memuaskanmu sehingga kau mencari wanita lain?"

"..."

"Apa ini yang selalu kau lakukan saat aku menolakmu untuk bercinta dengan alasan khawatir dengan bayi yang sedang aku kandung?"

"Sem, tidak begitu sayang."

"LALU APA HAH?!"

"Sem-"

"Kau berkhianat Sehun. Kau menodai pernikahan kita. Kau melakukan kesalahan fatal Oh Sehun!"

"Aku salah, Sem. Aku mohon maafkan aku."

"Sejak awal, aku sudah tidak bisa mentolelir orang ketiga dalam hubungan kita. Aku kira kau cukup paham dengan itu."

"Sema aku-"

"Tapi aku salah besar."

"Tidak, sayang. Aku tahu, aku paham."

Sema terkekeh miris dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya.

"Nyatanya kau tidak, Sehun."

"..."

"Aku tidak ingin mendengar apapun pembelaanmu karena bagiku semua samgat salah. Dan.. Dan aku tidak ingin melihatmu lagi Sehun. Untuk seseorang yang sudah menyakitiku dengan begitu parah, aku harap kau sadar untuk tidak muncul di hadapanku dan... Di hadapan anakku."

"Tidak Sem.. SEMA!"

Sema berbalik dan sudah mengambil langkah menuju ujung lorong gelap. Sehun ingin mengejar kembali namun kakinya seolah terpaku di tempat tidak bisa bergerak bahkan untuk sebuah langkah.

"SEMA! Aku mohon, jangan pergi Sem! SEMA! SEMAAA arrrrrgh!!"

Tubuh Sema semakin terlihat mengecil seiring bertambahnya langkah kaki Sema. Namun Sehun masih terdiam dan tidak bisa menyusul.

"Tidak Sem, aku mohon-"

Sehun jatuh bertumpu pada lutut. Seluruh tenanganua terkuras oleh suatu rasa kehilangan.

"Sema.. Sema.. Jangan pergi.."

"..SEMA!"

Sehun terbangun dengan peluh membasahi keningnya. Nafasnya memburu dan kepalanya berputar seiring ingatannya tentang kehilangan menyeruak dalam otaknya. Ia segera menengok ke arah samping, ke tempat biasanya Sema berbaring dan terlelap bersamanya, namun yang ia dapati hanya ranjang sebelahnya yang kosong. Sehun menelaah ingatannya kehilangan Sema menyeruak dalam pikirannya adalah mimpi yang menjadi kenyataan atau kenyataan yang terasa seperti mimpi. Namun satu hal yang memastikan keduanya terasa begitu mengerikan yaitu, Sema tidak ada di sampingnya.

Dengan prasangka pertama yang ia pikirkan adalah kemungkinan Sema berada di kamar mandi, maka dengan cepat ia bangkit dan berjalan cepat menuju kamar mandi yang gelap. Jelas, Sema tidak ada di sana. Lalu prasangka kedua yang ia pikirkan adalah kamar Haowen, kemungkinan Sema menemani Haowen yang terbangun di malam hari. Maka Sehun tidak mengambil waktu lama untuk segera pergi menuju kamar Haowen. Namun yang ia dapati adalah ranjang kosong dengan seonggok selimut menjuntai ke bawah.

Hatinya mencelos, ia merasakan kekosongan dan kehilangan yang begitu memburu hatinya. Dengan prasangka-prasangka terakhir yang ia bisa pikirkan adalah ia akan mencari Sema dan anaknya di seluruh penjuru rumahnya yang gelap dan begitu hening.

Yang ia lakukan saat ini adalah menyusuri setiap ruangan di lantai dua namun ia tidak menemukan apapun. Dengan langkah yang tidak bisa di katakan berhati-hati, Sehun turun dari tangga dan mulai menyusuri kamar-kamar tamu di lantai satu. Tidak ada suara yang ia lontarkan untuk sekedar memanggil Sema ataupun Haowen. Karena, sungguh, suaranya terasa berat, tenggorokannya sakit, lidahnya pun kelu. Maka ia hanya mencari bermodalkan mata, kaki, tangan dan-

Ia mendengar suara-suara lembut dari arah dapur. Suara yang begitu ia kenal dan begitu sangat ingin kumpai saat ini.

"Hati-hati mom, jangan sampai rusak."

"Tentu sayang, mommy tidak mungkin mengacaukan ini."

Itu suara Sema dan Haowen yang begitu ia kenali meski sedikit samar karena mereka berbisik.

"Waah.. Terlihat lezat, aku ingin-"

"Tidak sekarang sayang."

"Hm, baiklah. Aku bersabar."

"Anak pintar."

Sehun membawa langkahnya menuju dapur. Jantungnya berdegup cepat entah untuk alasan apa. Namun seiring langkahnya bertambah, maka bertambah pula harapannya bahwa ini bukan hanya ilusinya saja.

"Mom nyalakan sekarang."

"Baiklah. Tapi bantu mommy membawakan piring plastik itu, sendok dan joga plastik potongnya oke?"

"Oke mom."

Sehun semakin dekat dengan dapur, suara percakapan Sema dan Haowen pun semakin jelas terdengar. Dan itu cukup untuk menjadi alasan ia mempercepat langkahnya hinggaia sampai di dapur dan pandangannya menangkap dua sosok yang ia cari.

"Waaah.. Lilinnya panjang."

"Kau yang memilihnya, Hao."

"Itu agar lilinnya tidak cepat habis mom dan tidak menghanguskan coklat di bahwanya."

Sema terkekeh pada penuturan anak tampannya. Lilin yang mereka bicarakan adalah lilin yang Haowen pilih sendiri namun dirinya sendiri yang masih terlihat takjub saat melihay lilin pilihannya tersebut.

"Sudah siap! Sudah siap! Ayo mom kita- Daddy?"

Haowen adalah orang pertama yang menyadari keberadaan sehun yang sedang mematung tidak jauh sari tempat mereka.

"Oh astaga" dan pekikan tertahan dari Sema menimpali suara terkejut dari Haowen.

"Mom! Sembunyikan!" Haowen berjinjit untuk menyimpan sebuah kotak besar bertulis salah satu brand yang menjual bermacam-macam kue yang begitu nikmat.

Sedangkan Sema berusaha setenang mungkin untuk menyapa Sehun.

"Kau.. Terbangun sayang?"

Namun Sehun bergeming dengan mata yang samar terlihat mulai membasah.

"Sehun?"

Sema menyadari jika lelakinya sedikit aneh dengan keterdiamannya. Karena itu ia mengambil langkah untuk mendekati Sehun. Semakin dekat dan Sema semakin di buat bingung dan cemas namun terkejut karena mendapati Sehun menitikan setetes air mata yang langsung turun melalui pipinya sampai rahang tegasnya dan berakhir menetes di lantai. Sedetik kemudian, Sema merengkuh tubuh Sehun masuk ke dalam pelukannya. Meski sedikit kesukitan karena perutnya yang sudah membesar.

"Kau tidak apa-apa Sehun? Aku mohon bicaralah.. Apa ada yang sakit hm?"

Namun Sehun hanya membalas pelukan Sema dengan wajah yang ia tenggelamkan di perpotongan leher Sema dan menangis dalam diam di sana.

"Sehun, sayang. Hey, kau kenapa?"

Sema terus bertanya, bahkan Haowen sudah mendekati kedua orangtuanya dan menyadari jika daddynya menangis dalam pelukan mommynya.

"Daddy kenapa menangis?"

Dengan perlahan, Sehun melepas pelukan Sema untuk membawa Haowen ke dalam gendongannya lalu kali ini ia yang menarik Sema ke dalam pelukannya bersama-sama dengan Haowen.

"Sehun, kau kenapa?" Sema masih terus bertanya dengan segala kekhawatiran yang sudah semakin meninggi, namun Sehun hanya menjawab dengan gelengan kepala.

"Daddy mimpi buruk?" Sedikit banyak tahu kebiasaan Sehun, Haowen penebak dan penghafal kebiasaan Sehun yang dulu selalu datang di tengah malam menganggu tidurnya dengan pelukan dan bisikan bahwa daddy bermimpi buruk. Tanpa Sehun sadari, dulu Haowen selalu terjaga saat Sehun seperti itu.

Dan kali ini tebakannya benar karena Sehun mengangguk kecil. Lalu kemudian ia mendapati elusan dan tepukan lembut dari kedua tangan yang berbeda. Sema dengan usapannya dan Haowen dengan tepukannya.

"Apa yang kau impikan?" Tanya Sema.

"Kehilangan kalian." Suara Sehun terdenagr serak saat menjawab.

"Aku bukan pesulap dad, jadi aku tidak bisa menghilang tiba-tiba."

Jawaban polos dari mulut Haowen mampu membuat Sehun terkekeh dan kembali pada kenyataan. Bahwa semua yang terjadi adalah sebuah mimpi. Mimpi yang sangat buruk.

"Kau jagoan daddy. Dan berjanjilah, kau tidak akan menghilang atau pergi kemanapun meskit kelak kau menjadi pesulap." Ujar Sehun dengan suara lebih normal kali ini.

"Jangan konyol Sehun." Sema menimpali.

"Lagipula aku tidak tertarik menjadi pesulap. Aku ingin seperti mommy."

"Seperti mommy?" Sehun mengernyit bingung.

Haowen mengangguk lucu. "Seorang dokter."

"Owh, itu cita-cita yang begitu mulia sayang." Sema kembali yang menimpali dengan senyuman bangga pada jagoannya.

"AH! Mommy, kita melupakan lilin!" Namun tiba-tiba Haowen memekik dengan gerakan heboh untuk turun dari gendongan Sehun.

Tidak jauh dengan Sema, wanita hamil itu pun sudah berjalan cepat menuju sesuatu yang mereka tinggalkan di meja pantry.

"Beruntung karena kau memilih lilin panjang ini sayang."

"Hah, mommy benar."

"Apa itu?" Sehun menginterupsi percakapan antara mommy dan anak itu.

Namun Haowen kembali memekik, "tutup mata dad!"

"Kenapa?"

"Ish, pokoknya daddy harus tutup mata."

"Ya, dan kenapa harus?"

"Sehun." Suara merdu penuh permohonan. Sehun kalah dan mulai menutup matanya.

"Baiklah." Meskipun ia tahu apa yang sudah mereka rencanakan. Namun ia memutuskan untuk tetap mengikuti permainan anak dan istrinya.

"Baiklah, buka matamu dad."

Sehun membuka mata dan.. Mendapati Sema membawa kue ulang tahun yang tidak terlalu besar bertuliskan "Happy Birthday Daddy" dengan hiasan yang begitu manis.

"Ini sudah tanggal dua belas?" Ketiganya serempak menoleh ke arah jam dinding karena Sehun sempat melihat jam sebelum mencari Sema tadi dan waktu masih manunjukan pukul setengah dua belas malam. Sedangkan Sema dan Haowen sudah turun ke dapar sejak pukul sebelas lebih lima belas menit dan ketiganya tidak menyadari berapa lama waktu yang mereka lewati.

"Sudah lewat dua puluh menit dad"

"Saatnya meniup lilin sayang."

"Ah stop! Make a wish! Jangan lupakan itu dad!"

"Hao, kau banyak memekik malam ini."

"Ish, biar."

"Sehun..."

"Baiklah-baiklah..."

Sehun kembali menutup mata, kedua tangannya terkepal di atas dada dan ia melontarkan doanya.

"Aku akan selalu menjadi suami dan ayah yang baik untuk istri dan anak-anakku. Aku tidak akan menyakiti mereka sehingga tidak membuat mereka pergi meninggalkanku sendirian-"

"Itu terdengar seperti janji, bukan permohonan." Sema memotong ucapan Sehun.

"Dan make a wish tidak di ucapkan. Cukup sebut dalam hati dad." Haowen menambahkan.

"Astaga, kalian cerewet sekali malam ini."

Sema dan Haowen hanya tersenyum lebar.

"Baiklah, daddy ulangi."

'Aku harap tidak ada lagi rasa kehilangan yang akan aku rasakan kedepannya'

Fuuhh~

"Yeay, selamat ulang tahun daddy!"

"Selamat ulang tahun sayang!"

"Aku mencintai kalian."



•end•







Hehe, ga jelas ya ini cerita macam apaan? Ini baru aja beres di bikin gara2 ide abstrak yg tiba2 nyantol d otak. Agak maksa bgt ini ceritanya nyelip pas jaman Sema masih hamil. Agak ga nyambung sama chapter terkahir soalnya ga ada hal sangut paut yang nyantol buat ff ini.

Tapi anggap aja ini chapter di buang sayang.

Niatnya mau pas tgl 12 sekalian ngerayain #Sehunday tapi ketelatan :( Gpp lah ya? Yg penting di ceritanya ga sampe ketelatan ngucapin.

Hehe.

Maapin klo banyak typo, maapin bgt juga klo ceritanya bener2 ga jelas. No edit bgt soalnya..

Sampe ketemu d squel selanjutnya yaa, bye..

Continue Reading

You'll Also Like

93.7K 10.5K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
73.2K 6.9K 30
Marsha Ravena baru saja diterima di salah satu perusahaan ternama, ia jelas sangat senang karena memang dari dulu itulah yang ia inginkan. tetapi kes...
126K 1K 6
isinya jimin dan kelakuan gilanya
91.6K 12.9K 28
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...