Unexpected Love | JunHwan [EN...

By minhyo__

140K 10.8K 935

Terikat hubungan dengan seorang Goo 'nightmare' Junhoe bukanlah jalan hidup yang Jinhwan inginkan. Junhwan St... More

INTRO
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22 [END]

Chapter 8

4.3K 446 55
By minhyo__

"Biar ku permudah ini."

Suara Junhoe menginterupsi udara hening yang dibuat oleh Jinhwan. Ketakutan Jinhwan mungkin tak akan bisa membuat namja manis itu bicara, karena itulah Junhoe memutuskan memberanikan diri mengatakan apa yang harus Jinhwan katakan. Tak peduli Jinhwan telah menatapnya tajam, Junhoe tetap meneruskan kalimatnya.

"Apa yang akan ku katakan mungkin sesuatu yang kurang menyenangkan dan mengejutkan, terutama untuk Tuan Kim, namun kalian sebagai orangtua Jinhwan mempunyai hak untuk mengetahui. Bahwa kami, aku dan Jinhwan," merasa percuma menghentikan Junhoe, Jinhwan memilih pasrah dan menunggu kalimat Junhoe selanjutnya, ia menunduk tak berani lagi menatap sepasang manik serius kedua orang tuanya.

"Kami adalah sepasang kekasih dan sebentar lagi ingin menikah, kami mengharapkan restu kalian berdua."

Dengan satu tarikan nafas kalimat itu telah melewati bibirnya, Junhoe sudah mengatakannya dan ia menunggu reaksi dari lawan bicaranya, tapi Junhoe tak mendengar apapun kecuali detak jantungnya. Di depannya nyonya menoleh pada suaminya, aktivitas makan seketika berhenti, yang bisa ditangkap hanya raut wajah sang suami yang mengeras dan dingin.

"Kalian ingin bilang bahwa kalian pasangan sesama jenis, begitu?" Suara rendahnya terdengar pelan namun membekukan pasangan di depannya yang bahkan tak bisa mengangguk.

"Bagaimana cara kau berpikir, huh? Jinhwan! Angkat kepalamu saat kau bicara padaku!!!" Suara rendah itu meledak, refleks Nyonya Kim mengusap bahu Tuan Kim.

"Kendalikan dirimu."

"Kenapa semua yang kau lakukan hanya membuat orang tuamu kecewa?! Apa kau mau mempermalukan keluarga kita?!" Ruangan itu kini penuh dengan suara lantang Tuan Kim. Usaha sang eomma yang mencoba menenangkannya pun tak berguna.

"Kalau kau berpikir aku akan seperti orangtua Donghyuk yang menerima kelakuan bodoh putra mereka, maka kau salah. Kau bahkan berpikir untuk menikah," namja paruh baya itu berdesis meremehkan, "itu menjijikkan Kim Jinhwan, apa yang membuatmu begitu yakin aku akan menerima semua itu!!!"

"Cukup!! Kau tak perlu berteriak!" Ucap sang eomma mulai berontak pada keadaan, suaranya sudah bergetar dan maniknya mulai lembab. Ia tak bisa melihat putranya ditekan oleh kalimat pedas suaminya lebih banyak lagi, setidaknya tidak di depan Junhoe.

Setelah mengumpulkan semua keberaniannya, Junhoe yang sejak tadi ikut menunduk kini mencoba menatap namja utama pembuat tegang atmosfir disana, ia menatap manik marah Tuan Kim, "ini bukan hanya tentang menyukai sesama pria, tapi tentang menyayangi sesama manusia," ucapnya lirih namun tegas sebagai seorang pria.

Sekali lagi Tuan Kim berdesis, membuat telinga Junhoe memanas, "dan kau pikir akan ada yang peduli dengan rasa sayangmu itu! Kau ha_"

"AKU SUDAH MENGANDUNG ANAKNYA!!!"

Tegas dan keras, kalimat itu keluar begitu saja dari mulut Jinhwan. Ia tak mengerti apa yang sudah merasukinya hingga bisa berteriak sampai seperti itu pada sang appa. Kini ia bahkan sudah terlihat seperti pasangan kekasih sungguhan yang memperjuangkan cinta mereka. Ia tak percaya sudah berani menantang appanya hingga sejauh ini hanya untuk perjanjian pernikahan bodoh itu.

Terlepas dari bagaimana nasib bayi itu di dalam dirinya selanjutnya, entah dengan mengatakan kehamilannya bisa membuat sang appa menerimanya atau tidak, yang jelas ia hanya ingin membuat sang appa berhenti berteriak padanya dan Junhoe.

Terakhir yang ia tau sebelum menunduk kembali, ia melihat sang eomma menutup mulutnya dengan kedua tangannya karena terkejut, ia sendiri bergetar hebat dan ia bisa merasakan Junhoe berusaha keras menenangkannya, buktinya tangan namja itu tak berhenti mengusap punggung Jinhwan.

"Jangan membuat alasan menggelikan untuk membuatku berubah pikiran. Kau pikir aku bodoh, aku tau medis dan tau benar mustahil untuk namja mengandung bayi," ucap sang appa akhirnya merendah, mungkin lebih terdengar putus asa.

"Ya, memang terdengar mustahil, tapi itu lah yang terjadi, Tuan Kim. Jinhwan sudah mengandung dua bulan, dalam dirinya sedang tumbuh bayi kami." Dengan itu tak ada kalimat lagi yang bisa Tuan Kim katakan. Jinhwan dan sang eomma juga terdiam, begitu juga Junhoe, semuanya sibuk mencerna setiap detik yang baru saja berlalu.

"Kau sudah tumbuh menjadi anak yang tak tahu aturan, Jinhwan. Lakukanlah apa yang kau mau, aku tak peduli!" Nada menusuk itulah yang terakhir Jinhwan dengar sebelum melihat sang appa beranjak dari meja.

Junhoe menoleh pada Nyonya Kim yang masih shock dengan tatapan bersalah, "maafkan aku harus mengatakan semuanya dengan cara seperti ini. Maafkan aku sudah mengacaukan keluargamu."

Nyonya Kim bangkit dari duduknya dan menghampiri Junhoe, ia menggeleng dan memandang namja itu lembut, "ini bukan salahmu, kau sudah melakukan hal yang benar," ucapnya lalu beralih pada Jinhwan kemudian meraih wajah menunduk namja itu, meletakkan kedua tangannya di pipi Jinhwan dan mengangkat wajahnya. Ia menemukan manik lembab Jinhwan sudah merah menahan marah.

Dibawanya putra satu-satunya itu ke pelukannya yang hangat, "tak apa, appamu hanya terkejut, semua yang ia dengar terlalu tiba-tiba."

Dengan lemah lembut mengusap punggung Jinhwan, perlahan namun pasti kilatan marah di mata Jinhwan teredam, sang eomma melepas pelukannya dan meraih lagi wajah Jinhwan, "dengar, di sini masih ada eomma, apapun yang kau lakukan eomma akan mendukungmu, eum. Eomma senang kau punya bayi, eomma ikut bahagia mengetahui kau telah menemukan kebahagiaanmu bersama Junhoe." Dengan itu ia meletakan satu kecupan kecil di kening putranya.

"Junhoe," panggil Nyonya Kim masih dengan memeluk Jinhwan, "karena Jinhwan sedang mengandung, sebaiknya kalian menginap malam ini, udara sangat dingin di luar. Tak baik jika kalian harus berkendara larut malam. Aku juga tak mau kalian menginap di hotel," pinta sang eomma, namun Jinhwan menggeleng cepat.

"Tidak eomma, kami akan baik-baik saja," ucapnya melepas sang eomma. Ia tak yakin jika ia lebih lama di rumah itu hal yang seperti tadi tak akan terulang lagi.

"Tidak, eomma tak akan mengizinkan kalian pulang malam ini. Eomma mohon." Manik yeoja itu menatap Jinhwan penuh harap kemudian pada Junhoe.

"Eommamu benar, Jinhwan," ucap Junhoe mengerti betapa sang eomma sangat mengkhawatirkan Jinhwan.

"Kau yakin?" Ucap Jinhwan berbalik melempar pertanyaan pada Junhoe. Dengan melihat anggukan ragu Junhoe, Jinhwan dapat menebak, sesungguhnya namja tampan itu juga tak ingin berada lebih lama di rumah itu, namun eommanya benar, udara malam yang jauh lebih dingin dari siang hari di luar sana terlalu berbahaya. Lagi pula ia tak sampai hati menolak permohonan eommanya.

***

Jarum jam sudah melewati tengah malam, dan namja manis di atas ranjangnya itu masih sadar sepenuhnya, Jinhwan sudah menutup matanya rapat, namun otaknya terus berpikir banyak hal.

Ia mengacak asal rambut pendeknya lalu menoleh pada namja di sebelahnya yang sudah pergi jauh ke alam mimpi. Junhoe terlihat kelelahan sejak sampai di rumahnya, mungkin itulah mengapa namja itu bisa tertidur dengan sangat mudah.

Merasa percuma berusaha tidur, Jinhwan memutuskan keluar kamarnya untuk mencari udara segar, dan langkahnya berakhir di balkon rumahnya.

Udara malam itu sangat dingin karena musim akhir tahun, namun itu tak berpengaruh untuk Jinhwan, ia hanya ingin merasakan angin Busan yang sangat ia rindukan. Jinhwan menutup matanya lalu menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya lagi, menciptakan asap tipis keluar dari mulutnya. Udara Busan sangat berbeda dengan Seoul, udara itu seakan membawanya menjadi Jinhwan kecil yang selalu tertawa tanpa perlu memikirkan apapun, membebaskannya dari apapun. Termasuk dari appanya.

Untuk sesaat yang Jinhwan dengar hanyalah suara angin sebelum suara itu berubah menjadi suara langkah kaki yang mendekat.

"Orang mana yang mau berada di luar saat udara sedingin ini," lirih sebuah suara rendah bercampur sepi, Jinhwan tak perlu menoleh, ia kenal suara itu.

Sejak makan malam berakhir Jinhwan tak melihat appanya lagi. Hingga sekarang, namja paruh baya itu menghampirinya dan berdiri di sampingnya sambil ikut menatap apa yang Jinhwan lihat.

Perasaan tak nyaman meliputi hatinya, Jinhwan memilih diam, hanya melihat sekilas pada sang appa kemudian menatap pekarangan rumahnya lagi. Ia bisa mendengar appanya mendengus ringan sebelum berbicara.

"Bagaimanapun kau adalah putraku, hanya saja kau bukan lagi Jinhwan kecil yang selalu menurut, kau tumbuh besar sekarang dan tak memerlukan appamu lagi. Tak ada yang bisa ku lakukan selain melihatmu melakukan apapun yang kau mau, termasuk memilih hidup bersama namja itu. Aku berharap kau bisa bahagia bersamanya. Itupun jika pernikahan kalian bisa bertahan."

Kalimat kecil appanya membuat aliran darahnya dua kali lebih cepat mencapai kepalanya. Jinhwan menoleh, memberikan tatapan tajam pada sang appa, ia sudah berusaha keras untuk mencekik amarahnya saat di depan eommanya dan Junhoe tadi, tapi kini sang appa kembali memancing amarah yang sudah susah payah ia redam.

"Apa yang kau coba ingin katakan?" Tanyanya, tak yakin bisa untuk tak berkata dingin.

"Aku hanya mengkhawatirkanmu."

"Kau hanya menyembunyikan ancamanmu lewat alasan kau mengkhawatirkanku. Kau akan selalu menakutiku saat apa yang ku lakukan tak seperti yang kau rencanakan."

"Karena aku tau, kau tak pernah bisa mengambil keputusan yang benar dalam hidupmu termasuk pada masa depanmu! Aku memberimu masa depan yang cerah tapi kau memilih jalan sulit demi hobi menggambar bodohmu itu! Kenapa kau tak mengerti?! Kenapa kau selalu membuatku harus bicara dengan berteriak Jinhwan?!!" Nada tinggi tiba-tiba sudah mendominasi setiap kalimat namja paruh baya itu, membuat keduanya kini saling menatap sengit.

"Bukan aku penyebabnya, tapi keegoisanmu. Kau yang tak pernah mengerti apa yang ku inginkan. Hobi ku bukan sesuatu yang bodoh! Itu mimpiku!! Kebahagiaanku, itu memberiku tujuan dan kesenangan yang tak pernah aku dapatkan darimu!! Jika kau berpikir dengan mengungkit masalah kita untuk menghubung-hubungkannya dengan masalah pernikahanku, maka kau hanya membuang emosimu!!!" Jawab Jinhwan dengan nada sama tingginya, amarah Jinhwan benar benar pecah sekarang.

"Tapi itu memang ada hubungannya, bagaimana kau bisa berpikir kau akan bahagia bersama orang sepertinya!! Dia seorang idol yang tak memiliki privasi dalam hidupnya. Aku ragu ia ingin menikah denganmu karena dia benar-benar menyayangimu atau karena kau sudah terlanjur hamil, kau pikir saja!! Bagaimana aku bisa melepaskan putraku ke tangan namja sepertinya!"

Jinhwan terdiam, kalimat itu seakan menampar wajahnya dan membungkam mulutnya seketika, menyangkal pun ia tak bisa menyalahkan apa yang appanya katakan, karena memang benar, kenyataan itu ada di depan matanya, kenyataan bahwa pada akhirnya pernikahan yang tengah ia perjuangkan ini tetap akan hancur juga.

"Kau diam. Sekarang kau sendiri mulai meragukannya, bukan?" Gumam Tuan Kim merasa menang. Namun appanya juga tak seharusnya berkata sesakit itu, terlalu meremehkannya, terlalu tak percaya padanya, itu membuat panas di hatinya bahkan tak berkurang sedikitpun.

Jinhwan mengepalkan tangannya dengan sangat kuat, mencoba mengumpulkan marahnya di telapak tangannya dan berusaha bicara tenang, "bukan. Aku diam karena aku tau tak ada gunanya bicara lebih banyak. Appa akan melihatnya sendiri nanti, akan ku pastikan kau menarik kata-katamu. Aku pasti akan hidup bahagia."

"Dan satu hal yang harus kau ingat. Kedatanganku kemari bukan untuk meminta persetujuanmu, dengan atau tanpa restumu, pernikahan itu tetap akan terjadi." Dingin dan tegas, Jinhwan menegaskan setiap kalimatnya dengan menatap lurus pada sang appa, dan itu membuat manik yang menatap Jinhwan kini memerah karena marah yang memuncak.

Sang appa kalap dan satu tangan namja yang lebih tua sudah melayang di udara, siap menghantam keras menuju wajah manis namja di depannya, "tak bisakah kau mendengar apa yang orang tuamu katakan sekali saja!!"

Namun Jinhwan bahkan tak menyingkir sedikitpun, kilatan maniknya pun tak meredup, tetap tajam, "kau ingin menamparku!! Lakukan!! Lakukan seperti yang biasa kau lakukan dulu!!" Dengan itu sang appa semakin dikuasai amarahnya, tanpa ragu ia melayangkan tangannya pada Jinhwan.

Jinhwan sudah menutup matanya, membuat bulir yang sejak tadi menggenang di mata perihnya kini otomatis luruh, siap menerima rasa sakit karena sang appa, ia tak terlalu peduli, itu tak masalah untuknya, toh ia sudah merasakan sesuatu yang lebih sakit di hatinya.

Namun tangan itu tak pernah datang, ia mendengar sebuah suara yang ia kenal, suara yang tenang namun berpengaruh besar untuk Jinhwan.

"Tolong jangan menyakitinya. Ia sedang mengandung bayiku."

Perlahan Jinhwan membuka matanya dan menemukan tangan sang appa menggantung di udara, tergenggam erat oleh sebuah tangan lain, milik Junhoe. Bersama Junhoe, sang eomma juga berdiri sambil menutup mulutnya dengan tangan, mencoba meredam isakan dibalik tangan itu.

Dan Jinhwan tau benar siapa appanya, orang yang tak mudah untuk dihentikan jika sudah marah, ia menghempaskan tangan Junhoe dengan sangat kasar dan menatap tajam pada Junhoe.

"Jangan mencampuri urusanku dengan putraku!! Kau hanya orang asing yang tak tau apapun!!" Ucapnya lantang menunjuk wajah tepat di depan wajah Junhoe.

Jinhwan tak bisa membiarkan ini lebih lama lagi, ini tak akan berakhir jika ia tak mengakhirinya. Mulut Junhoe sudah terbuka untuk berucap saat Jinhwan tiba-tiba menarik tangannya kasar, "kita pergi dari sini!" Ucap Jinhwan marah, tanpa menoleh lagi pada sang appa dan tak mempedulikan lagi eomma yang menangis di hadapannya menyuruhnya untuk tetap tinggal.

Yang ia tau hanya menyeret Junhoe untuk mengambil barang-barang mereka dan membawanya keluar rumah menuju mobil Junhoe.

"Jinhwan, kita tak bisa pergi begitu saja."

"Kita harus menghentikan ini."

"Setidaknya kita harus pulang secara baik-baik."

Junhoe terus berontak hingga ke depan mobil, namun percuma, itu hanya membuat genggaman Jinhwan di tangannya semakin erat. Ia melempar Junhoe di kursi samping kemudi dan memaksanya masuk.

"Masuk!!"

"Jinhwan, kau tak bisa menghindar seperti ini."

"Aku bilang masuk!!"

"Tapi Jinh_"

"Ku mohon masuk sekarang ke mobilmu, Goo Junhoe!!!" Dan Junhoe tak punya pilihan lain selain menuruti namja yang kini berubah sangat mengerikan. Di antara semua teriakan dan sumpah serapah yang pernah Jinhwan layangkan padanya. Ini adalah teriakan yang paling menakutinya.

Saat ia masuk, Jinhwan juga berjalan ke bangku kemudi dan menutup pintu mobil dengan sangat kasar. "Pasang safebeltmu," gumamnya mengerikan, dan sebelum Junhoe sempat bertanya apa yang akan ia lakukan. Jinhwan sudah menginjak pedal gas dan melarikan mobil mewahnya dengan menggila, sangat cepat hingga Junhoe yang tak memakai sabuk pengaman tergoncang kesana-kemari. Sebisa mungkin ia mencari pegangan dengan apa saja di dekatnya, tentu dengan sambil terus berteriak menyuruh Jinhwan berhenti.

Di dalam rumah, manik gelap Tuan Kim menatap kosong ke arah mobil yang membawa putranya semakin jauh.

"Kenapa kau membiarkan mereka pergi!! Lakukan sesuatu!!" Tak dipedulikannya Nyonya Kim yang menangis histeris sambil mengguncang tubuhnya.

"Kenapa kau tak bisa berubah, tak bisakah kau mengalah pada anakmu. Dia satu-satunya yang kita punya!!" Isak yeoja paruh baya itu penuh putus asa, "cepat susul mereka. Aku tak mau kita membusuk berdua saja di rumah sebesar ini sampai tua!! Aku ingin putraku! Bawa dia kembali!" Ucapnya lagi, namun itu sia-sia untuk Tuan Kim, ia hanya diam di tempatnya sambil terus menatap jalan yang sudah berubah sunyi.

"Jinhwan!! Kendalikan dirimu!!!"

"Aku tak ingin mati Jinhwan!!!"

"Hentikan mobilnya! Hentikan!!!"

Jinhwan seakan tuli dengan terikan Junhoe, ia membuat mobil itu semakin cepat menembus jalanan kota Busan, satu-satunya hal yang Junhoe syukuri adalah jalanan itu cukup sepi karena sudah tengah malam.

Junhoe tak percaya apa yang ia temukan pada Jinhwan. Ia pikir Jinhwan adalah namja lemah yang hanya bisa mengomel atau menangis seperti anak gadis. Ternyata Junhoe salah besar, namja manis yang lemah itu bisa berubah menjadi monster hilang kendali saat amarahnya benar-benar memuncak. Namun tetap saja, sikap Jinhwan yang ini tak bisa Junhoe toleransi, ia tetap berteriak meminta namja manis itu menghentikan aksi gilanya.

"Jinhwan!! Cukup!"

"Jangan mencelakai dirimu sendiri!!!"

"Hentikan! Kumohon, dengarkan aku Jinhwan!!"

"Kim Jinhwan!!!" Satu tamparan keras Junhoe layangkan bersama teriakan terakhirnya. Tangannya mendarat keras di wajah Jinhwan dan mengganggu konsentrasi menyetir namja cantik itu.

Bruk!!!

Dan itu berhasil membuat Jinhwan hilang kendali pada mobilnya, membuat mobil itu bergerak liar kesana kemari hingga berhenti meski dengan mendadak, membuat Junhoe terjungkal ke depan dan membentur bagian depan mobilnya. Junhoe mengusap keningnya yang sakit dan bersiap mengomeli Jinhwan yang berani bermain-main dengan nyawanya.

Namun suaranya ia telan lagi saat melihat namja manis itu bergetar hebat dengan nafas memburu. Mengingatkan Junhoe apa yang baru saja ia lakukan. Ia telah menyakiti namja cantik itu dengan tangannya sendiri.

"Maafkan aku," Junhoe bergumam hati-hati. Perlahan Junhoe menyaksikan bulir bening turun melewati pipi pucat Jinhwan. Pipi yang telah ia tampar dengan sangat keras. Sekeras tamparan yang kini terasa di dada Junhoe saat melihat wajah manis itu.

Mengetahui dirinya menangis, dengan kasar Jinhwan mengusap wajahnya berkali-kali dengan tangan bergetar. Tak mengizinkan buliran itu mengenai pipinya.

Dengan tenaga yang tersisa Junhoe menangkap tangan Jinhwan dan tanpa pikir panjang menarik namja manis itu ke pelukannya. Awalnya Jinhwan menolak pelukan Junhoe. Susah payah Junhoe membuat Jinhwan berhenti berontak di dadanya dengan terus mengusap surai caramel Jinhwan dan punggungnya.

"Shht, tenanglah Jinhwan, ku mohon tenanglah," ucap Junhoe lembut terus mengusap kepala Jinhwan yang tenggelam di dadanya. Tubuh Jinhwan bergetar dan bibirnya mengisak tak berhenti.

"Menangislah sebanyak yang kau mau jika itu bisa membuatmu lebih baik."

Junhoe mengerti apa yang Jinhwan rasakan dan menurutnya hal yang paling Jinhwan butuhkan kini hanyalah pelukan yang hangat dan tempat untuk menumpahkan semua emosinya.

Jinhwan ingin berontak, namun tangan Junhoe telalu nyaman untuk ia tinggalkan. Jinhwan hanya benci apa yang terjadi padanya, ia benci menangis di depan Junhoe, ia benci terlihat lemah di depan namja itu, ia tak suka dengan perasaan hangat yang perlahan namun pasti menjalari hatinya karena namja itu. Namun, ia memerlukannya kini, tanpa sadar Jinhwan justru meletakkan tangannya melingkari pinggang Junhoe dan membuat pelukan itu makin erat.

Untuk beberapa saat yang menjadi teman mereka hanya sepi dan isakan lirih Jinhwan.

Perlahan dada Jinhwan yang turun naik berangsur normal dan nafasnya mulai teratur, Junhoe tak bicara apapun, hanya tangannya yang tak berhenti membuat Jinhwan merasa lebih nyaman.

Tanpa Jinhwan bisa kendalikan, usapan lembut Junhoe membuai tubuh lelahnya, matanya semakin berat dan perlahan ia kehilangan kesadarannya.

"Tidurlah. Aku di sini. Aku akan menjagamu," lirih Junhoe mengetahui Jinhwan sudah tertidur di pelukannya, garis bibirnya melengkung dengan sendirinya. Meski pegal ia masih enggan melepaskan pelukan Jinhwan. Tak masalah jika ia harus seperti ini semalaman, ia lega setidaknya Jinhwan kini sudah sedikit mempercayai dirinya untuk membuat namja itu merasa lebih baik.

***

Saat Jinhwan membuka matanya, ia sudah berada di ranjangnya yang empuk dan hangat, terbungkus aman oleh selimut lembutnya. Jinhwan menguap lebar, jemari panjang yang ia punya ia gunakan untuk mengucek matanya agar bisa melihat lebih jelas. Matahari sudah tinggi di luar sana.

Penasaran bagaimana tiba-tiba ia disana saat hal yang terakhir ia ingat ia tertidur di dalam mobil. Jinhwan mulai beranjak dari ranjangnya menuju keluar kamar, dan maniknya langsung tertuju pada sosok yang kini meringkuk di sofa ruang tengah sambil memeluk tubuhnya sendiri.

Kening Jinhwan bertaut samar, bertanya-tanya bagaimana namja itu bisa membawanya masuk ke apartementnya.

"Apa ini?" Junhoe menatap Donghyuk bingung saat namja tinggi itu memberikannya sebuah kunci.

"Simpanlah itu, kau akan tau saat memerlukannya."

Akan tetapi, keheranan Jinhwan terkalahkan oleh rasa terpukulnya melihat sosok itu tertidur dengan sangat lelap di sofa yang sempit dan dingin saat ia tidur di ranjangnya yang nyaman. Junhoe pastilah sangat kelelahan setelah menyetir semalaman hingga namja itu bahkan memilih tidur di sofa dari pada pulang ke apartementnya sendiri.

Jinhwan kembali ke kamarnya untuk kemudian menghampiri Junhoe dengan sebuah selimut di tangannya. Dengan sangat hati-hati tak ingin membuat Junhoe terganggu, Jinhwan duduk di sofa yang masih menyisakan tempat dan membungkus tubuh Junhoe hingga dagu. Manik sendunya menatap wajah tampan itu untuk beberapa saat.

"Maafkan aku, Junhoe," lirihnya tak yakin entah untuk apa ia meminta maaf. Jinhwan hanya berpikir mungkin dengan mengucap kata itu bisa membuat perasaan bersalah karena sudah membawa Junhoe ke dalam masalah keluarganya dan terlalu menyusahkan Junhoe sedikit berkurang.

Detik berikutnya ia sudah menemukan tangannya mengusap surai hitam Junhoe kemudian pipi namja itu dengan lemah lembut.

"Tidurlah lebih lama lagi, aku akan membuatkan sarapan untuk kita," gumam Jinhwan bermonolog. Mengingat betapa ia menyusahkan namja itu sejak tadi malam. Jinhwan merasa ia harus berterimakasih pada namja tampan ini. Hanya saja karena Junhoe sedang tidur. Kata maafnya, ia kirimkan lewat bibirnya yang mendarat di kening Junhoe sebelum beranjak menuju dapurnya.

***

To Be Continued

Terimakasih sudah membaca 😄😄

Dan jangan lupa tinggalkan jejak  🙏🙏

Continue Reading

You'll Also Like

60.6K 6.8K 21
Ini hanyalah kisah sederhana tentang dua orang yang harus menikah tanpa cinta. HunKai (bxb) by : J.A
1.5K 154 5
Kim Joonmyeon. Dia ganteng, kulitnya putih mulus, kaya, mobilnya banyak, rumahnya banyak, memiliki perusahaan dimana - mana, dan uangnya bagaikan air...
15.1K 1.7K 17
Aku sadar, aku dan kamu adalah dua penghuni hujan yang bertemu pada suatu kebetulan. Sayangnya ketika hujan reda, ternyata Matahari kita berbeda. C;...
504K 37.5K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.