Unexpected Love | JunHwan [EN...

minhyo__ tarafından

140K 10.8K 935

Terikat hubungan dengan seorang Goo 'nightmare' Junhoe bukanlah jalan hidup yang Jinhwan inginkan. Junhwan St... Daha Fazla

INTRO
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22 [END]

Chapter 6

5.4K 432 72
minhyo__ tarafından

Nada sambung terdengar di seberang sana, menandakan panggilannya sudah tersambung. Sekali lagi Jinhwan menarik nafas panjang lalu menghembuskannya, mencoba menenangkan diri setiap kali dering nada sambung berbunyi.

"Hallo?"

Segera suara lembut terdengar menjawab panggilannya. Jinhwan sedikit bernafas lega karena suara itu adalah suara yang ia harapkan, ia melempar pandangan pada Donghyuk dan Jiwon yang memasang wajah serius menunggu Jinhwan membuka suara.

"Eomma, ini aku Jinhwan," katanya lembut dan di seberang sana eommanya berseru senang karena Jinhwan menelepon, Jinhwan memberi kesempatan untuk eommanya bicara, sang eomma mengatakan kalau ia sangat merindukan dan mengkhawatirkannya. Juga, yeoja paruh baya itu menanyakan keadaan Jinhwan yang tentu Jinhwan jawab kalau ia baik-baik saja, dan tawa kelegaan tercipta dari eommanya, dengan itu sang eomma bertanya lagi mengapa ia menelepon.

Belum menjawab, Jinhwan lebih dahulu menatap lagi pada sepasang kekasih di depannya yang mengangguk, keduanya fokus mendengarkan percakapan itu karena Jinhwan menggunakan pengeras suara di ponselnya.

"Katakan kau akan menemui mereka hyung. Itu cukup, jangan mengatakan hal lain dulu," titah Donghyuk dengan suara yang ia buat sepelan mungkin.

Jinhwan mengangguk kemudian mulai bersuara, "eomma, aku berencana untuk ke Busan besok atau lu_" gumaman ragu Jinhwan terputus oleh reaksi sang eomma yang tiba-tiba berseru senang.

"Benarkah! Itu bagus, sayang. Kau sudah lama tak pulang, eomma sungguh senang mendengarnya. Dan..." Suara kebahagiaan itu lalu tertahan jeda beberapa saat, "appamu juga pasti senang. Kau tau Jinhwan, dia merindukanmu," dan dengan itu senyum yang sejak tadi menempel di wajah Jinhwan seketika pudar.

Appanya merindukannya? Ia ingin tertawa geli mendengar omong kosong macam itu, ia ingin percaya namun nada ragu dalam kalimat sang eomma membuatnya berpikir sang eomma mungkin hanya berbohong untuk membuatnya senang.

"Ya. Kita lihat saja apa itu benar saat aku benar-benar di hadapannya," ucap Jinhwan pelan, sebisa mungkin tak membuat nada dingin, namun ia gagal, kalimatnya membuat suara di seberang sana tak terdengar lagi, menjelaskan bahwa sikapnya yang seperti ini mungkin membuat eommanya sedih, ia merasa buruk setiap kali membuat sang eomma terluka karena masalahnya dengan sang appa.

"Kim Jinhwan, anakku," panggilnya lembut menyebut nama Jinhwan keseluruhan, nama itu hanya akan keluar dari mulut yeoja paruh baya itu jika kalimat yang mengikutinya adalah hal yang sangat serius, "kau harus tau satu hal, bagaimanapun dan apapun yang terjadi kau selalu diterima di rumah kami, rumah kita. Kau adalah anak kami dan kami selalu merindukanmu," ucapnya lirih, menorehkan kesedihan di hati Jinhwan hingga Jinhwan bahkan sulit menelan salivanya.

"Aku juga merindukanmu, eomma. Aku akan menghubungimu lagi nanti. Jaga dirimu, bye." Kemudian Jinhwan memutuskan sambungannya secara sepihak bahkan sebelum sang eomma sempat bersuara. Ia tak tau bagaimana ia bisa menahan sesak dadanya jika lebih lama mendengar suara lembut itu.

Dengan pandangan kosong ia menoleh pada Donghyuk yang tengah memandangnya sendu dan namja tampan di samping Donghyuk yang memasang wajah prihatin.

"Kau bisa melakukannya hyung," ucap Jiwon mengirim tepukannya di bahu Jinhwan yang hanya diam tak bereaksi.

Seperti bisa membaca wajah sulit Jinhwan, Donghyuk membuka suara, "kurasa sebaiknya kau bicara pada Junhoe yang sebenarnya," Donghyuk mencoba memberi saran, saran yang sama sejak dua hari yang lalu sebenarnya, dan jawaban yang sama pun ia dapatkan dari Jinhwan, namja manis itu menggeleng lemah sambil menghela nafas berat.

"Kenapa ia harus tau yang sebenarnya saat ia tak ada hubungannya sama sekali."

"Setidaknya ia bisa menjaga sikapnya di depan ahjussi Kim."

"Dan kenapa ia harus menjaga sikapnya, masalahnya bukan pada Junhoe. Tapi pada appaku, Donghyuk."

Jinhwan memandang Donghyuk lelah, lalu melempar kepalanya pada sandaran sofa. Kenapa ia harus membawa Junhoe masuk dalam masalah ia dan appanya, masalah pribadinya dengan sang appa yang sampai sekarang tak bisa diselesaikan, masalah yang Jinhwan pikir Junhoe tak perlu ketahui karena itu juga tak bisa membuat keadaan lebih baik.

"Tapi hyung, setidaknya Junhoe bisa tau bagaimana sulitnya posisimu," kata Donghyuk lagi, terdengar sedikit memaksa kali ini, dan Jinhwan semakin merapatkan dirinya pada sofanya nan nyaman.

"Biarkan aku berpikir, Donghyukkie," jawab Jinhwan setengah berbisik dan Donghyuk hanya bisa memutar matanya malas. Sejak kemarin Jinhwan selalu meminta waktu untuk berpikir, berpikir tanpa hasil.

Donghyuk tak menjawab hanya menjatuhkan kepalanya di bahu Jiwon yang sudah terlihat tak peduli di sebelahnya, "kau tak punya waktu banyak hyung, bukankah kau juga harus bersiap-siap untuk pergi bersama Junhoe kan? Kau juga harus menghadapi mereka, dan banyak lagi yang harus kau lakukan, setidaknya selesaikan yang satu ini. Mungkin akan lebih mudah jika ia mengetahui sedikit tentangmu," gumam Donghyuk dengan suara pelan, ia lelah mengingatkan Jinhwan bahwa yang harus ia urusi bukan hanya tentang orangtuanya, masih ada banyak hal lain yang mengantri untuk Jinhwan hadapi. Maniknya mengarah pada jam dinding di ruangan itu yang menunjukan jam 6 sore, satu jam lagi Junhoe akan menjemput Jinhwan dan membawa namja manis itu menemui calon mertuanya.

"Aku tau," gumam Jinhwan lemah, dengan sangat tidak rela ia bangkit dari sofa nyamannya menuju kamar untuk mandi, "tapi.." Langkah Jinhwan berhenti sesaat untuk menoleh pada Donghyuk, "adakalanya sesuatu yang tidak diketahui memang sebaiknya tidak diketahui," ucap Jinhwan lagi sebelum menutup pintu kamarnya, meninggalkan sepasang kekasih yang hanya mengangkat bahu menandakan ia menyerahkan semua atas keinginan Jinhwan.

***

Satu jam kemudian Jinhwan sudah berpakaian rapi menunggu Junhoe menjemputnya, dan tak perlu waktu lama bel apartementnya berbunyi menandakan namja berparas tegas itu sudah datang.

Setelah menarik nafas panjang dan menghembuskannya lagi mencoba merilekskan diri, Jinhwan membuka pintu apartementnya dan melihat Junhoe sudah berdiri sambil tersenyum.

"Kau sudah siap?" Tanya Junhoe yang hanya dijawab anggukan oleh Jinhwan.

***

Lalu lintas sore itu lumayan ramai, hanya suara mobil berlalu lalang yang terdengar, Jinhwan terlalu malas untuk berkata apapun, Jinhwan hanya menatap kosong jalan dibalik kaca mobil Junhoe.

Sekuat apapun Jinhwan menutupi kegugupannya, itu terlihat sangat jelas di mata Junhoe meski ia hanya melihat sekilas sambil menyetir.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Junhoe lagi untuk yang kedua kalinya selama di perjalanan, dan untuk yang kedua kalinya juga Jinhwan hanya bergumam 'ya' yang sangat terlihat kebohongannya. Bagaimana bisa Jinhwan mengatakan kalau ia baik-baik saja saat bernafas pun ia terlihat kesulitan.

Tangan Jinhwan tak pernah diam, jika tidak saling meremas, tangannya akan menarik ujung mantelnya. Dan satu lagi, sejak ia datang menjemput Jinhwan, Jinhwan selalu menolak untuk memandangnya meski hanya sekilas. Jinhwan memang jarang memandang pada Junhoe namun kali ini sangat terlihat ia menolak kontak mata dengan manik coklat Junhoe.

"Jangan bohong saat kau memang tak baik-baik saja. Aku tak bodoh, Jinhwan," gumam Junhoe lirih. Ia masih fokus menyetir namun ia masih bisa menangkap helaan nafas berat dari namja di sebelahnya. "Kau gugup?" Tanya Junhoe ingin memastikan dugaannya.

Tanpa peduli Junhoe menatapnya atau tidak, Jinhwan mengangguk lemah. Dan Junhoe, tentu ia bisa menangkap gerakan kecil Jinhwan karena sebenarnya ia sepenuhnya fokus pada namja manis itu meski ia sedang menyetir. Junhoe hanya bisa menghela nafas kecil lalu bergumam, "semuanya akan baik-baik saja," berharap kalimatnya bisa membuat Jinhwan lebih tenang meski itu tak berarti banyak. Ia tau bagaimana resahnya Jinhwan, karena itu ia juga akan berusaha membuat Jinhwan lebih baik meski sebenarnya ia pun tak tau apa yang harus ia lakukan.

Perlu 30 menit hingga mobil putih milik Junhoe akhirnya sampai didepan sebuah rumah yang lumayan besar di pinggir kota Seoul, rumah yang tertutupi pagar tinggi yang mengelilinginya.

"Kau siap?" Tanya Junhoe sebelum turun dan masih seperti beberapa saat lalu, Jinhwan tak bersuara, hanya mengangguk lemah tanpa menatap lawan bicaranya.

"Jinhwan, lihat aku," kata Junhoe akhirnya jengah pada sikap Jinhwan, ia meraih kedua bahu Jinhwan, mencengkeramnya hingga mau tak mau Jinhwan menatap wajah tegas di depannya, "apa yang kau pikirkan? Kau gugup? Takut? Atau apa? Katakan padaku agar aku bisa membuatmu merasa lebih baik," nada Junhoe terdengar sedikit lebih tinggi dan itu membuat Jinhwan malah merasa lebih buruk. Tatapan Junhoe dibalas Jinhwan dengan tatapan sengit.

"Ya! Kau benar Goo Junhoe! Aku takut, bagaimana jika mereka membenciku! Bagaimana jika mereka bertanya sesuatu yang tak bisa kujawab! Aku bahkan tak tau apa yang harus kukatakan pada mereka! Aku takut tak bisa bicara didepan mereka, aku takut terlihat buruk! Aku...aku..." Kalimat Jinhwan yang penuh nada sinis itu terpotong oleh nafasnya yang tiba-tiba memburu, dan namja di depannya tak tau harus melakukan apa selain segera memeluk namja itu, dengan ragu Junhoe mengusap-usap punggung Jinhwan takut kalau Jinhwan mungkin saja menolak pelukannya.

"Shtttt, tenanglah Jinhwan. Jika ku bilang semuanya akan baik baik saja, semuanya pasti akan baik-baik saja. Ada aku, okay. Kau tak perlu mengatakan apapun pada mereka, kau tak perlu menjawab apapun jika kau tak mau, aku yang akan melakukan semuanya. Jadi tenanglah," bisik Junhoe pelan-pelan dan sedikit demi sedikit nafas Jinhwan mulai terdengar teratur. Membawa kesadaran Jinhwan kembali kalau kontak yang mereka buat kini adalah kegiatan yang tak seharusnya. Dengan segera Jinhwan mendorong tubuh Junhoe kemudian menghela nafas kasar.

"Ok. Mari kita lakukan sekarang."

Yakin Jinhwan sudah benar-benar siap Junhoe kemudian turun begitu juga Jinhwan. Bersama Jinhwan yang mengikuti dari belakang, ia mendekati interkom dan memencet tombol di sana. Hanya perlu waktu kurang dari satu menit, terdengar suara berat namun lembut memekik dari dalam interkom.

"Kau sudah datang!"

Seruan suara yang Jinhwan pikir mungkin saudara Junhoe. Bisa dipastikan pemilik suara sebentar lagi akan muncul di hadapannya. Perlahan ia menggeser tubuhnya menyelip di belakang Junhoe, tanpa tau Junhoe sejak tadi selalu memperhatikan setiap gerakan namja itu. Sebelum Jinhwan sempat menyadari, ia sudah tersentak dengan sebuah tangan meraih satu tangannya, menyelipkan jemarinya diantara jemari Jinhwan. Jinhwan yang tadinya sibuk menunduk kemudian mengangkat kepalanya menatap Junhoe si pemilik tangan. Ia tersenyum pada Jinhwan, dan seketika angin ketenangan meresap ke seluruh tubuh Jinhwan.

"Tetaplah tenang, eum," kata Junhoe lembut selembut genggaman tangannya di jemari Jinhwan, namun cukup erat untuk tak membiarkan tautan mereka terlepas, yang Jinhwan bisa lakukan hanyalah mengangguk kecil dan di luar kendalinya ia juga ikut menggenggam jemari Junhoe.

"Hyung!! Akhirnya kau datang!!" Seru sebuah suara tinggi yang ternyata adalah seorang namja muda, dan dalam sekejap pemilik suara itu hampir melempar tubuh tingginya pada Junhoe, sosok itu memeluk sang hyung dengan sangat erat, meski begitu Junhoe tetap mempertahankan eratan tangannya pada Jinhwan, memeluk sosok yang menurut Jinhwan sangatlah tampan itu hanya dengan satu tangannya hingga kemudian sosok itu melepas eratannya untuk menoleh pada Jinhwan dan memberikan senyum terbaiknya pada namja manis yang masih canggung dalam situasi itu.

Menyadari sesuatu, Junhoe cepat-cepat memperkenalkan Jinhwan sebelum sosok tampan itu menanyakannya, "ah Chanwoo. Ini Jinhwan, dan Jinhwan ini Chanwoo, adikku satu-satunya," kata Junhoe dan sosok tampan itu tersenyum lagi, senyum yang sangat menggemaskan yang pernah Jinhwan lihat. Dilihat dari wajahnya Chanwoo mungkin baru seumuran anak sekolah menengah atas. Ia punya manik mata yang besar dan berbinar, kulit wajah yang sangat halus dan putih. Sekilas, jika melihat postur tubuhnya yang tegap dan tinggi, bahkan hampir sama tingginya dengan Junhoe, beberapa orang mungkin akan salah mengira jika ia adalah orang dewasa, tapi jika dilihat lebih jauh lagi, Chanwoo punya sisi namja yang kuat namun saat tersenyum aura menggemaskan anak itu akan menguar kemana-mana.

"Hallo, namaku Jinhwan, Kim Jinhwan," kata Jinhwan kaku kemudian Chanwoo memperkenalkan dirinya juga pada Jinhwan dengan sama kakunya, tak ada pelukan, keduanya hanya berjabat tangan kecil sebelum Chanwoo mengajak Junhoe dan Jinhwan masuk.

Jinhwan baru menyadari di balik tembok tinggi rumah Junhoe, rumah itu memilik halaman cukup luas dengan beberapa pot bunga yang mungkin akan ditumbuhi tanaman cantik milik eomma Junhoe jika sedang musim semi. Mereka sudah masuk dan Chanwoo terus membawa mereka menuju ruang makan dimana eomma dan appa Junhoe sudah menunggu.

Dengan tetap tak membiarkan tautan tangannya terlepas dari Jinhwan, Junhoe menghampiri sang eomma sedang sibuk mengatur makanan di meja saat sang appa setengah berlari menuju Junhoe dan memeluk putra tertuanya itu. Tak ingin membuat sang appa kecewa Junhoe melepaskan tautan tangannya dari Jinhwan dan memeluk erat namja paruh baya itu cukup lama, Jinhwan hanya terdiam setengah tersenyum pada pemandangan ayah dan anak yang saling melepas rindu, ia lupa kapan terakhir kali ia dan appanya melakukan hal sama.

Tenggelam dalam pikirannya tentang appanya, tanpa Jinhwan sadari seseorang sudah berdiri di sampingnya dan membuat ia menegang. Sebisanya ia menenangkan diri lalu membungkuk kecil pada orang itu dan tersenyum, "hallo, namaku Kim Jinhwan," kata Jinhwan tanpa tau apa yang harus dikatakan selain memperkenalkan diri pada eomma Junhoe, sesaat ia terpaku di depan Jinhwan, tatapannya seperti menelisik dengan wajah yang sulit dipahami dan itu membuat Jinhwan gugup. Tatapan itu baru berhenti saat Junhoe yang selesai dengan appanya kemudian menghampiri sang eomma lalu memeluk yeoja itu sesaat, membuat yeoja itu seketika lupa pada Jinhwan.

"Ah, eomma, appa, perkenalkan ini Jinhwan," ucap Junhoe sambil melepaskan pelukan sang eomma dan menoleh pada Jinhwan, menyadari bahwa ia belum mengenalkan namja manis yang masih kaku di tempatnya itu. Jinhwan membungkuk lagi dan memperkenalkan dirinya lagi pada eomma dan appa Junhoe.

"Hallo Jinhwan, senang bertemu denganmu," berbeda dengan Nyonya Goo, Tuan Goo lebih memasang raut wajar, ia tersenyum lalu menepuk bahu Jinhwan lemah lembut yang dibalas Jinhwan dengan senyum juga.

"Kalau begitu kajja, kita makan malam. Makanannya sudah menunggu," kata Nyonya Goo menyela ditengah pembicaraan dan berjalan menuju meja makan yang sudah penuh dengan makanan yang disiapkan si tuan rumah.

Saat berjalan kemeja makan, tanpa mendapat perhatian dari keluarga Junhoe, Junhoe mendekat pada Jinhwan, "kau baik-baik saja, kan?" Tanyanya berbisik menyadari Jinhwan terlihat tak baik, Jinhwan tak bisa menutupi kalau ia sangat gugup setelah melihat kesan pertama mereka pada Jinhwan yang terkesan dingin. Jinhwan menjadi semakin gugup saat tiba-tiba ia merasakan tangan Junhoe melingkari pinggangnya, ia menoleh pada Junhoe yang sangat dekat di sampingnya dengan pandangan bingung.

"Jangan panik," bisiknya lagi tanpa menatap Jinhwan dan tanpa melepaskan tangannya dari pinggang Jinhwan, ia mengiring Jinhwan menuju meja makan dan duduk di sebelahnya.

Saat makan, suasana sangat hening, Junhoe sesekali membuka suara, bertanya keadaan mereka dan juga tentang sekolah Chanwoo, begitu juga dengan keluarga Junhoe yang sesekali menanyakan tentang karier Junhoe, keadaannya atau apapun, namun kemudian suasana kembali mati dengan sangat mudah.

Junhoe sedikit heran pada Chanwoo yang biasanya cerewet kini tiba-tiba menjadi anak yang tenang dan pendiam, tak bersuara sama sekali, tapi Junhoe tak bodoh, ia bisa melihat bagaimana raut wajah tiga orang di depannya yang aneh. Chanwoo sesekali melirikkan matanya yang seakan berkata 'katakan sesuatu' pada eomma dan appanya yang terlihat sangat canggung, dan yang paling ia khawatirkan disini adalah Jinhwan, namja manis itu hanya menatap piringnya tanpa berani mengangkat kepala, bahkan ia kesulitan menelan makanannya karena suasana seperti ini.

Junhoe tau, eommanya sekali dua melirik pada Jinhwan begitu juga Chanwoo, mereka seperti ingin mengatakan sesuatu namun kemudian menelan kalimat mereka lagi. Dan Junhoe benci itu, hingga ia jengah dan memutuskan untuk membuka suara, "baiklah, ini membuatku bosan," kata Junhoe menaruh sendok dan garpunya hingga menimbulkan suara, "kalian bertingkah seakan aku dan Jinhwan orang yang aneh. Aku sangat merasa asing di rumahku sendiri," nada bicaranya sudah menujukan kalau ia tak bisa bertahan lebih lama dengan suasana seperti ini.

Semua mata tertuju pada Junhoe begitu juga Jinhwan, Nyonya dan Tuan Goo terdiam begitu juga Chanwoo, hingga Junhoe mendengar helaan nafas kecil dari sang appa, namja berbadan besar itu menatap Jinhwan, "maaf, Jinhwan. Kau pasti merasa sangat tidak nyaman dengan sikap kami yang seperti ini, sejujurnya kami masih sedikit shock dengan kenyataan tentang Junhoe dan kau, namun kau jangan salah paham, kami tak membencimu atau apapun, kami bisa menerima semuanya sejak jauh-jauh hari saat Junhoe menjelaskan pada kami, kami hanya merasa sedikit aneh, kuharap kau mengerti," tutur suara rendah itu pada Jinhwan.

Jinhwan mengangkat kepalanya lalu mengangguk, "tak apa, Tuan Goo," jawabnya mencoba tersenyum tapi itu tetap tak membuat jantungnya berdetak normal.

"Dan sejujurnya aku menyukaimu," kemudian suara lembut sang eomma terdengar, "aku hanya bingung bagaimana harus bersikap padamu Jinhwan, banyak yang ingin kuketahui tentangmu tapi tak satupun bisa kukatakan," kata Nyonya Goo tersenyum kecil dengan wajah memerah pada Jinhwan, "aku hanya masih merasa aneh untuk menanyakan tentang hubunganmu dengan Junhoe atau tentang...kehamilanmu," lanjutnya hati hati.

Hening lagi-lagi menjadi penengah di meja itu, namun hanya sampai suara Chanwoo memecahnya, "aku juga menyukai Jinhwan hyung, walaupun kelihatannya sangat pendiam tapi ia sangat manis dan terlihat baik," namja muda itu tersenyum pada Jinhwan.

"Jinhwan hyung, kuharap kau mengerti, kami masih baru dengan pasangan seperti kalian. Awalnya kami memang merasa sangat aneh melihat kalian bersama, namun jika dipikir-pikir lagi, ini bukan sesuatu yang buruk, Jinhwan adalah namja yang manis dan terlihat sangat baik. Jika Junhoe hyung sudah memilihmu itu artinya kau orang yang terbaik untuk hyungku. Iyakan eomma, appa," celoteh Chanwoo panjang lebar, mulai terlihat sikap aslinya. Tuan dan Nyonya Goo mengangguk setuju dan menatap lembut pada Jinhwan, sebuah tatapan yang membuat Jinhwan akhirnya merasa diterima di tengah orang-orang itu.

Junhoe tersenyum lega dan menoleh pada Jinhwan yang juga ikut tersenyum, "dan, appa, eomma," gumam Junhoe merasa ini saat yang tepat untuk mengatakan alasan mengapa ia membawa Jinhwan ke tengah keluarganya, semua orang fokus menunggu kalimat Junhoe selanjutnya, "aku kesini bukan hanya untuk mengenalkan Jinhwan pada kalian. Aku berencana untuk menikah dengannya dalam waktu dekat ini, dan aku meminta persetujuan kalian semua," ucap Junhoe pelan-pelan dan hati-hati.

Suasana yang mulai nyaman kembali kaku karena kalimat Junhoe, Nyonya dan Tuan Goo saling menatap tanpa tau apa maksudnya.

Hingga tiba tiba Chanwoo berseru, "apa ku bilang, benar tebakanku. Mereka pasti berencana ingin menikah. Kau berhutang lima puluh ribu won padaku, appa," oceh Chanwoo enteng tanpa peduli membuat semua terkekeh kecuali Jinhwan yang hanya tersenyum atau Junhoe yang matanya sudah melotot pada Chanwoo.

"Kau menggunakan kami sebagai taruhan?!" Junhoe tak percaya apa yang telah dilakukan bocah ini pada hyungnya sendiri.

"Karena Jinhwan juga sudah hamil, kalian memang secepatnya harus menikah. Aku sangat senang mendengarnya," kata eomma Junhoe berubah bersemangat saling meremas kedua tangannya.

"Kami kira kau tak akan berencana seperti itu Junhoe, tentu saja kami sangat setuju dengan pernikahan kalian," sahut sang appa yang menepuk-nepuk pundak putranya, "dan Jinhwan, apa eomma dan appamu sudah tau tentang ini?" Lanjut Tuan Goo. Tanpa sempat Jinhwan menjawab, Junhoe yang tau kalau Jinhwan mungkin akan kesulitan mendahului kalimat Jinhwan.

"Belum, ta_"

"Kami akan mengatakan semuanya secepatnya. Aku sudah membuat janji dengan mereka dan besok atau lusa kami akan pergi ke Busan, itu pun jika Junhoe tak sibuk," potong Jinhwan cepat menciptakan raut sulit dimengerti di wajah tampan namja di sebelahnya. Di satu sisi ia terkejut karena Jinhwan tak menceritakan itu lebih dulu padanya namun disisi lain ia sedikit lega Jinhwan sudah bisa melakukannya.

Keduanya menerima anggukan dari sang appa. "Sebaiknya kalian segera memberitahu mereka, karena mereka pasti akan sangat senang mengetahui kabar pernikahan kalian, apalagi kabar mereka akan mendapat cucu," sahut eomma Junhoe,

"Ahh, hyung, aku sudah tak sabar ingin menjadi paman, aku penasaran akan mendapat keponakan perempuan atau laki-laki. Apa kau sudah memeriksakannya?" Seru Chanwoo lagi, namja itu berubah menjadi namja yang paling ingin tau segalanya. Jinhwan bisa melihat manik besar Chanwoo berbinar, dan lagi-lagi ia terdiam, Jinhwan dan Junhoe saling menatap, kali ini Junhoe bahkan tak bisa mengambil alih untuk menjawab karena ia bahkan tak pernah mengetahui tentang keadaan kehamilan Jinhwan.

Sampai saat ini ia tak pernah membawa Jinhwan memeriksakan kehamilannya dan sedikit rasa bersalah perlahan menghantam hatinya. Ia merasa sangat buruk selama ini tak peduli tentang bayi itu, hingga kini, bahkan untuk pertanyaan sesederhana itu ia bungkam.

"Aish, Chanwoo, bayi itu baru bisa diketahui apa ia laki-laki atau perempuan saat kandungan berusia 5 atau 6 bulan," sela sang eomma yang sangat membantu pasangan yang masih membeku itu, "tapi Junhoe, sekarang usia kehamilan Jinhwan sudah berapa bulan?" Tanya eomma Junhoe yang menurut namja itu tak lebih baik dari pertanyaan Chanwoo. Ia sungguh ayah dan suami yang buruk karena ia bahkan tak tau usia kehamilan calon istrinya. "I-itu...mm,"Junhoe tergagap, tanpa disadari siapapun Jinhwan memutar matanya.

"Hampir dua bulan, Nyonya Goo," jawab Jinhwan mengerti Junhoe tak akan bisa menjawab.

"Ahh. Pantas saja tubuhmu pun masih belum berubah," sahut eomma Junhoe puas dan Chanwoo ikut mengangguk.

***

Selesai makan malam Junhoe dan Jinhwan tak langsung pulang, kedua orang tua Junhoe mengajak pasangan itu ke ruang tengah untuk berbincang dengan alasan mereka masih merindukan Junhoe dan masih ingin bersama Jinhwan lebih lama, yang pastinya dengan senang hati Junhoe tak menyela dan Jinhwan pun tak punya pilihan lain.

"Hyung, ceritakan pada kami tentang kisah kalian," kata Chanwoo bersemangat, Jinhwan sedikit bingung apa yang Chanwoo maksud. "Aku ingin mendengar bagaimana kalian bertemu, aku sangat penasaran bagaimana kalian menyimpan hubungan kalian dengan sangat rapi bahkan kau tak memberi tahu pada kami, sejujurnya itu menyebalkan hyung," lanjutnya dan dalam sekejap Jinhwan sulit menelan salivanya, ia lupa kalau mereka pasti akan bertanya tentang itu, memang aneh kelihatannya, jika Junhoe yang tak pernah ada kabar memiliki kekasih tiba-tiba membawa Jinhwan sebagai kekasihnya, semua orang yang tak tau kebenarannya mungkin akan bertanya-tanya bagaimana bisa tak ada yang tau tentang hubungan mereka. Chanwoo membunuh keadaan dengan sangat mudah hingga Junhoe memutuskan untuk bicara, "mmm...itu, akan sangat memakan waktu jika aku menceritakannya," kata Junhoe tertawa canggung berharap Chanwoo atau pun orang tuanya tak memaksanya bicara lebih banyak.

"Tak apa, buat lah menjadi singkat, kami akan mendengarkan. Ceritakan saja bagaimana kalian bertemu, berapa lama hubungan kalian dan_"

"Bagaimana Jinhwan hyung bisa hamil?" kata Chanwoo memotong kalimat sang eomma, dan kemudian namja muda itu menaik turunkan alisnya saat mendapat death glare dari Junhoe yang wajahnya tiba tiba memerah.

"Mmm. Itu," Junhoe mengambil nafas, sambil berpikir keras kalimat apa yang harus ia katakan, ia menoleh pada Jinhwan yang memasang tampang sama bingungnya. "Apa yang harus kukatakan?" Katanya tertawa kecil yang terdengar sangat aneh bagi Jinhwan.

Sedang ketiga orang yang menjadi pendengar dengan sabar menunggu cerita Junhoe. "Apa Jinhwan adalah fans mu?" Tanya Chanwoo yang mulai gemas karena sepasang kekasih palsu di depan mereka hanya diam.

Ide yang bagus, Junhoe ingin tertawa mendengarnya "iya" sahut Junhoe bersemangat saat Jinhwan menjawab "tidak" secara bersamaan, yang membuat wajah tiga orang didepan mereka semakin terlihat kebingungan. Lagi-lagi Junhoe tertawa canggung, "ahh Jinhwan, kau tak perlu malu bilang kalau kau adalah fansku pada mereka," kata Junhoe sambil tertawa kecil dan memberi tatapan setengah mengancam pada Jinhwan untuk diam tak menyela ceritanya.

"Jinhwan ini adalah namja yang sangat sangat pemalu," semuanya mengangguk menyetujui karena memang sejak pertama mereka melihat Jinhwan, namja manis itu tak banyak bicara.

"Pertama kali aku melihatnya saat konser pertamaku di Seoul, dari semua fans-fans ku yang berteriak-teriak. Hanya dirinya yang diam, namun matanya tak pernah berkedip melihatku penuh kekaguman," Junhoe memberi jeda lalu tersenyum pada Jinhwan yang balik tersenyum dengan sangat terpaksa, "dan yang paling mengejutkan adalah suatu malam saat musim dingin satu tahun lalu, aku menemukannya di depan apartementku padahal malam itu sudah cukup larut, wajahnya merah karena kedinginan dan dia bilang dia menungguku untuk waktu yang lama hanya untuk melihatku. Aku mengkhawatirkannya dan menyuruhnya pulang namun dia tak mau dan bilang kalau dia akan pulang setelah melihatku masuk apartement dengan selamat. Hatiku tersentuh, saat ia hampir mati kedinginan ia masih saja mengkhawatirkanku yang baik-baik saja. Aku tau masih ada banyak fans yang mengkhawatirkanku sama seperti Jinhwan, namun bagiku dia berbeda hingga aku sadar aku sudah jatuh cinta padanya."

Junhoe mengakhiri cerita bohongnya dengan kembali tersenyum pada Jinhwan, seenaknya Junhoe menjatuhkan tangannya untuk melingkari pinggang Jinhwan dan menatap Jinhwan dengan penuh cinta. Jinhwan berpikir namja itu mungkin bisa jadi aktor sekarang karena aktingnya sangat hebat.

Dalam hati ia sangat ingin meninju wajah Junhoe yang sembarangan mengarang ceria macam itu. Tak bisakah dia mengarang cerita lain selain mengatakan dia adalah fans namja menyebalkan ini pikir Jinhwan. Namun ia bisa apa, tak ada yang bisa ia lakukan selain menarik nafas dalam penuh kesabaran dan mengangguk.

Dan seperti dugaan Junhoe, ketiga pendengarnya tersenyum mendengar cerita indah yang Junhoe buat, terutama Chanwoo yang saling meremas jemarinya dengan tampan bodoh, Junhoe tau Chanwoo pasti sedang membayangkan adegan-adegan romantis seperti komik manga yang sering dibacanya.

"Senang rasanya mendengar anakku mendapatkan seseorang yang sangat mencintainya," gumam eomma Junhoe tersenyum lembut pada Jinhwan.

"Kalian pasti sangat saling mencintai, dan, oh! Hyung!" Rasa penasaran yang menumpuk di otak Chanwoo membuatnya teringat sesuatu, "apa kau sudah melamar Jinhwan hyung?" Pertanyaan Chanwoo menciptakan raut bodoh di wajah pasangan itu, dan Chanwoo yang pada dasarnya mudah membaca raut wajah seseorang dengan mudah menebak jawaban dari pertanyaannya, "pasti belum kan? Haishh! Pria macam apa kamu hyung. Sekarang ayo cepat lamar Jinhwan hyung di depan kami," pinta Chanwoo, bersikap seimut mungkin dan memasang puppy eyes andalannya yang tak seorangpun sanggup menolak permintaan namja menggemaskan itu.

Sayangnya jurus aegyonya tak berfungsi untuk Junhoe. Ia hampir saja melempar pot bunga di atas meja pada anak cerewet ini jika tak mengingat Chanwoo adalah adik kandungnya.

Posisi Junhoe semakin sulit saat eomma dan appanya ikut mengangguk bersemangat dan berseru mendukungnya, "Chanwoo benar, lamar Jinhwan didepan kami," ucap Tuan Goo.

"Ayo, Junhoe kau bisa," sambung sang eomma lalu berdiri dan menarik Junhoe ikut berdiri di depan Tuan Goo, Chanwoo dan Jinhwan.

"Jinhwan, kemarilah sayang," pinta Nyonya Goo yang tak mendapat respon dari Jinhwan, namja manis itu membeku di tempatnya sambil mengerjap bingung saat kedua tangan Chanwoo tau-tau sudah menariknya. "Ayo, hyung," kata Chanwoo bersemangat membawa Jinhwan ke hadapan Junhoe sedang Chanwoo dan eommanya kembali kesofa mereka masing-masing menunggu pertunjukan lamar melamar di depannya berlangsung.

"Apa yang harus kulakukan?" ucap Junhoe mengusap tengkuknya salah tingkah, keduanya berdiri seperti orang bodoh di mata Chanwoo, ia ragu bagaimana kedua orang ini menyebut diri mereka sepasang kekasih saat melakukan hal mudah seperti itu saja terlihat sangat sulit.

"Yak!!! Cepat hyung. Kau mau berdiri saja disitu atau melamar Jinhwan hyung, lakukan saja seperti kau biasanya merayu Jinhwan hyung. Atau jangan-jangan kau tak pernah merayunya, jangan-jangan kalian bukan pasangan kekasih ya? Sejak pertama kalian datang kalian terlihat sangat canggung satu sama lain, atau ja_"

"Chanwoo diam kau! Tentu saja kami sepasang kekasih," sanggah Junhoe cepat seketika menghentikan ocehan tak sabaran Chanwoo. Segera Junhoe melayangkan satu tangannya untuk ia kaitkan di pinggang Jinhwan, hanya agar status pasangan mereka terlihat menyakinkan dan Jinhwan yang panik hanya mengangguk-angguk membenarkan kalimat Junhoe dan ikut menggantungkan tangannya di pinggang Junhoe.

"Baiklah,aku akan melamar Jinhwan di depan kalian agar kalian yakin kami adalah pasangan," kata Junhoe tegas dan dia mulai lepaskan tangannya dari Jinhwan kemudian menghadap namja manis itu. Satu tarikan nafas panjang diambilnya sebelum perlahan menumpukkan lututnya dilantai membuat sepasang manik Jinhwan melebar saat jemari Junhoe menangkap kedua tangannya dan meraup tangan itu erat. Untuk menarik nafas saja Jinhwan merasa kesulitan saat kedua manik tajam milik Junhoe mengunci pandangannya.

"Jinhwan, my sweet heart," entah dari sudut otak yang mana Junhoe mendapat panggilan itu, yang jelas suara rendah itu memacu jantungnya berdetak kencang hingga Jinhwan sendiri bisa mendengarnya, "aku selalu berpikir ingin menghabiskan sisa hidupku bersama seseorang yang sempurna, dan sepertinya Tuhan mendengarkanku. Dia mengirimmu, tak ada yang lebih aku inginkan selain menghabiskan sisa waktuku yang berharga untuk memegang tanganmu dan melindungimu. Kau bisa percayakan seluruh hidupmu padaku. Please marry me, baby?" Jinhwan tertegun untuk beberapa detik setelah kalimat yang terdengar dalam itu terucap. Jinhwan masih membeku tak menjawab apapun, bisa ia rasakan jemari Junhoe menggenggam jemarinya makin erat, sangat erat hingga ia berpikir jika ia menjawab 'tidak' maka Junhoe akan menghancurkan tangannya.

"Yes, I will," gumam Jinhwan tentu karena ia tak bisa mengucap kalimat lain selain menerima lamaran bodoh itu. Dengan itu Junhoe berdiri dan menarik Jinhwan ke dada hangat namja tampan itu.

"Tidak sia-sia les aktingku selama tiga tahun," bisik Junhoe sambil terus mengeratkan tubuh mereka, tanpa tau ketiga orang yang menyaksikan dua namja itu tersenyum bahagia.

"Cium dia hyung!" Seru Chanwoo lagi, kali ini Junhoe benar-benar ingin merobek mulut anak kecil itu agar tak terus meminta hal aneh.

"Yak! Chanwoo! Kau menyuruhku mencium Jinhwan di depan eomma dan appa, yang benar saja!" Kata Junhoe mulai panik.

"Tak apa, Junhoe. Lagi pula Jinhwan sebentar lagi akan menjadi anggota keluarga kita. Kami juga ingin melihatnya," kata sang eomma terkekeh melihat anak dan calon menantunya tiba-tiba salah tingkah.

"Tapi Nyonya Goo, a-aku..."Jinhwan ingin ikut protes namun rasa gugupnya membuat ia bahkan sulit untuk bicara saja.

"Sudahlah sayang. Mungkin Jinhwan malu. Kau tidak lihat wajahnya sudah sangat merah," sela sang appa yang mengerti keadaan Jinhwan.

"Tidak appa," protes Chanwoo, "sesudah melamar, harusnya mereka berciuman. Iya kan, eomma?" Katanya lagi di sambut anggukan setuju dari eomma Junhoe.

Junhoe menghela nafas dan ia lalu menghadap pada Jinhwan yang masih menunduk dalam, perlahan ia mengangkat wajah memerah itu, jujur ia ingin tersenyum melihat wajah Jinhwan yang sudah sangat merah dan menatapnya seakan meminta untuk tak melakukan itu,membuat wajah Jinhwan berkali-kali lipat lebih manis pikir Junhoe. Ia juga tak ingin melakukannya namun Junhoe juga tak ingin eomma dan Chanwoo menganggap ia tak mencintai Jinhwan, dan akhirnya sedikit demi sedikit bibir penuhnya semakin dekat di wajah Jinhwan dan...

"Yaaaahhh," Junhoe bisa mendengar suara kekecewaan dari eommanya dan Chanwoo, "kau tau bukan ini yang kami harapkan, cium dia di bibir bukan di kening. Aku jadi ragu kau benar-benar mencintainya," omel Chanwoo yang mulai memasang wajah kesal.

"Beri dia ciuman yang sesungguhnya, Junhoe," kata sang eomma yang membuat appa Junhoe terkekeh kecil.

Jinhwan benar-benar tegang sekarang. Keluarga ini gila, ia ingin bicara namun seluruh tubuhnya mendadak kaku, ia hanya menunduk, ia tak mengerti kenapa dua orang itu sangat ingin melihatnya berciuman dengan Junhoe. Ia mungkin tak akan bisa tidur semalaman malam ini jika Junhoe benar benar menciumnya, memberinya ciuman yang sesungguhnya. Itu tidak boleh terjadi,lebih baik Jinhwan mati saja, teriak Jinhwan dalam hati.

Rasa gugup yang entah dari mana datangnya kini menyelimuti hati Junhoe juga, sekali lagi ia menghadap Jinhwan dan membuat kontak mata dengan namja manis itu, perlahan ia melayangkan tangannya membungkus kedua pipi Jinhwan masih memerah, ia ragu jika ia masih bisa menahan semburat merah di wajahnya, namun ada satu hal yang tak bisa ia kendalikan lagi, jantungnya, semakin dekat wajahnya pada Jinhwan, jantungnya akan berdetak semakin cepat, tak pernah ia bayangkan sebelumnya jika ia harus menyentuh bibir Jinhwan dengan mulutnya dalam keadaan sadar seperti ini, namun, mereka kini sedang bermain peran sebagai sepasang kekasih yang akan menikah, ia tau cepat atau lambat ia akan melakukannya.

Junhoe menarik nafas untuk yang terakhir kali dan menghembuskannya lagi, membuat nafas hangat itu menyapu ke wajah Jinhwan dan memaksa Jinhwan untuk menutup mata, hingga Junhoe juga memilih menutup matanya saat bibir penuhnya benar-benar menyentuh sepasang benda lembut milik Jinhwan. Bibir Jinhwan sangat lembut, sangat amat lembut dan menguarkan rasa manis yang tak bisa Junhoe halangi agar tak ia rasakan. Junhoe tak bisa menahan untuk tak memberi satu dua kecupan pada benda basah itu, dan ia tau Jinhwan tak akan bergerak membalasnya, kenyataan yang menyadarkannya jika ciuman itu hanya sesuatu yang palsu.

Sejak tadi Jinhwan terus mendengar detak jantungnya sendiri, detakan yang sangat cepat diluar batas normal, ia tak tau mengapa ia tiba-tiba membeku saat bibir Junhoe yang sebenarnya hangat itu bergerak di bibirnya, sesaat dadanya terasa penuh karena hati di dalamnya terasa membesar.

Tak berani menciptakan ciuman yang terlalu dalam Junhoe kemudian melepas tautan mereka dan saling menatap, "katakan kau mencintainya, Junhoe." Permintaan sang eomma bagai sihir bagi Junhoe yang masih tak melepaskan tatapannya pada Jinhwan, ia menurut saja apa yang dipinta sang eomma dan menarik Jinhwan dalam pelukannya lalu berbisik, "I really love you, Kim Jinhwan" mengusap rambut Jinhwan penuh kasih hingga menuju punggung lebar namja manis itu, dan Jinhwan tak bisa berbuat apapun, ia ikut menautkan tangannya di pinggang Junhoe dan mengatakan jika ia juga mencintai Junhoe.

***

Malam hampir larut saat Junhoe memutuskan untuk pulang, appa dan eomma Junhoe juga Chanwoo mengantar mereka hingga kedepan, dan satu persatu mereka memberi pelukan pada Junhoe lalu pada Jinhwan, "jaga Jinhwan dengan baik," kata sang appa memeluk erat putranya.

"Hati-hati, eum," kata eomma lembut pada Jinhwan lalu mengusap pipi Jinhwan.

"Iya, Nyonya Goo," jawab Jinhwan mengangguk namun yeoja paruh baya itu menggeleng pelan. "Tidak, panggil aku eomma. Kau putraku sekarang," katanya dan dengan itu ia memberi satu kecupan di kening Jinhwan.

"Aku tak sabar bertemu eomma dan appamu, sampaikan salamku pada mereka," ucapnya lagi dan Jinhwan hanya mengangguk sambil tersenyum, namun kali ini senyumnya berbeda, senyum kesedihan yang ia harap Nyonya Goo tak bisa menangkapnya.

Keduanya lalu masuk kedalam mobil dan dengan sekali lagi mengucap selamat tinggal sebelum Junhoe menyalakan mobilnya. Perlahan mobil itu bergerak meninggalkan area rumah Junhoe.

Lewat kaca spion Jinhwan masih melihat mereka menatap kepergian ia dan Junhoe hingga benar-benar menghilang, ia membuang nafas berat, Jinhwan tak percaya ia membohongi mereka sampai sejauh ini, saat melihat mata mereka yang menatapnya penuh binar kebahagiaan, justru kesedihan dan rasa bersalah yang menghantam hatinya, otaknya menerka-nerka semua kemungkinan yang akan terjadi, bagaimana jika mereka mengetahui yang sesungguhnya, mereka pasti akan sangat terluka saat Jinhwan yang begitu mereka kasihi ternyata membohongi mereka.

Dan Jinhwan tau itu juga yang sedang dirasakan Junhoe sekarang, buktinya namja itu terdiam dengan pandangan kosong kedepan, Junhoe terlihat lelah dan raut wajahnya sangat terlihat tak baiknya.

"Apa perlu aku yang menyetir?" Ucap Jinhwan khawatir. Junhoe terlihat setengah melamun dan itu membuatnya takut Junhoe tak fokus menyetir.

"Tidak usah, aku baik-baik saja," jawab Junhoe tak menoleh pada Jinhwan. Nada yang ia gunakan membuat Jinhwan membeku karena begitu dingin.

Pada akhirnya Jinhwan memilih diam dan tak peduli, sepanjang perjalanan tak ada yang membuka suara hingga sampai di apartement Jinhwan.

Masih tanpa suara Jinhwan kemudian turun dengan Junhoe yang mengikutinya dari belakang, Jinhwan meminta Junhoe untuk tak usah mengantarnya sampai apartementnya karena Jinhwan tau namja itu tampak kelelahan, namun bukan Junhoe jika ia menurut, namja bersurai hitam itu hanya bergumam kecil bahwa ia baik-baik saja dan dengan memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana, Junhoe lalu berjalan mendahului Jinhwan menuju lantai apartement Jinhwan yang mau tak mau Jinhwan harus mengikuti Junhoe.

Keheningan tetap menengahi mereka hingga didepan pintu apartement Jinhwan, Junhoe berhenti dan membalik badan untuk menoleh pada Jinhwan yang masih berjalan menyusulnya.

"Terimakasih," gumam Jinhwan yang hanya dijawab satu anggukan oleh Junhoe, jawaban yang sangat membuat Jinhwan tidak nyaman, sejujurnya ia lebih suka Junhoe yang banyak bicara meski itu menyebalkan, namun Junhoe yang seperti ini juga tak lebih baik. Ia hanya mendesak kecil, sekali lagi Jinhwan memilih tidak peduli karena ia sudah terlalu malas dan lelah hari ini.

"Kau mau mampir sebentar?" Tanya Jinhwan seraya membuka pintu apartementnya lalu masuk. Ia tak percaya sudah menawari namja itu masuk apartementnya saat biasanya ia lebih suka menghindari Junhoe, dan ia beruntung Junhoe menolak tawarannya dengan alasan sudah malam. Jinhwan mengangguk dan bermaksud menutup pintu, namun Junhoe tak kunjung pergi dari hadapannya.

"Kau yakin baik-baik saja?" Tanya Jinhwan akhirnya ingin memastikan, namun ia tak mendapat jawaban dari namja di hadapannya, namja tampan itu menunduk menghindari tatapan Jinhwan lalu bergumam pelan.

"Maafkan aku," lirihan pelan itu membuat Jinhwan bingung.

"Untuk apa?"

"Untuk semuanya. Selamat malam, Jinhwan."

Perlahan Junhoe menarik langkahnya mundur dari pintu Jinhwan, berbalik dan melangkah meninggalkan Jinhwan yang masih memasang wajah tak mengerti. Sejenak ia menatap punggung lebar Junhoe sebelum akhirnya memilih menutup pintunya rapat. Jinhwan masih berdiri di depan pintunya, jemarinya masih menempel pada knop pintu. Hatinya tak nyaman tanpa tau apa penyebabnya. Ia ingin membuka pintu itu lagi namun ia tak punya alasan kuat kenapa ia harus melakukannya.

Dan di sisi lain, saat terdengar suara pintu yang sudah tertutup, Junhoe membalikkan badannya. Ia menatap pintu itu dan tanpa sadar satu tangannya melayang meraih tetap dibagian dadanya, ada sesuatu yang terasa tak nyaman didalam sana, sesuatu yang membuat jantungnya mulai tak menurut pada nya. Sejak bibirnya menyentuh bibir Jinhwan, otaknya terus mengulang adegan itu lagi dan lagi. Ia memaksa jantungnya agar berdetak normal, namun organ tubuh itu seperti bukan bagian dari dirinya karena selalu melawannya, dan itulah yang membuatnya berubah menjadi lebih banyak diam dan terkesan dingin di depan Jinhwan. Junhoe sulit bicara, bahkan bernafas. Junhoe tak tau apa yang salah pada dirinya. Ini merepotkan pikir Junhoe dan ia membenci itu.

Satu nafas yang amat panjang ia ambil lalu ia hembuskan lagi sebelum ia kembali berbalik untuk meninggalkan tempat itu dan bermaksud kembali ke apartementnya. Sepertinya ia perlu berendam air hangat dan tidur di ranjangnya yang damai agar esok hari otaknya dan jantungnya bisa bekerja wajar, dan belum satu langkah ia menjauhi tempatnya berdiri, Junhoe dikejutkan oleh sosok namja yang entah kapan sudah berdiri di depannya.

"Astaga! Donghyuk, kau mengagetkanku," ucapnya mengusap dada, namja itu hanya tersenyum kecil lalu bergumam lirih namun penuh nada serius.

"Apa kau punya waktu? Bisa kita bicara sebentar...

hanya kita berdua."

***

To Be Continued

Terima kasih sudah membaca 😄😄

Dan jangan lupa tinggalkan jejak 🙏🙏

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

121K 22.1K 38
❝kak minhyun dari dulu indah ya, hng❞ cover by: kak koalapinkk💛 warn; yaoi, non baku, kasar, typo, dua chapter ada yang ngacak juga karena wp error...
1.5K 154 5
Kim Joonmyeon. Dia ganteng, kulitnya putih mulus, kaya, mobilnya banyak, rumahnya banyak, memiliki perusahaan dimana - mana, dan uangnya bagaikan air...
3K 330 9
Park Woojin Jeon Woong . . . . . . BxB
126K 7.3K 45
pemuda yang bernama AREKSA MAHENDRA, tak disangka pemuda itu diselingkuhi oleh pacarnya sendiri padahal mereka berdua sudah bersama selama 1 tahun la...