Unexpected Love | JunHwan [EN...

By minhyo__

140K 10.8K 935

Terikat hubungan dengan seorang Goo 'nightmare' Junhoe bukanlah jalan hidup yang Jinhwan inginkan. Junhwan St... More

INTRO
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22 [END]

Chapter 3

6.8K 551 63
By minhyo__

Selamat membaca 😊

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

One month later...

"Hyung, aku datang!"

Donghyuk menyembulkan kepalanya di balik pintu apartement kecil milik Jinhwan dan tak menemukan siapapun di ruang tamu itu, ia mempout kecil lalu berjalan masuk. Ia tau dimana si penghuni apartement berada, pastilah ia masih meringkuk di balik selimutnya pikir Donghyuk.

Kemudian ia berjalan ke kamar namja manis itu dan benar dugaannya, Jinhwan masih di atas ranjangnya sedang menutup mata dengan damai. Donghyuk mendekat lalu mengecek suhu badan Jinhwan. Keningnya berkerut samar, ia heran, hyungnya ini sebenarnya tidak demam namun ia selalu mengeluh badannya lemas dan kepalanya pusing.

Sudah seminggu terhitung sejak Jinhwan mengeluh kepalanya pusing, namja manis itu jadi jarang makan karena tidak bernafsu dan setiap pagi selalu merasa mual, Donghyuk beranggapan mungkin Jinhwan hanya terkena maag karena makannya yang tak teratur dan seharusnya ia akan baikan jika meminum obat maag yang biasa Jinhwan minum, namun yang ada semakin hari Jinhwan semakin tak ingin makan hingga membuatnya lemas dan sekarang adalah hari kedua ia tak masuk kerja.

Donghyuk jadi khawatir, yang ia tau walaupun Jinhwan adalah namja yang staminanya kurang kuat, namun Jinhwan sangat jarang sakit. Dan kini saat ia sakit Donghyuk berasumsi pastilah sakit sepupunya itu serius, ia jadi takut terjadi apa apa pada Jinhwan. Karena itu, pagi-pagi sekali Donghyuk sudah menjenguk hyung sepupunya ini sebelum berangkat kerja dan membawakan sedikit makanan untuk Jinhwan sarapan.

Sentuhan di kepalanya membuat Jinhwan terbangun, atau mungkin bukan, Jinhwan terbangun karena merasa tak enak di perutnya, ia buru-buru bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandinya bersama Donghyuk yang mengikutinya dibelakang.

Jinhwan memuntahkan semua isi perutnya yang sebenarnya kosong dan dengan sabar Donghyuk menepuk punggung Jinhwan, menunggu Jinhwan selesai.

"Aigoo. Ada apa sebenarnya denganmu, hyung?" Donghyuk mulai bergumam, jika sudah begini Donghyuk bahkan akan lebih cerewet dari eommanya.

Jinhwan menghela nafas panjang dan mencuci mulutnya, ia terduduk di bawah wastafel karena lemas. "Kau semakin tak baik hyung, seharusnya kau sudah baikan setelah minum obat di apotek, tapi kini, jangan-jangan kau punya penyakit serius, jangan-jangan ka_"

"Berhenti bicara Donghyukkie, kau membuat kepalaku semakin sakit," keluh Jinhwan menghentikan namja yang mulai heboh itu untuk berbicara lebih banyak lagi. Jika tak melihat etikat baik sepupunya yang hanya ingin menjaganya itu, mungkin Jinhwan sudah menendang namja tinggi ini keluar.

"Mungkin aku hanya masuk angin," ucap Jinhwan lalu berusaha berdiri dari duduknya untuk kembali ke ranjangnya dan duduk disana.

"Kau yakin, hyung?" Donghyuk hanya ingin memastikan, ia menatap setiap inci wajah Jinhwan dan anggukan yang Jinhwan buat sama sekali tak ia percayai, pemilik wajah pucat itu bagaimana bisa mengatakan kalau dirinya baik baik saja pikir Donghyuk.

Tak ingin berdebat, Donghyuk memilih beranjak dari duduknya menuju keluar kamar Jinhwan. "Kau pasti belum makan apapun kan. Aku membawa makanan dan beberapa sayuran untuk sarapanmu, kau tunggu disini biar aku menyiapkannya." Setelah bicara Donghyuk meninggalkan Jinhwan untuk menuju dapur, dikeluarkannya satu persatu makanan yang ia bawa. Sebuah termos yang berisi sup tulang sapi kesukaan Jinhwan dan beberapa sayuran yang juga Jinhwan sukai. Donghyuk berharap dengan membawakan makanan kesukaan Jinhwan, hyungnya itu jadi sedikit bernafsu untuk makan.

Tak lama kemudian Donghyuk kembali dengan nampan penuh makanan dan beberapa obat untuk Jinhwan. Senyum gummy ia lemparkan pada Jinhwan yang sudah menyandarkan punggungnya di pinggiran ranjang. Ia mendekat dan meletakkan nampan itu di meja samping ranjang Jinhwan.

"Mianhae, aku jadi merepotkanmu, Donghyukkie," gumam Jinhwan tak enak hati.

"Santai saja, hyung. Sekarang kau harus makan agar aku juga tenang meninggalkanmu kerja, eum," Donghyuk menyendokkan sup tulang sapi pada Jinhwan dan membawanya ke mulut kecil namja manis itu, namun belum sendok itu menyentuh bibirnya, Jinhwan menepis tangan Donghyuk dan dengan tergesa berlari ke kamar mandi lagi.

Untuk pertama kalinya Jinhwan menganggap wangi sup tulang sapi yang disukainya membuatnya mual, dengan wajah bingung Donghyuk menyusul Jinhwan dan membantu menepuk punggung Jinhwan yang tengah muntah tanpa hasil itu.

"Sepertinya kau memang harus ke rumah sakit hyung, kau membuatku khawatir. Aku akan izin kerja dan mengantarkanmu."

"Tidak perlu, Donghyukkie. Tak usah repot repot, kau bekerja saja. Aku pastikan setelah kau pulang nanti aku sudah sehat," sanggah Jinhwan cepat, ia membuat dirinya sebisa mungkin untuk terlihat sehat didepan Donghyuk dan ia lupa ia sedang bicara dengan siapa. Itu Kim Donghyuk, namja yang sudah tau Jinhwan luar dalam, Donghyuk hanya tersenyum hambar mengetahui penolakan Jinhwan. Jinhwan menolak bukan karena ia tak ingin merepotkan Donghyuk, tapi karena pada dasarnya Jinhwan benci rumah sakit, jarum suntik dan apapun yang ada di dalamnya.

"Baiklah," ucap Donghyuk santai, sesaat Jinhwan bernafas lega dan tersenyum lebar, namun senyumnya lenyap saat Donghyuk mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang, "karena aku sudah bosan menjagamu, biar aku beri tahu ahjumma Kim kalau anaknya yang cantik dan menggemaskan ini sedang sakit sekarang," ucap Donghyuk sambil menyentuh tombol nomor ponselnya.

"Yak!! Jangan!!" Teriak Jinhwan histeris dan merebut kasar ponsel Donghyuk, untuk sesaat Jinhwan harus mengeluarkan tenaganya untuk menjaga ponsel Donghyuk tetap di tangannya, Donghyuk tak boleh memberi tahu eommanya kalau ia sakit, bisa bisa eommanya detik itu juga langsung pergi dari Busan menuju Seoul, Donghyuk tau betapa ahjummanya itu sangat mengkhawatirkan Jinhwan yang jauh dari rumah. Wajar memang, eomma mana yang tak khawatir jika anaknya hidup sendirian di kota besar seperti Seoul. Sedikit saja berita tentang Jinhwan yang sedang kesusahan, ia adalah orang yang paling terpukul dan Jinhwan tak ingin membuat eommanya khawatir. Jadi memberitahu tentang sakitnya pada yeoja yang amat ia cintai itu adalah keputusan yang buruk pikir Jinhwan.

"Dasar pengadu! Baiklah! Aku akan ke rumah sakit. Kau puas!!" Ucap Jinhwan pada akhirnya yang mengembangkan senyum kemenangan di wajah Donghyuk.

***

Menunggu panggilan dokter, Jinhwan duduk dengan sabar bersama beberapa pasien lain disana, ia bersandar pada bahu Donghyuk namun maniknya kini tengah liar menatap sekitarnya. Suasana disana membuatnya tak nyaman, terutama pada seorang ahjussi yang duduk di paling pojok bangku di seberangnya.

Entah perasaannya atau apa, ahjussi itu seperti selalu menatap aneh ke arahnya, Jinhwan berpikir hal aneh apa memang yang ada padanya hingga sang ahjussi menatapnya seperti itu. Saat manik mereka bertemu si ahjussi berjaket hitam itu dengan cepat mengalihkan pandangannya kearah lain membuat Jinhwan semakin curiga, ia merasa seperti dimata-matai, dan sebenarnya bukan hanya hari ini ia merasa perasaan tak nyaman ini, namun sejak ia pulang dari Jepang, perasaan tak leluasa atau seperti ada seseorang yang memperhatikannya selalu ia rasakan saat ia berada diluar rumah, namun saat ia melihat ke sekitarnya ia tak pernah menemukan apapun, karena itu biasanya pada akhirnya Jinhwan akan memilih mengabaikan perasaannya itu, dan kini sebenarnya ia juga ingin mengabaikannya, hanya saja kali ini rasa tidak nyamannya terasa memuncak.

Untunglah akhirnya panggilan dokter datang, dengan begitu ia bisa membebaskan diri dari tatapan aneh si ahjussi, Donghyuk membantunya berjalan seperti ia adalah namja tua renta yang bahkan tak sanggup berdiri. Jinhwan hanya menggeleng betapa ia memiliki sepupu yang amat perhatian.

"Halo, Kim Jinhwan-ssi," sapa namja paruh baya yang dibalut seragam dokter penuh wibawa. Ia membetulkan kacamatanya lalu mempersilakan Jinhwan duduk sambil melihat berkas yang Jinhwan yakini adalah formulir pemeriksaannya.

"Apa yang kau derita, Jinhwan-ssi?" Dokter itu melihat pada Jinhwan lalu pada Donghyuk, sedikit bingung siapa yang bernama Jinhwan, namun itu hanya sesaat saat mendengar namja yang lebih pendek yang mulai menjawab pertanyaannya.

"Nafsu makanku sangat menurun seminggu terakhir hingga bahkan aku lemas," jawab Jinhwan diiringi anggukan mantap Donghyuk.

"Mmm, mungkin hanya gangguan pencernaan," sang dokter mengangguk paham, "kalau begitu mari kita periksa dulu, silahkan anda berbaring disana," titah sang dokter menunjuk ranjang pemeriksaan dan berdiri, Jinhwan menurut kemudian berbaring disana sesuai perintah.

"Bisa kau buka bajumu Jinhwan-ssi?" Pinta sang dokter sopan agar lebih mudah untuk memeriksa organ dalam tubuh Jinhwan. Sejak ia adalah namja, Jinhwan tak ragu untuk membuka kemeja yang menutupi dada dan perutnya, dan kemudian sang dokter memeriksa Jinhwan dengan teliti menggunakan stetoskopnya, ia berhenti di area perut dan alisnya bertaut samar sambil terus meraba raba dibagian sana seperti mencari sesuatu.

"Apakah Jinhwan-ssi sering muntah di pagi hari?" Pertanyaan dokter mendapat anggukan dari Jinhwan dan Donghyuk, "dan Jinhwan-ssi tiba tiba mual saat mencium bau masakan?" Mereka mengangguk lagi, "dan apakah Jinhwan-ssi jadi lebih sering buang air kecil akhir-akhir ini?" Kali ini Donghyuk tak ikut mengangguk karena ia tak tau, ia hanya menoleh pada Jinhwan dan melihat Jinhwan memberi anggukan pada dokter.

"Ok, sepertinya kita harus melakukan pemeriksaan USG untuk memastikan," ucap dokter, ia mulai menyiapkan beberapa peralatan untuk keperluan USG dan mulai memeriksa Jinhwan.

Sang dokter mengangguk ditengah pemeriksaan saat menatap layar monitor yang menunjukan gambar buram yang Donghyuk dan Jinhwan tak mengerti, "ada apa, dokter?" tanya Donghyuk tak sabar, namja paruh baya itu tak menjawab, hanya raut wajahnya yang sesekali bingung yang bisa Donghyuk baca.

Sambil mematikan alat USG lalu kembali ketempat duduknya, ia menyuruh Jinhwan untuk bangun. Jinhwan memperbaiki bajunya lalu kembali ke tempat duduk, tentu selalu dengan bantuan Donghyuk meski sebenarnya ia tak memerlukannya, ia hanya akan memerlukan Donghyuk jika dokter mengeluarkan benda tajam yang membuatnya takut.

"Sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari keadaan anda Jinhwan-ssi, dan pemeriksaan USG tadi sudah menjelaskan semuanya."

"Tak ada yang perlu dikhawatirkan? Jadi sepupuku ini tidak sedang mengidap penyakit serius?" Tanya Donghyuk mendesak yang merasa dokter tak berbicara dengan jelas. Jinhwan hanya melirik aneh pada Donghyuk, apa sepupu tingginya ini sangat ingin ia memiliki penyakit serius hingga ia terus menyebut tentang itu pikir Jinhwan.

Sang dokter menarik nafas panjang yang bagi Jinhwan seperti ia akan mendapat kabar buruk, namun sebuah senyum yang dokter itu ciptakan membuatnya bingung, "mmm, mungkin ini sulit dipercaya, namun semua gejala yang Jinhwan-ssi alami semakin memperkuat bahwa di perut Jinhwan-ssi kini terdapat rahim yang sedang berkembang dan di dalamnya sedang tumbuh cabang bayi berumur satu bulan," jawab dokter itu dengan sangat jelas di telinga Donghyuk, ia memekik tak percaya dengan mata yang melebar sempurna.

"Bayi???!!! Bagaimana bisa, dia namja mana mungkin punya bayi! Kau benar-benar punya selera humor yang tinggi, dokter," ucap Donghyuk sambil terus tertawa geli, jelas ia tak percaya itu, namun melihat pada siapa ia bicara sekarang, ia mulai khawatir jika apa yang didengarnya bukan lelucon.

Setelah mengendalikan dirinya sendiri dari keterkejutannya Donghyuk menoleh pada Jinhwan, Jinhwan pasti punya pikiran yang sama dengannya dan ikut menertawakan sang dokter pikir Donghyuk.

Atau mungkin dugaannya salah.

Jinhwan tengah membeku di sebelahnya, tak bergerak, bahkan tak terlihat bernafas. Mendadak semua yang Jinhwan berusaha lupakan tentang bencana yang ia alami satu bulan lalu saat di Jepang menghantam kepalanya, wajah namja mimpi buruk itu, pertengkaran mereka, semuanya kembali berkumpul di otaknya kini. Berkecamuk bersama kemungkinan kemungkinan buruk yang akan terjadi padanya dimasa depan. Semuanya membuatnya ingin pingsan.

"Begini, mungkin ini bisa dibilang sesuatu keajaiban, namja tak bisa memiliki bayi karena ia tak memiliki rahim, namun Jinhwan-ssi berbeda dengan namja kebanyakan, satu dari sekian banyak namja mungkin saja memiliki rahim, dan kini kita menemukannya pada Jinhwan-ssi, dan saat rahim itu terbuahi, maka kemungkinan ia bisa hamil bukan sesuatu yang mustahil lagi," jelas dokter panjang lebar pada Jinhwan dan Donghyuk yang tak bisa bicara apapun lagi.

Sekali lagi Donghyuk menoleh pada Jinhwan, tak bertanya pun Donghyuk tau sepupunya ini terlihat sangat terkejut, Jinhwan sibuk dengan pikirannya dan ketakutan yang tiba-tiba menghinggapinya. Benar apa yang dokter katakan, semua yang ia dengar sungguh sulit ia percaya, otaknya terus bertanya bagaimana bisa itu terjadi dan apa yang akan terjadi pada dirinya selanjutnya. Tanpa sadar Jinhwan meremas bajunya tepat dibagian perutnya tak percaya didalam tubuhnya kini sedang tumbuh nyawa lain.

"Hyung, apa kau baik-baik saja?" Panggil Donghyuk lembut. Ia bingung dengan semua ini, ia tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan ia ingin mengetahuinya, namun reaksi Jinhwan membuatnya harus menelan semua penasarannya dulu.

Masih tanpa suara, dan dengan Donghyuk yang satu-satunya bisa berpikir jernih diantara mereka berdua, ia membawa Jinhwan keluar setelah pemeriksaannya selesai, dokter memberinya beberapa resep obat untuk mengurangi mualnya dan susu khusus ibu hamil agar Jinhwan bisa lebih bertenaga jika ia tak makan. Dokter juga menyarankan agar Jinhwan memeriksakan kehamilannya ke dokter khusus kandungan agar bisa mengetahui keadaan bayinya, dan Donghyuk ragu apakah mereka akan melakukannya.

Donghyuk dengan cepat membawa Jinhwan keluar dari rumah sakit menuju mobilnya dan pulang dengan segera, Jinhwan masih terlihat sangat shock dan Donghyuk yakin hanya rumahlah satu-satunya tempat yang Jinhwan butuhkan saat ini.

***

Hanya berselang beberapa detik saat Donghyuk dan Jinhwan keluar, seorang ahjussi berjaket hitam masuk ke ruang dokter tersebut dan tersenyum tanpa satu orang pun mengetahui apa maksud senyum itu, dan kemudian beberapa saat ahjussi itu keluar dengan senyum yang lebih lebar di wajahnya, ia menggenggam sebuah surat hasil pemeriksaan.

"Tidak sia-sia aku mengikutinya selama ini. Sekarang kau tak bisa mengelak lagi, Goo Junhoe. Bersiaplah untuk melepas karier keartisanmu," gumamnya penuh kemenangan. Ia merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang, "siapkan halaman pertama koran besok untuk beritaku, huh?"

Si ahjussi yang ternyata adalah seorang wartawan lepas itu tertawa sambil menatap penuh bangga hasil kerja kerasnya yang mengaku sebagai keluarga Jinhwan pada si dokter untuk mendapatkan hasil pemeriksaan Jinhwan yang menyatakan ia hamil. Ia adalah wartawan yang mengambil foto Jinhwan saat di Jepang dan ia lah juga yang selama ini membuntuti Jinhwan kemana-mana selama sebulan ini.

Sekarang ia mendapatkan apa yang ia cari yaitu sebuah berita yang akan menghabisi karier seseorang yang berada di balik semua kejadian ini. Semua tentang Jinhwan kini sudah ia dapatkan dan kini ia siap untuk membeberkannya kepada dunia. Ia tak peduli jika ia harus menghancurkan hidup seseorang, yang ia tau hanyalah gaji besar atas berita berharganya itu.

***

Sepi, itulah satu satunya yang menjadi teman Donghyuk sepanjang perjalanan pulang. Sambil menyetir sesekali ia melirik kearah bangku samping ia duduk. Namja yang sejak keluar dari pemeriksaan tadi hanya diam menatap jendela, tak bersuara sepatah kata pun untuk membebaskan Donghyuk dari rasa penasaran yang bersarang di kepala namja manis itu.

Yang Donghyuk inginkan hanyalah bertanya, bukan pertanyaan bodoh seperti bagaimana tiba-tiba sepupu kesayangannya itu punya bayi dalam perutnya karena tanpa bertanya pun ia sudah mengerti, namun yang perlu Donghyuk ketahui adalah siapa orang dibalik semua itu, orang spesial yang selama ini Jinhwan simpan, ya. Satu-satunya dugaan yang Donghyuk pikirkan adalah mungkin Jinhwan memiliki kekasih selama ini dan itu yang membuat Donghyuk takjub bagaimana namja itu menyembunyikannya dengan sangat rapi dari Donghyuk.

Setau Donghyuk, Jinhwan adalah namja yang sulit untuk berkomitmen dalam sebuah hubungan. Ia benci berbagi privasi dengan orang yang menurutnya asing. Ia perlu waktu yang sangat lama untuk menganggap seseorang bisa dikatakan dekat dengannya.

Jinhwan adalah golongan namja yang lebih memilih pulang ke rumah setelah bekerja daripada hangout keluar mencari teman baru, jadi mengetahui sepupunya itu tiba-tiba memiliki kekasih dan bahkan sudah tidur bersama adalah hal sangat mengejutkan bagi Donghyuk, dan menurutnya ia harus tau siapa namja yang berhasil menjangkau hati sepupu manisnya ini.

"Jadi...siapa dia?" Tanya Donghyuk sangat hati-hati. Yang menjadi lawan bicaranya masih setia menatap jalan, tak terlihat bergeming sedikitpun, membuat Donghyuk semakin gemas.

"Sejak aku sudah mengetahui segalanya, kau tak perlu menyembunyikannya lagi, hyung. Jujur saja meskipun ini sedikit aneh, tapi jauh dalam hatiku aku merasa senang, hyungku yang tertutup ini ternyata diam-diam memiliki kekasih dan sekarang dia akan segera punya bayi yang lucu. Tidakkah kau mau membagi kebahagiaanmu padaku, eum?" Ucap Donghyuk lagi setengah menggoda hanya untuk memancing percakapan.

Dan ia sama sekali tak menyangka respon macam apa yang akan diterimanya, Jinhwan menoleh, menatap ke arahnya dengan sepasang manik merah menahan tangis. Kalimat panjang Donghyuk lebih terdengar seperti ejekan bagi Jinhwan. Ia sudah cukup kalut dengan pikirannya tentang masa depannya yang hancur karena bayi yang bersarang di tubuhnya, dan kini Donghyuk berbicara tentang kekasih. Dadanya semakin terasa sesak mendengar ocehan namja tinggi ini.

Jinhwan sudah bersusah payah membiarkan tenggorokannya yang tercekik untuk menahan air matanya, namun akhirnya tangisnya pecah.

"Bukankah aku sudah menjelaskan semuanya satu bulan yang lalu, tapi kau tak mempercayaiku, Kim Donghyuk!" Erang Jinhwan bersama tangisannya.

Donghyuk mengerjap, mengingat lagi apa yang pernah Jinhwan katakan sebulan yang lalu berkaitan dengan semua ini, dan saat sebuah ingatan muncul Donghyuk menghentikan mobilnya tiba-tiba, beruntung ia sedang melalui jalan sepi hingga tindakan seenaknya itu tak berefek apa apa.

"Maksudmu tentang saat kita di Jepang, hyung?" Tanya Donghyuk.

Hanya tatapan sendu dari Jinhwan yang ia terima, saat kata Jepang keluar dari mulutnya, raut wajah Jinhwan berubah semakin ketakutan. Dan itu cukup untuk Donghyuk mempercayai semua yang pernah Jinhwan katakan meski ia tak tau benar apa yang terjadi.

Sunyi bercampur isakan Jinhwan memenuhi mobil itu untuk sesaat, hingga Jinhwan merasa mulai bisa berbicara dan ia kemudian menceritakan semua yang ia tau pada Donghyuk, Donghyuk tak bisa berbuat apapun selain memeluk Jinhwan, berusaha membuatnya tenang.

"Demi Tuhan! Aku tak berbohong, Donghyukkie. Sekarang apa yang harus kulakukan?" Lirih Jinhwan bergetar.

"Apapun yang akan terjadi nanti, si Goo Junhoe itu tetap harus mengetahuinya, hyung. Kau harus memberitahu semuanya padanya."

"Tapi bagaimana caranya, aku bahkan tak pernah bertemu dengannya lagi, mungkin tak akan pernah. Dia bukan orang biasa yang bisa kita temui kapanpun dan dimanapun."

Ini rumit, ya, Donghyuk tau ini rumit, dan ia merutuki dirinya sendiri yang tak mempercayai Jinhwan sejak awal, karena apa, hal seperti ini bahkan tak pernah terlintas di pikirannya. Ia bahkan tak pernah melihat wajah namja bernama Goo Junhoe itu secara langsung, dan saat Jinhwan mengaku tidur dengannya, hal wajar jika ia menganggap itu hanya lelucon yang di buat Jinhwan, namun kini kenyataan bahwa ada sel bayi di rahim sepupunya membuatnya percaya sesuatu yang mustahil bukan berarti sepenuhnya mustahil.

"Aku sendirian, dan aku...aku takut," lirih Jinhwan, Donghyuk bisa merasakan tangan yang memeluknya semakin erat.

"Tidak, kau tidak sendirian hyung, ada aku dan semuanya akan baik baik saja, percaya padaku," sahut Donghyuk. Ini saat terburuk yang pernah namja manis ini alami dan satu satunya orang yang bisa ia jadikan tempat bersandar hanyalah Donghyuk. Jinhwan sedang membutuhkan Donghyuk di sampingnya, Donghyuk mengerti itu. Ia menenangkan Jinhwan sebisa mungkin, setidaknya itulah yang harus Donghyuk lakukan sekarang. Membuat namja itu tenang dan semua jalan keluarnya akan ia pikirkan nanti setelah Jinhwan merasa lebih baik.

***

Udara pagi musim dingin di luar jendelanya membuat Junhoe ingin bersembunyi di dalam selimut tebalnya seharian penuh, dan tentu itu tak akan terjadi karena kini ia sudah terbangun hanya untuk mendengar managernya mengomel sambil memukulinya dengan bantal, ia mendesah berat dan berbalik membelakangi Yunhyeong lalu menutup tubuhnya dengan selimut hingga kepala, berharap Yunhyeong menyerah membangunkannya.

Demi Tuhan, ia sungguh tak sanggup bangun pagi ini, ia hanya tidur dua jam karena semalaman ia berlatih menari bersama pada dancernya untuk persiapan album baru dan sekarang managernya ini, entah apa yang terjadi hingga ia yang semalam menginap di apartement Hanbin, tiba-tiba pulang hanya untuk mengomel tak jelas padanya.

Junhoe bertaruh jika tak ada hal penting yang di bawa Yunhyeong maka ia akan balik mengomeli managernya itu karena sudah membuang buang waktu tidurnya yang berharga.

"Junhoe!!! Cepat bangun kataku!" Hardiknya pada namja yang bahkan tak bergerak sedikitpun dibalik selimut. Ia berniat untuk membangunkan Junhoe dengan cara yang lebih keras namun ponselnya yang berdering di saku celananya mengharuskan Yunhyeong untuk berhenti.

"Hallo, ahh, produser-nim! Selamat pagi," sapanya berusaha membuat buat nada ceria untuk si penelepon. Mengetahui sang penelepon adalah orang penting, Yunhyeong menunda dulu kegiatannya tentang Junhoe dan berfokus pada si penelepon.

"Apa? Ah, jangan begitu, produser-nim. Dapat ku pastikan yang kau dengar hanya gosip murahan, dengan cepat kami akan membereskannya, jadi tolong jangan batalkan kontrakmu ku mohon," ucap Yunhyeong setengah memelas, wajahnya sudah gusar dan kebingungan, sambil menelepon ia menoleh pada Junhoe yang masih damai bersama mimpinya, Yunhyeong menatap geram pada namja dinosaurus ini.

"Tapi tapi aku bisa jelaskan ini produser-nim, aku mohon, aku ak_hallo? Hallo?!" Sambungan terputus sepihak.

"Aiissshhh sial!!" Umpatnya dan ia kembali pada Junhoe lalu memukuli namja itu lebih keras, menarik tangannya agar namja itu terduduk. Efek dari telepon tadi, Yunhyeong sudah benar-benar kesal sekarang.

Namja yang lebih muda menguap lebar dan membuka matanya sedikit. "Ada apa, hyung?" Tanyanya malas meski sepasang manik tipis itu seperti akan menelannya hidup-hidup.

"Yak! Bisa-bisanya kau masih tidur saat hidupmu hampir berakhir seperti ini. Kau tau, pagi ini terhitung sudah ada 5 produser yang memutuskan kontrak denganmu dan juga, kau resmi batal mengikuti acara musik di LA!! Kau membuatku hampir mati Goo Junhoe!!"

Teriakan Yunhyeong seakan angin lalu bagi Junhoe, ia yang belum sadar sepenuhnya dan hanya menatap Yunhyeong kosong, namun sedetik kemudian matanya membelalak lebar saat otaknya sudah memproses sempurna apa yang dikatakan managernya.

"Apa!!!! Bagaimana bisa begitu!!" Tanya Junhoe panik bersamaan dengan Yunhyeong melemparkan sebuah koran pagi ke wajahnya.

"Baca itu dan kau akan tau!"

Manik yang melebar itu tak berkedip membaca setiap deretan kalimat di koran itu yang hampir membuatnya muntah.

"Jinhwan? Siapa Jinhwan? Arrghh! Apa-apaan ini!!" Teriaknya dan itu membuatnya harus mendapatkan pukulan ringan di kepala dari Yunhyeong.

"Itulah yang aku tanyakan. Bagaimana bisa ada pemberitaan seperti itu, huh?"

Junhoe melempar koran dimana di halaman depan terdapat berita tentangnya yang mengatakan bahwa ia sudah menghamili seorang namja.

"Omong kosong," desisnya. Berita itu juga dihubung-hubungkan dengan beritanya sebulan lalu tentang namja Tokyo yang ternyata bernama Jinhwan, dan yang membuatnya semakin mendidih adalah wartawan berhasil menangkap foto namja Tokyo itu dengan jelas beserta berita lengkap dan surat keterangan dokter.

Ia tak habis pikir mengapa para wartawan itu masih saja mengejarnya perihal hubungannya dengan namja Tokyo itu, bukankah ia sudah menyangkal semuanya, tapi kenapa sekarang ia malah mendapat berita yang lebih menggelikan.

"Aku menghamili seorang namja, yang benar saja," desis Junhoe jengah

"Yang jadi permasalahan disini adalah, apa hubunganmu dengan namja yang ada di foto itu? Ia terlihat mirip dengan namja yang kau sebut pelayan hotel saat itu. Jangan katakan kau menyembunyikan sesuatu dariku Junhoe."

Junhoe menggigit bibir bawahnya saat manik sabit itu menatapnya lekat, membuatnya tak nyaman dan sedikit tergagap, "i-itu, sebenarnya...hanyalah kecelakaan hyung," aku Junhoe sedikit takut, namun ia tak punya pilihan lain karena kini masalah yang ia hadapi sudah bukan masalah biasa, jika ia terus mengelak ia tak yakin itu adalah jalan yang benar.

"Apa maksudmu kecelakaan, yak! Katakanlah dengan jelas. Kau benar-benar mengenal namja itu?"

Tak ada yang Junhoe bisa lakukan selain mengangguk, dan Yunhyeong, ia kini mengacak rambutnya kasar karena frustasi, "aishhh! Bagaimana ini!!" Ia merasa sangat bodoh karena dengan mudahnya dibohongi oleh artisnya sendiri.

"Aku bisa menjelaskannya, hyung. Semua itu murni kecelakaan. Ia masuk ke kamarku dalam keadaan mabuk dan kami...kami...melakukannya," ucap Junhoe terlirih di akhir kalimat, tak berani lagi menatap manik yang biasanya kecil itu kini membelalak.

"Kecelakaan kau bilang! Dasar bodoh! Kau ini sedang di jebak olehnya. Pasti ada seseorang yang ingin menjatuhkanmu dan aku bertaruh namja ini tak benar-benar hamil!" Dengan penuh amarah Yunhyeong menunjuk-nunjuk wajah namja bernama Jinhwan yang ada di koran itu.

Junhoe menggeleng, entah kenapa ia tak setuju pada Yunhyeong, "tapi hyung, dia tak terlihat seperti orang jahat."

"Goo Junhoe, tampang tidak menentukan jahat atau tidaknya seseorang. Kenapa kau masih saja terlalu polos?!"

Tak ada suara, Junhoe mengambil lagi koran itu dan menatap siluet Jinhwan dalam-dalam. Jika memang benar apa yang Yunhyeong katakan maka Junhoe akan sangat kecewa, dia sangat mempercayai Jinhwan, dia percaya pada wajah terluka namja yang ia lihat satu bulan yang lalu itu, bahkan tak pernah terlintas di pikiran Junhoe kalau namja yang terlihat lemah di depannya itu bisa melakukan cara curang seperti ini.

"Ah!!" Ditengah asik dengan dunianya sendiri Junhoe menyadari satu hal tentang foto itu, "foto ini seperti di ambil secara diam-diam, hyung," kata Junhoe dan dengan itu Yunhyeong merebut paksa koran ditangan Junhoe seakan ia bahkan tak bisa menunggu Junhoe menyerahkannya dengan suka rela.

Sepasang alis hitam milik Yunhyeong bertaut samar, ia membenarkan apa yang dilihat Junhoe, meski foto itu bisa menangkap dengan jelas wajah si namja Tokyo namun terlihat sekali kalau foto itu diambil secara diam-diam.

"Aku masih ragu kalau namja ini lah yang menyebarkan beritanya hyung, jika dia tidak benar-benar hamil, untuk apa dia mengakui semua ini, mana ada namja bodoh yang mau menyebarkan aibnya sendiri. Bukankah berita ini juga akan menghancurkan nama baiknya?" Junhoe bergumam dan diiringi anggukan oleh Yunhyeong. Kalau dipikir-pikir perkataan Junhoe ada benarnya, namun ia tak bisa sepenuhnya percaya. Meski itu benar maka masalah yang ia dan Junhoe hadapi justru semakin besar, itu artinya bukankah Junhoe berkewajiban untuk bertanggung jawab atas perbuatan bodohnya.

Yunhyeong menghempaskan dirinya di sofa. Ia pusing, kepalanya sakit memikirkan semua yang terjadi pagi ini, dan ia tak bisa berhenti berpikir. Ia harus memaksa otaknya untuk mencari jalan keluar dari gosip gila itu.

"Habislah kita, Goo. Semua orang menganggapmu maniak, dan kita tak akan bisa merilis albummu yang kau kerjakan siang-malam dengan susah payah itu jika kita tak membersihkan gosip ini," gumam Yunhyeong melemah. Menurutnya percuma juga jika ia harus berteriak, semua yang telah terjadi dan kini seluruh Korea mungkin sudah berpikiran bahwa artisnya, Goo Junhoe sang penyanyi solo terkenal itu adalah namja mesum yang menghamili orang sembarangan. Dan satu satunya yang harus ia pikirkan sekarang adalah ia harus mendapatkan sebuah cara untuk mengalihkan pemikiran buruk publik tentang artisnya.

"Jadi kita harus bagaimana?" tanya Junhoe hati-hati, takut kalau managernya meledak lagi.

"Itu juga yang sedang ku pikirkan," jawab Yunhyeong lemah. Yunhyeong hanya meletakkan kepalanya sambil memijat keningya berusaha berpikir jernih, untuk beberapa saat kesunyian yang mengendalikan keadaan.

"Begini," Yunhyeong tiba tiba bangkit dari duduknya, "yang pertama harus kita lakukan adalah memastikan kebenaran berita itu," Junhoe mengangguk patuh mengiyakan saja apa yang dikatakan managernya.

"Dan satu-satunya sumber yang paling tepat adalah namja itu sendiri. Kita harus menemukannya secepat mungkin sebelum dia bicara lebih banyak ke media. Aku heran bagaimana media bahkan bisa mendapatkan surat keterangan dari dokter. Jika namja ini juga korban maka kau berkewajiban untuk melindunginya karena semua ini adalah ulahmu, Junhoe," kata Yunhyeong lagi. Dengan cepat ia bereaksi, melompat dari sofa lalu merogoh saku celananya mencari alat komunikasi disana, bahkan tak menghiraukan Junhoe yang sudah membuka mulutnya untuk protes. Yang benar saja Yunhyeong menumpahkan semua kesalahan padanya, bukankah ia juga korban disini pikir Junhoe bergumam sendiri.

Entah siapa yang Yunhyeong hubungi, Junhoe menonton saja apa yang sang hyung lakukan tanpa menyela. "Halo. Yah, aku punya tugas untukmu, segera cari semua tentang namja yang pagi ini di gosipkan dengan Junhoe. Kau sudah melihat beritanya, kan? Dan aku ingin kau mendapatkannya secepat mungkin, arraseo?" Ucap Yunhyeong, singkat, padat dan cepat. Ia mengakhiri panggilannya.

Hanya berselang beberapa detik ponsel itu berbunyi lagi. Setelah melihat nama pemanggil Yunhyeong kembali menempelkan benda elektronik itu ke telinganya.

"Hanbin-ah. Ya, aku sudah bicara pada Junhoe. Baiklah, aku mengerti. Aku akan segera kesana," ucap Yunhyeong pada orang di seberang sana yang ternyata adalah CEO managementnya, kemudian Yunhyeong bergerak cepat untuk segera pergi dari situ.

"Mulai hari ini sampai kita bertemu dengan namja itu, kau tak ku izinkan pergi keluar kecuali untuk melakukan jadwal. Wartawan mungkin sudah berdesakan di depan apartementmu. Jadi berhati-hatilah dan aku akan banyak pekerjaan mulai sekarang," gumam Yunhyeong tanpa menoleh, hanya memasang tampang dingin yang jelas menggambarkan kekesalannya pada Junhoe. Junhoe tak berani menyela, hanya bisa diam dan mengangguk sebelum akhirnya Yunhyeong melangkah pergi dan menutup pintu apartement.

Bersama helaan nafas panjang Junhoe menjatuhkan dirinya di sofa, memijat keningnya yang mendadak pusing. Sebenarnya siapa yang artis disini, kariernya yang akan hancur tapi malah Yunhyeong yang bersikap seakan hidupnya akan segera berakhir. Ia menggeleng untuk mengusir pikirannya tentang sang manager, yang harus ia pikirkan sekarang adalah apa yang bisa ia perbuat untuk membantu Yunhyeong menyelamatkan kepopulerannya.

Junhoe mendesah, memikirkan betapa rentannya profesi menjadi publik figur itu. Hari ini ia dipuja, keesokan harinya bisa saja ia sudah menjadi sampah yang tak berguna.

Otaknya yang kalut tiba-tiba memainkan lagi kejadian sebulan lalu yang bahkan sudah ia lupakan, yang lebih menjadi pusat perhatiannya kini adalah bagaimana tentang namja itu. Apa yang terjadi padanya saat mengetahui tentang berita ini, dan yang lebih membuatnya khawatir adalah, bagaimana namja bernama Jinhwan itu mengatasi dirinya jika tiba-tiba segerombolan wartawan datang padanya. Jinhwan adalah namja biasa, bukan seperti Junhoe yang sudah setiap hari ditempeli wartawan. Jinhwan berbeda, mungkin ia shock atau bahkan ketakutan jika berhadapan dengan sesuatu yang tak pernah ia hadapi sebelumnya.

Junhoe memungut lagi majalah yang sudah tak beraturan bentuknya itu dari lantai dingin apartementnya, menatap wajah Jinhwan yang ada difoto.

Saat Junhoe tengah serius menatap wajah pucat itu, sebuah dering telepon mengganggunya, dengan malas ia menghampiri telepon yang sebenarnya ada di sebelah sofa yang ia duduki dan kemudian menempelkannya ke telinga.

Belum lagi telepon itu benar-benar menempel, Junhoe cepat cepat menjauhkannya lagi, bahkan dengan jarak seperti itu ia bisa mendengar suara berat tengah berteriak memanggilnya di seberang sana, dan Junhoe tau, satu satunya orang yang memiliki suara berat namun kekanakkan seperti itu hanyalah adiknya.

"Ada apa, Chan?" Jawab Junhoe saat merasa teriakan itu sudah lenyap.

"Hyung, benarkah aku akan segera menjadi paman?"

Junhoe menaikkan satu alisnya mendengar pertanyaan konyol Chanwoo. Sepertinya namja bocah itu sudah tau beritanya pikir Junhoe. Jika anak sekolah seperti Chanwoo saja sudah mengetahuinya itu artinya eomma dan appanya juga sudah mengetahuinya. Menyadari itu Junhoe mulai panik. Ia bisa menebak, Chanwoo meneleponnya bukan hanya untuk menanyakan pertanyaan bodoh itu.

Sesaat terdengar suara tak beraturan di seberang sana seperti orang yang tengah berebut, kemudian suara itu berganti dengan suara lembut milik seorang yeoja yang ia yakini adalah eommanya.

"Junhoe, apa benar apa yang dikatakan orang-orang di koran itu. Apa yang telah kau lakukan Junhoe? Ka_"

Lagi Junhoe menjauhkan teleponnya agar ocehan sang eomma yang pastinya akan sangat panjang itu tak terdengar lagi. Junhoe menggeleng lalu menarik nafas panjang siap untuk berbicara pada orang di seberang sana meski harus memotong kalimat sang eomma.

"Eomma dengar, nanti akan ku jelaskan semuanya. Kau jangan berpikiran terlalu jauh, aku akan segera menghubungimu. Bye," ucap Junhoe tanpa jeda lalu dengan kilat menutup teleponnya, menyambar kabel telepon dan mencabutnya agar tak ada lagi panggilan sang dongsaeng yang hanya akan membuatnya semakin caruk marut.

"Argggghh! Bagaimana ini!!" Erang Junhoe sendirian di apartement sepi itu sebelum akhirnya ia kembali menjatuhkan punggungnya ke sandaran sofa. Ia pusing dan kelelahan.

***

To Be Continued

Yash!

Akhirnya, Jinan yang hamil 😂

Terimakasih sudah baca dan jangan lupa tinggalkan jejak 🙏🙏

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 261K 59
Juan cuma pengen jalanin dare dari temannya,dia harus bilang 'i love you' sama kakel cewe famous di sekolah nya,tapi Juan malah bilang 'i love you''...
1.9M 235K 47
[BXB] [Fluffy] LASKEN: Laska Ukenya Ayden. "Las, pacaran kuy!" "Gue straight." Ayden menatap Laska dengan senyuman yang terlihat sangat menjengkelka...
3.7M 241K 19
Erik yang merupakan anggota OSIS kelas 10, sangat benci kepada Ketua Paskibra di sekolahnya, Ka Zidni. Sifatnya yang kasar dan arogan membuat semua o...