Lieons

By nathavanlawliet

5.5K 645 71

Pernahkah kau merasa berbeda di antara yang lain? Ini yang aku alami. Membuka ruangan itu bukanlah suatu kebe... More

Chapter 1 - The Beginning
Chapter 2 - Samuel Caelum
Chapter 3 - A Divinedions, maybe?
Chapter 4 - The Transformation
Chapter 5 - Crystal Ace
Chapter 6 - So, this is not the end of the Transformation?
Chapter 7 - Triggered by Anger
Chapter 8 - Surprise!
Chapter 9 - The Mysterious 'Me'
Catatan Penulis untuk Para Pembaca (Author's Note for the Readers)
Chapter 10 - The Look in Your Eyes.
Chapter 11 - That Strange Girl
Chapter 12 - The Monster Within Me
Chapter 14 - Apartment
Chapter 15 - His Friend?

Chapter 13 - The past

206 24 1
By nathavanlawliet

   Monster..., monster?

   Senyuman remeh terjahit di antara kedua bibirnya, seolah menertawakan perkataan Crystal yang secara tiba-tiba menghilang seolah khawatir akan sesuatu.

   Bersikap sangat pengecut, menurutnya.

   Ia pun mengalihkan halauan pandangannya ke arah dada dan perut, lalu berpikir lagi apa yang dimaksud gadis itu. Sekelebat pecahan-pecahan memorinya berselip di antara ribuan benang kusut yang ada di pikirannya, membuat rasa aneh dan rasa bersalah mengenyam tempat tinggal di relung jiwanya.

   "Apa kau benar-benar bersemayam di dalam tubuhku? Bisakah kau keluar?" ujarnya, bermain-main dengan khayalan.

   Beberapa detik berlalu. Tentu saja, tidak ada jawaban.

   Senyuman remeh langsung terlukis bersamaan dengan dengusan kecil.

   "Sudah kuduga, dia hanya berhipotesa saja. Aku selalu memegang kendali atas pikiran dan tubuhku, kurasa juga aku tidak mengidap gangguan lain seperti berkepribadian ganda atau apa pun itu." gumamnya.

   "He...hehahaha...,"

   Suara tawa aneh tiba-tiba menggetarkan radar telinganya. Mengakibatkan poros sendi lehernya berputar mengikuti sang pemilik tawa aneh tersebut. Mendapati seorang Slievoil yang baru saja ia bicarakan dengan Crystal, ia langsung berdiri dengan sigap, seraya memancarkan kilatan tajam pada kedua matanya. Bagaikan seekor hewan yang menghadapi musuhnya, instingnya bekerja dengan cepat.

   "Kau tahu? Kau itu konyol sekali. Bergumam tentang kepribadian ganda? Hahahahah..., HAHAHAHAHAHAHA," tawanya semakin keras seiring waktu menghabiskan umurnya.

   "Apa maksudmu? Mengapa kau tertawa?" ujarnya, terkesan sinis.

   Tawa yang aneh itu tiba-tiba berhenti, ekspresi makhluk itu menjadi datar lalu menatap Kyle dengan seringai tipisnya.

   "Semua yang kau lakukan itu atas kehendakmu. Akuilah, kau sangat jarang mengungkapkan isi kepalamu itu ke pada orang lain. Kau jelas tahu apa yang kumaksud. Masa kecil kelammu di mana hanya ada suara-suara yang mengganggu di kepala." Zoe menyeringai lebar.

   Raut wajah Kyle menjadi datar dan dingin secara tiba-tiba. Berwaspada, seolah rahasia besarnya terkuak.

   Namun, karena keahliannya dalam menyembunyikan emosi sudah melebihi kemampuan seorang manusia biasa, dalam seperempat detik, ia dapat menampilkan wajah normalnya dan wajah penasaran yang seolah tidak dibuat-buat. Dengan kata lain, pergantian ekspresinya sangat halus.

   "Kau tahu? Aku sudah mengawasi banyak sekali manusia jenius, perpindahan ekspresimu lumayan mudah kutangkap. Kecepatan berpikirmu lebih rendah dibanding gadis itu, meski pun, kuakui kau sudah hebat. Namun kau tak akan bisa menyaingi kehebatan berpikirnya. Aku sendiri terkesan hingga sekarang. Tak pernah sekali pun aku berhasil menembus pikirannya atau mengartikan ekspresi yang ia buat."

   "Sebenarnya siapa yang kau maksud dengan 'gadis itu'?"

   "Kau akan menemuinya nanti."

   "Aku menanyaimu sekarang." timpalnya dengan cepat.

   "Apakah aku memiliki kewajiban untuk menjawab semua pertanyaanmu?"

   "Tidak."

   "Lalu?"

   "Namun aku memiliki hak untuk tahu." ujarnya, seraya tersenyum miring.

   Membolak-balikkan suatu keadaan atau pun fakta, memenangkan perdebatan, itu semua keahlian seorang Kyle.

   Namun tetap saja hal itu tak berguna pada Samuel.

   Zoe terdiam, ekspresinya kembali menjadi datar, menatap Kyle hingga sang target kedua matanya itu cukup tahan untuk tidak meneguk ludahnya, diakibatkan karena tekanan kedua matanya sangat tajam.

   "Kau sama saja dengan gadis itu. Kalian beradaptasi dengan cepat—tidak, terlalu cepat. Kau dapat menguasai bahasa manusia, hanya dalam beberapa jam setelah kau lahir. Itu karena otakmu dengan cepat langsung menganalisa segala sesuatu di sekitarmu. Lalu setelah itu kau berambisi besar untuk mempelajari ekspresi—bahkan gerak-gerik mereka. Kau bahkan sadar saat Crystal mengirimimu telepati saat kau baru berumur dua hari. Kau tahu apa alasannya Crystal mengirimkan telepati? Ya, dia ingin mengujimu. Karena dia putus asa, dalam sehari ia tak dapat menembus aktifitas kerja otakmu."

   "Dan, apakah kau sendiri sadar bahwa kau selalu memasang wajah datar saat kau masih bayi meski pun seharusnya kau menangis, tertawa kecil, dan menunjukkan wajah penasaran akan segala sesuatu? Setiap kali aku mengingat ekspresimu—Itu..., benar-benar menghibur dan aneh." ujarnya seraya menyeringai.

   "Berhenti bicara seolah kau tahu."

   "Kau lahir bukan di sebuah rumah sakit, itu karena ayahmu dan ibumu tahu kau bukanlah bayi normal. Kau bahkan pernah mencoba menguji apa jenis darahmu saat kau baru memasuki masa-masa umur empat tahun. Namun hasilnya nihil, darahmu tidak memiliki jenis yang diketahui. Kau bahkan sudah menjalani sebuah peran sebagai antagonis di saat kau memasuki masa-masa taman kanak-kanak. Kau mencoba memojokkan setiap anak dengan otakmu, hingga mereka tidak tahu apa yang sedang kau bicarakan, bahkan menangis karena mereka pikir kau jahat. Kau mencoba membaca pikiran mereka dan bahkan selalu membangun hipotesa tentang masa lalu setiap anak yang kau kenal." Kyle terdiam, lalu membuka mulutnya.

   "Hentikan."

   "Kau selalu menang dalam permainan apa pun. Dengan atau tanpa membaca pikiran mereka. Dan yang lebih mengejutkan lagi adalah, di saat umurmu yang baru memasuki umur empat tahun, kau selalu berargumen dengan guru-guru di sana, mencoba mengeluarkan semua teori dan bahkan memojokkan mereka hingga semua guru di taman kanak-kanak itu tahu bahwa kau adalah anak yang dianugerahi, dengan kata lain, jenius."

   "KUBILANG HENTIKAN!" teriaknya frustasi saat semua memori tentang masa kecilnya mulai mengambang ke permukaan air meski pun seharusnya memori itu adalah sebuah beban yang seharusnya tetap tinggal di dasar laut.

   Setelah teriakan itu lolos dari kedua bibirnya, tak selang lama, suara derap kaki dengan cepat terdengar menuju ke arah kamar.

   Karena emosinya meluap, sepercik api mulai terasa menjalar ke permukaan seluruh kulitnya.

   Sial, itu Tiffanny.

   Dengan konsentrasi yang sangat terfokus, ia berusaha menenangkan diri dan mengosongkan sebagian aktifitas di otaknya yang selalu memaksimalkan daya pikirnya. Dikarenakan fokusnya itu dan sugesti untuk menenangkan dirinya sangat kuat, perlahan tapi pasti percikan api itu mulai menghilang lebih cepat dari sebelumnya.

   Di saat itu pula, dengan keahlian improvisasinya, ia langsung memposisikan dirinya duduk di kasur, lalu mengeluarkan ponsel dan memposisikan layar ponsel itu menjadi horizontal. Ia memencet-mencet layar itu dengan kedua ibu jarinya seolah ia sebenarnya sedang bermain game.

   BRAK

   "Kyle?! Apa yang terjadi?!" teriak gadis itu, Tiffanny, yang memasang wajah khawatir sekaligus panik.

   "Tck, cepat!" ujar Kyle, membuat Tiffanny bingung.

   Dengan segera ia pun melihat kedua jari-jemari Kyle yang sibuk memainkan ponselnya.

   Dalam hitungan detik, lenguhan lega pun lolos dari mulutnya.

   "Astaga, kupikir terjadi sesuatu. Ternyata kau sedang bermain ga—"

   "Sudah kubilang, 'kan, Kyle itu juga terkadang bisa menggila saat bermain." potong Samuel yang entah muncul dari mana.

   Kyle tersenyum dalam otaknya, meski pun ia lumayan sulit untuk berkonsentrasi karena sepanjang waktu ia berimprovisasi dengan kemampuannya, Zoe tertawa dan terus tertawa dengan aneh, merasa terhibur oleh Kyle yang selalu menyembunyikan segala sesuatu dari orang-orang di sekitarnya.

   "Huh?" Samuel menampakkan wajah bingungnya. Merasa ada sesuatu yang aneh.

   Tanpa melirik ke arah Samuel, Kyle dapat mengawasinya dengan jelas. Pandangan 180 derajatnya tak memiliki kelemahan, tidak ada sisi blur di mana pun.

   Senyuman di otaknya langsung memudar, silih berganti dengan ribuan spekulasi yang tiba-tiba menyerbu pusat otaknya. Memikirkan sebuah kemungkinan alasan Samuel menampakkan wajah bingung.

   Tanpa diduga, Samuel segera berjalan cepat ke arahnya. Lebih anehnya lagi, Samuel mendekatkan telinganya ke arah speaker ponsel Kyle.

   "Hmm? Tidak ada suara di ponselmu. Memangnya kau bermain ap—"

   "Ahh—sial, game-nya crash." ujar Kyle, mencoba berimprovisasi lagi seraya sengaja menampilkan sedikit pada Samuel layar dasar ponselnya untuk beberapa saat, lalu melemparnya ke kasur. Seolah-olah ia benar-benar frustasi karena game yang sebenarnya tidak ada.

   "Aneh sekali. Aku merasa mendengar sesuatu yang aneh."

   "Apa maksudmu?" tanya Kyle, mencoba tenang.

   Samuel menatap Kyle dengan tatapan anehnya, seolah memaksa Kyle mengeluarkan suatu pernyataan.

   "Apa? Mengapa kau menatapku begitu?"

   "Kyle, ini kode kita saat kita berumur empat tahun. Jangan katakan kau lupa."

   Kyle terdiam.

   Ya, sebuah kode untuk menjelaskan sesuatu di saat orang lain tidak menginterupsi, menyindir Tiffanny yang memang sedang memperhatikan pembicaraan mereka.

   "Ah..., memangnya ada apa?"

  "Tidak, tidak ada apa-apa. Sepertinya itu semua hanya ilusiku." ujar Samuel pada akhirnya.

---

   Dibukalah pintu rumah oleh Kyle, setelah pulang dari kedai. Tampak Tiffanny sedang duduk sendiri di ujung sofa, dengan raut sedih. Tanpa rasa peduli sedikit pun, ia melewati ruang tamu tanpa melirik.

   Namun di langkahnya yang kelima, suara terdengar masuk ke telinganya.

   "Kyle?" ia balas menatap Tiffanny sambil mengangkat salah satu alisnya.

   "Kemarilah sebentar," Kyle membaca pikirirannya, lalu mengetahui bahwa Tiffanny sedang mempunyai masalah. Isi pikirannya tidak terlalu jelas, namun Kyle tahu bahwa gadis itu ingin mengadukan sesuatu padanya.

   "Apa?" ucapnya sambil berdiri di samping Tiffanny.

   "Duduklah," Kyle pun duduk, lalu memandang kembali gadis itu, memancingnya untuk berbicara.

   "Sedari kemarin Chocho tidak mau makan. Bisakah kau membantuku untuk membujuknya makan?"

   Raut malas pun langsung tercetak jelas di wajahnya.

   "Kau pikir aku pengasuh anjing?"

   "Aku tak peduli. Aku mohon bantu dia. Bagaimana jika nanti Chocho meninggalkan kita?"

   "Kita bakar saja untuk dijadikan barbeque—"

   "Kyle! Kenapa kau jahat sekali?!" tiba-tiba gadis itu berteriak, mengejutkan Kyle.

   Kyle memperhatikan Tiffanny dengan seksama, lalu menemukan banyak tanda-tanda bahwa gadis itu akan menangis lagi seperti saat ia pertama kali bertemu dengannya. Mata yang sangat basah, hidung memerah, telinga memerah, dan mulutnya yang bergetar.

   Merasa ini semua merepotkan, Kyle menahan candaannya yang sebenarnya tidak pantas disebut candaan.

   "Mengapa tidak kau bawa ke dokter hewan saja?"

   "Sudah kubawa kemarin. Dokternya memberi vitamin, tapi sampai sekarang Chocho masih tidak mau makan. Aku mohon Kyle, bantulah anjing kecil malang itu," ujarnya seraya sedikit mengguncangkan lengan Kyle.

   Kyle mendengus lelah, lalu membalas,

   "Tapi berjanjilah ini adalah permohonan terakhirmu,"

   "Eh? Me—memangnya kau pikir aku mau mati?" Kyle beranjak dari sofa, ia ingin segera tidur di sofabed yang ada di kamar Samuel. Namun saat ia membalikkan badannya, Tiffanny menyahut.

   "Kyle, aku akan terus mengganggumu bila kau tidak mau menuruti keinginanku,"

   "Dasar gadis manja,"

   "Ayo ikut aku," ia menarik paksa tangan Kyle dan langsung mempertemukannya dengan Chocho yang tergeletak di taman belakang rumah dengan lemas.

   "Biasanya ia berlarian dengan lincah ke mana pun ia mau. Tapi sekarang ia terlihat seperti mayat,"

   "Mungkin dia ingin menemui malaikat pencabut nya—" Kyle segera menghentikan perkataannya saat tahu bahwa Tiffanny menatapnya tajam.

   Ia pun segera berbalik arah. Berusaha untuk kabur karena ia malas untuk mengurus hal-hal tidak penting.

   Namun di saat itulah ia merasakan jari-jari Tiffanny sedang menarik kaosnya guna menghentikan aksinya yang ingin kabur dari situasi ini.

   "Aku mau kau berusaha untuk membujuknya makan dulu," Tiffanny mendorong paksa punggung lelaki tersebut sampai ia berada di depan Chocho.

   "Tck. Aku bukannya ingin kabur, aku tadi ingin mengambil vitamin untuknya, kau tahu? Sekarang kau urus dia dulu, akan aku ambilkan vitaminnya." ujarnya, mencoba meyakinkan Tiffanny dengan kebohongannya. Kyle tidak tahu harus berbuat apa pada Chocho, lagi pula ia tidak terlalu suka binatang.

   "Tidak perlu. Aku saja yang mengambil vitaminnya. Kau jaga dia dulu." timpal Tiffanny, lalu segera menghilang dari pandangannya.

   Kyle melirik sesaat, kemudian menapakkan kakinya menuju bangku taman, menghindar dari tugasnya dalam memberi makan Chocho.

   Lucu sekali dia. Apa dia pikir wajahku ini terlihat seperti wajah-wajah pengasuh anjing? Dilipatlah kedua tangannya. Ia memejamkan mata dengan posisi duduk, kepalanya ia sandarkan ke sandaran bangku tersebut.

   Beberapa detik kemudian dirasakan olehnya aura Divinedions yang tidak lain adalah Crystal. Matanya yang terbuka menangkap sosoknya berdiri di depan Chocho, dengan telapak tangan kanannya terbuka lebar di atas kepala hewan tersebut. Gerak mulutnya seperti sedang merapal mantra.

   Entah apa yang dilakukannya, yang jelas tindakannya berhasil membuat Kyle bertanya-tanya. Dengan segera, ia langsung mengambil posisi di samping Crystal. Bola matanya bergantian melihat apa yang akan terjadi dengan Chocho dan apa yang sedang dilakukan Crystal. Sesuai dengan yang diperhatikannya, ia belum pernah mengenal atau pun tahu akan apa yang diucapkan sang Divinedions, sedangkan hewan malang itu tampaknya belum mendapat efek dari mantra yang ditujukan olehnya.

   "Apa yang kau lihat?" katanya setelah selesai merapal mantra.

   "Tidak ada," matanya masih berfokus pada Chocho. Ia tidak ingin melewatkan gerakan sedikit pun darinya. Rasa penasaran bergelora dalam dirinya, ia ingin tahu akan akibat dari mantra wanita itu.

   Perlahan-lahan anjing itu mulai bergerak hingga akhirnya mau mendekati tempat makannya yang berisi penuh dengan sereal anjing. Ia tersenyum puas karena ternyata ia bisa memanfaatkan Crystal untuk menyelesaikan tugasnya. Senyumnya memudar seketika, mengingat ia belum tahu pasti akan apa yang telah diperbuat wanita itu pada peliharaan Tiffanny. Ia memiringkan kepalanya, tak mengerti apa yang sebenarnya sudah terjadi.

   "Apa kau mengancamnya untuk makan—"

   "Kyle! Dia mau makan!" Teriakan yang heboh dan sangat kencang itu membuatnya menoleh dengan refleks. Penghasil suara tersebut adalah Tiffanny yang sedang membawa vitamin di tangan kirinya, sementara tangan kanannya menunjuk Chocho dari jarak yang lumayan jauh. Gadis itu berlari secepat mungkin kearah anjingnya, tidak sadar bahwa vitamin yang ia bawa bercecer-cecer seiring ia berlari. Kyle segera kembali menengok untuk bertanya pada Crystal, namun niatnya gagal saat mengetahui sosok itu sudah menghilang tanpa jejak.

   "Astaga. Kau sungguh hebat dalam kasus ini," raut wajah Tiffanny tampak begitu riangnya.

   "Oh..., itu—bukan apa-apa." ujarnya, canggung.

   "Sudahlah. Jangan merendah seperti itu. Kuakui kau memang punya aura yang berbeda,"

   "Memangnya apa yang spesial dari anjing ini? Dia hanyalah binatang dengan air liur yang menjijikkan."

   "Ya, aku tahu. Namun banyak yang berkata bahwa anjing adalah sahabat manusia, hal yang sama juga terjadi padaku,"

   "Kau tahu, aku sering sekali bercerita banyak hal dengan anjingku. Mulai dari cerita konyol tentang diriku sampai cerita menyenangkan yang telah kualami. Inilah yang aku suka darinya, anjing hanya bisa mendengarkan, membuatku lega setelah meluapkan berbagai masalah yang cukup lama kupendam. Lain dengan manusia, mereka selalu berbeda paham denganku," ungkap Tiffanny lagi seraya berjongkok mengelus Chocho.

   "Apa kau sedang menyindirku?"

   "Bukan kau saja, tapi kupikir semua orang juga berbeda paham denganku,"

   "Mengesankan sekali mendengar bahwa Chocho lebih baik dariku." Kyle memutar bola matanya.

   "Setidaknya kau adalah lelaki tertampan yang—" Kalimatnya tiba-tiba berhenti.

   "Apa? Bisa kau ulangi?" Ia menunduk hingga kepalanya bersebelahan dengan kepala Tiffanny. Kyle sungguh yakin bahwa pasti jantung gadis itu sedang berdegup kencang.

   "Aku bicara pada Chocho, bukan padamu."

   "Aku tahu kau berbohong. Sudah, akui saja kalau aku ini memang tampan. Gadis-gadis yang lebih cantik darimu saja mengakuinya," ia menegakkan tulang punggungnya lalu melipat tangannya.

   "Tinggalkan kami berdua," Nadanya mulai meninggi. Kyle yang belum puas melihat tingkahnya yang gugup, masih belum pindah dari posisinya saat ini.

   "Sudah kubilang kau harus pergi dari sini!" Tiffanny melirik tajam ke arah lelaki usil tersebut. Sementara yang Kyle lakukan sebagai balasannya ialah senyuman miring yang membuat gadis itu semakin jengkel.

   "Cepat pergi dari sini!"

   "Ya, tapi ulangi dulu pernyataanmu yang tadi,"

   "Kau—" Kyle menaikkan salah satu alisnya, menunggu apa yang akan dikatakan selanjutnya oleh gadis itu.

   "Kau—buruk rupa!" Ia memasang wajah jijiknya dengan tiba-tiba.

   Bagaikan petir sedang menyambar dirinya, raut Kyle langsung menjadi kosong.

   "Kau—, inikah yang kaukatakan setelah aku membantumu? Kau tahu? Ini pertama kalinya ada yang berkata begitu padaku. Baiklah. Aku pergi," Dipijakanlah kakinya dengan cepat untuk menjauh dari Tiffanny.

   "H—hei Kyle, aku bercanda—Ahh..., mengapa dia marah hanya karena hal kecil itu?"

Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 88K 49
kecelakaan saat balapan yang ternyata sudah di rencana kan sejak awal oleh seseorang, membuat jiwa Elnara terlempar ke dalam tubuh Kinara yang ternya...
2.3M 137K 49
•Airis Ferdinand. Aktris cantik dengan puluhan mantan pacar, baru saja mendapatkan penghargaan Aktris terbaik di acara Awards international. Belum se...
272K 23.3K 22
Follow dulu sebelum baca 😖 Hanya mengisahkan seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang begitu mengharapkan kasih sayang seorang Ayah. Satu satunya k...
3.7M 359K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...