Aku terdiam sejenak.
Bayangan peri mungil dari dunia fantasi yang berada di depanku terasa menyejukan mata.
Rasanya ... Bella pernah mengatakan hal ini sebelumnya.
Tapi ada yang berbeda kali ini.
Jika pada saat itu, ia mengatakannya dengan bercanda. Kini ia terlihat malu-malu dengan bergantian memandang ke arahku dan lantai.
Kucoba untuk membuka mulutku.
"Kenapa kau terus mengatakan hal yang sama berulang-ulang? Berhentilah bercanda! Jawabanku masih tetap sama seperti waktu itu, tidak mungkin kita yang seperti minyak dan air akan baik-baik saja setelahnya."
"Jadi, kau tidak menyukaiku?"
Tubuhku menjadi kaku. Seakan badai es datang secara tiba-tiba di negara khatulistiwa ini dan membekukanku serta atmosfer sekelilingku.
Sebenarnya apa yang ia inginkan dari percakapan ini?
Kenapa dia memberiku pertanyaan yang sulit?
Sejujurnya, aku tidak ingin menjawabnya.
Dan jika harus diungkapkan dari dalam hati. Aku mungkin memang tidak menyukainya. Andai saja perkataan dan tingkahnya yang kasar menghilang, mungkin aku akan mencoba untuk memikirkannya kembali.
Meskipun begitu ... bukan berarti aku membencinya.
Antara suka atau benci. Tidak ada satu pun dari dua kata itu yang dapat mewakili perasaanku pada Bella.
Aku tidak memiliki perasaan romantis apa pun terhadapnya. Aku juga tidak membencinya dengan sepenuh hatiku.
Terkadang aku menyukai sifatnya yang penuh perhatian. Memang gadis oranye itu tidak secara langsung mengatakanya padaku.
Misalkan saja saat ia pertama kali memasak sayuran yang sangat tidak kusukai. Meskipun aku berbohong dengan mengatakan lezat, entah dari mana ia tahu isi hatiku dan tidak pernah memasaknya lagi setelah itu.
Atau saat ketika aku sedang banyak pikiran. Bella selalu membuatkanku teh yang mampu menenangkan hati. Tidak jarang juga ia menjadi tempat curhatku dan memberikan solusinya.
Atau lagi saat aku kesulitan tidur karena gelisah. Gadis itu pasti akan membisikan kata-kata yang menyejukan hingga membuatku tenang.
Di saat itu, Bella benar-benar mirip seperti istri sungguhan.
"A-Aku menyukaimu, kok."
"Ng...?"
Aku tidak tahu ekspresi apa yang dibuat oleh Bella, karena aku tengah mengalihkan pandanganku darinya.
"T-Tapi ... hanya sebagai orang yang selalu ada di sampingku. Tidak lebih...! J-Jadi aku ... umm ... kau ta—"
"Iya, iya, aku mengerti. Itu sudah cukup."
Bella tersenyum dengan lepas.
Tidak ada ekspresi malu-malu kucing di wajahnya.
Kini ia terlihat seperti anak kecil yang gembira setelah mendapatkan hadiah ulang tahunnya.
"Aku juga menyukaimu, kok."
"Eh...!!?"
"Tapi kamu jangan salah sangka dulu! Aku menyukaimu sebagai orang yang selalu kuandalkan."
Wajahnya berubah menjadi merah. Hal ini sudah menjadi kebiasaanya jika mengatakan sesuatu yang memalukan.
"Meskipun begitu, terkadang aku juga membenci beberapa hal darimu."
"Aku juga sama. Andai saja kau jadi cewek yang lebih pendiam dan lembut, mungkin aku benar-benar akan menyukaimu."
Bella terdiam sejenak, lalu mulai membuka mulutnya.
"Apaan sih, bodoh!? Mana mungkin aku bisa menjadi cewek seperti itu?"
"Benar. Kau adalah dirimu yang sekarang, mustahil sifatmu yang seperti itu dapat berubah dengan cepat."
"Lagipula bukankah sudah ada cewek yang mempunyai sifat seperti itu di dekatmu?"
Aku menoleh pada Bella yang memandang jauh ke luar jendela.
"Siapa?"
Bella lalu menengok padaku dengan kedua ujung alisnya yang saling bersentuhan.
"Nia...! Bukankah kau menyukai tipe cewek yang seperti itu?"
"Ah, benar! Aku lupa!"
"Dasar bodoh! Bagaimana bisa Nia akan menyukaimu kalau sebentar saja kau sudah melupakannya!?"
Bella menyandarkan punggungnya pada sandaran bangku seraya mengembalikan pandangannya ke arah awan hitam yang bergumul.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Beberapa detik kemudian aku mencuri pandang ke arah Bella dengan mengerlingkan mataku.
Sebenarnya aku tidak melupakan Nia. Hanya saja jika aku bersama Bella, semua yang ada di pikiranku hanyalah dia dan tidak mampu untuk memikirkan hal lain.
Semakin aku memikirkannya, semakin cepat debar jantungku seakan dapat pecah kapan saja.
Kuletakan tangan di tengah dadaku.
"Kenapa ... hal ini terus terjadi?"
***
Di saat berikutnya aku membuka mata, yang kulihat adalah langit-langit ruangan yang bukan kamar milikku sendiri.
Walaupun tidak ada niat menginap sebelumnya, akhirnya kami malah bermalam di penginapan ini.
Satu hari sudah berlalu. Tidak mungkin hujan kemarin masih berlanjut hingga sekarang.
Ini adalah saat yang tepat untuk berkemas pulang.
Namun di saat aku hendak bangun, ada sesuatu yang menahan tubuhku untuk bangkit dari tempat tidur.
Aku langsung mengalihkan pandanganku ke balik selimut.
Aku terkejut begitu menemukan Bella berada di sana.
Ia tengah tertidur dengan menggunakan bahuku sebagai bantal. Wajahnya yang begitu polos dan imut saat terlelap mampu menyihir tubuhku membeku seperti patung es.
Sudah beberapa detik aku terdiam seraya memandangi wajahnya yang terlihat sangat jelita.
"Kenapa ... kami tidur berpelukan?"
Tiba-tiba jantungku kembali berpacu dengan cepat.
Karena ia bersandar pada bahuku, aku jadi takut ia terbangun karena mendengar suara debar dadaku yang kencang.
Panas dari tubuhnya menjalar ke badanku dari kulit kami yang bersentuhan. Aku dapat mencium wangi bunga mawar dari rambutnya yang semerbak.
Kuingat dengan jelas sebelum tidur, aku dan Bella tidur dengan ciri khas kami, yaitu saling memunggungi di ujung kedua sisi kasur.
Lalu, apa yang membuatnya bersandar padaku?
Aku melemparkan pandanganku ke luar jendela. Tetesan air menetes dari atas genting ke permukaan tanah.
Semalam hujan pasti turun dengan lebat disertai petir yang menggelegar.
"Ah...!"
Mendadak aku tersadar.
Bella takut dengan petir. Mungkinkah dia tanpa sengaja memelukku karena ketakutan?
Meskipun ia adalah gadis kasar yang suka membentak orang saat berbicara, aku sama sekali tidak menyangka ia juga memiliki sebuah kelemahan layaknya gadis biasa.
Pelan tapi pasti aku semakin menariknya ke tubuhku, dan membelai kepalanya dengan lembut.
Saat aku kecil, ibuku sering melakukan ini jika aku ketakutan. Dia berkata saat seseorang ketakutan, dia membutuhkan seseorang di sampingnya untuk menemaninya.
Saat ini Bella sedang berada di posisi itu. Aku hanya berharap aku dapat menjadi kekuatannya di saat ia menunjukan sisi lemahnya.
"Ya ampun, apa yang kulakukan saat ini?"
Aku sama sekali tidak pernah menyangka akan datang suatu hari di mana aku akan tidur berpelukan bersama seorang gadis sepanjang malam.
Terlebih lagi, seorang gadis yang sangat cantik dan menawan.
Aku mencuri pandang ke arahnya. Wajah Bella sungguh lucu bagai anak kucing.
Sangat jarang aku dapat melihatnya seperti ini. Meskipun aku selalu tidur bersamanya, kami tidur dengan saling berpunggungan sehingga tidak dapat melihat wajah satu sama lain.
Melihatnya seperti ini membuatku enggan untuk mengganggu tidurnya.
Kurasa aku akan membiarkannya tidur lebih lama lagi.
Bulu mata panjangnya yang lentik kemudian bergerak saat kelopak matanya terbuka. Membuat kami saling menatap dalam jarak yang sangat dekat.
"U-Uwa...!"
Sedetik kemudian, kami berdua langsung bangun dan saling menjauh satu sama lain.
Bella menatapku dengan tatapan tajam.
"A-A-A-Apa yang kau lakukan, bodoh!?"
"Eh, apa maksudmu?"
"Jangan pura-pura tidak tahu! Yang kumaksudkan adalah mengapa tiba-tiba kau memelukku saat tidur?"
"Hah...!? Bukan aku, tapi kau yang melakukanya sendiri!"
Aku menaikan alis serta nada bicaraku padanya.
"Jangan bercanda! Mana mungkin aku yang melakukannya!?"
Bella bertingkah seperti tidak bersalah dan berniat menjadikanku sebagai orang jahat. Andai saja ruangan ini punya CCTV aku akan menyuapi gadis itu dengan rekamannya.
Tunggu, akan sangat buruk jika ruangan ini benar-benar memiliki kamera CCTV-nya!
Bella terdiam sejenak dengan masih tidak membiarkan pertahanannya lengah. Dia bahkan berada dalam posisi kuda-kuda.
"Ah, aku tahu! Kau ... berniat untuk memperkosaku, kan!?"
"Hah!? Kau gila...!!!"
"Iya, kau pasti begitu!!! Kau pasti ingin memperkosaku!!"
"Kenapa aku harus melakukan itu!!?"
"Itu pasti karena kata-kata yang kuucapkan semalam membuatku seperti gadis lemah. Dan di saat kau tidur dengan gadis cantik sepertiku, nafsu bejatmu sudah tidak bisa ditahan lagi sehingga kau berniat melampiaskannya padaku."
Bella mengacungkan telunjuknya padaku. Bersamaan dengan itu, gadis berambut oranye itu juga menjauh dariku dengan perlahan-lahan.
"Kalau aku memang sebejat itu, kau sudah kehilangan kesucianmu sejak lama. Kita kan tidur bersama setiap malam!"
"Jadi benar kau mengincar kesucianku."
Bella menggumam sembari menjauh lagi dariku seakan aku memiliki penyakit mematikan yang mampu menular.
"Tidaaaakkk...!!!"
Aku memegang kepala yang hampir pecah dengan kedua tanganku. Entah mengapa dia ingin sekali menjadikanku sebagai orang yang jahat di sini.
Raunganku berhenti ketika wajah Bella yang tersenyum masuk ke dalam pandanganku.
Sesaat kemudian, ia tertawa kecil sembari menaruh telapak tangan di depan mulutnya seakan hendak menahan suara tawanya.
Mendadak dunia seakan berhenti berputar. Yang kulakukan hanya memandangi Bella yang terkikih-kikih.
"Apa dia memang secantik ini saat tertawa?"
Kalau kuingat kembali aku belum pernah melihatnya tertawa seperti ini. Yang biasa kudapatkan adalah suara tawa sinis, penuh hinaan, dan merendahkan.
Bella yang menyadari tatapanku balik melirik ke arahku.
"Haha ... melihat ekspresimu yang seperti itu benar-benar menghiburku!"
"Eh, maksudmu?"
"Soal tadi aku hanya bercanda! Aku juga tahu kau tidak melakukan itu padaku."
"Jadi benar kau yang memelukku?"
Wajahnya perlahan memerah. Lalu Bella memalingkannya seakan hendak disembunyikan dariku.
"Maaf...! Aku benar-benar tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja ... semalam saat hujan ... mmh, anu ...."
"Aku mengerti. Kau takut dengan petir, kan?"
Bella mengangguk dengan malu-malu.
Ya ampun! Ekspresinya sangat imut hingga membuatku berpikir untuk memakannya.
Aku segera bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke arah jendela dan membukanya.
Pagi hari ini begitu cerah. Cuaca yang cocok untuk bermain di pantai. Andai saja kami sedikit bersabar menunda liburannya, mungkin kami bisa menikmati bermain di pantai dengan cuaca yang cerah.
Kulemparkan pandanganku pada Bella.
"Ayo kita segera pulang!"
"Iya!"
Liburan kami berdua pun berakhir sampai di sini. Sungguh disayangkan, tapi setidaknya aku mendapatkan satu hal ....
Perasaan aneh aneh yang kumiliki, entah mengapa terasa semakin membesar.
.onContuH(