Lieons

By nathavanlawliet

5.5K 645 71

Pernahkah kau merasa berbeda di antara yang lain? Ini yang aku alami. Membuka ruangan itu bukanlah suatu kebe... More

Chapter 1 - The Beginning
Chapter 2 - Samuel Caelum
Chapter 3 - A Divinedions, maybe?
Chapter 4 - The Transformation
Chapter 5 - Crystal Ace
Chapter 7 - Triggered by Anger
Chapter 8 - Surprise!
Chapter 9 - The Mysterious 'Me'
Catatan Penulis untuk Para Pembaca (Author's Note for the Readers)
Chapter 10 - The Look in Your Eyes.
Chapter 11 - That Strange Girl
Chapter 12 - The Monster Within Me
Chapter 13 - The past
Chapter 14 - Apartment
Chapter 15 - His Friend?

Chapter 6 - So, this is not the end of the Transformation?

304 45 1
By nathavanlawliet

  Suara bebatuan pecah terdengar, Kyle terjatuh dengan gerakan berbaling-baling seperti roda, punggungnya terasa sakit, ia mendarat dari atas dengan kecepatan tinggi yang sudah tak bisa ia kontrol lagi karena belum terlatih.

  Ia mengerang saat punggungnya menatap kayu-kayu yang berhasil menghentikannya dari gerakan yang membuatnya pusing. Dilihatnya punggungnya yang luka dengan darah mengalir. Ia meraba-raba punggungnya, sayapnya menghilang.

  "Kau tak apa?" Kyle menoleh ke arah Crystal yang hanya melihat dan tak menolongnya. Walau pun ia tak bisa menyangkal bahwa luka punggungnya sangat perih, namun rasa gengsi tetaplah tertanam pada dirinya.

  "Ya." balasnya singkat lalu mencoba berdiri, namun gagal, ia goyah dan ambruk karena luka di punggungnya yang parah.

  "Tak ada orang yang baik-baik saja jika jatuh dari ketinggian lebih dari seratus meter. Jika kau manusia biasa, kau pasti sudah mati."

  Crystal melangkahkan kaki maju ke arahnya, lalu berjongkok. Ia menapakkan tangannya di punggung Kyle lalu memejamkan matanya dan menggumamkan bahasa yang sama sekali tak dimengerti oleh pria di depannya yang sedang terluka.

  Perlahan-lahan luka tersebut saling berkaitan sehingga menjadi kulit yang tertutup seperti biasanya, rasa nyeri dan perih memudar, darah segar yang tadinya hangat dan mengucur keluar, kini sudah menjadi beku dan justru terasa dingin yang membuat Kyle sedikit bergidik karena merasa aneh dengan rasa dingin di dalam dirinya. Ia menengok ke belakang, melihat Crystal yang sedang berkonsentrasi.

  Sesaat ia ingin membuka mulutnya, ingin menanyakan suatu hal yang mengganjal di pikirannya. Namun terpotong oleh pernyataan Crystal.

  "Rasanya dingin, bukan?" Kyle melirik sebentar lalu menjawab.

  "Ya. Rasanya aneh," jawabnya dengan nada yang lebih lunak. Crystal menegakkan posisi badannya lalu berdiri.

  Jari telunjuknya mengarah pada kaki kanan Kyle, lalu merapalkan suatu mantra. Saat Kyle ingin berdiri, ia tak bisa. Kaki kanannya tak mau ia gerakkan, selain itu, kaki kanannya terasa sangat dingin dan ngilu.

  "Kau apakan kakiku?"

  "Jaringan-jaringan di dalam kakimu aku bekukan." jawab Crystal lalu mengarahkan telunjuknya lagi ke arah kaki kanan Kyle, kali ini ia hanya mengucap satu kata mantra.

  Bagai rantai es yang pecah, saat ia mencoba berdiri, kakinya sudah dapat digerakkan kembali.

  "Jadi?" tanya Kyle.

  "Apa?"

  "Tujuanmu mengajakku ke sini?"

  "Oh." jawab Crystal yang membuat Kyle bingung.

  "Apa maksudmu 'Oh'?"

  "Kau bertanya?" tanya Crystal.

  "Bodoh." ucap Kyle pelan.

  "Aku bisa mendengarmu."

  "Kau membuang-buang waktuku." tegas Kyle.

  "Baiklah. Aku hanya ingin kau tahu bahwa kau--"
"Bukanlah lagi manusia biasa? Itu yang ingin kau katakan? Aku sudah mengetahuinya." potong Kyle.

  Lalu ia melanjutkan lagi.

  "Awalnya, sungguh, aku tak percaya dengan hal bodoh ini. Maksudku, kau pasti tahu, 'kan, manusia lebih condomg ke berpikir logis. Tapi saat aku menyadari semua keanehan di ruangan itu--Aku sungguh tak dapat berpikir jernih dan justru mengeluarkan seluruh emosiku pada ibuku."

  "Kau sadar saat aku mengirimkan telepati padamu." potong Crystal.

  "Oh, ya, benar. Aku benar-benar bingung pada diriku sendiri kenapa saat itu aku memutuskan untuk meneriaki ibuku seolah aku mempercayai hal ini yang saat itu aku anggap konyol--Tapi, itu memang benar ..., aku-- Entah bagaimana, mempercayai surat itu. Aku membaca surat itu yang menjelaskan beberapa hal padaku--Tapi, saat itulah semua perubahanku dimulai," Kyle menjelaskannya dengan berbagai emosi yang tercampur aduk.

  "Dan perubahan itulah yang membuatku sepenuhnya yakin bahwa hal ini memang benar."
Crystal mengangguk.

  "Dan semua perubahanmu berjalan berurutan. Mungkin kau tak menyadarinya, tapi perubahanmu yang pertama dimulai dari jam 04.00 pagi, perubahan kedua di jam 03.00, ketiga di jam 02.00 dan, perubahan terakhir tadi di jam 01.00. Itu semua berjalan berurutan, sesuai tingkatan apimu." Saat ia memperhatikan kayu di belakang Kyle, ia tak sengaja melihat ada satu tanda di leher Kyle.

  "Apa itu?" gumam Crystal. Namun masih jelas terdengar di telinga Kyle.

  Kyle memegang lehernya dengan tangan kanannya lalu menatap Crystal dingin.

  "Apa yang kau lihat, huh?"

  "Tidak ada."

  Kyle melepaskan pegangan tangannya dari lehernya, namun sesudah ia melepaskannya, gadis di depannya diam-diam melirik lehernya lagi yang membuatnya cukup risih.

  "Apakah leherku menarik?" tanyanya datar yang membuat Crystal melepaskan pandangannya.

  "Tidak. Tak ada bagusnya." ucap Crystal yang membuatnya sedikit tersinggung.

  "Kau pikir lehermu bagus?" balas Kyle.

  "Aku tak pernah berkata leherku bagus." balas Crystal santai yang membuat Kyle merasa konyol karena memperdebatkan suatu hal yang tak penting.

  Kyle berdeham lalu berkata, "Baik, jadi... hanya itu yang ingin kau katakan?"

  Crystal menggeleng. Kyle menaikkan salah satu alisnya yang bermaksud menanyakan 'Lalu, apa lagi?'.

  "Ini pasti perubahanmu yang terakhir, bukan?"

  "Ya. Kau pasti tahu karena kau menguntitku 24 jam." jawab Kyle.

  Crystal menggertakkan giginya, ia merasa sangat risih disebut penguntit. Menurutnya itu adalah julukan terhina yang pernah ia punya.

  "Aku bukan penguntitmu!"

  "Lalu?" sahut Kyle yang membuat Crystal bungkam, ia teringat peraturan kaumnya.

  "Ya, terserah. Anggap saja aku penguntitmu." jawabnya yang membuat Kyle bingung.

  "Aku tak peduli siapa kau. Cukup beritahu aku apa pun yang kau tahu tentang semua ini."

  "Baiklah, aku juga tak ingin berdebat denganmu." ucapnya lalu mengambil jeda.

  "Kyle, karena ini adalah perubahanmu yang terakhir, itu berarti, kau akan menjadi... makhluk yang tak dikategorikan dalam apa pun." jawab Crystal ragu.

  "Apa? Apa maksudmu? Aku Slievoil." sahut Kyle sedikit shock. Ia berpikir, bahwa dirinya merupakan makhluk Slievoil, dan itu sudah dijelaskan dalam surat.

  "Aku tahu kau bingung. Tapi, tentu saja. Slievoil adalah Slievoil. Sedangkan kau, manusia, namun entah apa yang dilakukannya, kau adalah campuran Slievoil, belum lagi saat aku menyembuhkan lukamu tadi, ada aura yang sangat aku kenal, dan itu bukanlah aura manusia atau pun Slievoil, dan aku tahu apa itu. Namun aku belum bisa memastikannya." jelas Crystal panjang lebar.

  "L-lalu apa yang akan terjadi denganku?"

  "Ini hanyalah sebatas pengetahuanku, namun, aku pernah menguping pembicaraan salah satu kaumku. Jika ..."

  "Jika?"

  "Jika memanglah ada makhluk yang tak dikategorikan, mereka tak berhak berada di dalam dunia, karena akan merusak keseimbangan hukum alam di dunia. Mereka akan dikirim ke... uh, aku tak tahu." ujarnya lalu melanjutkan.

  "Tapi kupikir itu tak akan terjadi."
"Karena kau sedang diperebutkan." ujarnya lagi.

  "Oleh siapa? Wanita?" canda Kyle yang tak disambut tawa, namun disambut keheningan yang membuat suasana menjadi canggung.

  "Berhentilah terlalu percaya diri." sahutnya.

  Keheningan merayapi keduanya, hingga Kyle berkata.
"Apakah makhluk-makhluk sepertimu juga bisa tertarik dengan lawan jenis? Begitukah?" tanya Kyle.

  "Kaum kami memang diberi perasaan seperti kaummu, manusia. Namun, sangat kecil kemungkinan untuk kami memiliki perasaan, apa lagi memikirkannya. Kaum Divinedions diciptakan hanya untuk menyeimbangkan hukum dunia." jelasnya.

  "Kami ada karena suatu permasalahan yang terjadi ribuan tahun lalu sebelum manusia diciptakan."

  "Permasalahan? Permasalahan apa?"

  "Itu bukan urusanmu."

  Kyle melihat arlojinya yang menunjukkan jam 05.58 pagi, lalu melihat ada beberapa orang yang sedang menebang kayu pohon di sana.

  "Apakah mereka tak bisa melihat kita?" tanya Kyle.

  "Ya."

  "Kenapa?"

  "Karena wujud ini tak diciptakan untuk dilihat manusia." jawab Crystal.

  "Lalu kenapa mereka dapat melihat rambut, dan mataku yang berubah warna?"

  "Karena itu akan menjadi fisikmu yang permanen dan tak akan bisa diubah."

  "Dan, Kyle, kau harus ingat ini, kau tak boleh--benar-benar mutlak tak boleh mengalami perubahan di depan manusia. Mungkin tadi memang perubahan empat hari terikatmu yang terakhir. Tapi ingat, tak ada jaminan bahwa kau tak berubah lagi. Dan juga, meski aku sendiri mengatakan bahwa wujud ini tak diciptakan untuk dilihat oleh manusia, aku tak menjamin bahwa wujudmu akan selalu begitu. Mungkin perubahanmu akan dipengaruhi oleh suatu faktor, dan aku belum tahu apa itu. Setidaknya, sempatkan dirimu ke pantai favoritmu yang sepi itu untuk memastikan kau mengalami perubahan lagi atau tidak." bisik Crystal lalu menghilang begitu saja.
Kyle mengernyit, terdiam sebentar untuk beberapa saat.

  Lalu ia pun melesat ke atas untuk menuju rumah Samuel. Setelah sampai, ia mendarat dengan hati-hati, lalu melihat Samuel yang berdiri di depan pintu dengan wajah khawatirnya dan dengan ponsel di genggaman tangannya. Kyle menahan tawanya, ia tahu pasti sahabat karibnya sedang mengkhawatirkannya.

  Kyle mengeluarkan ponselnya dan dilihatnya ada sebelas panggilan tak terjawab dan tiga puluh enam pesan belum di baca. Semua itu dari Samuel.

  Saat ia berjalan di depan Samuel, ia menjentikkan jarinya tepat di depan wajah Samuel. Tak ada respon, tentu saja, Crystal mengatakan perubahannya yang ini tak akan terlihat. Karena tak peduli, ia masuk ke kamar.

--

  Erangan terdengar meluncur dari mulut Kyle yang sedang meregangkan otot-otot tubuhnya setelah bangun tidur. Ia terkejut melihat ada Samuel di sampingnya, ia memperhatikan dirinya dengan mata marahnya. Bahkan ia merasa nyalinya sedikit ciut mengingat bahwa Samuel adalah orang yang sama sepertinya. Hanya pertemanan saja yang membuat Samuel sedikit berubah.

  Kyle berdeham sebentar, ingin mengurangi rasa gugup dan canggungnya. Selimut itu ia singkirkan pelan-pelan, lalu beranjak pergi dengan gerakannya yang berpura-pura santai.

  Namun itu semua gagal setelah Samuel mengeluarkan suara.

  "Kyle." Kyle menoleh, ia memasang ekspresinya seperti biasa.

  "Sepertinya empat hari terakhir ini kau ke salon untuk menyemir rambutmu. Oh, lensamu juga selalu baru."

  Sial, kenapa dia selalu membahas rambut dan mataku, pikirnya.

  "Sepertinya aku salah mendidikmu." ujar Samuel.

  "Diam, Sam. Kau bahkan bukan orangtuaku." ujar Kyle malas.

  "Kau tahu, huh? Kau botak pun juga banyak wanita yang tergila-gila padamu."

  Merasa tidak perlu untuk melanjutkan perbincangan itu, ia melongos pergi ke ruang tamu dan melihat Tiffanny yang sedang duduk di sofa sambil menonton televisi.

  "Pagi, Kyle. Warna rambut dan mata yang bagus." sapa Tiffanny saat Kyle tiba-tiba duduk di sampingnya.

  Kyle tak menggubrisnya, membuat Tiffanny sedikit kesal. Channel televisi tersebut sudah tak terhitung telah diganti oleh Kyle, ia sangat bosan.

  "Tak ada acara yang menarik." ujarnya bosan.

  Tiffanny merebut remote tersebut lalu menggantinya ke channel televisi yang sedang menampilkan kartun.

  Kyle memicingkan matanya, menimbang-nimbang kartun tersebut. Akhirnya ia menyandarkan punggungnya di sofa dengan nyaman, tanda bahwa ia tak punya pilihan lain.

  "Apakah hari minggu kau tak bekerja di kedai?" Tiffanny memulai obrolan.

  "Tidak."

  Tiffanny hanya mengangguk-anggukan kepala mengerti, lalu ia menjulurkan tangannya yang sedang menggenggam makanan ringan di depan wajah Kyle.

  "Kau mau?" Kyle melirik sebentar, lalu mengambil snack itu.
"Aku tak bilang kau boleh mengambil semuanya." ujar Tiffanny.

  Kyle mendengus, lalu mengembalikan makanan ringan tersebut kepada pemiliknya yang sah.

  Beberapa menit kemudian Samuel datang dengan handuk di kepalanya, tanda bahwa ia baru saja selesai membersihkan dirinya. Ia duduk di antara Kyle dan Tifffanny, membuat kedua orang itu harus bergeser karena desakan pinggul Samuel yang cukup keras.

  "Tapi tak apa jika kau ingin meminta," ucap Tiffanny cepat karena merasa bersalah--atau karena memang ia ingin mengalah--.

  Dengan cepat Kyle merebut makanan ringan itu.

  "Hei, ini punya Tiffanny. Pria harus mengalah pada wanita," Samuel merebut lagi makanan ringan itu. Tiffanny hanya tertawa melihat dirinya dibela sedangkan Kyle justru memasang ekspresi kesalnya.

  "Tak apa, sungguh. Jika Kyle mau, kau bisa mengambilnya," Tiffanny tersenyum tulus. Samuel menoleh dengan wajah shocknya karena itu berarti pembelaannya tadi hanyalah sia-sia.

  "Aku sudah tak mau lagi."

  "Jangan marah begitu, ayolah," rengek Tiffanny.
Kyle hanya mendengus, tak menggubris.

  "Ayolah, ayolah," Kyle mendesis kesal karena Tiffanny terus saja cerewet.

  "Kau boleh mengambilnya, ayo--"

  "Sshhh!"

  "Hei, air liurmu!" celetuk Samuel tiba-tiba.

  Kyle menatap Samuel dengan tatapan membunuhnya. Samuel yang tadi hanya keceplosan langsung panik.

  "Tidak, maksudku, ini, lihat, kartunnya tadi berteriak hingga air liurnya--" Samuel menunjuk televisi yang kini menampilkan iklan. Merasa alasannya tadi tak terbuktikan, ia hanya bisa beralasan lagi.

  "Sungguh! Tadi kartun itu--"

  "Tck, diam." Kyle mendecak kesal, lalu pergi.

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 120K 75
Ini gila, benar-benar gila. Bagaimana mungkin jiwa seseorang yang tertidur setelah dipaksa mencari pasangan tiba-tiba sudah pindah ke raga orang lain...
1.1M 105K 32
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
323K 812 8
konten dewasa 🔞🔞🔞
631K 52.5K 56
|FOLLOW DULU SEBELUM BACA, TITIK!!| Transmigrasi jadi tokoh utama? Sering! Transmigrasi jadi tokoh jahat? Biasa! Transmigrasi jadi tokoh figuran? Bas...