Senanda.

Від yiyikim99

57.6K 4.8K 780

s i n o p s i s : Setelah mengalami kajadian traumatis yang merubah drastis kehidupannya, membuatnya mengangg... Більше

senanda || p r o l o g
senanda || enggak seburuk itu, kan?
senanda || komik haikyu!!
senanda || takut katanya
senanda || awalnya kepo
senanda || target incaran
senanda || tukang kacang
senanda || info mading
senanda || bocah tantrum
senanda || serba serbi
senanda || d-day
senanda || menginap
senanda || bekal yang sama
senanda || hobi yang terhubung
senanda || bettersweet cakery
senanda || pengalihan diri
senanda || jatuh sakit
senanda || status
senanda || the two of us
senanda || populer
senanda || vitamin pagi
senanda || namanya adalah
senanda || rumah sakit
senanda || menginap (lagi)
senanda || ai love you
senanda || bersama kesayangan
senanda || aiden's boyfie
senanda || move on
senanda || cowok green flag
senanda || mood swing
senanda || saran sesat adit
senanda || fase galau
senanda || edisi kangen pacar
senanda || sebuah pelukan
senanda || se's big baby
senanda || prioritas utama
senanda || pacaran dulu
senanda || continue? or, stop!
senanda || love birds
senanda || sepotong kisah
senanda || orang ketiga
senanda || bukan jodoh
senanda || no response

senanda || pesan misterius

1.2K 87 23
Від yiyikim99

Kuberuntung jadi anakmu, Bunda
(Rumah Ke Rumah - Hindia)

———

Tidak ada yang lebih membosankan daripada kehidupan Senanda di musim ujian. Kegiatannya hanya itu dan itu saja dari hari pertama ujian dimulai hingga seterusnya.

Belajar, lalu berangkat ke sekolah untuk ujian. Hal itu diulang kembali tiada henti, tiada bosan. Kehidupan Senanda seolah hanya berpusat pada dua hal itu saja, dan menganggap yang lainnya tidak penting untuk mendapat perhatiannya.

Selama masa ujian, Senanda hampir tidak pernah memegang ponsel. Hanya sekali saja ketika malam sebelum tidur. Itu pun untuk memeriksa grup kelas di sebuah aplikasi pesan, mana tahu ada info penting. Pesan dari Aiden kadang baru sempat dibalas saat pagi hari, ketika ia dalam perjalanan berangkat ke sekolah, atau baru dibalas saat teringat saja.

Persis seperti apa yang Senanda katakan sebelumnya, bukan? Untungnya ia memiliki pasangan yang super pengertian. Tidak marah saat pesannya lama dibalas.

Persaingan di SMA Unggul bukan main ketatnya. Berisikan teman-teman yang pintar tentu merupakan sebuah tantangan tersendiri. Pastinya bukan hanya Senanda seorang yang melakukan kegiatan membosankan itu, murid lainnya juga akan sama sibuknya. Meski di hari-hari sebelumnya juga sudah sering mengulang pelajaran, tetap saja membuka kembali materi yang ada serta mengerjakan berbagai soal terkait itu perlu. Senanda anak yang lumayan ambisius jika terkait nilai. Ia selalu mengusahakan yang terbaik. Dan karena itu jugalah ia tertimpa masalah di masa lalu.

"Aman, Nan?" Adit meletakkan satu kotak susu rasa cokelat di meja depan Senanda. Saat ini mereka sedang berada di kantin, menunggu ujian untuk mata pelajaran berikutnya dimulai. Dalam satu hari, mereka hanya memiliki dua mata pelajaran yang diujiankan.

"Aman, Dit. Kamu bagaimana?"

Adit terduduk lesu di depan Senanda. "Gue mual. Mabuk karena kebanyakan belajar kayaknya."

Senanda tertawa. Tadi adalah ujian Matematika, dan nanti adalah ujian Bahasa Inggris.

"Gue lapar. Lo mau gue pesankan makanan apa, Nan?" tanya Adit sambil berdiri.

Pagi tadi Senanda sudah sarapan, tapi setelah ujian pertama tadi ia mulai merasa sedikit lapar. Tidak heran. Matematika sangat menguras waktu, pikiran dan tenaga. Kepala siapa pun akan dibuat berasap karenanya. "Batagor, deh, Dit. Tolong, ya." Senanda tersenyum manis hingga matanya menyipit. Kalau Aiden sampai lihat, cowok itu pasti akan cemburu. "Oh! Aku traktir, deh." ia merogoh saku celana, dan mengulurkan selembar uang berwarna biru pada Adit.

"Wah! Rejeki anak baik." setelah menerima uang dari Senanda, Adit lekas beranjak ke beberapa stan makanan yang tersedia.

Bersamaan dengan perginya Adit, datanglah Aiden bersama ketiga temannya memasuki kantin. Melihat Senanda duduk di salah satu meja tengah kantin sendirian, membuat mereka menghampiri.

"Sayang," sapa Aiden di dekat telinga Senanda, lalu duduk tepat di samping kekasihnya.

Senanda menoleh cepat dengan tangan sibuk mengusapi telinga yang terasa geli. "Kak Ai? Bagaimana ujiannya? Lancar?"

Aiden hanya mengangguk. "Begitulah."

"Begitulah itu artinya dia yang bakalan dapat juara umum dari ketiga angkatan, Nan," jelas Inggrid yang duduk di depannya.

Tidak lama kemudian Adit datang membawa pesanan mereka. Disusul Pandu dan Restu, serta seorang wanita paruh baya bantu membawakan pesanan Aiden dan ketiga temannya.

"Se, gue ada chat lo semalam, tapi belum dibaca, loh." Aiden menatap Senanda dengan ekspresi sedih yang dibuat-buat. Pasalnya dia sendiri pun tahu kekasihnya itu sibuk belajar.

Senanda menghabiskan dulu makanan di dalam mulutnya sebelum menjawab, "Duh, maaf, ya, Kak. Pagi ini aku datangnya mepet ke sekolah, jadi nggak sempat buka handphone."

Aiden tersenyum maklum, lalu mengusap rambut Senanda. "Nggak apa-apa. Sesempatnya aja. Isi chat-nya nggak begitu penting, kok."

Pendengar lainnya di meja itu diam-diam tersenyum dan senang melihat penderitaan Aiden yang pesannya dikacangi oleh sang pacar. Mampus! Itu isi hati Pandu yang kegirangan.

Selesai makan, mereka kembali masuk ke ruangan ujian masing-masing. Mengerjakan ujian Bahasa Inggris dengan batas waktu yang telah ditentukan. Bagi murid yang telah selesai menjawab keseluruhan soal dengan yakin, diperbolehkan untuk mengumpulkan lembar jawaban, dan soal bisa dibawa pulang untuk dipelajari lebih lanjut.

Dari hari awal ujian hingga sekarang, Senanda selalu menjadi orang pertama yang keluar ruangan. Maka setelahnya ia akan duduk sejenak di depan kelas, menunggu Adit selesai. Waktu bebas itu digunakan Senanda untuk mengecek pesan Aiden yang ternyata memberikan ucapan semangat belajar dan selamat tidur. Dalam diam, senyum di bibirnya muncul terulas. Perhatian kecil itu membuatnya merasakan letupan menyenangkan di dalam dada. Sepertinya ia terlalu abai dengan Aiden beberapa hari ini. Jika dirinya saja senang dengan pesan yang dikirimkan Aiden, bukan tidak mungkin cowok itu akan suka juga ketika ia mengirimkan pesan berupa kalimat penyemangat.

Jadi, malam itu, sebelum Senanda memulai kegiatan mengulas materi dan mengerjakan beberapa soal, ia menyempatkan diri untuk mengirimkan pesan singkat pada Aiden.

Semangat belajarnya, Kak Ai,
dan jangan lupa istirahat yang cukup.

Tidak lupa dengan satu emoticon hati menyusul setelahnya.

Senanda kemudian mengubah ponsel ke mode senyap, lalu diletakkan tertelungkup agak jauh. Padangannya kemudian jatuh pada tiga lembar sticky note dengan warna berbeda di atas meja belajar. Senyum Senanda seketika meredup.

〰️

Senanda berdiri diam di depan sebuah meja di dalam kelas tempatnya akan melangsungkan ujian. Tatapannya lama terhenti pada selembar sticky note yang tergeletak malas di atas meja. Dialihkannya sebentar pandangan mata pada sekitar kelas yang sudah dipenuhi oleh beberapa murid, sebelum akhirnya meraih dengan setengah meremas kertas berwarna hijau itu untuk dimasukkan ke dalam tas. Kali ini kata yang tertulis berbeda dengan tiga kertas sebelumnya yang hanya tertera satu kata saja, yakni, "Hi?".

Sementara di kertas yang sudah agak remuk itu, tertuliskan, "How can you be so perfect?". Ditulis rapi sekali dengan pena tebal berwarna hitam.

Senanda mulai menerima sticky note berwarna itu sejak hari pertama ujian. Awalnya ia hanya menganggap bahwa itu mungkin kelakuan murid yang iseng, atau pesan salah alamat, tetapi ketika di hari-hari selanjutnya ia masih menemukan jenis kertas yang sama, Senanda mulai gelisah.

Jika tujuan orang itu adalah untuk membuatnya terganggu, maka selamat, karena Senanda benar-benar tidak nyaman dengan hal tersebut. Tidak peduli niat dibaliknya apa, ia hanya berharap seseorang berhenti melakukan itu padanya.

Selama ini, Senanda tidak merasa pernah bersinggungan dengan murid lainnya di sekolah ini. Ia bahkan dengan sengaja menjaga jarak agar tidak terlibat ke dalam sebuah situasi yang tidak menguntungkannya. Ia sudah berusaha maksimal untuk menjadi tidak terlihat dan tidak menonjol, kecuali di bidang pelajaran.

Kemungkinan yang bisa Senanda pikirkan sejauh ini hanya satu, bahwa seseorang ini memiliki ketertarikan padanya, entah itu sekadar kagum atau hanya sebatas suka semata. Seolah melalui kertas ini, seseorang itu ingin mereka berkenalan lebih dekat, bahkan setelah memujinya dengan menyelipkan kata "perfect" di kertas yang ia temukan pagi ini.

"Selamat pagi semuanya. Siap untuk ujian?"

Suara seorang guru pengawas menyadarkan Senanda dan membuatnya segera menyimpan tas ke dalam loker yang berada di belakang kelas, sehingga barang di atas meja hanya tersisa alat tulis untuk kebutuhan ujian.

Senanda mengembuskan napas. Ia mencoba mengesampingkan segala sesuatu yang sekiranya dapat mengganggu pikirannya, dan kembali fokus untuk menjalankan ujian di depan mata. Tidak mungkin, kan, hanya karena selembar kertas yang entah dari siapa itu membuat ujian hari ini menjadi kacau balau? Lebih baik dilupakan. Itu opsi terbaik.

Senanda memantapkan dirinya untuk tidak terlalu memikirkan dan menggubris sticky note itu. Jadi yang ia lakukan di hari selanjutnya hanya langsung memasukkan kertas itu ke dalam tas tanpa memberikan perhatian lebih saat kalimat yang tertera sama dengan sebelumnya. Tetapi, ada beberapa kertas lainnya yang memuat kalimat yang berbeda. Senanda tidak terlalu memerhatikan lagi, karena tidak ingin pikirannya semakin terganggu.

Namun, bagaimanapun Senanda mencoba tidak memikirkan kata-kata di sticky note itu, ia tetap saja penasaran siapa orang kurang kerjaan itu. Setidak sukanya ia berkomunikasi dengan orang lain, lebih tidak suka lagi ketika ada orang memberikan pesan misterius tanpa nama si pengirim. Senanda tidak akan kegirangan saat menemukannya. Malah terkesan tidak sopan dan menyebalkan.

"Ada apa, Kak, sampai dahimu berkerut begitu?" Anisa yang kebetulan melewati Senanda untuk duduk di sofa lain pun tidak kuasa untuk menahan tanya.

Tapi Senanda hanya menggeleng pelan. "Bukan apa-apa, Bun."

"Tumben Bunda nggak lihat kamu belajar, Se? Biasanya pulang sekolah bukannya makan, malah lanjut belajar," kata Anisa mengeluarkan keheranannya. "Besok hari terakhir ujian, kan?

"Iya, Bun. Untuk besok nggak banyak yang perlu aku pelajari ulang. Jadi nanti malam aku akan mempelajarinya sebentar saja."

Anisa mengangguk paham. Jari jempolnya mulai sibuk mencari acara TV yang menarik. Senanda pasrah saja acaranya diganti. "Sejauh ini kamu nggak drop, kan, Kak? Jangan sampai sakit. Bunda sama Ayah nggak menuntut kamu untuk mendapat nilai sempurna. Kamu tahu itu, kan?"

Memang. Kedua orangtuanya selalu sepengertian itu. Bahkan ketika SD dulu, Senanda pernah mendapatkan nilai jelek di satu mata pelajaran. Meski begitu, mereka tidak memarahi Senanda sesampai di rumah. Malah Anisa memasakkan makanan kesukaannya. Katanya, Senanda sudah melakukan yang terbaik. Kala itu, ia ingat sekali kalau dirinya menangis sambil memakan masakan buatan sang bunda, dan menggumamkan kata maaf berkali-kali. Anisa serta Ardinan memberikan reaksi berupa tawa, merasa terhibur dengan Senanda yang menangis bahkan ketika dirinya tidak dimarahi.

Ah, seketika Senanda merindukan masa-masa saat ia kecil. Segalanya terasa menyenangkan di masa itu.

"Bun, Kak Ai beneran sudah izin, ya, mengenai liburan semester nanti?" tanya Senanda. Bukannya ingin memastikan ulang seakan tidak mempercayai Aiden. Ia hanya ingin mengobrol saja dengan Anisa lebih lama.

"Iya, Kak. Awalnya Bunda ragu soalnya kamu punya masalah juga dengan bersosialisasi, tapi setelah Aiden bilang mau memperkenalkan kamu dengan keluarganya, itu artinya dia serius, kan?"

Senanda melirik pada Anisa yang menatap hangat padanya. Sarat akan rasa sayang di kedua matanya, membuat bibirnya seketika tersenyum. "Iya, Bun. Aku percaya sama Kak Ai."

"Baiklah kalau kamu bilang begitu, Se. Bunda akan ikut percaya dengan keputusan kamu mempercayai Aiden."

Tidak butuh waktu lama untuk Senanda berpindah ke samping sang bunda, dan memeluk erat tubuh wanita yang melahirkannya itu. Pipinya kemudian direbahkan pada bahu Anisa. "Makasih, Bun. Aku merasa beruntung sekali terlahir di keluarga ini. Bisa disebut sebuah berkah juga, kan, Bun, karena memiliki kalian?"

Bunda mencium puncak kepala Senanda dengan sayang. "Kamu juga berkah buat kami, Kak."

Senanda merasakan rasa hangat mengaliri seluruh tubuhnya hingga ke hati. "Aku sayang Bunda," ucapnya serak.

"Bunda lebih sayang kamu, Se." Anisa tersenyum sambil menepuk pelan punggung Senanda begitu merasakan pakaian di bahunya basah.

〰️

n o t e : tandai typo, ya. jangan lupa tinggalkan kesannya dan pencet bintang di pojok kiri bawah.

😼: aduuuuh, yang lagi mode manja sama bunda~
100324

Продовжити читання

Вам також сподобається

193K 12.9K 31
Bagaimana jadinya jika ayahmu menikah dengan seorang pria? Marah! Benci! Itulah yang dirasakan remaja 18thn, Dafa Saputra. FOLLOW ME TO READ THE PRI...
Monster Tyrant [END] Від Nursida122004

Підліткова література

1.6M 132K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
Cliche(s) Від abiguellix

Підліткова література

346K 36.8K 30
Aristo itu pemuda gila. Terus ngejar-ngejar kakak gue selama hampir genap tiga bulan. Dan tidak berfaedah. Kakak gue nggak akan pernah ngelirik dia...
ARKEN[BxB] Від ohmnanon_28

Підліткова література

2.2K 98 14
Suka tapi gengsi! khawatir tapi gengsi! Cemburu tapi gengsi! ketika perasaan di bungkus sempurna oleh kegengsian, begitu lah jadinya INI LAPAK BL YA...