Shooting Star | Chenle [TAMAT]

By ice_coke

2.2K 471 1.4K

"Kamu seperti bintang jatuh, membawa harapan dan juga kebahagiaan. Terima kasih, Can, sudah menjadi manusia b... More

1. Sebuah Interaksi
2. Khawatir
3. Salah Paham
4. Dia Datang
5. Women Like Roses
6. Sejelas Ini
7. Ayo Sama Gue
8. Lo Siapanya?
9. Mulai Sibuk
10. Belajar Dari Novel
11. Seimbang
12. Ternyata Tidak Mudah
13. Dua Orang Manis
14. Saingan
15. Perhatian Besar
16. Mulai Saat Ini Dirayakan
17. Ekspektasinya Hancur
18. Berhadapan Dengan Durinya
19. Don't Give Space
20. Belum Dianggap
21. Hidupmu Sempurna
22. Ayo Baikan
24. Akhirnya Tahu
25. My SWOT
PENGUMUMAN
TELAH TERBIT โœจ OPEN PRE-ORDER
PEMESANAN DI TOKO BUKU ONLINE

23. Friendzone atau HTS?

38 10 28
By ice_coke


***

Hujan turun di pertengahan bulan September 2020 pada siang hari. Terpaksa semua mahasiswa harus diam lebih lama di kampus untuk menunggu hujan mereda.

Cinta dan Candra duduk bersila di dekat tangga menuju lantai 4. Satu-satunya tempat yang terdapat stop kontak di luar kelas.

Sambil merenggut, Cinta menopang kepala dengan tangan bertumpu pada paha. Sementara Candra mengisi daya ponsel sambil berkirim pesan pada seseorang.

Kebosanan yang dirasakan Cinta masuk ke dalam radar Candra karena helaan napas gadis itu.

"Bosen banget nunggu hujan?" tanya Candra sejenak mengabaikan ponselnya.

Cinta mengangguk.

"Coba sambil ngerjain jokian, kan lumayan tuh."

"Gak ada jokian hari ini."

"Tumben."

"Sengaja aku off, aku mau rehat bentar."

"Bagus, keputusan paling bijak untuk sekarang." Candra mengacungkan jempol seraya tersenyum. Niatnya ingin mengundang senyum gadis itu juga, tetapi Cinta masih belum mau tersenyum. "Lo tau Ranu Regulo?"

"Gak tau kenapa?"

"Itu salah satu danau yang indah di Lumajang. Kalau gue ajak ke sana mau?"

Cinta berpikir cukup lama, gadis itu harus mempertimbangkan semuanya dengan baik.

"Mau yuk, kapan lagi lo ke sana. Sebelum lo full kerja, healing dulu sebentar."

"Itu berapa jam?"

"Dua hari, kita camp di sana, nanti gue ajak Hendery sama kakak perempuannya buat nemenin lo. Gimana? Sabtu besok deh."

"Kamu kalau buat rencana langsung instan gitu ya? Gak mikir yang lain."

"Karena gue pengen nunjukin Regulo sama lo. Sabtu Minggu, Cin ... ayolah. Izin kerja dulu," hasut Candra berusaha.

"Kamu lagi berusaha ngebuat aku break the rules,  ya?" tebak Cinta menunjuk curiga.

"Enggak, ini cuma healing. Sebelum UTS dan kita bakal diteter lebih banyak tugas. Kita harus membuat otak menjadi fresh biar gampang ilmunya buat masuk."

"Alasan."

Candra menyatukan tangannya. "Please ... mau ya."

"Apa, sih?" Cinta mengalihkan wajah tak kuat melihat wajah memelas Candra yang dibuat-buat.

Namun, pemuda itu masih berusaha. ia menggeser diri agar wajahnya dilihat oleh Cinta.

"Ayolah ...."

Cinta mendorong waja Candra agar menjauh. "Jangan gitu ih, Can, malu diliat yang lain."

"Gak apa-apa gue malu, yang penting lo mau."

"Kalau gak mau?"

"Dibujuk sampai mau."

"Dih, maksa."

"Ya ... biar. Gue bakal jadi tukang paksa demi lo."

"Template buaya banget." Cinta semakin mendorong tubuh Candra, ia bahkan menggeser diri untuk menjauh seolah geli dengan tingkah pemuda itu.

"Gue aduin nyokap gue lo ya, anaknya yang ganteng ini dikatain buaya."

Cinta memasang wajah protes. "Ngaduan, dasar anak mama."

"Emang." Candra menjulurkan lida membuat Cinta jadi semakin jengkel. "Please ... ayo dong." Suara Candra keras kali ini, menarik atensi mahasiswa di sana dan yang sedang lewat.

Gadis itu jadi risi dilihati.

"Oke, aku ikut."

"Yes!" teriak Candra girang dengan tangannya yang mengepal terangkat ke atas bersorak gembira.

"Can! Turunin!" Tarik paksa Cinta yang malu.

"Gue kalau bareng lo kok malu-maluin terus ya?"

Mendengar itu, Cinta terkekeh kecil seraya menaikan bahu tak tahu.

Dua jari telunjuk Candra menyentuh dua sudut bibir Cinta, ia menaikkan lebih ke atas sambil berkata, "Kalau mau senyum yang lebar dong, kayak gini."

Cinta terkejut dengan aksi pemuda, tetapi ketika melihat Candra tersenyum padanya, membuatnya tak tahan untuk ikut tersenyum.

"Nah ... kan makin manis senyumannya," puji Candra setelah menurunkan tangan.

"Dih ...." cibir Cinta salah tingkah.

"Aduh stop Cin!" ujar Candra tiba-tiba sambil memegang dada, raut wajahnya tampak kesakitan.

"Can? Kenapa?" tanya Cinta panik.

"Enggak, tadi jantung gue agak kaget dapat serangan senyuman dari lo."

"CANDRA!"

Candra tertawa terbahak-bahak setelahnya, meskipun ia dihujani oleh pukulan dari Cinta yang bertubi-tubi. Rasanya senang menggoda gadis itu, puas sekali.

***

Toko yang menjual keperluan outdoor menjadi sasaran Candra dan Hendery seusai keduanya mengantar Cinta ke kafe saat hujan reda tadi. Mereka mencari keperluan untuk diklat SAR di gunung Lemongan.

Sambil mencari, Hendery melirik Candra yang sesekali tersenyum karena membuatnya merinding.

"Lo kenapa?"

"Gak apa-apa," elak Candra.

"Gue serius."

"Gue juga serius."

Hendery yang memegang sebuah webbing kini menghadap pada Candra. "Lo jadian ya sama Cinta? Makanya lo bahagia banget, tadi juga gue liat lo akrab banget, bercanda bareng sampai lupa kalau di kursi belakang ada gue."

"Gue belum pacaran," jawab Candra tanpa memandang Hendery.

"Tapi kayak udah pacaran."

"Iyakah?" tanya Candra seraya menoleh dengan wajah senang.

Hendery tentu terkejut, ia takut temannya itu tiba-tiba gila karena dimabuk asmara.

"Cih ... gak usah sok bahagia gitu wajah lo, cuma HTS, kan?"

Wajah Candra yang awalnya merekah bahagia luntur seketika.

"Apa? Gak terima? Atau lo kena friendzone?" tebak Hendery yang sebenarnya sengaja membuat Candra bertambah jengkel. "Lo tau, kan, bedanya friendzone sama HTS? Kalau HTS sama-sama suka tapi tanpa status, kalau friendzone yang suka cuma satu doang karena yang disukai cuma anggap temen."

Tangan Candra yang tadinya ada di gantungan baju kini turun ke bawah.

"Lo mau gelut di sini atau di luar?" tantang Candra.

Hendery langsung menyengir, jarinya membentuk tanda peace minta berdamai. "Gue bercanda, ampun, hahaha."

"Lo bercanda gitu lagi, gak gue ajak lo Sabtu depan ke Regulo."

Kedua lengan Candra langsung dipegang oleh Hendery. "Lo serius? Gue mau, Can! Ayok! Gue temenin lo!"

"Lo nyebelin."

"Gue  turutin deh mau lo, tapi ajak gue."

Candra tersenyum miring merasa menang. "Lo harus bawa Kakak perempuan lo buat temenin Cinta di sana."

Begitu mendengar permintaan Candra, Hendery melepas badan pemuda itu. "Jadi itu niat sebenernya."

"Gak mau lo?"

"Mau, tapi lo yang beliin gue webbing ya? Soalnya bujuk Kakak gue gak segampang itu, susah."

"Oke."

"Thanks, Can! Lo emang paling ngertiin gue!"

Reflek Hendery ingin memeluk, tetapi segera ditahan oleh Candra.

"Jangan macem-macem."

"Hehe."

Sementara di kafe, Cinta kedatangan Ardi yang tiba-tiba ingin membahas sesuatu pada gadis itu.

Setela izin pada teman-temannya, Cinta bersedia meluangkan waktu untuk Ardi.

Kini mereka berdua berdiri di samping kafe, wajah Ardi terlihat gugup.

"Ardi ... aku gak bisa lama, kamu mau bicara apa?" tanya Cinta.

"Gue suka sama lo ... lebih tepatnya gue cinta sama lo. Rasa itu muncul saat kita pertama kali ketemu, di lomba sejarah kelas dua SMA. Awalnya gue mikir cuma suka biasa, nantinya bakal ilang, tapi gue selalu ketemu sama lo di tiap lomba yang gue ikuti. Perasaan itu tumbuh semakin besar, sampai sekarang. Maaf gue baru berani ungkapin sekarang, sebelumnya gue gak berani."

"Terus apa yang ngebuat kamu sekarang berani?" tanya Cinta masih tenang.

"Karena gue tau kalau Candra juga suka sama lo, gue takut keduluan dia."

"Tapi kamu tau, Di, aku gak punya waktu buat menjalani hal-hal kayak gitu. Menghabiskan waktu berdua sebagai sepasang kekasih, aku gak punya waktunya."

Ardi meraih tangan Cinta, memegangnya lembut.

"Gue gak akan minta aneh-aneh, Cin. Kita  bisa manfaatin itu dengan belajar, lomba, melakukan kegiatan positif lainnya. Cukup kita lakuin berdua, gue udah seneng."

"Tapi aku tetep gak bisa." Gadis itu menggeleng. Melepas tangan Ardi darinya.

"Karena Candra? Dia orang baru di kehidupan lo, gue yang paling ngerti lo, Cin. Dia gak tau apa-apa soal elo. Dia bahkan kayak anak kecil, marah, ngambek gak jelas."

"Ardi, cukup. Aku gak suka kamu jelek-jelekin Candra gitu. Candra aja gak pernah jelek-jelekin kamu meskipun kadang wajahnya udah keliatan mau hajar kamu. Dan ... kamu gak tau apa-apa soal Candra, apalagi tentang aku. Kamu gak tau aku sejauh itu, aku cuma menunjukkan apa yang mau aku tunjukin."

Wajah Ardi melemas. Ini merupakan penolakan terpanjang yang pernah ia tahu.

"Jadi lo nolak gue?"

"Iya, maaf. Aku gak berniat buat nyakitin kamu, tapi aku nyaman sama kamu sebagai teman. Jadi tolong setelah ini jangan ada yang berubah, Di. Kita tetep temen yang bakal saling support." Kali ini Cinta yang memegang tangan Ardi memohon Namun, Ardi melepasnya.

"Gue butuh waktu, soal lomba ... lo tenang aja. Gue gak akan ngilang."

"Makasih, Di. Maafin aku sekali lagi."

"It's ok, bukan sepenuhnya salah lo, kok, dengan begini gue tau mau digimanain perasaan ini. Kalau gitu, gue pamit."

"Hati-hati," kata Cinta.

Ardi mengangguk lemah, lalu pergi dari sana meninggalkan Cinta yang kini sangat merasa bersalah.

"Kamu gak salah, Di. Aku yang salah, aku merasa gak sepantas itu untuk dicintai. Semoga kamu maafin aku."



TBC

Continue Reading

You'll Also Like

7.1K 1K 21
[SELESAI] SENYAWA - melalui siaran radio, 4 pemuda dengan karakter yang berbeda ingin menyampaikan kepada pendengar, bahwa hidup adalah perjalanan pa...
1K 95 21
"Kalau akhirnya lo yang jatuh lebih dulu, lo harus pergi sejauh-jauhnya dari hidup gue." "Deal." Hanan, seorang asisten dosen di salah satu prodi s...
2.3M 170K 32
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
02 : 00 By erika

Short Story

170K 36.7K 20
let me be your 2 am thoughts. ๐“ณ๐“ฒ๐“ถ๐“ญ๐“ธ๐“ธ๐“ท๐“ฐ๐“ฒ๐“ฎ, ๐“ฎ๐“ผ๐“ฝ. 'ยนโธ