Aisyah Aqilah || TERBIT

By nrasya_

2M 214K 76.4K

GUS ILHAM MY HUSBAND 2 Dijodohkan saat libur semester? Menikah dengan orang yang tidak kamu cintai, tidak men... More

bagian 01
bagian 02
bagian 03
bagian 04
bagian 05
bagian 06 : Arsyi ngambek
bagian 07 : kucing baru
bagian 08 : Rich Aunty
bagian 09 : Irt
bagian 10
bagian 11
bagian 12
bagian 13
bagian 14
bagian 15
bagian 16
bagian 17
bagian 18
bagian 19
bagian 20
bagian 21
bagian 22
bagian 23
bagian 24
bagian 25
bagian 26
bagian 27
bagian 28
bagian 29 [Bagai api dalam sekam]
bagian 30 : menenangkan diri
bagian 31
bagian 32
bagian 33
bagian 34
bagian 35
bagian 36
bagian 37
bagian 38
bagian 39
bagian 41
bagian 42
bagian 43
bagian 44
bagian 45
epilog
Ekstra part
Ekstra part bagian 2
VOTE COVER
harga novel Aisyah Aqilah
SPIN OFF AISYAH AQILAH

bagian 40

39.9K 3.5K 851
By nrasya_

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
[Allahumma shalli alaa Muhammadinin 'abdika wa rosulika nabiyyil ummi wa'alaa aalihii wa sallim.]

*****

Happy reading

"Anak-anakku sekalian, Ada satu nasehat dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Bunyinya kayak gini. Jalani lah kehidupan di dunia ini tanpa membiarkan dunia hidup didalam hati mu. Karena ketika perahu berada di atas air, ia mampu berlayar dengan sempurna tapi ketika air tersebut masuk kedalam perahu maka tenggelam lah perahu tersebut."

"Maknanya kata Imam Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah memberikan nasihat kepada kita bahwa saat menjalankan kehidupan di dunia ini, Janganlah membawa dunia ke dalam kehidupan kita. terutama kepada orang-orang yang percaya dan mengharapkan kehidupan setelah dunia tentunya."

"Ali bin Abi Tholib, kembali memberikan perumpamaan yang jelas, bahwa dunia ini diibaratkan sebagai lautan, sedangkan petualangan menjalani kehidupan diibaratkan sebagai Perahu yang mengarungi lautan tersebut. jika kita hendak selamat dalam perjalanan mengarungi lautan maka Jangan membiarkan air laut itu masuk ke dalam perahu kita yang tentunya akan membuat kita tenggelam di Luasnya lautan.

Begitupun dengan kehidupan dunia saat kita hidup dan menjelajahi kehidupan di alam dunia ini tentunya kita jangan terlalu terlena dengan manis dan indahnya kehidupan dunia."

"Karena bagi orang-orang yang meyakini kehidupan setelah dunia, tentunya ada hal yang lebih abadi alam yang lebih kekal garis batas kehidupan dunia maka dari itu, jangan membawa duniawi ke dalam kehidupan kita agar perjalanan dunia kita selamat sampai tujuan."

"Masyaallah..." semua orang yang berada di dalam masjid bergumam sambil mengangguk. Adapun sebagian santri yang menulis diatas kertas, semua kajian dari Gus Ilham.

"Jadi singkat nya begini kejarlah akhirat mu, maka dunia mu pun akan mengejar mu. Tetapi ketika kamu mengejar dunia mu maka akhirat mu akan tertinggal."

"Sampai disini ada yang mau ditanyakan?" Tanya Gus Ilham.

Semua terdiam sejenak sambil saling menatap satu sama lain. Akhirnya mereka sepakat menggeleng tanda tak ingin bertanya lagi.

"Alhamdulillah, kalo semuanya sudah paham. Mudah-mudahan kajian sore ini bermanfaat bagi kita dan mudah-mudahan menjadi syafaat kepada kita semua di kemudian hari. Aamiin ya rabbal alamin. Wabillahit taufiq wal hidayah, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Gus Ilham mengakhiri kajian, ia langsung di sugukan dengan banyak makanan dan buah-buahan. Tak lupa air minum pun langsung diberikan.

Gus Ilham terdiam, menatap semua makan dan minum dihadapannya. Ia teringat satu kejadian saat guru besar Habib Umar Bin hafidz menangis saat sesudah majelis. Ketika ditanya, mengapa ia menangis.

Beliau menjawab. "Kita berdakwah disambut makanan. Sedangkan dulu, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Ia di sambut dengan lemparan batu."

Tangis Gus Ilham pecah, ia kuasa lagi harus menahan tangisnya dihadapan para santri-santri. Tentu saja hal itu membuat para santri yang tadinya ribut, mendadak hening.

Gus Iksan, orang yang berada di sampingnya pun, mengernyit heran. Ia kali pertama adiknya menangis.

Dengan perasaan takut. Gus Iksan menyentuh bahu Gus Ilham.

"Gus?"

"Eh, maaf." Gus Ilham menarik tissu yang sudah di siapkan. Ia bersembunyi di belakang abangnya, untuk menghapus air matanya.

"Maaf ya, semuanya. Tolong makanannya dibagikan saja sama santri-santri. Saya mau pulang." Ucap Gus Ilham bangkit. Semua santri langsung ikut bangkit, hendak menyalami tangan Gus Ilham.

Gus Ilham menerima semua juluran tangan. Dan merespon satu persatu tangan santri-santri disana. Kecuali untuk santriwati, sebelum memulai kajian, Gus mewanti-wanti agar santriwati didudukan di belang shab laki-laki saja.

Bagaimana pun, Gus Ilham selalu menjaga mata dan perasaannya ini untuk sang istri tercinta. Aisyah Aqilah.

*****

"Ada om Ilham." Ucap Sakinah yang sedang berjalan-jalan bersama Arsyi.

"Abah, Aci. Ayo kita campelin!" Sakinah mengangguk menarik tangan Arsyi.

"Kakak!" Arsyi menahan tubuhnya agar tidak bergerak. "Nanti kakak bilang gini ke abah Aci..." Arsyi membisikkan sesuatu pada sepupu nya itu.

"Maknanya apa? Bukan kalau mau minta uang, tinggal minta aja. Tidak usah di tambahkan, agar si–"

"Ayo kakak!" Arsyi menarik sepupu nya agar segera menghampiri Gus Ilham.

"Assalamualaikum!" Salam Arsyi dan Sakinah setelah berhasil tiba dihadapan Gus Ilham.

"Waalaikumsalam." Gus Ilham mengangkat kepalanya serasa tersenyum simpul menatap kedua anak perempuan ini.

"Arsyi sama Sakinah mau kemana? Sudah hampir maghrib loh, ayo pulang."

"Agar Silaturahmi tidak terputus, adakah seratus?" celutuk Sakinah walaupun terbata-bata dalam menyebutkan bahasa yang tidak baku.

Gus Ilham membulatkan matanya. Kedua anak itu tampak tertawa menjulur tangan mereka meminta uang dengan gaya bicara yang lagi tran.

"Astaghfirullah, siapa yang ajarin Sakinah memalak orang tua?"

"Arsyi!" Ucap Sakinah jujur.

Gus Ilham beralih menatap anaknya, yang hanya bisa cengengesan. "Arsyi?"

"Aci liat di hape umi, ada yang minta uang ceperti itu, abah."

Gus Ilham menggeleng-geleng-geleng. Internet dan sosial media, kalau tidak dipergunakan dengan baik jatuhnya menjadi fatal, apalagi untuk anak-anak yang masih lugu seperti Arsyi dan Sakinah. Inilah menjadi salah satu dampak negatif sosial media. Gus Ilham berfikir, lantas bagaimana anak-anak yang sudah diberi gejet dari kecil?

"Nanti abah sita hape, umi kamu." Ucap Gus Ilham menghela nafas gusur. "Arsyi sama Sakinah nggak boleh ucap seperti itu lagi ya, nggak sopan."

"Siap abah!"

"Arsya mana?" Tanyq Gus Ilham.

"Aca nda mau ikut, katanya, laki-laki main sama laki-laki. Kalau perempuan main sama perempuan."

Gus Ilham kembali menggeleng pelan. Sejak kapan ada ketidak selarasan itu, pada anak-anak.

"Ayo pulang." Ajak Gus Ilham menuntun kedua anak perempuan itu menuju ndalem.

*****

"Abah!" Arsya berlari menghampiri abahnya, yang baru saja tiba di ndalem bersama sepupu dan kembarannya.

"Arsya kenapa nangis?" Tanya Gus Ilham mensejajarkan tinggi badannya dengan Arsya.

"Kucing Aca belum makan, sore. Kasian abah, nanti lapar..."

"Terus Arsya mau pulang, kasi makan kucing? Bukannya sebelum pergi sudah di siapkan banyak-banyak?"

Arsya menggeleng. "Makanan Kucingnya mau habis. Jadi Aca kasi dikit, pasti belum makan abah! Aca mau pulang!" Rengek Arsya.

Arsyi yang simpati mendekati abah dan saudara kembarnya. "Aca jangan nangis ya, ayo kita cama-cama pulang."

"Pulang nya naik apa?" Tanya Arsya.

"Naik capeda kakak Cakinah. Nanti biar Aci yang bonceng Aca."

Gus Ilham menutup mulutnya, berusaha menahan tawa yang hampir meledak mendengar ucapan anak gadisnya.

"Yaudah, ayo masuk dulu. Sakinah, ayo masuk." Gus Ilham membawa semua anak masuk ke dalam ndalem.

Tibanya disana, Sakinah langsung pamit undur diri, untuk mandi. Sedangkan bapak dan anak itu menuju dapur, mencari keberadaan Aisyah.

"Syah?" Gus Ilham mengecup kening Aisyah,  mendapati sedang memotong wartel.

Aisyah langsung menyalami tangan suaminya, sedangkan Gus Ilham tersenyum mengusap kepala dan perut Aisyah.

"Assalamualaikum, anak abah?" Ucap Gus Ilham pada perut buncit Aisyah.

"Tok! Tok! Tok!" Arsyi ikut mengetuk perut umi nya. "Ada orang?"

Aisyah tertawa. Ia beralih pada putranya yang tampak lesu. "Arsya kenapa?"

"Kucing Aca belum makan?"

"Ya Allah... perihal kucing aja kamu nak, sampai menggalau banget. Umi Panggil Febi putri jangan? biar kamu makin galau?" Tanya Aisyah tertawa. Anaknya ini sama seperti abahnya yang bucin, perbedaannya Gus Ilham bucin sama manusia. Arsya bucin sama hewan nya.

"Nanti malam setor hapalan."

Aisyah mengangguk. "Yaudah kamu bawa pulang Arsya deh."

Gus Ilham mengangguk, mengingat tubuh Arsya. "Pamit dulu ya, salim uminya."

"Assalamualaikum, umi."

"Waalaikumsalam."

"Abah cama Aca mau kemana?" Tanya Arsyi menahan kaki abahnya.

"Abah mau pulang kasi makan kucing, nanti abah balik lagi kok." Gus Ilham mengusap kepala Arsyi.

"Aci mau ikut..." rengek anak gadis itu

"Aiss, nggak usah. Arsyi disini aja sama umi."

Arsyi menggeleng, menolak. Ia tetap kekeuh ingin ikut dengan abah dan saudara kembarnya.

"Ada disini aja. Aca nda mau kalau Aci ikut."

Gus Ilham menghela nafas. "Yaudah kalau Arsyi mau ikut, ambil dulu sana jilbabnya." Alibinya.

Arsyi mengangguk. Segera berlari menuju kamar neneknya. Sedangkan Gus Ilham dan Arsya hengkang dari sana sebelum Arsyi melihat mereka pergi.

"Abah! Ayo!" Arsyi datang memakai jilbab asal-asalan.

Aisyah tersenyum. "Ayo mandi dulu."

"Abah mana?"

"Abah pergi ke wc dulu." Alibi Aisyah.

Arsyi hendak menyusul abahnya. Namun mendengar suara motor, ia baru sadar. Telah dikelabui kedua orang tuanya.

"Huahh! Abah tungguin Aci!" Pekik Arsyi berlari keluar. Sekuat tenaga anak itu mengejar motor abahnya, walaupun pada akhirnya perjuangan mengkhianati hasil.

"Huaaaa!" Arsyi menangis menjadi-jadi. Aisyah sampai kewalahan membujuk nya.

"Kenapa-kenapa?" Tanya abi Syakir datang bersama umi Maryam. Mereka yang tadinya berada di dalam kamar terperanjak kaget mendengar suara tangisan cucunya.

"Abah tinggalin, Aci!"

"Astaghfirullah!" Abi Syakir mengingat tubuh anak gadis itu yang sudah meronta-ronta diatas tanah.

Aisyah mengusap perutnya, merasa sedikit nyeri, sedari tadi perutnya tak henti di tendang oleh Arsyi.

"Kamu nggak apa-apa, Syah?" Tanya umi Maryam.

Aisyah mengangguk. "Agak ngilu dikit, ditendang Arsyi."

Umi Maryam membantu Aisyah berdiri. Ia mengusap kepala menantunya. "Kasian kamu, nak. Jangan terlalu banyak gerak ya, Arsyi biar umi sama abi kamu yang urus."

Aisyah hanya bisa mengangguk.

Mereka semua pun masuk ke dalam, membawa Arsyi yang masih saja terus menangis.

****

Gus Ilham kembali ke tempat Gus Iksan, setelah waktu sholat isya selesai. Sambil menggendong Arsya, Gus Ilham masuk ke ndalem. Waktu yang sama, ia pun tak sengaja berpapasan dengan Gus Iksan yang baru pulang dari sholat isya.

"Dari mana, Ham?"

"Dari rumah lagi, kucing Arsya belum makan. Majikannya khawatir." Jawab Gus Ilham seadanya.

"Waduh, Gus Arsya, posesif banget sama Kucingnya." Kekeh Gus Iksan.

"Posesif itu apa?" Tanya Arsya.

Gus Ilham mengusap wajah anaknya. "Udah-udah, nggak usah banyak tanya. Nanti kalau Arsya sudah besar baru bisa tau."

Ketiga pria itu masuk ke dalam ndalem. Gus Ilham langsung melepa Arsya saat tiba disana. Arsya pun segera berlari mencari keberadaan kembarannya.

Kini menyisakan kedua saudara ini, mereka sejenak saling menatap. Sampai akhirnya Gus Ilham menghela nafas, memberi kode pada kakak laki-lakinya, itu, bahwa ada sebiji nasi yang tersisi di pipinya.

"Apa?" Tanya Gus Iksan tak mengerti dengan kode itu.

Gus Ilham menyentuh pipinya, mengisyaratkan. Sampai ia mengulang beberapa kali. Hingga Gus Iksan paham maksudnya. Sayangnya kode Gus Ilham ini salah di mengerti oleh kakaknya.

Dan entah kenapa, tak ada hujan ataupun badai, Gus Iksan mencium pipi Gus Ilham. Hal itu langsung membuat Gus Ilham merinding, ia mendorong tubuh kakaknya.

"Apaan sih?!" Bentak Gus Ilham menghapus bekas ciuman di pipinya.

Gus Iksan mengernyit bingung. "Katanya mau di cium?"

"Najis!" Sarkas Gus Ilham. "Mending Ilham di cium Aisyah dari pada kamu!"

"Alah, padahal dia duluan yang kode-kodean, minta dicium." Balas Gus Iksan tak mau kalah.

"Siapa yang mau di cium!? Itu nasi tuh di pipi kamu. Udah punya anak dua, masih aja belepotan makan nya, malu dong sama anaknya!"

Gus Iksan menyentuh pipinya, dan menemukan beberapa butir nasi yang memang ada di sana. "Oh alah, kirain tadi kamu minta dicium."

"Amit-amit ya Allah!"

Lalu Aisyah dan Hilya datang, dari dapur. Mereka berdua sama-sama berjalan menghampiri masing-masing suaminya.

"Kenapa, mas? Mukanya kusut banget?" Tanya Aisyah.

"Nggak apa-apa sayang, oh iya, kamu tau baju kalau kusutkan di setrika, kalau aku yang kusut harus di?"

Aisyah menatap suaminya, menunggu melanjut ucapannya. "Di, apa?"

Gus Ilham menghela nafas. "Selama hamil kurang peka. Rating 100 per 10." Gus Ilham melangkah meninggalkan Aisyah dan pasangan itu, manatap punggung Gus Ilham yang belum jauh.

"Itu Ilham, kenapa kasi ranting tinggi. Padahal dia bilang Aisyah kurang peka, seharusnya ranting nya turung dong?" Ucap Hilya.

Gus Ilham berbalik menatap ketiga nya lagi. "Kalau Aisyah mah, nggak pernah turun ranting nya dimata ku."

"Vernando bucin!" Sorak Gus Iksan kesal.

Gus Ilham memutar bola matanya malas. Ia kembali melangkah, naik ke atas. Meninggalkan Aisyah yang tertawa pelan. Ia tau apa maksud suaminya.

"Kalau gitu, Aisyah juga pamit naik ke atas ya, kak Hilya, bang Iksan." Setelahnya Aisyah naik menyusul suaminya.

****

"Astaghfirullahaladzim!" Aisyah tersentak kaget saat baru masuk, tubuhnya langsung ditarik keatas kasur, oleh sang suami. "Mas Ilham. Hati-hati tau, kasian anaknya!"

Gus Ilham tertawa, posisinya berada diatas Aisyah. "Kangen hug sama kamu..."

"Aduh, turun dulu, Aisyah sesak nih!"

Gus Ilham menghela nafas, terpaksa turun dari tubuh Aisyah. "Udah nggak sesak?"

Aisyah menoleh, ia kemudian tertawa. "Arsya mana?"

"Main, sama Arsyi." Ucap Gus Ilham,ia menggeser tubuhnya agar sejajar dengan perut buncit Aisyah.

"Utun, nggak apa-apa?"

"Adeknya mulai nendang-nendang tau," ucap Aisyah memberi tau.

"Beneran?" Gus Ilham mengusap perut Aisyah. Dan benar saja, terjadi pergerakan diperut istrinya.

Gus Ilham tersenyum puas. "Wah, benih abah udah mulai besar ya?"

Aisyah ikut tertawa. Walaupun ia merasa sedikit ngilu akibat tendangan janin didalamnya. "Kira-kira anaknya perempuan atau laki-laki ya?"

"Mau perempuan atau laki-laki, aku terima semua." Kata Gus Ilham tertawa, sesekali ia mencium perut Aisyah.

"Kalau kembar gimana?"

"Alhamdulillah, aku sujud syukur."

"Tapi kalau menurut kamu, bagusan cewek atau cowok mas? Soalnya kan, kita sudah punya dua-duanya."

"Mau itu anak cewek ataupun anak cowok semua punya pr masing-masing."

"Pr?"

"Iya, anak laki-laki belajar melihat seorang wanita dari ibunya sendiri, jika ibunya baik, dia juga akan memuliakan wanita."

"Sama hal dengan anak perempuan, menjadi seorang wanita dilihat dan dicontoh dari ibunya juga, agar menjadi sebaik-baiknya wanita yang sadar akan kemuliaan."

"Jadi jangan heran kalau ada anak yang sifat atau perilakunya buruk, itu berarti ia melihat orang tuanya sendiri."

Aisyah diam, memahami semua ucapan suaminya.

"Sama kayak kamu, main hape depan Arsyi, sekarang Arsyi jadi sering bersikap aneh, ajarin kakaknya yang tidak baik."

"Loh?" Protes Aisyah.

"Adakan, hal-hal aneh yang kamu nonton di hape, sampai Arsyi contoh?"

Aisyah menutup mulutnya rapat-rapat, ia memang suka menonton hal yang sedang tren dan unik. Salahnya sih, kenapa harus nonton berdua dengan Arsyi.

"Pokoknya, aku nggak mau, kamu main hape kalau ada anak-anak di dekat kamu. Kalau sampai itu terjadi, aku nggak segan-segan sita hape kamu."

Gus Ilham yang tidak pernah segan-segan, Aisyah de javu. "Gus Ilham my Husband."

Gus Ilham mengangkat sebelah alisnya. "De javu?"

"Gus Ilham." Kekeh Aisyah.

Gus Ilham menutup mulut Aisyah dengan tangan. "Jangan panggil Gus, Aisyah..."

"Gus Ilham, Gus Ilham, Gus Ilham!" Aisyah terus saja memanggil suami dengan sebutan itu.

"Syakila! Syakila! Syakila!" Balas Gus Ilham tak mau kalah.

Aisyah membulatkan matanya. "Mas Ilham! Jangan panggil Syakila!"

Gus Ilham tertawa mengangkat Aisyah naik keatas tubuh nya.

"Berat kan?" Tanya Aisyah.

"Nggak apa-apa. Aku mau—"

"Abah! Umi!"

Aisyah melompat turun dari badan suaminya, saat anak-anaknya, menerobos masuk ke dalam kamar.

"I-iya!" Jawab Aisyah ngos-ngosan. Ia tak sempat mengatur nafasnya, saking ia terkejut.

"Umi cama abah di panggil nenek turun di bawah," ucap Arsyi naik nimbruk diatas kasur. Ia juga membantu saudara kembarnya agar bisa naik keatas kasur yang tinggi ini.

"Hampir aja," gumam Aisyah menatap suaminya. Gus Ilham mengangguk pelan.

"Kenapa nak?" Tanya gus Ilham memeluk tubuh anak laki-lakinya.

"Dibawa, banyak orang. Ada kakek sama neneknya, kakak Sakinah."

"Keluarga kak Hilya, mau turun bareng atau kamu duluan aja? aku mau ajak anak-anak tidur dulu. Udah waktu tidur mereka."

"Aisyah turun duluan deh," ucap Aisyah turun dari kasur. Arsyi langsung mengambil tempat uminya dan merebahkan tubuhnya disana.

"Nyaman."

"Dih, anak kecil mana tau nyaman?" Kekeh Aisyah.

"Aci tau." Kata anak itu dengan wajah sombong nya.

"Takut Aci dewasa..." senandung Aisyah.

Gus Ilham menggeleng pelan. "Definisi melahirkan diri sendiri."

Aisyah tertawa, hendak beranjak. Tapi Gus Ilham menahan tangan nya. "Kalau udah nggak sesak, mending pakai cadar turun ke bawah."

"Ini aja, Aisyah harus tarik nafas dalam-dalam, satu langkah buat jalan."

Gus Ilham sedikit cemberut, walaupun begitu ia membiarkan Aisyah turun ke bawah tanpa menggunakan cadar.

Buru-buru, ia naik keatas kasur menyusul anak-anak.

"Arsya Arsyi, Rasulullah SAW. Pernah berkata pada Fatimah, anaknya. Janganlah engkau tidur sebelum mengerjakan empat hal ini putri ku."

1. Pertama meng-khatamkan Al Qur'an.
2. Menjadikan para nabi sebagai Syafaat bagimu.
3. Meminta ridho dari semua kamu muslimin.
4. Melaksanakan haji dan umroh.

"Mendengar hal itu, Fatimah lantas bertanya kepada Rasulullah. 'Bagaimana mungkin aku melakukan itu semua, sebelum tidur?' Seraya tersenyum,  Rasulullah menjawab kembali. 'Bacalah surah al ikhlas sebanyak tiga kali, sama dengan meng-khatamkan Al Qur'an. Kemudian bacalah sholawat untuk ku, agar mendapatkan syafaat bagiku dan para nabi sebelum ku. Lalu untuk mendapatkan ridho dari kaum muslimin, maka hendaklah membaca istighfar, bagi dirimu, orang tua mu dan kamu Muslim. Sedangkan untuk menunaikan haji dan umroh.  Maka bacalah, 'Subhanallah Walhamdulillah Wala Ilaha Illallah Wallahu Akbar. Karena dinilai sama dengan orang yang melakukan haji dan umroh."

"Ayo kita–" Gus Ilham mengangkat kepalanya, hendak mencontohkan kedua anaknya atas apa yang ia baru sampaikan. Sayangnya kedua anaknya sudah lebih terlelap tidur.

Gus Ilham tertawa. Ia melihat kedua wajah anaknya yang tampak begitu lelah. Lelah karena terlalu bersemangat untuk main untuk hari ini.

























*****

Mari ucapkan Alhamdulillah setelah membaca part ini sampai habis. Jangan lupa vote dan komen yang banyak.

Udah mulai bahagia ya, apa lagi ya yang belum selesai?

Jangan lupa vote dan komen yang banyak

Spam next >>>

Follow akun Instagram @wattpadasya

See you next part, Assalamualaikum
Jumat, 06 Oktober 2023

Continue Reading

You'll Also Like

5.8M 693K 59
Bisa pesan di toko shopee. "Storebooks07" Selain dari toko itu, BAJAKAN 📌 Farhan habibi adalah seorang ustadz bagi seorang gadis mungil yang bernam...
4.5M 391K 45
CERITA INI SUDAH TERBIT, TERUS SEDIA DI TOKO OREN DAN TOKOPEDIA. "Hi, ustad Agam," sapa Cita kala matanya menangkap sosok Agam turun dari serambi ma...
1.6M 7.1K 10
Kocok terus sampe muncrat!!..
3M 151K 25
(Romance - Spiritual) Nayanika Adzkia Talita, seorang gadis yang suka sekali dengan dunia malam. Balapan motor, berkumpul dengan teman laki-laki, dan...