Best Scandal

Par desiariaa

1.8K 233 23

Ada sepuluh siswa pilihan yang menjadi panutan siswa-siswa lain sekaligus menjadi andalan para guru di SMA Tr... Plus

Scandal - 1
Scandal - 2
Scandal - 3
Scandal - 4
Scandal - 5
Scandal - 6
Scandal - 7
Scandal - 8
Scandal - 9
Scandal - 10
Scandal - 11
Scandal - 12
Scandal - 13
Scandal - 14
Scandal - 15
Scandal - 16
Scandal - 17
Scandal - 18
Scandal - 19
Scandal - 20
Scandal - 21
Scandal - 22
Scandal - 23
Scandal - 24
Scandal - 25
Scandal - 26
Scandal - 27
Scandal - 28
Scandal - 29
Scandal - 30
Scandal - 31
Scandal - 32
Scandal - 33
Scandal - 34
Scandal - 35
Scandal - 36
Scandal - 37
Scandal - 38
Untitled Part 39
Scandal - 40
Scandal - 42
Scandal - 43
Scandal - 44
Scandal - 45
Scandal - 46
Scandal - 47
Scandal - 48
Scandal - 49
Scandal - 50
Scandal - 51
Scandal - 52
Scandal - 53
Scandal - 54
Scandal - 55
Scandal - 56
Scandal - 57
Scandal - 58
Scandal - 59
Scandal - 60
Scandal - 61
Scandal - 62
Scandal - 63
Scandal - 64
Scandal - 65
Scandal - 66
Scandal - 67
Scandal - 68
Scandal - 69
Scandal - 70

Scandal - 41

19 4 0
Par desiariaa

"Sekarang kamu udah bisa hapus video itu kan?" Elang berbicara pada Abyasa yang ia temui diam-diam di tempat parkir sepulang sekolah.

Abyasa tersenyum. Senyum merendahkan. "Cuma karena Bapak udah ngelakuin satu hal kemarin, bukan berarti saya akan ngehapus video itu."

"Apa itu semua nggak cukup? Anak-anak lain mulai mempertanyakan Topan." Kedua alis Elang menyatu.

"Pak, yang saya incer semua. SEMUA. Bukan cuma Topan. Oke?" Abyasa tersenyum lagi. Kemudian tanpa mengatakan apa pun, ia segera memasuki mobilnya. Ada yang harus ia lakukan. Yaitu menjemput adik tersayangnya ke rumah Cassie setelah Marin memberi tahu keberadaannya.

**

Baru sehari sadar, kenyataan buruk sudah langsung menyerang diri Seven. Atas permintaannya, Seven ingin tau semua keadaan yang telah terjadi selama ia koma. Dan setelah ia sudah mendengar semuanya, Seven merasakan pusing dan mual dalam waktu yang sama.

"Jangan terlalu maksain diri, Ven." Sana segera menahan lengannya.

"Nggak papa, gue nggak papa, San." Ujar Seven.

"Kak, lo belum sepenuhnya pulih. Lebih ba—"

Ucapan Ikky terpotong ketika tiga orang tak mereka kenal tiba-tiba masuk ke kamar inap Seven. Rupanya, mereka adalah polisi yang akan meminta keterangan pada Seven untuk kelengkapan kasus Seven.

**

"Kasian Kak Seven. Baru sembuh tapi harus udah menderita lagi." ujar Ikky begitu keluar dari kamar Seven.

"Ya mau gimana lagi. Mau nggak mau, cepat atau lambat Kak Seven juga harus tau." Timpal Kiel.

Drrt... drrt...

Ponsel Gangga bergetar. Memunculkan sebuah nama She's Virgo. Ia pun segera meminta waktu dan sejenak menjauh dari teman-temannya untuk bisa berbicara dengan Cassie. "Halo?"

"Kak, gawat, Kak! Barusan Kak Abyasa jemput Anjani secara paksa!" suara Cassie terdengar sangat panik saat melaporkannya pada Gangga.

Dan dalam sejekap, kini mereka telah berpindah dari rumah sakit ke rumah Cassie dengan formasi Sakaris yang menggunakan penyangga kaki Gangga dengan tangan di-gip, River, Kiel, Ribi, Sana serta Marin. Topan yang masih harus menjalani masa skorsing dilarang mengikuti aktivitas BEST juga.

"Tadi tau-tau Kak Abyasa datang ke sini, Kak. Minta ketemu Anjani. Tadinya udah saya larang, tapi dia maksa masuk sampe akhirnya nggak sengaja ketemu Anjani yang lagi habis ambil minum. Terus dia langsung nyeret Anjani buat pulang tanpa bisa dicegah, Kak." Cassie menceritakannya dengan cemas di hadapan anggota BEST itu.

"Bentar. Bukannya kata Ikky, nggak ada yang tau kalo Anjani sementara nginep di tempat Cassie selain kita ya?" Sakaris bertanya sembari mengingat cerita Ikky.

Cassie mengangguk. Berani menjamin kebenaran cerita itu. "Anjani sementara masih dilaporin sakit ke sekolah, Kak."

"Siapa yang udah ngebocorin keberadaan Anjani?" Ribi langsung menembak pertanyaan itu sambil menatap satu per satu orang yang ada di tempat itu.

"Bukan gue, Kak! Suer!" Ikky takut. Takut ia dijadikan tersangka yang sudah cepu.

"Jadi ada impostor di antara kita." Gumam Gangga.

"Bi," ucap Sana pelan.

"Ya?"

"Selain kita di sini, masih ada orang yang tau tentang keberadaan Anjani."

Kening Ribi berkedut.

"Yang nganterin Anjani ke sini. Denver."

Sungguh Ribi tidak memikirkan satu nama itu. Bahkan ia lupa. Ya, rasanya memang yang paling mungkin untuk melakukan itu adalah Denver. Siapa lagi? Apalagi Denver kan memang bersekongkol dengan Abyasa.

**

Sekitar pukul 7 malam, mereka pun memutuskan untuk pulang dari rumah Cassie. Pada saat berpamitan, Kiel tampak berbeda. Ah, tidak. Sebetulnya sejak tadi Kiel sudah terlihat berbeda. Ia tidak banyak bicara seperti biasanya. Cowok itu lebih banyak diamnya. Meski demikian, tak ada satu pun yang menanyakannya kenapa ia seperti itu. Tidak sempat! Saat ini masih ada hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan.

Setidaknya itu bagi yang lain. Bagi Kiel, ini adalah sesuatu yang terus mengganggu pikirannya. Kenapa Cassie malah menelepon Gangga untuk melapor persoalan Anjani? Kenapa bukan dirinya yang Cassie telepon? Bukankah pacar Cassie adalah dirinya, bukan Gangga?

"Sekarang lo jadi lebih sering ikut pertemuan di luar jam sekolah ya?" celetukkan River yang ditujukan untuk Marin membuat yang mendengar, ikut menoleh pada Marin.

Marin sempat sedikit terkejut karena tidak menyangka River menyadarinya. Untung ia ini pintar. "Apa lo mulai tertarik sama gue, jadi perhatian sama gue sekarang?" pertanyaannya dilontarkan dengan senyum sinis.

"Ver, iya lo? Lo naksir Marin?" Sakaris segera mengkonfirmasi langsung pada River seraya cengengesan.

"Hm. Kayaknya." Jawaban santai River sontak membuat siapa saja kaget.

**

Anjani hanya bisa menangis saat ia harus mendekam di kamarnya lagi. Padahal ia berniat ingin pergi menjenguk Seven besok atau lusa. Tapi tampaknya ia harus mengubur niat itu dalam-dalam. Ia yakin, setelah ini Abyasa pasti akan makin keras terhadapnya.

Pintu yang sekitar 15 menit lalu terkunci dari luar, tiba-tiba kembali terbuka. Memunculkan kembali sosok Abyasa. "Gue bisa bener-bener bunuh Seven."

Kedua mata Anjani melebar sejadinya. "M-maksud Kak Yasa... A-pa?"

"Sebentar lagi polisi ke sini buat minta keterangan sama lo, sama gue. Gue mau lo nggak nyebut nama gue di depan polisi."

Lagi-lagi mata Anjani melebar.

"Atau lo mau gue beneran bunuh Seven?" ancaman Abyasa terdengar seperti bukan sekedar ancaman belaka. Sampai-sampai Anjani merinding mendengarnya.

**

"Hm. Kayaknya."

Kata-kata yang terucap dari bibir River seolah masih menggema di telinga Ribi. Apalagi ketika sedang sendiri seperti ini. Benar-benar makin nyaring sekaligus makin membuat Ribi kesal.

Sejak kapan River jadi cowok genit seperti itu? Setau Ribi, River itu cowok kalem yang tidak suka menggoda apalagi genit kepada cewek. Jangankan itu, disodori paha sama dada cowok itu tidak akan tergoda.

"Hai, Ribi!"

Sapaan dari Denver membuat lamunan Ribi tentang River buyar. Sebagai gantinya, cewek itu langsung mengomel tidak jelas pada Denver, "Kemana aja sih lo? Jam berapa ini? Gue nyuruh lo buruan! Tapi lo telat! Lo niat nggak sih? Atau lo sebenernya emang nggak niat ketemu gue? Kalo emang nggak niat, ngomong dari awal! Biar gue nggak perlu buang-buang waktu nungguin lo!"

"Bi, bisa pelan-pelan nggak? Telinga gue sakit dengernya." Pinta Denver.

Ribi pun menghembuskan nafasnya pelan. Kemudian ia pun kembali duduk di bangku taman. Diikuti Denver duduk di sebelahnya.

"Udah tenang nih, kayaknya." Ujar Denver sambil memperhatikan gadis itu dari samping.

"Kenapa lo mau jadi komplotan Abyasa?" tembak Ribi to the point.

Denver tidak terlalu terkejut. Baru saja kemarin malam Abyasa mengadakan pertemuan darurat bersamanya dan Bisma untuk membahas koalisi 3 serangkai yang telah terkuak berkat Anjani. "Buat mastiin lo nggak disentuh sama Abyasa." Jawab Denver dengan kedua mata tertuju lurus ke arah Ribi.

Ribi sempat diam beberapa saat. Namun segera ia melengos, "Apa lo se-nggak percaya diri itu ngadepin River sendirian?" sindirnya kemudian.

Denver mendengus, "Lo pikir River juga sendirian?"

Ribi meliriknya. Iya juga sih, River punya backing-an BEST.

"Lo juga di pihak dia kan?" tembak Denver dengan hatinya yang ngilu.

"Gue di pihak BEST. Bukan di pihak River." Ralat Ribi sambil menatap ke arah lain.

Denver hanya terkekeh. Tidak percaya. "Kalo gitu nggak masalah dong, kalo gue apa-apain dia?"

"Dia bagian dari BEST. Jadi masalah kalo lo apa-apain dia."

"Wow! Gue jadi pengen jadi anggota BEST juga. Bilangin Seven dong, gue siap gantiin Topan."

"Ver," Ribi kembali menatap Denver dengan wajah serius. "Tolong berhenti. Jangan lagi lo sekongkol buat ngehancurin BEST. Apa sih gunanya? Manfaatnya apa buat lo?"

"Udah gue bilang tadi. Gue gabung sama Abyasa buat mastiin keselamatan lo."

Seperti biasa, Ribi tampak tidak peduli. Ia malah terus melanjutkan perkataannya, "Buat sekarang lo masih belum terlambat buat dapet maaf dari gue, biar pun lo udah cepu ke Abyasa soal keberadaan Anjani di rumah Cassie."

"Hah?"

"Nggak usah pura-pura bego. Aslinya gue udah pengen nampar lo."

"Jadi Anjani sekarang udah ada di rumahnya lagi?" cowok itu terlihat kaget.

"Ck, beneran gue tampar nih."

"Bi, gue nggak ngasih tau Abyasa soal itu—"

"Ya mana mungkin lo ngaku. Lo kan anteknya!"

"Bi, gue serius! Lo pikir aja, ngapain gue sendiri yang nganterin Anjani ke rumah Cassie, terus gue sendiri yang cepu ke Abyasa? Kalo gue nggak niat, dari awal udah gue pulangin tuh Anjani pas gue ketemu di jalan!"

Ribi pun terdiam seketika.

"Bi, sekali lagi dengerin gue. Lo harus keluar dari BEST secepetnya." Kedua tangan Denver menyentuh kedua bahu Denver. Bahkan Denver juga meremasnya, seolah-olah ia benar-benar mengkhawatirkan Ribi.

Memang benar. Denver sekhawatir itu pada Ribi. Setelah tau apa yang Abyasa lakukan pada Seven, sekejam itu, sekeji itu, Denver jadi makin yakin jika Abyasa memang orang yang semengerikan itu. Bahkan Eksa tidak ada apa-apanya! Makanya Denver yakin, meski Abyasa pernah bilang tidak akan menyentuh Ribi, Denver tidak akan percaya 100%!

"Nggak." tegas Ribi.

Tangan Denver segera meluruh. "Oke, kalo lo bersih keras tetep nggak mau keluar dari BEST, gue mau ngingetin lo satu hal."

"Apa?"

"Nggak semua anggota BEST yang lo percaya itu temen."

**

Sambil terus memikirkan perkataan Denver, Ribi pun akhirnya sampai di campbest. Di dalam campbest sudah hadir formasi lengkap kecuali Seven yang hingga saat ini masih dalam proses penyembuhan dan Topan yang masih belum kembali dari masa skorsing-nya.

"Kalian kenapa?" Ribi bertanya heran saat ia mendapati seluruh personil yang ada menatapnya dengan tatapan aneh. Bahkan Ikky juga termasuk.

"Bi, maksud ini apa?" Kiel menunjukkan sebuah foto di layar ponselnya. Foto yang menunjukkan kebersamaan Ribi dengan Denver tadi. Iya, tadi banget! Belum ada satu jam! Tidak hanya satu, rupanya ada sekitar 5 foto yang Kiel tunjukkan padanya yang salah satunya ada adegan Denver menyentuh kedua bahu Ribi.

"It—"

"Lo pacaran sama Denver?" potong Marin.

"Hah?!" tentu saja Ribi kaget. Konyol sekali.

"Kak, harusnya lo tau kan, siapa Denver? Denver itu orang yang udah ngadu ke Abyasa soal keberadaan Anjani di rumah Cassie. Denver juga anteknya Abyasa, Kak! Bisa-bisanya lo mesra-mesraan sama dia?" Ikky tampak begitu kecewa.

"Eh, eh, bentar. Gu..." ucapan Ribi sejenak menggantung saat matanya bertemu dengan mata River. Ribi secara otomatis menelan ludah sebelum melanjutkan ucapannya. "Gue rasa kalian udah salah paham. Gue sama Denver nggak mesra-mesraan ya, tolong. Dan lagi, dapet dari mana itu foto? Ada yang nguntit gue?"

"Bi, lo juga dapet. Coba liat grup." Jelas Gangga.

Ribi menurut, mengecek apa yang ada di grup. Rupanya Marin menambahkan 5 foto dirinya dan Denver ke grup BEST. Grup tersebut langsung penuh dengan omelan Topan yang mengetik dengan capslock menyala. "Oh, jadi lo stalker-nya? Maksudnya apa lo ambil foto gue diem-diem? Kurang kerjaan banget lo ya?" Ribi segera menghampiri Marin.

"Nggak sengaja gue liat terus gue iseng moto. Kali aja kita dapet informasi penting."

"Informasi penting apa yang lo dapet dari motoin gue diem-diem?"

Satu ujung bibir Marin terangkat, "Lo sama Denver sekongkol misalnya."

"Kak, lo bukan impostor kan?" tanya Ikky seperti ketakutan.

"Bi, Denver emang sekongkol sama Abyasa. Tapi kedekatan kamu sama Denver nggak berarti kamu juga bagian dari mereka kan? Kamu bagian dari kita kan?" Sana sendiri sedih mengatakannya.

"Kalian ngomong apa? Tentu aja gue bagian dari kal—"

"Jangan-jangan lo yang udah ngadu ke Abyasa soal Anjani? Makanya waktu itu lo bereaksi paling cepet buat nutupin kebenarannya?" potong Marin cepat.

"Jangan sembarang nuduh!" seru Ribi.

"Wah, gue rasa BEST butuh dua anggota baru. Satu buat gantiin si temperamen satu itu. Satu lagi buat gantiin impostor kita." Ujar Marin sambil mengulum senyum sinis.

"Gue ngg—" Ribi bersiap untuk makin mendekati Marin agar ia bisa menjambak rambutnya. Sebab Ribi sudah terlampau geram. Akan tetapi dengan cepat River menghalanginya. Sontak Ribi menatapnya marah. Ia jadi teringat lagi kata-kata River yang menyatakan kalau 'kayaknya' ia tertarik pada Marin. Kini hal itu terlihat nyata. River menghalanginya mendekati Marin untuk melindungi Marin darinya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, River membawa Ribi keluar dari campbest dengan cara menarik pergelangan tangannya.

**

Sampai di depan gedung I yang merupakan gedung perpustakaan 2 lantai, Ribi menarik tangannya sekuat tenaga hingga terlepas dari cekalan River. Langkahnya pun terhenti dengan nafas yang masih memburu. Bukan karena lelah diseret River dari campbest hingga ke sini, tapi karena ia masih kesal dengan tuduhan Marin.

"Ngapain lo bawa gue keluar? Lo nggak terima kalo cewek yang 'hmm, kayaknya' bikin lo tertarik itu gue pukul?" tanya Ribi kemudian dengan nada sewot.

Kening River mengerut mendengarnya.

"Segitunya ya, lo pengen ngelindungin dia dari gue?" lanjut gadis itu.

"Lo cemburu gara-gara waktu itu gue bilang 'hm, kayaknya' pas Sakaris tanya gue tertarik sama Marin?"

"Nggak!" Ribi menjawab cepat sambil melempar wajah ke arah lain. Saat ini ia tidak mau bertatapan dengan River.

"Oh."

Menyebalkan bukan? Hanya sependek itu kata yang keluar dari mulut River. Yang bahkan Ribi tidak tau maksudnya apa.

"Jangan salah sangka. Gue cuma marah gara-gara lo ngehalangin gue mukul mukul dia."

"Kalo lo mukul dia, masalah bakal makin runyam."

"Lo gampang ngomong gini karena bukan lo yang ada di posisi gue." Ribi kembali memanas. Padahal tadi ia sudah sempat sedikit adem.

"Gu—"

"Bentar! Gue belum selese!" Ribi langsung memotong perkataan River dengan nada cukup tinggi. "Gue difitnah! Difitnah secara langsung cuma dengan modal foto! Padahal foto-foto itu nggak ngejelasin apa-apa yang lagi gue omongin sama Denver! Sialnya lagi, kalian semua kemakan omongannya Marin! Kalian semua ngeraguin gue, kalian semua percaya kalo gue sekongkol sama Denver dan kalian semua nganggep gue impostor!"

Nafas Ribi naik turun setelah mengeluarkan apa yang ada dalam otaknya dalam tempo yang cepat dan singkat. Ia benar-benar kesal, marah, kecewa sekaligus sedih dalam satu waktu. Selama bergabung dengan BEST, baru kali ini ia merasa seperti ini. Entahlah jika ada Seven apakah keadaannya akan sama, atau berbeda?

Detik selanjutnya, mendadak Ribi seperti kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri saat River merengkuh tubuh Ribi ke dalam pelukannya. Ia tidak bisa bergerak, apalagi melawan. Ia hanya bisa membiarkan dirinya seperti itu.

"Gue percaya sama lo." Bisik River di telinga Ribi dengan lembut.

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

Warm In The Arms ✔ Par Ness 📸

Roman pour Adolescents

2.7M 198K 74
"Ketika orang yang paling dibenci, berubah menjadi orang yang paling disayang." Dia yang tidak kamu sukai. Dia yang masuk ke dalam daftar orang-orang...
Roomate [End] Par asta

Roman pour Adolescents

850K 57.3K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
1.9M 97.6K 52
[CERITA DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW AKUN AKU DULU UNTUK VERSI LENGKAPNYA] Wanita itu memegang dadanya, merasakan detak jantung yang berge...
5M 345K 45
"Sampai mati gue bakalan benci sama lo!" "Gue gak pernah punya abang bejat kaya lo!" "Gue benci banget sama lo!"