Aisyah Aqilah || TERBIT

By nrasya_

2.1M 219K 76.6K

GUS ILHAM MY HUSBAND 2 Dijodohkan saat libur semester? Menikah dengan orang yang tidak kamu cintai, tidak men... More

bagian 01
bagian 02
bagian 03
bagian 04
bagian 05
bagian 06 : Arsyi ngambek
bagian 07 : kucing baru
bagian 08 : Rich Aunty
bagian 09 : Irt
bagian 10
bagian 11
bagian 12
bagian 13
bagian 14
bagian 15
bagian 16
bagian 17
bagian 18
bagian 19
bagian 20
bagian 21
bagian 22
bagian 23
bagian 24
bagian 25
bagian 26
bagian 27
bagian 28
bagian 29 [Bagai api dalam sekam]
bagian 30 : menenangkan diri
bagian 31
bagian 32
bagian 33
bagian 34
bagian 35
bagian 36
bagian 38
bagian 39
bagian 40
bagian 41
bagian 42
bagian 43
bagian 44
bagian 45
epilog
Ekstra part
Ekstra part bagian 2
VOTE COVER
harga novel Aisyah Aqilah
SPIN OFF AISYAH AQILAH

bagian 37

38.7K 3.9K 2.4K
By nrasya_

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Assalamualaikum semua nya, sebelum dibaca jangan lupa vote ya. Happy reading

♡♡♡
     

37. Vernando bucin Ilham ♡

"Kalau seorang anak perempuan di suruh memilih antara suami atau orangtuanya, mereka harus memilih siapa Ustadzah?" Tanya Aisyah pada Ustadzah Arafah.

"Seorang wanita yang sudah menikah, suami nya lah, yang paling berhak atas dirinya. Sedangkan orang tua menjadi nomor dua setelah suami."

Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata:

سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النَّاسِ أَعْظَمُ حَقًّا عَلَى الْمَرْأَةِ؟ قَالَ: «زَوْجُهَا» قُلْتُ: فَأَيُّ النَّاسِ أَعْظَمُ حَقًّا عَلَى الرَّجُلِ؟ قَالَ: «أُمُّهُ»

Aku bertanya kepada Nabi ﷺ siapakah orang yang paling besar haknya untuk ditunaikan oleh seorang wanita? Maka Nabi ﷺ menjawab: Suaminya. Kemudian Aisyah Radhiyallahu ‘anha kembali bertanya: lalu Siapakah orang yang paling besar haknya untuk ditunaikan seorang laki-laki? Nabi ﷺ menjawab: Ibunya. (HR. An-Nasa’i)

"Selain itu Aisyah masih ada lagi banyak dalil-dalil yang mengatakan istri harus mengutamakan suaminya baru orang tuanya. Tapi orang tua yang baik pula, tidak menghalangi anaknya taat kepada sang suami."

Aisyah menghela nafas lega, ia tersenyum menatap wanita dihadapannya ini. "Terima kasih Ustadzah, sudah memberikan Aisyah penjelasan singkat. Aisyah sekarang jadi tau."

"Sama-sama ning, Saya yang berterima kasih, ning Aisyah repot-repot datang ke rumah."

"Ih Ustadzah, nggak usah di panggil ning. Panggil Aisyah aja, Aisyah kan, murid Ustadzah."

"Yaudah, iya Aisyah." Ucap Ustadzah Arafah mengusap kepala Aisyah. Wanita  itu kemudian salah fokus pada perut Aisyah yang besar.

"Aisyah hamil?" Tanya Ustadzah Arafah.

Aisyahmengangguk "Iya Ustadzah."

"Masyaallah, sudah jalan berapa bulan?" Tanya Ustadzah Arafah, tangannya yang semula di kelapa Aisyah, berpindah ke perut wanita itu.

"Sudah jalan lima bulan." Jawab Aisyah.

"Masyaallah, alhamdulillah, saya panjang umur ya, nggak kerasa loh, padahal baru kemarin rasanya saya hukum kamu bareng Gus Ilham," kekeh Ustadzah Arafah. Wanita yang sudah berkepala empat itu bahkan sampai terharu.

"Alhamdulillah." Kata Aisyah, bersamaan dengan itu suara radio masjid berbunyi, menandakan waktu maghrib tiba.

"Ya Allah. Aisyah harus jemput anak-anak." Gumam Aisyah. "Hmm... Ustadzah, kalau gitu Aisyah pamit ya, Arsya sama Arsyi kayaknya sudah selesai mengaji," Kata Aisyah beranjak dari duduknya. Gawat ini, kalau sampai Arsya Arsyi aduai ke mas Ilham, Aisyah lambat jemput nya, bisa kena marah lagi ini.

Aisyah dan Ustadzah Arafah keluar dari rumah. Ustadzah Arafah mengantar Aisyah sampai di teras rumahnya. "Hati-hati ya bawa motornya." Ucap Ustadzah Arafah.

"Iya Ustadzah, kalau gitu Aisyah duluan ya, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Aisyah menyalahkan mesin motornya dan melaju dengan kecepatan sedang. Untung saja jarak rumah Ustadzah Arafah dan pesantren dekat. Jadi Aisyah tak perlu ngebut agar cepat sampai. Tiba Aisyah di depan masjid, ia melihat Arsya dan Arsyi duduk dengan lesu di tangga masjid.

"Arsya! Arsyi!" Panggil Aisyah melambaikan tangannya.

"UMI!" Pekik keduanya lari menghampiri Aisyah.

"Umi dari mana?" Tanya Arsyi.

"Udah, ayo naik. Udah maghrib nih, nanti abah marah lagi, kita telat pulangnya."

Tanpa banyak kata lagi, Arsya dan Arsyi langsung naik keatas motor. Kedua anak itu duduk di jok belakang motor. Tentunya Arsyi selalu duduk paling belakang.

Sampai motor Aisyah berhenti di depan ndalem. Ia menuntun kedua anaknya agar segera jalan ke rumah. Aisyah khawatir suaminya marah, kalau ia telat pulang.

"Assalamualaikum." Salam ketiganya.

"Waalaikumsalam." Jawab Gus Ilham berdiri di samping pintu. Pria itu sudah rapi hendak ke masjid. Gus Ilham melihat kearah jam dinding. "Telat sepuluh menit, dari mana saja?" Tanyanya sambil melipat kedua tangan di depan dada.

Aisyah meringis pelan saat melihat Arsya maju mendekat pada abahnya. "Dari masjid." Jawab anak laki-laki itu.

Gus Ilham menghela nafas pelan. "Iya tau, kalian dari masjid. Tapi bukannya sepuluh menit yang lalu, seharusnya sudah tiba di rumah?"

"Lama di perjalanan mas." Jawab Aisyah.

"Lama di perjalanan? Arsya Arsyi selesai mengaji jam 16:50. Kalau kamu star pulang 16:51 harusnya finis tepat jam 17:00. Ini kenapa malah telat sepuluh menit?"

"Umi yang lama jemput." Ucap Arsyi dengan lugu.

Aisyah menelan salivanya susah payah. Saat itu juga Gus Ilham melayangkan tatapan tajam pada Aisyah.

"Arsya Arsyi, masuk kamar." Titah Gus Ilham yang langsung dituruti oleh mereka berdua.

Setelah Arsya dan Arsyi menghilang dari pandangan. Gus Ilham melangkah maju mendekati Aisyah. Tubuh Aisyah rasanya sangat kaku untuk bergerak.

"Dari mana?"

"Nggak ada." Jawab Aisyah cepat sambil menunduk.

"Jawab jujur, Syah...aku nggak marah lagi."

Aisyah memejamkan matanya. "Mas Ilham munduran dikit, Aisyah nggak bisa nafas."

"Jawab." Ucap Gus masih pada posisinya.

"Aisyah dari rumah Ustadzah Arafah."

"Beneran?" Tanya gus Ilham lagi dan diangguki oleh Aisyah.

"Ngapain ke sana?"

"Silaturahmi." Jawab Aisyah apa adanya.

Gus Ilham akhirnya mundur, ia percaya pada Aisyah. Lagi pula apa yang harus dicurigai saat sang istrisilaturahmi. "Lain kali, kalau telat pulangnya, kabarin sayang, jangan bikin suaminya khawatir."

"Iya mas. Masalahnya Aisyah nggak punya–" Aisyah menunduk, tak berani melanjutkan ucapannya.

"Ponsel?" Tanya Gus Ilham dan diangguki lagi oleh Aisyah.

"Ini ponsel kamu." Gus Ilham memberikan Aisyah ponselnya.

Pupil mata Aisyah seketika membesar. "Seriusly?"

"Kalau nggak mau. Aku ambil lagi nih?" Goda Gus Ilham.

"Aaaa! Makasih." Aisyah hendak mengambil, namun Gus Ilham mengangkat keatas.

"Cium dulu." Kata Gus Ilham menyentuh pipi kanannya. Mengisyaratkan, untuk di cium sebagai syarat mengambil ponsel Aisyah.

"Kamu habis wudhu mas...!"

"Belum," ucap Gus Ilham.

Aisyah berdecak pelan. Ia berjinjik agak bisa meraih pipi suaminya,  siapa sangka Aisyah malah mencium bibir suaminya dengan rakus. Gus Ilham sempat terkejut, kemudian membalas ciuman Aisyah. Bahkan sampai kedua tangan mereka saling melingkarkan pada pinggang pasangan masing-masing.

Setelah puas, barulah mereka melepas tautan nya. "Jago bangat." Ucap Gus Ilham tertawa.

Aisyah hanya menyegir lebar. Ia pun mendapatkan ponselnya kembali. Setelah hampir tiga bulan tidak bermain ponsel.

"Makasih mas!"

"Sama-sama sayang. Yaudah aku mau ambil wudhu dulu, kamu juga siap-siap sholat maghrib nya bareng anak-anak."

"Siap, kakak!"

"Heh! Kakak?"

"Nggak apa-apa, mas Ilham juga dulu sering panggil Aisyah adek."

Gus Ilham menggeleng. "Aisyah, ternyata panggilan adek kakak, untuk suami istri itu dilarang loh, apalagi panggil istri dengan sebutan umi dan istri memanggil suami dengan sebutan abah."

"Kenapa?"

"Karena, panggilan adik kakak itu cuma untuk saudara, Sedangkan tidak sah hukumnya jika istri memanggil suaminya sebutan kakak, karena ia bukan saudara nya, melainkan istrinya. Dan sebutan umi abi hanya untuk anak kepada sang orang tuanya. Tapi boleh, kalau semisal uminya Arsyi, nah itu nggak masalah."

Aisyah mengangguk. "Yaudah, maaf ayang."

Gus Ilham sampai merinding mendengar panggilan Aisyah seperti itu. "Panggil mas aja, lebih pas, sayang."

"Iya deh." Kata Aisyah berjalan naik ke lantai atas.

"Sayang!" Panggil Gus Ilham.

Aisyah menoleh, dan Gus Ilham langsung membentuk tangannya seperti bentuk love.

(Ya anggap lah, seperti itu)

Aisyah tertawa riang. "Vernando bucin Ilham!"

****

Setelah melaksanakan sholat maghrib berjamaah bersama anak-anaknya. Aisyah tiduran diatas kasurnya. Dari samping kanan, kirinya, Arsya dan Arsyi sudah lengket disana. Melihat sang umi sedang mengedik sesuatu di ponselnya.

"Ini Aci ya, umi?" Tanya Arsyi melihat foto masa kecil Aisyah.

"Bukan, ini umi." Ucap Aisyah dengan lembut.

"Umi, Aca mau minum ini." Ucap Arsya menunjuk dada Aisyah secara tiba-tiba. Aisyah lantas terkejut, ia menyengir lebar.

"Nanti abah marah loh, umi buatin susu aja ya?" Tawar Aisyah.

Terpaksa Arsya mengangguk.

"Atau Arsya sama Arsyi mau makan dulu?" Tanya Aisyah.

"Aci mau adek." Ucap Arsyi tiba-tiba. Aisyah menggeleng pelan, entahlah mengapa kedua anak-anaknya meminta hal random.

"Ini adeknya udah ada kok. Bentar lagi keluar. Arsyi sabar ya."

"Macih lama ya umi? Aci nda sabar deh."

"Nda sabar apa?" Tanya Arsya.

"Main sama adek." Jawab Arsyi tertawa.

"Adeknya palingan, takut sama Aci."

Aisyah mengernyit bingung. "Kok takut sih?"

"Iya umi. Kuku Arsyi aja panjang, banyak kotoran nya, lagi." Ucap Arsya melihat kuku saudara kembarnya dengan tampang jijik.

"Astaghfirullah. Kok bisa kotor banget nak?" Tanya Aisyah melihat kuku Arsyi yang penuh dengan lumpur.

"Aci abis cari cacing."

"Cacing? Mau Arsyi apakan sih, cacing nya?" Tanya Aisyah. Padahal anaknya sudah mandi tapi tetap saja kotoran di tangannya belum terangkat.

"Aci mau taro di bunganya nenek, biar bunganya tumbuh subur!"

Aisyah dan Arsya menepuk jidat mereka.

"Kan, ada pupuk nak, jadi Arsyi nggak usah cari cacing buat bunga nenek." Ucap Aisyah greget. Ia mengambil gunting kuku. Lalu membersihkan semua kuku anak-anaknya.

"Awas ya, kalau sampai umi liat atau dengar Arsyi main tanah lagi. Umi cubit kamu!"

"Assalamualaikum, siapa yang mau di cubit?" Tanya Gus Ilham masuk ke dalam kamar. Sempat ia mendengar ancaman Aisyah pada Arsyi.

"Abah!" Arsyi berlari menghapiri abahnya. "Umi mau cubit Aci, kalau Aci main tanah lagi. Aci cuma mau cari cacing biar, bunga nenek bisa tumbuh subur!" Adunya.

Gus Ilham terdiam, ia menatap wajah anaknya. Tampaknya ada yang berubah dari cara bicara Arsyi.

"Arsyi?"

"Iya abah?"

"Coba bilang R,"

"Errrr!"

"Subur," ucap Gus Ilham.

"Subur." Arsyi mengikuti ucapan abahnya.

Gus Ilham tersenyum bahagia. "Aisyah, kamu dengar kan, Arsyi bisa ngomong r?"

Aisyah bangkit menghapiri suami dan anaknya. Tak lupa membawa Arsya ikut.

"Coba bilang arah?" Titah Aisyah.

"Arah!"

"Ya Allah. Anak ku, udah besar. Sejak kapan sih bisa ngomong R, hm?" Tanya Aisyah mencium pipi Arsyi.

"Udah lama. Aci kan, memang pintar." Ucap Arsyi menatap saudara kembarnya sambil mengejek.

Arsya berdecak pelan. "Jangan sombong. Aci baru sekarang pintar ngomong r nya, kalau Aca udah dari lama." Balas Arsya tak mau kalah.

Gus Ilham tertawa. Ikut mengangkat tubuh Arsya. Lalu membawa kedua duduk di bibir kasur.

"Sini Sayang." Panggil Gus Ilham pada Aisyah agar mendekat padanya.

"Dengerin ya, kalau anak-anak sudah pandai berbicara. Maka langsung ajari lah dia mengucap dua kalimat Syahadat." Ucap Gus Ilham.

"Sekarang kita sama ya, mengucap dua kalimat Syahadat nya. Arsya sama Arsyi ikutin abah sama umi."

"Siap!"

"Asyhadu  an alla..."

"Asyhadu an alla!"

"..ilaha illallah."

"Ilaha illallah!"

"Wa asyhaduanna..."

"Wa asyhaduanna!"

"Muhammadar rasuulullah."

"Muhammadar rasuulullah!"

"Aku bersaksi." Ucap Aisyah mengintrupsi anaknya.

"Aku bersaksi!"

"Tiada tuhan, selain Allah." Ucap Gus Ilham.

"Tiada tuhan selain Allah!"

"Dan aku bersaksi," ucap Aisyah.

"Dan aku bersaksi!"

"Bahwa nabi Muhammad..."

"Bahwa nabi Muhammad!"

"Adalah utusan Allah."

"Adalah utusan Allah!"

"Alhamdulillah. Semoga Arsya Arsyi jadi anak yang sholeh dan sholehah. Bisa meneruskan dan menyebarkan banyak ilmu agama." Ucap Gus Ilham mencium kedua kening anak-anaknya. "Abah sayang banget sama kalian berdua."

"Aisyah nggak nih?" Tanya Aisyah bercanda.

"Kalau buat kamu spesial sayang sama cinta nya, paket komplit dan nggak boleh dibagi-bagi." Ucap Gus Ilham mencubit gemes hidung Aisyah.

Arsyi yang menyaksikan itu, turut mencubit hidung Arsya. Bedanya dengan kedua orang tuanya, gadis kecil itu melakukan dengan keras, sehingga membuat hidung kembarnya jadi merah.

"ACI! SAKIT TAU!"

****

Kini Aisyah sibuk bermain ponselnya. Sementara sang suami membawa anak-anaknya ke dalam kamar mereka untuk pergi tidur.

Disini Aisyah sedang stalkinh Instagram milik Fatia. Wanita itu melihat semua potret pernikahan sahabatnya yang tidak sempat Aisyah hadiri. Yah, beberapa bulan yang lalu Fatia dan Ustadz Fahri resmi menikah. Hanya saja untuk acara akad nikah dihadiri keluarga terdekat nya. Dan bulan ini, Fatia akan melangsungkan resepsi pernikahan lagi.

Dringgg!

Ponsel Aisyah berbunyi, terpasang jelas kontak Luna di layar ponselnya.

Wanita itu tidak langsung mengangkat telepon dari Luna. Ia mengintip terlebih dahulu, keluar kamar memastikan suaminya belum masuk.

Lalu Aisyah berjalan keluar, menuju balkon kamar. Baru kemudian mengangkat telpon dari sahabatnya itu.

"Halo, Assalamualaikum!" Salam Aisyah dengan girang.

"Waalaikumsalam, Aisyah!" Terdengar pekikan keras suara Luna. "Kamu dari mana aja sih? Aku hubungi terus nggak pernah dibalas. Kamu nggak apa-apa kan? Kamu baik-baik aja kan?" Cecar Luna.

Aisyah menghela nafas. "Aku nggak apa-apa. Beberapa bulan yang lalu, memang aku nggak main ponsel. Soalnya pulang kampung kerumah bunda. Ponsel ku kelupaan dirumah." Jawab Aisyah.

"Ya Allah. Kirain kamu kenapa-napa. Abisnya mau aku ajak ke acara Fatia. Nomor kamu malah nggak aktif."

"Iyakah?" Pikir Aisyah. Berarti selama Aisyah pergi Gus Ilham tidak mengaktifkan ponselnya.

"Oh ya, Fatia besok mau ngadain resepsi nya di bandung. Kita pergi bareng-bareng ya, Aisyah."

"Besok banget nih? Bukannya kata Fatia bulan depan?"

"Eh ning. Coba baca ulang deh chatnya. Bukannya Fatia kirim pesan tanggal 30 agustus. Sekarang tanggal 20 september!"

"Iya ya?" Pikir Aisyah menepuk jidatnya.

"Jadi, kamu mau pergi kan?"

Aisyah terdiam, ia berfikir apa dirinya akan diizinkan pergi kesana? Mengingat suaminya super duper posesif dan selalu membatasi Aisyah.

Akad nikah Fatia bukannya cuma keluarga aja yang hadir?"

"Aisyah...! Fatia juga anggap kita saudaranya. Ya jelas dia ngajak kita. Dia kan, anak tunggal kaya raya, siapa lagi yang dianggap saudara kalau bukan kita."

"Aku nggak janji, tapi nanti aku usahakan!" Jawab Aisyah cepat.

"Ya harus janji dong, inikan pernikahan sahabat kita, masa pas acara akad nikah kita nggak datang. Resepsi juga nggak datang?" Nada suara Luna melemas.

"Bukannya kalian juga gitu, waktu aku nikah nggak ada yang datang?" Tanya Aisyah bercanda.

"Ehehe...kalau kamu kan, beda cerita lagi. Kamu sendiri nggak undangan kita."

Aisyah dan Luna tertawa. "Yaudah, aku usahakan ya." Aisyah memijat pelipisnya. Alasan apa lagi yang harus ia berikan agar suaminya mau mengizinkan dirinya.

Sedangkan di sisi lain, Gus Ilham masuk kedalam kamar. Ia mencari keberadaan sang istri diatas kasur, sayangnya Aisyah tak ada disana.

"Aisyah!" Panggil Gus Ilham.

"Iya mas!" Jawab Aisyah dari luar balkon. "Bentar ya, Luna. Jangan di putus dulu."

"Sayang aku pengen di—"

Aisyah membulatkan matanya. "Mas Ilham. Aisyah lagi telponan!" Ujarnya sambil menjauhkan ponselnya.

Gus Ilham berhenti bergerak. Pria it7 mengernyit bingung. "Sama siapa?"

"Luna. Bentar Aisyah tutup telponnya." Aisyah sedikit menjauh dari suaminya dan kembali mendekatkan ponselnya pada telinganya.

"Halo Lun, nanti ku kabari ya. Kalau gitu aku udahan dulu."

Luna tertawa karena sempat mendengar suara rengekan dari Gus Ilham. "Yaudah. Sana gih, suami mau di ehm!"

"Assalamualaikum." Aisyah pun menutup panggilan.

"Ngapain Luna telpon, mau ngajak kamu keluar rumah lagi?" Tanya Gus Ilham dengan nada dingin.

Aisyah menggeleng. "Enggak mas."

"Terus?"

"Luna cuma tanya kabar aja." Jawab Aisyah seadanya. "Mas Ilham mau apa tadi?"

"Nggak jadi. Ayo masuk," ajak gus Ilham membawa Aisyah kedalam pelukannya.

Dalam hati Aisyah benar-benar takut, dari sini saja Aisyah bisa menyimpulkan Gus Ilham pasti melarang dirinya pergi bersama Luna esok harinya.

"Besok mas Ilham sibuk?" Tanya Aisyah.

"Kenapa? Mau kabur?" Tanya Gus Ilham.

Aisyah meremas gamisnya. "Ya nggak apa-apa. Cuma nanya aja."

"Oh ya?"

Aisyah mengangguk. "Masa sama istri nggak percaya sih?" Ujarnya cemberut.

Gus Ilham menghela nafas. "Percaya kok. Tapi kalau kamu harus selalu diawasi."

Aisyah menghela nafas. "Mas Ilham kenapa sih? Jangan dingin kayak gini lah. Aisyah ini bukan anak-anak lagi yang harus kamu awasi terus."

"Iya bukan anak-anak, bukan berarti pikiran nyaa ikut dewasa kan?" Ujar Gus Ilham sengaja sibuk membaca berkas.

"Jangan sampai ke sabaran Aisyah habis, mas." Kata Aisyah menghembuskan nafas berat. Ia kemudian berjalan ke arah kasurnya dan merebahkan tubuhnya disana.

Gus Ilham memejamkan matanya. Ia berfikir apakah dirinya terlalu keras pada Aisyah?

"Angin tidak berhembus untuk menggoyangkan pepohonan. Melainkan menguji kekuatan akarnya. Ya, benar kata Ali Bin Abi Thalib." Monolog Gus Ilham membaca satu buku.

"Agar akarnya kuat, perlu di rawat..."















































*****

Mari ucapkan Alhamdulillah setelah membaca part ini. Jangan lupa vote dan komen yang banyak. Santai aja kok, part selanjutnya bakalan ringan.

Pasti bakalan ada yang komen kenapa konfiknya nggak berhenti henti. Teman ku ini bukan konflik lagi kok. Kalian santai dan nikmat alurnya. Nanti bakalan keusahan update cepat dan tepat waktu biar nggak penasaran.

Spammm next yang banyak >>>

TEMBUS KOMEN 2K LANGSUNG UPDATE.

SPAM Ilham bucin vernando >>>

See you next part,  Assalamualaikum
Kamis, 21 September 2023

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 119K 50
Segera terbit dengan cover dan isi baru di novel๐Ÿ™Œ๐Ÿป Tentang Al Habibie Akbar yang berstatus Gus. Namun, perilakunya benar-benar tidak seperti seoran...
10K 2.6K 44
Muhammad fajar alkhafi seorang Gus tampan di suatu pondok pesantren Nurul Azmi, bukan hanya seorang Gus tetapi dia juga seorang ketua geng motor yang...
1.4M 57.4K 43
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI ๐Ÿšซ] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...