cromulent | jaemren

By adshilalala

17.4K 2.6K 482

NCT Dream adalah salah satu grup idola paling ideal untuk digemari. Definisi rangkuman dari segala hal baik y... More

0
chapter 1 - sekumpulan eritrosit
chapter 2 - milky way dan andromeda
chapter 3 - iblis terkutuk
chapter 4 - primrose
chapter 5 - sekte abal-abal
chapter 7 - mesin waktu doraemon
chapter 8 - renjun
chapter 9 - lubang cacing
chapter 10 - neraka
chapter 11 - roh jahat
chapter 12 - peran utama
chapter 13 - hierarki
chapter 14 - predator dan mangsa
chapter 15 - timun mas dan raksasa
bukan update
chapter 16 - reinkarnasi
chapter 17 - puncak acara
chapter 18 - selebrasi
chapter 19 - guciku
chapter 20 - bangunan tiga lantai
chapter 21 - drama
chapter 22 - efek negatif
chapter 23 - dunia baru
chapter 24 - normal
chapter 25 - perasaan konyol
chapter 26 - pengecualian
chapter 27 - koma dan titik
chapter 28 - nada ritual
chapter 29 - terlarang
chapter 30 - program kepala

chapter 6 - anime

681 110 36
By adshilalala

Selasa, 13 Agustus

Hari ini, ibu memukulku lagi. Dia marah karena nilaiku jelek. Katanya benci padaku karna aku bodoh, sulit diajari dan tidak becus. Padahal sekarang aku sudah bisa menulis dengan baik.

Ibu bilang aku anak sial karena tidak tahu caranya berhitung perkalian.

Kenapa sih anak² harus sekolah? Setelah belajar satu kita harus belajar dua dan begitu terus sampai bosan.

Kemarin aku diajari ini sekarang diajari itu. Aku bosan sekolah tapi Ibu memaksaku pergi setiap pagi.

Kalau ada ayah, aku boleh tidak sekolah.

*

Terjadi kekacauan internal yang membuatku luar biasa pening.

Tiap kali peristiwa tempo hari– spesifiknya di bagian "kamu benar-benar menyukaiku, ya" –lewat di pikiran, rasanya aku ingin mengacak-acak diriku sendiri. Andai bisa kabur ke dunia manga, niscaya sudah kulakukan tanpa pikir dua kali.

Pada tahap berikutnya, sensorku akan secara otomatis menolak segala interaksi dengan Jaemin. Bahkan terkadang indraku mendadak kehilangan daya setelah mendeteksi hawanya. Kalau sudah seperti itu, aku separuh buta akan keberadaannya; tidak melihat wajahnya, tidak mendengar suaranya. Puncaknya, aku menjadikan Jaemin sarana memupuk benci.

Bisa dibilang, tindakan ini adalah bentuk coping mechanism-ku agar tidak terlalu stres memikirkan kenyataan yang ada.

Meski terkesan pengecut dan membuat situasi lain dengan pola rumit yang mengaruskanku berkejaran dengan Jaemin– dia datang-aku pergi, dia masuk-aku keluar –berkatnya aku bisa mempertahankan kenyamananku.

Metode ini cukup berhasil. Semuanya aman-aman saja sampai si sinting Jaemin mengafirmasi soal apa yang dia pikirkan tepat setelah selesai sarapan.

"Kamu menghindariku akhir-akhir ini." Licik. Sengaja dia mengeksekusinya pada saat aku sedang berhadapan dengan perabot kotor di wastafel; tidak bisa pergi kemanapun.

"Terlalu percaya diri bisa membuatmu celaka."

Derap Jaemin yang diam-diam kuwaspadai usai tepat di samping. Instingtif, aku bergeser sambil berlagak tidak peduli dan tetap pada kesibukan seolah nafas kami yang bersinggungan tidak sama sekali mendistraksi fokus. Lantas Jaemin menyalakan keran, menadah air dengan telapak tangan dan ... ya, hanya sampai di situ. Tidak ada hal lain. Dia bukan berniat mencuci tangan, toh makannya pakai sendok. Lalu–

Aku tercekat.

Baru saja dia dengan sengaja menyipratkan air ke wajahku.

Setengah mati menekan emosi agar tidak melebihi limit, aku mengabaikannya dan mengulur jarak hingga beberapa senti tercipta di antara kami. Padahal umpatan yang terkulum di mulutku adalah keinginan besar untuk membalasnya dengan seember air dingin, asal kalian tahu!

Melihat kelakuanku Jaemin berucap, "Benar, kan. Kamu menghindariku."

"Sejak dulu aku memang selalu menghindarimu agar tidak terkena sial," balasku, tidak sepenuhnya sangkalan karena menghindari dia memang kegiatanku sejak lama.

Meskipun tidak melihat secara langsung, aku tahu kalau Jaemin sedang menghujaniku dengan tatapan tajam. Beruntung dia tidak mendebat kata-kataku yang terdengar kasar bahkan di telingaku sendiri. Oh, ada kabar baik! Dia pergi!

Huft. Akhirnya aku bisa menyelesaikan cuci-mencuci dengan tenang.

Berhubung sedang tidak banyak penghuni, pekerjaanku jadi lebih ringan. Selepas membereskan dapur, dengan sepiring besar puding buah aku naik ke kamar. Begitu pintu terbuka, samar kudengar suara guyuran air di kamar mandi. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Jaemin. Baguslah, aku tidak harus bertukar tatap canggung dengannya.

Cepat-cepat aku meraih laptop, berniat membawanya mengungsi ke kamar Jisung tetapi langkahku seketika terhenti saat ingat pada lukisan milik Chenle. Ugh. Kalau saja yang terpampang di benda itu bukan potret seorang wanita bugil setengah badan dengan buah dada besarnya yang menggelantung, aku akan betah berguling-guling di kasur Haechan yang bersebelahan dengan jendela. Bukan apa-apa, hanya saja ... aku sedikit  risih melihatnya .... Lagipula kenapa Chenle meboyongnya dari acara lelang dengan mengorbankan puluhan juta won?

Tck. Karena kamar Mark-Jeno dikunci dan sudah telanjur malas, aku memutuskan untuk menonton di meja belajarku. Tak acuh saja pada Jaemin, seperti biasa. Kamu sudah ahli melakukannya.

Perhatianku segera larut ke dalam episode terbaru One Piece ketika Jaemin keluar selepas setengah jam dibuang bersama dakinya. Awalnya aku memang berhasil abai, tetapi kondisi jadi sulit ketika dia menapak di marmer kamar dengan kaki basah. Sampai sana masih bukan apa-apa ketimbang saat Jaemin menjatuhkan handuk basah di atas kasur.

Biar kupertegas, ADA. HANDUK. BASAH. DI. ATAS. KASUR.

Baiklah, tarik napas-buang. Bukan urusanku selama itu berlangsung di teritorinya, hanya saja jejak kakinya juga tertinggal di daerah kekuasaanku!

"Apa?" dia bertanya songong.

Aku mendelik sebab penampilannya saat ini sangat memecah konsentrasi. Bagiamana tidak, Jaemin tampil di depanku dengan muka segar dan rambut setengah basah, titik-titik air jatuh di tiap ujungnya. Kaus yang ia kenakan jadi lembab di sekitar pundak juga leher.

Kutanya pada kalian, siapa yang tidak akan menelan saliva jika disajikan pemandangan ini?

Tentu bukan aku.

Bahkan aku sudah berhasrat untuk mengurungnya di lemari agar isi kepalaku tidak merajalela ke tempat yang tidak seharusnya.

Mendadak aku bertanya-tanya apakah dia akan mempertontonkan kondisi itu setiap hari pada pasangannya kelak?

Sungguh orang yang amat beruntung.

Nah. Gara-gara pikiran sendiri, sekarang aku sedang iri bukan main pada orang yang entah siapa. Bentuknya belum kelihatan tapi aku sudah jadi haters nomer satunya, konyol.

"Kamu melamun," ujar Jemin, membuyarkan lamunanku.

"Tidak." Aku kembali ke layar, memperbaiki posisi duduk.

"Apa yang kamu pikirkan sampai wajahmu memerah begitu?"

Tidak kujawab.

"Jangan bilang kamu menjadikanku objek fantasi liar."

"Tidak!" Bantahku dengan suara keras yang lebih dari perkiraan, pun terlalu cepat saat berbalik menatapnya.

"Kalau tidak kenapa telingamu memerah?"

Refleks aku menutup kedua telingaku, menyoroti Jaemin dengan alis menukik. "Sebenarnya apa maumu? Kenapa kamu selalu menggangguku?"

Bahu lebarnya menggedik. "Hanya iseng. Lagipula tidak ada yang bisa aku dapatkan dari orang sepertimu."

Kalimat Jaemin menyentuh saraf pendengaranku dengan meninggalkan jejak ambigu. Apa maksud dari "orang sepertimu" itu?

"Tidak ada. Kamu saja yang sensitif."

Benar-benar! Yang pertama saja belum jelas, sekarang dia mengataiku!

"Yak! Kamu ngajak berantem?!"

"Denganmu?" Jaemin menyeringai, pandangannya betul-betul penuh hinaan.

Tergesa aku berdiri, hendak melabrak Jaemin yang sedang duduk di tepi kasur. Nahas, lantai pijakanku masih basah dan seperti yang bisa kita semua duga, aku terpeleset–berteriak–kepala membentur lantai jika saja refleks Jaemin tidak menyangganya di sepersekian detik terakhir. Betul tidak ada trauma yang kepalaku terima, akan tetapi aksi Jaemin tidak berjalan mulus. Kelewat terburu, dia ikut-itutan terpeleset sehingga kami harus bertumpukan di lantai.

Jangan harap ada unsur romantis di sini karena badan besar Jaemin tentu saja amat sangat menyakitiku. Huh, rasanya aku hampir jadi segepeng karakter anime yang baru saja kutonton. Bahkan saking sialnya tragedi ini, aku sampai kesusahan bernafas. Dadaku tertekan, sesak.

Untung saja Jaemin bukan tipe manusia tolol yang akan bermenit-menit cengo dalam situasi begini. Melihat keadaanku yang genting, dia tangkas bangkit.

Masih dalam posisi berbaring, aku megap-megap seperti ikan yang baru saja dilempar ke daratan. Entahlah, rasanya seperti tercekik. Sulit sekali bagiku memasukkan udara ke dalam paru-paru, leherku sakit, sesuatu menjepit jalur pernapasanku.

Untuk pertama kalinya aku lihat Jaemin panik sampai kedua mata bambinya membola. Dia kelimpungan, menatapku risau. Aku ingin bilang tidak bisa bernapas, namun percuma. Suaraku hilang bersamaan dengan buram yang membayang di mata. Sosok Jaemin perlahan memudar, kemudian lesap ditelan gelap.

*

Posisi leher diperbaiki, dada ditekan konstan sedalam 5 senti, mulut dibuka, udara ditransfer secara langsung, terus seperti itu yang kurasa di setengah kesadaran hingga akhirnya lega merebak. Tubuhku kembali dihinghapi kehangatan, dadaku sudah tidak sesempit tadi.

Proses membuka mata kali ini sedikit sukar dilakukan, namun aku bisa mendeteksi terpaan udara sejuk dari pendingin ruangan, lalu bau yang amat familiar di penciuman, disusul sayup percakapan.

"Dia baik-baik saja berkat CPR yang kamu berikan. Sekarang hanya perlu menunggunya sadar. Tidak ada yang harus kamu khawatirkan."

Ruangan bernuansa putih yang menjadi hal pertama telihat. Astaga. Aku muak terbangun di tempat seperti ini.

"Terima kasih Dokter."

Ada suara pintu tertutup yang disusul derit kaki kursi. Jaemin duduk di sebelahku. Tidak seperti yang terakhir kali kuingat, wajahnya sudah kembali ke pengaturan pabrik. Bertanya amat lempeng, "Sudah merasa lebih baik?"

Tadinya, sebelum otakku memberi gambaran reka ulang insiden yang mendera tubuh mungil malang ini, batinku terluka habis-habisan. "Tidak, sampai aku memastikan kalau tidak ada tulangku yang retak atau patah."

Jaemin mendelik ganas. "Memangnya kamu habis ditimpa babi hutan dari langit?"

"Tubuhmu jelas sama beratnya dengan babi hutan, Na Jaemin. Bahkan jika dibadingkan, lengahmu ukurannya hampir sama dengan betisku." Aku sewot, mengacungkan-acungkan kaki saking jengkelnya.

"Salahmu sendiri kenapa punya tubuh sekecil kancil."

Tentu saja aku makin naik darah. "Sekarang kamu menyalahkanku, hah? Matamu ingin kucolok atau bagaimana? Lihat kondisiku sekarang. Aku jadi pasien rumah sakit sementara puding buahku, episode terbaru One Piece-ku, masing-masing masih tersisa setengah! Gara-gara kamu kesenanganku harus berakhir!" cerocosku menggebu-gebu. "Ketentramanku juga!"

Wajah Jaemin berangsur menggelap. Sepertinya dia kesal karena status kami sebagai publik figur akan menyulitkan mobilitas dalam situasi terdesak, yang mana maknanya adalah, dia pasti kesusahan membawaku ke rumah sakit tanpa menimbulkan kericuhan tapi aku malah menghardiknya.

Lalu kenapa?!

Dia hampir membuatku mati!

Tidak ada hak baginya untuk tersinggung!

"Apa?" tanyaku, menantang mata Jaemin dengan berani. Persetan jika kami akan berakhir adu mulut. Namun ternyata sunyi tak jua pergi, sampai kemudian hancur kala pintu dibanting keras.

*

"Hei."

Itu yang kesekian dan masih berujung mengenaskan. Jaemin enggan menggubrisku, dia tetap berjalan dengan lagak seolah aku makhluk halus yang tidak berwujud.

Kami masih di lorong rumah sakit, bersisian. Sekembalinya tadi, emosi Jaemin memang sudah teredam. Anehnya dia jadi mogok bicara. Aku penasaran apa dia betulan marah? Maksudku, dia semarah itu?

Aku tidak tahu kalau dia orang yang mudah ngambek.

"Hei," panggilku lagi, terabaikan lagi. Aku berdecih, menimbang apakah perlu "mengingatkan" Jaemin seberapa menyakitkan ucapan yang sudah ia lontarkan padaku selama ini. Tidak. Jika sekarang saja begini, dia pasti akan kencing sambil lari kalau aku mengembalikan kata-katanya terdahulu. "Bilang kalau kamu mulai tuli. Mumpung kita masih di rumah sakit."

Jaemin mendengus. "Namaku bukan 'Hei'."

Ya ampun. Begitu saja dia marah.

"Belikan aku es krim, maka kejadian hari ini termaafkan. Hitung-hitung kompensasi."

"Kamu sudah terlalu dewasa untuk–"

"Jangan banyak omong," tukasku cepat. "Es krim tidak bisa kamu jadikan patokan kedewasaan seseorang."

Pukul enam sore di salah satu swalayan aku bertaruh, Jaemin pasti menyesal sudah meremehkan si kancil ini. Dari caranya menatapku, aku yakin dia akan kapok. "Kenapa malah melihatku? Sana bayar."

"Kamu tidak sedang bercanda, kan?"

"Tidak." Aku menggeleng sok polos. "Memangnya kenapa?"

"Dengan semua itu kamu bisa memenuhi kulkas."

Mengibaskan tangan sepele. "Tentu saja aku harus mengambil porsi DE-WA-SA."

Bola mata Jaemin menggulir, berhenti mengamini tingkahku.  "Terserah kamu saja."

Sempat beberapa kali kami bertemu dengan penggemar. Mereka menyapa dan bagusnya tidak sampai berani mendekat. Jangan salah sangka dulu, aku hanya sedang tidak dalam mood baik untuk melakukan fan service atau haha-hehe dengan orang yang tidak kukenal.

Hingga berhadap-hadapan dengan kasir wanita yang sempat terperanyak melihat kami, juga keranjang belajaanku yang penuh es krim, Jaemin setia mengekor seperti anjing pada majikan. Bahagia aku memandangi es krimku di-scan satu persatu, sampai kemudian kalimat kurang ajar datang dari arah belakang. Sontak membuatku malu sampai ubun-ubun.

"Tolong, kondomnya satu."

SI BABI HUTAN SIALAN BEDEBAH KEPARAT SHIBAL SEKIYA INI PUNYA OTAK TIDAK SIH?!

Ayolah, Tuhan! Aku mau menyublim saat ini juga!

*

Jika kalian penasaran kenapa aku sudah sampai di kamar, jawabannya karena tadi aku langsung kabur begitu mendapati mata si kasir berlabuh di pipiku yang memanas.

Jaemin tidak banyak bicara saat tahu wajahku tertekuk sepanjang perjalanan. Dengan membiarkannya membawa keresek belanjaan ke dapur, aku mengubur diri di bawah tumpukan selimut dan tak berniat bangkit sampai pagi.

Gondok sekali. Apalagi reaksi kasir itu terus berputar di kepala, membikin aku kepikiran sampai tengah malam. Insomnia.

Kulirik bengis kasur di sebelah, kosong.

Ke mana perginya bekantan Dufan itu?

Padahal aku sudah bertekad untuk mencabik-cabiknya.

Arghhhhhhhh!! Galau tingkat tinggi.

Menurut kalian aku harus bagaimana?

Lagian kenapa sih dia membelinya saat bersamaku?

Apa tidak bisa lain waktu?

Aku yakin kasir itu tidak akan mencurigai kami, hanya saja si Na Jaemin itu lhoooooo. Lagak entengnya, suara besarnya dan barang yang dibeli adalah perpaduan yang sangat tidak etis.

"Kamu masih bangun?"

Kimi misih bingin. Hih! Jangan bicara padaku!

"Sudah jam satu, cepat tidur."

Jaemin tidak diam saja tatkala aku mengabaikannya. Bisa dirasakan ia duduk di bibir ranjang. Bertanya, "Sekarang salahku apa?"

"Pikir saja sendiri!" Aku memekik dari dalam selimut, tidak peduli dia mendengarnya atau tidak.

Senyap mengisi tiga menit lebih yang mengalir di tengah-tengah kami, lalu suara tarikan napas panjang dan serangkai kata dari Jaemin kembali terdengar. "Aku lelah. Aku minta maaf kalau sudah membuatmu kesal."

Kasurku kembali bergerak, Jaemin pergi meninggalkanku dengan kepungan tidak enak di hati. Yeah, setelah susah payah menyelamatkan nyawaku dia pasti lelah dengan sikap menyebalkanku yang tidak tahu terima kasih ini.

Ragu, aku menguar, sekadar mengintip apa yang tengah roommate-ku lakukan; bermain video game.

"Jaemin-ah."

Panggilanku dipenuhi tanpa mengalihkan pandangan. "Hm?"

"Aku mau makan es krimku."

Balasan tidak segera hadir, Jaemin mengembus udara karena baru mulai, tapi dia beranjak. "Rasa apa?"

"Cokelat."

***

Aku baru kepikiran buat ngasih judul di tiap Chapter tadi pagi, jadi maaf ya, kalo masuk ke notif kalian dan bikin berisik 🙏

Btw, tolong tulis "Selamat ulang tahun Shila" di kolom komentar dong. Hari ini aku ultah tapi gaada yang ngucapin karena jomblo akut, syedih 🤧

Continue Reading

You'll Also Like

40.2K 5.9K 21
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG
29.1K 3.8K 27
Sinopsis: Anak kedua dari tiga bersaudara. "Sebagai adik, contoh kakak kamu." Kenapa? Kenapa harus selalu aku yang mengalah? "Adik kamu sakit, Renza...
62.7K 6.8K 27
[On Going] Ini hanya tentang Lee Jeno, si ketua osis yang selalu berurusan dengan Huang Renjun, si Berandalan sekolah. Dominant: Lee Jeno Submissive:...
232K 13.5K 45
1ST ROMANCE BY _AISYWA [BOOK 1 : The HeadPrefect & Hot-Tempered Girl] [BOOK 2 : Because You Are My Love] πŸ“Baca BOOK 1 terlebih dahulu sebelum membac...