ARGARAYA

By adanysalsha

144K 21.1K 147K

"Mulai hari ini, lo jadi babu gue di Sekolah!" ucap Arga dengan sorot mata menajam kepada Raya. More

BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 6
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 16
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 20
BAGIAN 21

BAGIAN 19

1.9K 244 107
By adanysalsha



VOTE SEBELUM BACA💓

HAPPY READING🦋


###






"Three..."

Arga dan Nanda kini berdiri tegap di motor mereka masing-masing dengan saling melirik tajam dan dingin. Tangan mereka terus menggerakkan gas, memainkannya seolah mereka akan segera meluncur ke jurang terdalam.

"Two..."

Arga dan Nanda menundukkan sedikit tubuh mereka, menatap lurus jalanan di depan yang tampak siap untuk mereka terkam sekarang juga.

"One... GO!" teriakan cewek pembawa bendera sambil mengibarkan bendera tersebut ke atas, membuat Arga dan Nanda meluncur mulus ke jalanan, membuat semua orang bertepuk tangan penuh semangat dan bersorak ria.

Echa melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatap Raya yang masih terpaku berdiri di tengah sana. "Kita akan lihat Raya, seberapa kasihannya diri lo setelah ini...cewek kampungan!" desis Echa dengan seringaiannya.

Jep dan Hero terus heboh saat mereka berdua melihat Arga yang terus melaju dan melewati Nanda dengan gagah beraninya. Tak sampai di situ, beberapa pendukung Arga juga mulai pada berdatangan dan memberikan support, berteriak lantang semangat 45.

Di balik penutup mata hitam itu, Raya mencoba menahan tangisannya. Ia ingin sekali menjerit dan mengatakan nama Arga agar laki-laki itu menolongnya, namun Raya benar-benar keluh dan tak mampu mengatakan apapun, ia begitu sangat gemetar dan trauma dengan perlakuan Echa padanya, apalagi suara sorak-sorakan orang di sekelilingnya membuatnya begitu takut, jantungnya terus berdetak menahan ketakutan yang begitu dalam.

Echa benar-benar perempuan licik yang memanfaatkan keluguan seorang Raya.

"NANDA GUE DUKUNG LO..." teriak Echa penuh semangat sambil bertepuk tangan meriah.

Jep dan Hero sontak menatap kepada Echa. Mengapa perempuan ini tidak mendukung Arga? Malah mendukung musuh bebuyutan Arga.

"Cha? Lo gila ya? Ngapain lo dukung Nanda? Wah wah... Ga beres!" ungkap Jep merasa di khianati.

"Echa. Kalau lo lagi ada masalah sama Arga, jangan malah gini. Di bawa-bawa ke balapan, main akal sehat aja, bisa?" ucap Hero dengan nada kesal.

Echa menatap benci pada dua laki-laki itu, lalu segera memberi jarak, menjauh sedikit sambil mengatakan, "Gausah ikut campur lo berdua!" kesalnya.

Jep menyunggingkan bibirnya, "Terserah." ucapnya.

Kembali lagi kepada Arga dan Nanda.

Mereka berdua saling menyalip di setiap jalan. Arga terus menambah kecepatannya, ia berulang kali berhasil mendahului Nanda, namun Nanda lagi-lagi juga berhasil melewati Arga.

Mata Arga mendadak panas saat melihat Nanda yang melaju kencang melewatinya sambil menunjukkan jari tengah.

Karena emosi dan tak terima, Arga mengangkat tinggi motornya, lalu kembali seperti semula. Ia sedikit menekankan motornya, ia memainkan gas dengan sangat emosial.

Dengan cepat, Arga melaju kencang dan berhasil melewati Nanda yang ketinggalan jauh di belakangnya. Membuat semua orang yang melihatnya kini berteriak dengan berbagai sorakan.

Ada yang bersorak penuh bahagia dan ada juga bersorak tak terima.

Ya, Arga benar-benar melakukan kerja kerasnya. Sedikit lagi ia akan mencapai garis finish.

Dan...

Boom!

Mereka semua berteriak atas kemenangan seseorang.

ARGA PEMENANGNYA.

Hingga Nanda memberhentikan motornya dan membuka helmnya, ia menatap Arga dari jauh dan langsung memukul helm yang ia pegang dengan penuh emosi. "ANJING!" teriaknya.

Kini para pendukung Arga bertepuk tangan dan memberi selamat untuk Arga. Jep dan Hero paling heboh.

Echa mundur dua langkah dan menggelengkan kepalanya tak percaya. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan mata berkaca-kaca.

Arga menang dalam balapan kali ini.

Ia begitu... Ia begitu benci!

Dengan cepat Echa segera pergi dari tempat ini penuh emosi.

Jep dan Hero langsung berjabat tangan dengan Arga dan mengucapkan selamat atas kemenangan sahabat mereka.

"Emang keren abang kita satu ini... Mantap brother... " sanjung Jep penuh bangga sambil bertepuk tangan.

Para supporter Nanda kini pada cabut pergi meninggalkan tempat balapan. Mereka benar-benar kesal bahwa Nanda tidak bisa diandalkan dalam setiap pertandingan.

Nanda dan beberapa temannya kini mendekati Arga.

"Selamat." ucap Nanda dengan tatapan tak mengenakan.

Arga tak menjawab dan hanya menyunggingkan senyumnya.

"Tuh cewek bebas mau lo apain." tunjuk Nanda pada seorang perempuan yang matanya masih di tutup kain hitam dan masih berdiri di tengah sana.

Kemudian Nanda dan teman-temannya segera pergi meninggalkan tempat itu.

Jep menepuk bahu Arga, "Wah. Lumayan lah..." bisik Jep.

Arga tak berniat melirik perempuan itu, ia kini membuka dompetnya, lalu ia mengeluarkan ratusan ribu dari sana. Hal itu membuat Jep dan Hero saling melirik dan senggol-senggolan menahan senyum, jelas saja Arga sangat paham apa artinya itu.

"Mata duitan lo berdua." ucap Arga.

Jep dan Hero mengangguk setuju.

"Jaman sekarang siapa sih yang gak mata duitan, ya gak Ro?" ucap Jep penuh semangat 45.

Hero tertawa.

Arga memberikan uang ratusan ribu itu pada Jep. "Nih, traktiran buat kalian semua." ucap Arga kepada semua supporter yang sudah mendukungnya.

Mereka kompak bersorak bahagia.

"Kapan ini berlakunya bos?" tanya Jep.

"Sekarang. Udah mending lo dan Hero mereka semua makan sana di kafe." usir Arga kepada Jep dan Hero.

Senyum Hero merekah, ia menepuk bahu Jep dan berbisik. "Gue tau kenapa Arga nyuruh kita pergi."

Jep melirik kepada perempuan yang berada di tengah sana. Lalu tersenyum penuh curiga. "Okelah Ga... Gue dan yang lain cabut dulu. Selamat bersenang-senang sama tuh cewek ya, jangan brutal dan jangan kasar, oke?"

Arga tak menanggapi ucapan Jep. Ia memilih mengambil rokok di sakunya, lalu segera menyalakan benda itu dan menghisapnya.

"Ges, kalian semua mau apa?" teriak Hero pada teman-temannya.

"Lo berdua kalo gak pergi sekarang juga, gue ambil lagi tuh duit." ancam Arga dengan serius.

"Oke-oke...Arga, sabar dong..." Jep bergerak cepat dan segera membawa teman-temannya pergi dari sini.

Satu persatu mereka pergi membawa motornya masing-masing.

Ya, setelah beberapa saat. Arga sekarang tinggal sendirian di sini. Ralat, tepatnya bersama perempuan yang masih berdiri tanpa rasa lelah di tengah sana.

Sebelum mendekati perempuan itu, Arga terus mengisap rokoknya sambil duduk santai di atas motor.

Karena jaraknya hanya beberapa meter dari perempuan itu, Arga dapat melihat bahwa perempuan tampak sedang menahan tangis dan terisak.

Arga meliriknya sambil menyipitkan mata, lalu ia menatap ke arah lain dan mengumpat pelan. "Ah, shit!"

Bagaimana caranya perempuan ini mau di perintah oleh Nanda?

Arga berpikir, pasti dalang di balik semua ini adalah Nanda dan Echa. Bahkan Echa tadi tampak tak mendukungnya dalam balapan.

"Gausah nangis. Bos lu udah pulang. Dia gak akan jemput lo dan nanyain kondisi lo. Dia udah nyerahin lo sepenuhnya ke gue." jelas Arga sambil terus merokok.

Perempuan itu terduduk di tanah lalu menunduk sambil terisak lagi.

Melihat itu, Arga diam sejenak, lalu ia membuang rokok dan langsung menginjak rokok tersebut hingga mati.

Apa yang harus ia lakukan pada gadis malang itu?

Apa ia harus mengantarnya pulang?

Atau...membawanya ke hotel? Tidak!

Itu tidak mungkin.

Ia tidak sebodoh dan setolol itu. Jangan samakan dirinya dengan Nanda. Lagian, ia di sini masih merindukan Raya yang bahkan hari ini baru saja bertemu.

Arga berjalan mendekati gadis itu.

Setelah lama menatap gadis yang masih duduk sambil terisak tersebut, Arga berdeham. "Gue gak bakal ngapa-ngapain lo, tenang aja." ucap Arga yang tampak kasihan.

Arga kini berjalan ke belakang perempuan itu, lalu berjongkok. "Lo jangan takut. Gue cuma mau buka ikatan yang nutupin mata lo."

Perempuan itu berhenti terisak, lalu ia mengangkat kepalanya agar Arga bisa membuka ikatan matanya.

Perlahan, Arga membuka ikatan itu.

Dan... Terbuka.

Sebelum Arga melihat wajahnya, ia mencoba mencari pertanyaan untuk gadis ini berniat mencairkan suasana.

"Lo di paksa sama Nanda buat di jadikan bahan taruhan kayak gini?" tanya Arga.

Perempuan itu tak menjawab.

"Nama lo siapa?"

Perempuan itu masih tak menjawab.

"Jangan takut sama gue. Walaupun gue bebas melakukan apapun ke elo seperti yang Nanda bilang tadi. Gue tetap gak punya hak sama sekali buat nyentuh lo." ucap Arga yang kini berusaha membuka ikatan yang ada pada tubuh perempuan itu. "Gue buka ikatannya."

Saat Arga membuka tali bagian depan...

Deg!

Matanya dan mata perempuan itu bertemu.

Setetes air mata perempuan itu kembali mengalir dengan sendirinya.

Arga menurunkan tangannya dengan perlahan, kini kondisi sekujur tubuhnya mendadak beku di tempat.

Ia benar-benar kaget dengan apa yang ia lihat sekarang.

"R-raya..." ucap Arga tak percaya.

Raya berusaha mengucapkan nama Arga dengan suara yang tampak menggigil. "A-a..r..g..a..." ucapnya yang tampak gemetar, dengan cepat Raya memeluk Arga penuh ketakutan.

Arga terkejut melihat ketakutan Raya yang benar-benar gemetar dan terisak.

Raya terus menangis di dalam pelukan Arga.

Melihat Raya yang tampak sangat menderita. Kedua tangan Arga kini terkepal kuat, rahangnya mengeras, serta matanya memerah padam, ia menatap kosong di hadapannya.

Nanda...Echa...

Dua orang itu akan segera ia tuntaskan dalam waktu dekat.

Kemudian Arga memeluk Raya dengan sangat erat, menenangkan gadis itu dari ketakutannya.

Arga bersumpah...

Ia takkan lupakan hari ini.





***





Arga membawa Raya ke apartementnya. Mana mungkin ia mengantarkan Raya pulang ke rumahnya dalam kondisi seperti ini. Untung saja dirinya di apartement hanya sendirian.

Sebelum ke apartementnya tadi, ia sempatkan diri untuk membeli pakaian baru yang tertutup dan tebal untuk Raya. Tak lupa juga membeli makanan.

Arga mengunci pintu apartementnya dan berusaha mengganti kata sandi kembali. Ini lebih aman karena ada beberapa orang sudah tahu dengan kata sandinya.

Setelah selesai mengganti kata sandi, ia menatap Raya yang tampak masih sesenggukan menangis di sofa.

Arga mendekati Raya lalu menyodorkan paperbag yang berisi pakaian yang ia beli tadi. "Raya. Lo bisa ke kamar gue dulu, ganti pakaian lo, abis itu kita makan bareng." ucap Arga.

Raya berhenti menangis, lalu menatap paperbag itu, kemudian menatap lagi pada Arga. "Arga. Aku mau pulang aja."

Mendengar itu, Arga berjongkok tepat di hadapan Raya, lalu menatap mata gadis itu penuh kasihan. "Raya. Gue harus tanggung jawab dengan keadaan lo sekarang, gak mungkin dalam kondisi lo yang yang kayak gini, gue dengan gampangnya ngantar lo ke orang tua lo, dengar Ray, gue gak akan bebasin siapapun orang di balik semua ini. Nama mereka masih gue genggam dan tunggu pembalasan besar dari gue!" ucap Arga yang tampak menanamkan aura dendam pada matanya.

Raya menunduk, "Arga, mending lupain aja kejadian ini, a-aku____"

"Gue gak bisa berhenti sebelum balas dendam gue terbalaskan!" tegas Arga.

Raya terdiam mendengar itu.

Dengan cepat, Raya mengambil paperbag di tangan Arga, lalu ia segera pergi menuju kamar Arga.






***






Selesai makan bersama di ruang tengah. Arga dan Raya berbincang-bincang untuk memecahkan keheningan.

Padahal, mereka belum terlalu lama akrab, namun entah kenapa sekarang mereka sudah seperti tampak saling nyaman satu sama lain.

Setelah panjang mereka mengobrol, Arga menatap Raya yang kini juga menatapnya. Mereka saling menatap satu sama lain, hingga Arga membuka pertanyaan kembali.

"Menurut lo, Wino gimana?"

"Maksudnya?" Raya mengerutkan dahi tak mengerti. Padahal mereka tadi berbicara hal lain, lalu kenapa tiba-tiba Arga membahas sahabatnya.

Deg!

Jantung Raya berdetak seketika saat Arga mencondongkan tubuhnya ke dekat dirinya.

Ternyata laki-laki itu ingin mengambil remote TV yang ada di belakang Raya.

Hampir saja terpeluk!

Ya, sejak tadi mereka berdua menonton TV bersama di ruangan tengah apartement Arga.

"Kenapa gak di jawab?" tanya Arga sambil melirik Raya yang hanya diam.

"A-aku...aku bingung jawab apa. Kamu juga tau Ga, Wino itu sahabat aku."

"Dia cakep kan?" ucap lagi Arga.

Raya mendengus kesal. "Apasih Arga."

"Ya gak papa. Jujur ajalah."

"Gatau deh." ucap Raya kesal.

"Cakepan gue apa dia?"

Raya terdiam.

Ada apa dengan Arga? Laki-laki ini kini begitu blak-blakan padanya. Arga benar-benar sudah Raya buat mencair.

"Cakep siapa ya?" Raya pura-pura berpikir, ia tersenyum jail. "Wino itu emang cakep sih, tapi kalo di tanya soal baik dan perhatian, dia kayaknya yang bakalan jadi pemenang..."

Arga berdiri dengan raut wajah yang tidak dapat di artikan. Laki-laki itu segera mematikan televisinya.

"Mau ke mana?" tanya Raya bingung.

"Mau ke kamar mandi. Kenapa? mau ikut?"

Raya menatap ke arah lain sambil menahan tawa. "Nggak." jawabnya.

Tak butuh waktu lama, Arga kembali dari kamar mandi dengan wajah yang basah. Ia tampaknya baru selesai mencuci wajah. Kemudian, ia melirik Raya yang menatapnya bingung.

"Gue abis cuci muka. Biar gak ngantuk." ucap Arga yang seolah tahu bahwa Raya menanyakan hal itu di pikirannya.

"Ya tidur aja, gapapa. Aku tidur sofa, kamu di kamar sana. Udah malam kan? Gak mungkin aku pulang..." jawab Raya yang entah kenapa ucapan itu keluar dari mulutnya secara tiba-tiba.

"Lo semudah itu percaya dengan laki-laki?" tanya Arga tiba-tiba.

Raya menunduk, ia bingung harus mengatakan apa.

Arga mendekatkan dirinya pada Raya.

"Kenapa lo percaya sama gue?" tanya lagi Arga dengan tatapan intensnya pada Raya.

Raya menatap ke arah lain, "A-aku...aku udah bilang dari kemarin, kamu berbeda Arga. Kamu beda dari yang lain... Aku... Aku bingung jawab apa."

"Kenapa lo gak berpikir kalo gue bakal buat lo seperti apa yang Nanda dan Echa buat ke elo? Kenapa lo semudah ini percaya dengan sikap gue? Kenapa lo percaya di saat gue bawa lo sendirian ke apartement, padahal di sini gak ada siapapun selain kita berdua? Bisa aja gue buat sesuatu yang buruk ke elo..."

Mata Raya kini berkaca-kaca, ia menahan tangisnya. Lalu ia memberanikan diri untuk menatap laki-laki di hadapannya. "Aku percaya sama kamu. Kamu laki-laki yang baik yang gak akan buat buruk ke aku, buktinya juga udah ada Arga. Sewaktu di rumah kosong itu..." jelas Raya.

Mendengar itu, Arga berjalan kembali ke sofa dan duduk di sana. "Gue bukan laki-laki yang baik Ray."

Raya menggelengkan kepalanya sambil menahan tangis, lalu ia segera duduk di samping Arga, "Nggak Ga... Kamu yang paling baik, kamu peduli sama aku, kamu menghargai aku sebagai perempuan... Aku gak pernah nemu laki-laki sebaik kamu, kamu bahkan pergi dari rumah, semua itu karena aku, Ga... Aku justru yang merasa bersalah dengan semua ini..." jelas Raya.

Arga menatap Raya, "Tolong jauhi Wino."

Raya menatap Arga tak percaya. "M-maksudnya?"

"Gak ada persahabatan antara cowo dan cewe Ray. Lo bisa lihat dari kejadian yang gue alami. Gue trauma dengan orang yang sahabatan. Echa. Sejak kecil gue selalu anggap dia sebagai sahabat gue, dia udah gue anggap juga sebagai adik perempuan gue, tapi apa?" Arga memijit kepalanya, lalu menatap sekelilingnya dengan penuh kebencian.

"T-tapi beneran, aku dan Wino kita berdua gak punya perasaan____"

"Dan Wino? Lo tau banyak tentang dia?"

Raya terdiam.

"Gue bisa lihat dari cara Wino perlakukan lo." ucap Arga.

"Tapi... K-kita?" tanya Raya hati-hati.

"Kita?" tanya ulang Arga.

"Iya. Kita bukan teman atau?"

Arga menatap Raya dengan dalam. "Kita pacaran."

Raya ternganga. "P-pacaran?"

"Tapi pacarannya sesudah menikah. Jangan halu." ucap Arga mengejek.

Raya menghela napas. "Tapi kita masih SMA Arga. Masih lama lagi dong kalau nikah, yakan?"

"Sekarang, mau?"

Mendengar itu, Raya menahan senyumnya lalu menepuk bahu Arga. "Apaan sih. Bisa gak sehari aja gak usah bercanda Arga." ucap Raya kesal.

"Jadi gimana?"

"Apanya?"

"Wino."

"Iya, aku gak akan terlalu deket dia lagi. Tapi jangan sampai dong aku sama dia putus komunikasi, kan gak baik. Aku udah lama sahabatan sama dia, lagian aku gak pernah bawa perasaan..."

"Yakin?"

"Iyaa."

"Kalo ke gue, kenapa lo baper mulu?"

Raya terdiam dan mendadak salah tingkah. "Ekhm...panas banget di sini."

"Raya." panggil Arga pelan.

Raya menatap Arga, laki-laki itu tampak ingin mengatakan hal yang serius.

Arga kini sepenuhnya menghadap ke Raya. Lalu menatap perempuan itu dengan serius. "Gue gak akan tinggalin lo apapun keadaannya. Gue janji gue akan lebih berusaha buat menjaga lo lagi dari orang-orang yang gak punya hak buat nyentuh atau nyakitin lo."

Mendengar itu, mata Raya berkaca-kaca. Ia jadi teringat dengan semua orang yang sudah ia lewati selama ini. Di mulai dari Mama dan kakaknya yang selalu kasar padanya, tidak pernah peduli apapun yang katakan, dan juga baru saja ia melewati hal yang begitu membuatnya trauma. Namun, laki-laki ini benar-benar menyelamatkan hidupnya.

Hanya Arga yang peduli tentang hidupnya.

Bagaimana mungkin Raya ingin meninggalkan laki-laki ini? Raya benar-benar mencintainya.

"Raya, gue benar-benar serius ngucapin semua ini. Gue sayang sama lo Ray." ucap Arga dengan penuh ketulusan.

Baru saja Raya akan menjawab...Tiba-tiba...

BRAK!

BRAK!

Arga dan Raya tersentak kaget mendengar dobrakan pintu yang sangat kasar dan kuat tersebut, membuat keduanya kini segera berdiri.

Arga segera menggenggam tangan Raya yang tampak panik dan ketakutan.

Berulang kali suara bel pintu itu berbunyi, Arga dan Raya masih pada posisinya, berdiri di tempat.

"Arga..." ucap Raya yang penuh ketakutan.

BRAK!

Dobrakan sekali lagi.

Perlahan Arga melepaskan genggamannya dari Raya. "Tunggu di sini ya, tenang...gue janji gue bakal jagain lo, apapun yang terjadi." ucap Arga yang menatap Raya dengan serius.

kemudian Raya mengangguk.

Arga kini berjalan lambat menuju pintu, dengan berani ia langsung membuka pintu tersebut.

Deg!

Dapat Raya lihat, siapa di balik pintu itu, membuatnya menunduk ketakutan.

Dengan cepat, Arya, papa Arga dan Echa segera masuk ke dalam apartement bersama kelima bodyguard.

"APA-APAAN INI PA?" teriak Arga tak terima.

Arya menatap Raya dengan tajam. Melihat itu, Arga langsung berdiri di hadapan Raya, menyembunyikan Raya di belakang punggungnya.

"TUH KAN OM BENER DUGAAN AKU. ARGA DAN RAYA TINGGAL BERSAMA. MEREKA JUGA PASTI UDAH TIDUR BARENG OM...DASAR LO CEWEK MURAHAN GAK TAU MALU, LO____"

"CUKUP ECHA! TUTUP MULUT SAMPAH LO!" teriak Arga tak terima.

Echa terdiam.

Arya masih menatap Raya dengan penuh kebencian. Raya yang melihat itu menahan air mata penuh ketakutan. Ternyata benar dugaannya selama ini, om Arya begitu sangat membenci dirinya, berbeda dengan tante Tasya, bundanya Arga yang begitu sangat baik.

Melihat sang papa yang terus menatap Raya dengan pandangan kebencian. Arga mengepalkan kedua tangannya. "Jangan nyalahin orang lain Pa, ini semua penyebabnya cuma papa. Papa yang mancing aku sampe aku segila ini buat masalah besar."

"SINI KAMU PEREMPUAN GILA!" teriak Arya yang langsung menarik lengan Raya lalu mengangkat satu tangannya berniat akan memukul Raya.

"DASAR KAMU____"

Dengan cepat Arga memegang tangan sang papa, menghentikan aksinya. "STOP PA!" teriak Arga tak percaya dengan apa yang akan di lakukan oleh papanya kepada Raya.

Hal itu membuat Echa reflek melotot kaget. Papa Arga benar-benar akan memukul Raya?

Raya meneteskan air matanya. Jantungnya terus berdetak penuh ketakutan. Lagi dan lagi Arga menyelamatkan dirinya.

Om Arya baru saja akan memukulnya? Sungguh? Raya menunduk menangis dan tak mempercayainya. Ia benar-benar di benci oleh om Arya.

"Maksud Papa ngelakuin kayak gini apa? Aku yang salah pa, bukan Raya!"

PLAK!

Arga di tampar kasar oleh sang Papa, membuat Raya dan Echa menahan kaget melihat hal tersebut.

Arga menahan rasa sakit dengan tamparan itu, tapi sebisa mungkin ia menggenggam tangan Raya, mencoba membuat gadis itu tetap tenang dengan apa yang baru terjadi.

Echa menatap penuh sakit saat ia melihat Arga tampak menggenggam erat tangan Raya.

Mereka benar-benar sudah saling mencintai?

"SILAHKAN PILIH ARGA. DALAM BULAN INI, KAMU TUNANGAN DENGAN ECHA ATAU PERGI DARI KEHIDUPAN SAYA?" ucap Arya dengan tegas.

Arga menatap kaget sang papa begitupun dengan Raya yang menahan ketidakpercayaannya dengan semua ini.

Echa melipatkan kedua tangannya di depan dada dan tersenyum puas.

"ARGA! JAWAB SAYA!" teriak Arya.

Mendengar itu, Raya perlahan meneteskan air matanya, lalu berusaha melepaskan genggaman tangannya dan Arga. Raya tahu, Arga begitu mencintai dirinya dan sebaliknya. Namun, ini situasi yang bahkan sudah mencapai puncak. Jika ia dan Arga coba melewatinya, ini akan sangat fatal.

Raya memilih ingin mengalah. Raya berpikir jika ia terus berada di dekat Arga, Arga justru akan semakin tersiksa.

Di saat Arga merasakan Raya melepaskan genggamannya. Dengan cepat Arga berbalik dan memegang kedua bahu Raya, "RAYA. KITA UDAH JANJI KITA GAK AKAN BERPISAH RAYA, KITA BARUSAN BAHAS HAL INI!"

"Turuti apapun keinginan papa kamu, Arga. Aku gak bisa___"

"CUKUP RAY. GUE GAK BISA LEPASIN LO. CUKUP." Arga memegang Raya kembali dan menatap kepada sang papa dengan tatapan penuh keseriusan.

"Aku gak akan sudi tunangan dengan dia." tunjuk Arga pada Echa.

Echa menatap Arga tak percaya. "Arga. Pikirin baik-baik Ga...lo sahabat gue dari kecil, kita saling memahami, lo dan gue gak akan bisa di pisahkan Ga... Gue sayang sama lo...Arga!" ucap Echa sambil sesenggukan menangis.

PLAK!

Sekali lagi, Arya menampar kuat pipi Arga.

"DIMANA KUNCI APARTEMENT?BERIKAN KEPADA SAYA!" pinta Arya.

Arga menatap sang papa tak percaya.

"BERIKAN!" teriak Arya lagi.

Arga merogoh saku celananya yang kebetulan mengantongi kunci apartement ini. Dengan berat hati, ia memberikannya pada sang papa.

"REKENING YANG SAYA BUAT UNTUK KAMU TAHUN KEMARIN, BERIKAN!" pinta lagi Arya.

Arga mengambil dompet di atas meja, lalu memberikan dengan santai kartu ATM tersebut.

"ATM INI AKAN SAYA BLOKIR DAN SAYA TIDAK AKAN SUDI MENGIRIMKAN KAMU UANG SEPESER PUN!" tegas Arya.

Arga tak berekspresi apapun, ia hanya menatap sang papa seperti tak merasa kehilangan satu rupiah pun.

"Kamu," tunjuk Arya pada salah satu bodyguard. "Saya kasih waktu satu jam untuk dia bereskan pakaiannya dan tinggalkan apartement saya malam ini juga. Awasi!" ucapnya pada bodyguard tersebut.

"Baik, Pak." jawab bodyguard itu.

"AYO ECHA KITA PULANG." ajak Arya yang kemudian menarik Echa keluar.

"T-tapi...om...Arga..." Echa menangis dan menatap kebencian pada Raya.

Setelah dua orang itu keluar, Raya melepaskan genggamannya pada Arga.
Lalu menutup wajahnya, menangis.

"Raya," panggil Arga menatapnya khawatir.

Raya menurunkan tangannya, lalu menatap Arga dengan wajah sangat khawatir. "Ini semua kesalahan aku Arga, aku gak seharusnya ada di sini." ucap Raya dengan isakan tangisnya.

Dengan cepat Arga memeluknya Raya, menenangkan gadis itu.

"Mohon di percepat untuk mengemasi barang kalian." ucap bodyguard yang sedang menunggu.

Raya melepaskan pelukannya, lalu menatap Arga dengan serius. "Ayo, untuk sementara tinggal di rumah aku."

"Tapi___"

"Arga. Aku bakal memohon sama Mama aku, kali ini kamu nurut sama aku Ga." ucap Raya penuh keseriusan.

"Iya." ucap Arga pada akhirnya.




###




SI ARYA KETAR KETIR AWOKWOKW.

TETAP SEMANGAT UNTUK ARGA & RAYA💕😊

MOHON MAK NYA RAYA, TERIMA ARGA DI RUMAH KLEAN YAA🙏

BUAT KAKAKNYA RAYA, SI ZEZE, MOHON JGN NAKSIR SI ARGA 🙏

SELAMAT BERJUANG ARGA SAYANG❤️


###

FOLLOW THREADS AKU YA :

@SALSHA.WRITER

Continue Reading

You'll Also Like

478K 5.3K 6
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANG🀭 Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...
632K 46.3K 31
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
3.9M 303K 50
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’ "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
771K 28K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...