Jin Nasab (Warisan sang leluh...

Arkyanam által

48.2K 3.2K 54

Karena perjanjian leluhurnya dengan bangsa jin, Amira harus menanggung akibatnya. Dalam tubuhnya bersemayam b... Több

Bayangan hitam besar
Benci laki-laki
Amarah
Firasat
Kenyataan
Harum melati tengah malam
Merasa di ikuti
Cicak (mata-mata)
Tebakan jitu
Lelaki tampan dalam mimpi
Makhluk di dalam danau
Tindihan saat tidur siang
Pernikahan paksa
Penolakan & Pertengkaran
Hantu di kuburan
Mimpi buruk
Terkena tipes
Laki-laki misterius
Jatuh dari ketinggian
Bisikan menyesatkan
Kerasukan
Disukai jin
Diserang
Kantuk dengar murottal
Tempat makan (penglaris)
Tiba-tiba sesak nafas
Diberi rasa takut luar biasa
Kerasukan lagi
Pernahkan mimpi ber?
Keributan ghaib di kamar
Berangkat Ruqyah
Jin nasab
Godaan (tipuan) jin
Belatung dalam makanan
Pusing di keramaian
Mimpi ???
Perubahan sikap Rama
Harimau
Ingin menyerah
Hamil
Ruqyah yang ke 2
Ikrar pemutus
Akhir
Bahagia

Debat di acara pernikahan

869 65 0
Arkyanam által

Kicauan burung kutilang di dalam sangkar tidak mengganggu konsentrasi Amira membaca novel. Gadis itu menekuni apa yang dibacanya sambil ngemil keripik pisang dalam toples.

Hari libur memang waktunya nyantai. Ia bisa mengistirahatkan pikiran dan tenaganya dengan berdiam diri di rumah tanpa susah-susah pergi ke suatu tempat sekedar cuci mata. Duduk di teras dengan di temani semilir angin, itu saja sudah cukup.

"Amira, Kok belum siap-siap. Nanti kita terlambat, Nak? Ini sudah jam sembilan."

Bu Halimah sudah rapi, ia akan menghadiri acara pernikahan bersama Amira. Tapi anaknya itu masih asyik dengan dunianya. Belum mandi sedari tadi.

"Aku nggak ikut Bu. Ibu pergi sendiri aja." Jawab Amira tanpa memandang ibunya.

"Oh, nggak bisa. Kamu harus ikut ibu." Geleng Bu Halimah sambil menarik Amira dari duduknya.

"Kenapa nggak sama Ayah aja sih, Bu." Keluhnya kesal.

"Ayahmu pergi. Ibu juga nggak ada niat pergi kondangan sama ayahmu. Ibu maunya sama kamu!" Bu Halimah mendorong pelan tubuh Amira.

Amira menghentak kaki kesal. Ia malas jika harus menghadiri acara pernikahan di kawasan tempat tinggalnya. Semua orang pasti akan bertanya, kapan nyusul? Selalu kata itu yang ditanya jika ia menghadiri suatu acara pernikahan.

"Jangan lama-lama mandi sama dandannya. Ibu sudah di tunggu sama teman-teman ibu!" Teriak Bu Halimah ketika Amira masuk ke kamar mandi.

Amira tidak menyahut. Ia harus segera menyelesaikan ritual mandi dan dandannya agar sang ibu tidak mengomelinya lagi. Dua puluh menit waktu yang ia butuhkan. Sekarang ia sudah stay di atas motor maticnya menunggu Bu Halimah mengunci pintu terlebih dahulu sebelum di tinggal.

"Ayo jalan." Bu Halimah menepuk pundaknya setelah duduk sempurna.

"Bu, nanti nggak usah lama-lama ya di sana. Setelah makan kita langsung pulang." Amira menghidupkan mesin dan perlahan motornya membelah jalan.

"Ya, nggak bisa gitu. Masa cuma sebentar. Di sana juga banyak teman-teman ibu." Ucap Bu Halimah.

"Ini nih yang nggak aku suka. Teman-teman ibu itu julid kalo ngomong. Suka ngrumpi sana-sini." Jika sampai di sana, Amira tidak akan satu meja sama ibunya. Ia akan mencari kursi sendiri tanpa merasakan kuping panas.

"Namanya juga ibu-ibu. Pasti banyak yang diomongin." Bela Bu Halimah. Amira mengerucutkan bibirnya. Banyak apaan, lebih kepo iya.

Sampai di sana, Amira segera mencari tempat memakirkan motornya. Dekorasi pengantinnya sangat indah bahkan Amira sampai terkagum.

"Bagus ya dekornya. Nanti kalau kamu nikah, pilih model ini saja. Bagus banget." Bu Halimah memberi penilaian.

"Nggak ada nikah-nikahan." Dumel Amira dalam hati.

"Ayo ke sana." Bu Halimah menggandeng lengan Amira menuju meja di mana teman-temannya berada. Setelah salah satu dari mereka melambai.

"Ibu aja. Aku mau cari kursi sendiri." Amira melepaskan tangan ibunya.

"Ibu nggak setuju, ayo!" Bu Halimah menyeret Amira.

Dengan enggan Amira bergabung bersama kelompok ibu-ibu. Dan menyapa mereka ramah.

"Amira.. nggak ada keinginan gitu menikah?" Tanya Bu Ambar. Baru juga Amira mendaratkan tubuhnya di kursi, sebuah pertanyaan sudah ia dapatkan.

"Iya Amira biar kita bisa kondangan ke rumahmu. Ya kan ibu-ibu." Sahut Bu Lastri.

"Iya." Jawab mereka serempak.

Amira menatap mereka datar. Seperti inilah yang tidak ia sukai. Mereka terlalu ikut campur urusan pribadinya. Dan itu membuatnya tersinggung meski yang mereka tanyakan sebuah kebaikan.

"Jangan mikirin pekerjaan mulu. Cari pasangan juga wajib. Umur kamu kan sudah waktunya menikah?" Bu Ratna menimpali.

Amira berusaha bersikap tenang meski dadanya bergemuruh menahan amarah. Sementara Bu Halimah meminta do'a kepada teman-temannya agar putrinya itu segera naik ke pelaminan.

"Atau kamu mau saya carikan pasangan? Saya ada lho kenalan? Orangnya kaya, juragan sapi." Bu Ratna mengangkat jempolnya saat mengatakan status orang itu.

"Siapa jeng?" Tanya Bu Ambar penasaran.

"Temannya suami saya." Jawab Bu Ratna.

"Lha, udah tua dong?" Sahut Bu Kiki kaget.

"Belum, umurnya 35 kok." Jawab Bu Ratna. Tangannya mengibas di udara.

"Gimana Amira, mau kan? Nanti saya kasih nomor kontaknya. Dijamin kamu bakalan suka." Bu Ratna berganti menatap Amira.

Amira berusaha tersenyum walau hatinya sangat dongkol.

"Bukannya Bu Ratna punya anak perempuan ya? Kenapa nggak anak ibu aja yang dikenalkan sama kenalan ibu itu." Ucap Amira halus dengan maksud menyindir.

"Ya nggak bisa dong. Anak saya kan masih sekolah. Umurnya juga belum genap dua puluh." Sewot Bu Ratna tidak terima.

"Ya nggak papa. Banyak kok anak kuliahan yang sudah menikah. Ngapain jauh-jauh promosi ke saya karena saya juga nggak butuh." Balas Amira terkekeh, membuat Bu Halimah mencubit pahanya. Amira sedikit meringis menahan rasa cubitan itu.

"Beda lah, di sini kamu sendiri yang belum nikah. Temanmu saja sudah pada punya anak. Nggak malu kamu?" Bu Ratna memojokkan Amira.

"Kenapa saya harus malu. Saya aja nggak pernah merecoki kehidupan mereka. Beda sama Bu Ratna, senang sekali ngurusi urusan orang lain. Padahal punya anak perempuan juga." Jawab Amira santai, kemudian meminum minuman yang ada di hadapannya. Lama-kelamaan tenggorokannya haus juga.

Ibu-ibu yang lainnya saling berbisik menatap Amira.

"Amira.." Tegur Bu Halimah sembari melotot. Jangan sampai putrinya itu membuat keributan di acara orang.

"Haduh.. sama orangtua kok nggak ada sopan-sopannya." Bu Ratna mencibir, melirik sinis.

"Saya bakal sopan jika anda menghargai privasi seseorang. Karena tidak semua pertanyaan yang anda berikan akan diterima baik oleh orang yang anda tanya." Jawab Amira, tersenyum manis.

Bu Ratna mendengus. Badannya ia miringkan sambil berkipas agar tidak berhadapan lagi dengan Amira. Ia hanya bertanya dan mengenalkan seseorang, malah seperti itu tanggapan Amira.

Tanpa Amira sadari, Pak Samsul mendengarkan perdebatan itu. Ia menggelengkan kepala, menyaksikan gadis yang sangat diharapkan almarhumah istrinya itu berani membalik perkataan orang yang lebih tua.

Beruntung, suara mereka tertahan dengan suara musik yang menggema. Hanya orang-orang yang duduk dekat meja mereka saja yang mendengar.

                                      ***

"Bikin ibu malu saja kamu!" Bu Halimah menampakkan kekesalannya kepada Amira setelah sampai rumah.

"Aku kan sudah bilang. Aku nggak mau ikut, tapi ibu paksa. Ya, jangan salahkan aku." Jawab Amira sembari menyalakan kipas angin. Gerah sekali tubuhnya.

"Tapi nggak gitu juga Nak? Tidak harus melawan kata-katanya Bu Ratna?"

Amira menatap tajam ibunya. Wajah yang tadi santai, kini berubah raut datar. Sorot matanya pun berubah. Aura hitam menyelimuti diri Amira.

"Dia salah. Orang yang sudah menggangguku harus dibalas!" Desis Amira.

Suaranya sedikit berbeda. Bu Halimah tidak menyadari itu. Wanita paruh baya itu memijit pelipisnya karena pusing.

"Oh, sudah pulang kalian?" Tanya Pak Hadi sambil meletakkan secangkir kopi buatannya di atas meja.

"Hm, anakmu bikin malu ibu!" Jelas Bu Halimah.

Amira duduk dengan tegap, tenang. Menatap Pak Hadi dan Bu Halimah bergantian.

"Apa yang dia perbuat di sana? Apa ikutan nyanyi tapi suaranya sumbang?" Canda Pak Hadi.

"Bukan. Tapi berdebat sama Bu Ratna." Kemudian Bu Halimah menceritakan sedetailnya.

"Memalukan!" Tandas Pak Hadi.

"Apa kalian berbicara denganku?" Tanya Amira dengan suara tenang. Mereka tidak menyadari ada yang berubah dalam ekspresi wajah Amira.

"Lihat Yah, tingkahnya?" Bu Halimah benar-benar geregetan.

"Jaga mulut kalian. Saya lebih tua dari kalian." Kali ini suara Amira juga berubah dan membuktikan jika usianya jauh di atas Pak Hadi dan Bu Halimah.

.

.

.
21 Juni 2023




















Olvasás folytatása

You'll Also Like

15.4K 2.3K 20
❗WARNING❗ [JANGAN BACA SENDIRIAN] ~FOLLOW SEBELUM BACA~ Hani menghilang dari rumah secara tiba-tiba pada ulang tahunnya yang kedelapan. Katna tetangg...
11.2K 1.3K 30
[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 8 Setelah hampir satu setengah tahun bergabung dalam tim, akhirnya Alwan meminta cuti untuk pertama kalinya keti...
23.5K 689 38
•BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA• Setelah meninggalkan tempat dirinya di lahirkan, Erlang pergi nge-kost. Tidak di sangka juga, Tetangga nya adala...
104K 8.9K 112
Kumpulan Revenge Story Kookv gs. This is just fanfiction, don't hate me! This is short story! ​ Selamat Membaca💜