One Thousand Days

By nyonyatua

7.1K 1.1K 105

Juara ketiga dalam The Goosebumps Love yang diadakan oleh @WattpadRomanceID Salah satu kepercayaan menyebutk... More

Aroma Kematian
Bayangan
Weird Offer
Det Första Steget (1)
Det Första Steget (2)
Life Crisis
Teori Reinkarnasi
Kebimbangan
Iomallach (1)
Iomallach (2)
Now or Never
Sosok Pengganti
Bisikan
Refleks
Rules
Coma
Birai Jendela dan Janji yang Tertinggal
Enza, kan?
Kebangkitan
I Don't Want This Face
Heavy
Handsome Stranger
Tanda
Do You Remember My Name?
Kebimbangan
Seharusnya Kamu Mati
About Last Night
Helianthus annuus
Pilihan
Murdered Dog
He was as Good as I Remember
Coincidence
Pemilik Raga
Purnama Pertama
Aku Tidak Ingin Mati Malam Ini
Suara-Suara
I was Hurt Too
Unexpected Encounter
Manik Hitam
Refleksi Rasa Bersalah
Traumschnipsel
Lepas dari Raga
Kompensasi Jiwa
Fake Concern
Unsettling Observations
Legacy (1)

Legacy (2)

191 22 0
By nyonyatua

Aku masih tidak percaya ketika menerima telepon dari Deva pagi tadi, seseorang yang mengaku sebagai pengacara Geral. Orang itu juga menyatakan bahwa aku telah mewarisi uang dan properti dari mendiang kekasihku tersebut. Aku tahu kalau Geral berasal dari keluarga berada dan aku juga tahu kalau pemuda itu sangat sukses di usianya yang masih muda. Hanya saja, meninggalkan semua harta bendanya hanya untukku, itu agak mustahil.

Deva memintaku untuk menemuinya di kantornya untuk mendiskusikan detail warisan tersebut. Aku tiba di kantor dengan perasaan gugup dan tidak yakin dengan apa yang akan terjadi. Setidaknya aku yakin kalau semua ini bukan penipuan karena alamat kantor yang diberikan Deca itu benar. Meski begitu, jantungku masih berdebar kencang ketika memasuki kantor bernuansa putih dengan rak tinggi yang berisi buku-buku hukum berhalaman tebal. Namun, Deva ternyata menyambutku dengan hangat. Pria yang berusia sekitar empat puluh tahun itu langsung tersenyum ketika aku datang.

"Halo, Bu Enza. Terima kasih sudah datang," katanya sambil mengangsurkan tangan.

"Halo juga, Pak. Terima kasih sudah mengundang saya," kataku dengan suara terbata-bata sambil menyambut tangannya.

"Silakan masuk dan kita bisa bicarakan tentang detailnya."

"Terima kasih."

Aku mengikuti pria itu untuk masuk ke kantornya. Pria itu juga mempersilakanku untuk duduk. Saat aku duduk di kursi di seberang meja, aku masih tak habis pikir mengapa Geral mewariskan semua hartanya kepadaku.

"Bu Enza, saya turut berduka cita atas kehilangan Anda," kata Deva sambil menatapku dengan penuh simpati. "Tapi, kita ada di sini untuk mendiskusikan warisan untuk Anda."

Aku mengangguk dan membisikkan kata terima kasih. Sejujurnya, aku merasa terbebani dengan seluruh situasi ini. "Saya masih tidak mengerti mengapa Geral menyerahkan semuanya kepada saya."

"Anda akan memahaminya pelan-pelan. Jangan khawatir!"

"Apa Anda bisa menceritakan lebih lanjut tentang apa yang Geral tinggalkan untuk saya?" tanyaku lagi, suaraku nyaris tak terdengar dan hanya seperti bisikan.

Deva mencondongkan tubuhnya ke depan di kursinya. "Pak Geral meninggalkan segalanya untuk Anda, Bu. Uangnya, propertinya, semuanya. Anda adalah pewaris tunggal dari harta peninggalannya."

Mataku langsung membelalak. "Tapi kenapa?" tanyanya. "Kenapa dia mewariskan semuanya pada saya? Saya bahkan bukan istrinya?"

Deva bersandar di kursinya dan mengatupkan kedua tangannya. "Nah, Bu Enza, Pak Geral menyerahkan semuanya pada Anda karena katanya beliau mencintai Anda. Pak Geral tahu betapa kerasnya Anda bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan beliau ingin memastikan bahwa Anda baik-baik saja dan tidak akan kekurangan apa pun setelah dia tiada. Katanya ini adalah cara untuk memastikan kalau Anda bisa mendapatkan kehidupan yang Anda inginkan, termasuk kalau Anda ingin pergi jauh dari tempat ini."

Aku merasakan ada gumpalan di tenggorokanku. Geral memang selalu begitu perhatian dan peduli padanya. Aku hampir tidak percaya bahwa Geral telah berusaha keras untuk memberikan nafkah untukku bahkan setelah kematiannya.

"Geral mengatakan semua itu?" Kata-kataku tersendat ketika mataku mulai memanas. AKu menunduk untuk menyembunyikan wajahku.

"Iya."

"Saya tidak tahu harus berkata apa," bisikku.

"Anda tidak perlu mengatakan apa-apa, Bu Enza," kata Deva dengan ramah. " Saya tahu ini sangat berat, tapi kita bisa membicarakannya pelan-pelan. Tolong, luangkan wakta Anda untuk memproses semuanya. Dan jika Anda memiliki pertanyaan atau masalah, jangan ragu untuk menghubungi saya."

Aku mengangguk, masih tidak percaya. Aku tidak tahu lagi harus memberikan reaksi seperti apa. Deva menjelaskan semua warisan yang kudapatkan dan memintaku menandatangi beberapa berkas.

Setelah menandatangani berkas-berkas itu, Deva membuat salinannya. Bekas-berkas yang asli diberikan padaku, sementarannya salinannya disimpan olehnya. Aku berpamitan setelah urusan di kantor pengacara itu selesai.

Awalnya aku berpikir untuk kembali ke rumah sakit, tetapi aku berubah pikiran ketika menrima kartu akses tempat itu dari Deva. Mungkin akan lebih baik kalau aku ke apartemen Geral dulu untuk mengambilkan pakaian. Baju-baju itu bisa dipakai Geral karena memang miliknya. Nanti aku bisa menanyakan perihal warisan itu kalau Geral sudah benar-benar pulih.

Sesampainya di apartemen, aku menarik napas berat. Aku menekan kode pintu pernah diberikan Geral padaku dulu. Ketika pintu terbuka, aku memasuki unit apartemen mewah milik mendiang pacarku itu dengan perasaan campur aduk.

Tempat ini masih seperti yang kuingat. Dindingnya dicat dengan warna lembut dan krem, dengan aksen emas dan perak yang menghiasi setiap permukaannya. Lampu gantung megah itu tergantung di langit-langit. Lampu yang memancarkan cahaya hangat ke seluruh ruangan. Puzzle kayu raksasa yang sangat digemari Geral masih tergantung di dinding.

Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba meredam rasa gundah di dalam dada. Apartemen itu masih rapi seperti biasanya, semuanya ada di tempatnya, seolah-olah menunggunya pemiliknya kembali. Aku berjalan menuju ruang tamu dan semua kenangan membanjiri pikiranku. Kenangan soal makan malam romantis, malam yang penuh tawa, dan hari Minggu pagi yang malas kami habiskan di tempat tidur.

Aku memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan kenangan yang masih tersisa di udara. Air mata pun menggenang lagi di mataku. Mungkin harus mengambil waktu sejenak untuk menenangkan diri sebelum mengambilkan baju untuk Geral. Ternyata datang ke tempat ini lebih berat dari perkiraanku. Meski Geral sudah kembali, rasa kehilangan itu tidak pernah hilang sepenuhnya. Kini aku duduk di sofa dan menatap kosong ke dinding. Mataku terantuk pada puzzle raksasa yang tergantung di dinding.

Kini aku bergerak mendekati puzzle raksasa yang menggantung di tembok, tepat di samping jendela. Aku tahu benar kalau salah hobi Geral adalah bermain puzzle. Pemuda itu juga akan memajangnya di dinding kala selesai merangkai semua bagian. Dia memerlukan waktu berbulan-bulan untuk menyatukan semua kepingan itu hingga membentuk benda raksasa seukuran lukisan. Geral akan menaruhnya di dinding selama berbulan-bulan juga dan baru akan menggantinya kalau sudah menyelesaikan puzzle lain.

Hatiku seketika perih. Ini Puzzle terakhir sebelum kematiannya. Puzzle yang membentuk gambar taman bunga Matahari entah di negeri mana. Aku menyentuh bingkai yang melapisi tepian benda itu. Bingkai keemasan yang mempercantik gambaran hamparan taman bunga dan senada dengan nuansa apartemen ini.

Jemariku berhenti bergerak ketika menemukan sesuatu yang aneh. Puzzle ini tampak berbeda. Aku menyipitkan mata. Salah satu kelopak yang paling besar tampak aneh. Aku berjinjit dan menyentuhnya. Satu kepingan hilang, tepat pada salah satu helaian mahkota bunga. Samar-samar aku teringat ucapan Rael kemarin malam. Pemuda itu juga memberikanku sekeping puzzle.

"Eh, mana mungkin. Itu hanya kepingan puzzle dari jutaan kepingan lain di dunia. Kalaupun Puzzle itu berasal dari dunia ini, tidak mungkin cocok dengan benda milik Geral. Benda-benda ini juga banyak dan yang gemar memainkannya pasti bukan hanya Geral seorang."

Tapi, dicoba tidak salahnya. Siapa tahu cocok?

Gagasan lain muncul di dalam benakku. Iya juga sih. Tidak ada salahnya mencoba. Toh, hanya mencoba. Tidak akan cocok. Kalaupun cocok, pasti ada banyak kemungkinan lain.

Aku membuka tas. Merogoh dan mencari benda yang tersimpan di dalam salah satu saku di dalam tas. Aku menarik benda berwarna kuning itu. Menahan napas saat menaruh benda itu di salah tempat di mana salah satu keping itu hilang. Menekannya hingga merekat di bagian yang hilang.

Jantungku berdegup kencang dan napasku seketika tertahan. Kepingan itu melekat di lokasi kosong itu seolah-olah benda itu memang bagian dari puzzle raksasa ini. Kepingan dari Rael itu melengkapi satu helaian mahkota yang hilang. Aku terhenyak ketika memandangi mahkota bunga yang sekarang utuh dan membentuk satu lukisan yang lengkap.

Tapi, bagaimana mungkin?

Rael dan Geral tidak saling mengenal. Rael tidak mungkin ada di tempat ini. Lalu, samar-samar suara Geral saat baru kembali ke dunia bergema di dalam pikiran. Aku ingat saat itu Geral mengatakan tidak menginginkan wajah itu. Geral tidak menginginkan wajah Rael.

Aku memiringkan kepala. Geral tidak menginginkan wajah Rael karena mereka saling kenal?

Ah, tidak mungkin.

Kali ini suara Alisia yang bergema. Gadis itu mengatakan kalau tidak ada kebetulan di dunia ini. Aku mengarahkan pandanganku kembali ke puzzle raksasa itu tanpa berkedip. "Bagaimana kalau Rael dan Geral memang saling kenal? Bagaimana kalau Rael pernah ke tempat ini?

"Tapi, kalau ke sini ngapain juga Rael mengambil kepingan puzzle itu?"

Masalahnya Rael jelas-jelas memintanya menjaga benda itu. Aku menekan ujung kuku ibu jariku ke hari telunjuk untuk menenangkan tanganku yang mulai gemetar.

Bagaimana kalau semua ini berkaitan dan ada sesuatu yang aku tidak tahu? Bagaimana kalau Geral menyembunyikan sesuatu dariku?



End of Book One




Hai manteman, buku ini kuakhiri di sini ya. Terima kasih banyak sudah mengikuti buku ini sampai bab 40an sekian. Duh seneng banget, makasih ya.

Awalnya mau tak lanjut di satu buku sampai selesai, tapi kayaknya partnya bakalan kebanyakan, draft awalnya saja sudah 80 chapter lebih (itu saja baru 90% dari seluruh buku). Banyak yang tak potongin, tapi kayaknya tetep bakal panjang. Nah, kalau terlalu panjang kayaknya bakalan bikin empet pembaca baru,apalagi kalau chapternya sampai tembus ke angka ratusan. Jadi, kuputuskan buat dipecah jadi dua buku.

Buku selanjutnya judulnya One Thousand Nights ya. Publishnya gak akan lama kok, mungkin nanti atau besok atau mingdep ngahahahaha...Nah, buat yang pengen tahu lanjutannya bisa masukin ke library ya nanti saat bukunya rilis. Kover sementara di bawah ya:


Continue Reading

You'll Also Like

281K 738 9
konten dewasa 🔞🔞🔞
4.8K 1.5K 23
It's a cliche story: si cewek bertemu si cowok di sebuah pesta. Si cewek mempermalukan si cowok yang ternyata merupakan berandalan terkenal di sekola...
10.4K 1.9K 30
Sebuah jurnal berisi koleksi kisah roman-fantasi milik Midnight. Yang mana kisahmu? [Collection of Short Stories, Fantasy-Romance]
86K 15.1K 41
Tidak ada satupun yang tahu kalau Rylie menjadi admin SweetTalk, akun instagram yang menanggapi curhatan dan memberikan saran. Namun, semua masalah d...