Aisyah Aqilah || TERBIT

By nrasya_

2M 214K 76.4K

GUS ILHAM MY HUSBAND 2 Dijodohkan saat libur semester? Menikah dengan orang yang tidak kamu cintai, tidak men... More

bagian 01
bagian 02
bagian 03
bagian 04
bagian 05
bagian 06 : Arsyi ngambek
bagian 07 : kucing baru
bagian 08 : Rich Aunty
bagian 10
bagian 11
bagian 12
bagian 13
bagian 14
bagian 15
bagian 16
bagian 17
bagian 18
bagian 19
bagian 20
bagian 21
bagian 22
bagian 23
bagian 24
bagian 25
bagian 26
bagian 27
bagian 28
bagian 29 [Bagai api dalam sekam]
bagian 30 : menenangkan diri
bagian 31
bagian 32
bagian 33
bagian 34
bagian 35
bagian 36
bagian 37
bagian 38
bagian 39
bagian 40
bagian 41
bagian 42
bagian 43
bagian 44
bagian 45
epilog
Ekstra part
Ekstra part bagian 2
VOTE COVER
harga novel Aisyah Aqilah
SPIN OFF AISYAH AQILAH

bagian 09 : Irt

42.3K 4.7K 655
By nrasya_

Assalamualaikum semuanya, aaa akhirnya bisa update lagi :) pokoknya kalian harus komen yang banyak, ngga boleh mager!

"Setiap orang mempunyai takdir dan beban masing-masing dengan berat yang berbeda-beda. Bahkan Jodoh, rejeki, serta hidup dan matinya tidak ada benar-benar sama. Maka jika terus di banding-bandingkan tentu saja tidak akan ada habisnya,"

'Ilham Syakir Vernando'

____________________________________

Pagi harinya Aisyah sudah disibukkan dengan pekerjaan rumah tangganya. Seperti saat ini, ia sedang memasak sambil mesin cuci bajunya berputar mencuci semua baju yang ada di dalamnya. Pekerjaan sekali mendayung dua samudra yang dilampaui.

"Umi!" Arsyi berlari menghampiri Aisyah dari dapur.

"Jangan lari-lari Arsyi, nanti jatuh!" tegur Aisyah, langsung saja ia mendekap tubuh putrinya.

"Aci mau bantu," ujarnya.

"Mau bantu apa?"

"Macak!"

"Yang benar ngomongnya. MaaaSaaak!"

"MaaaCaaak!"

"Ssss!"

"Esssss!"

"Yaudah terserah Arsyi aja," Aisyah pasrah.

"Mau bantu umi!" Ujar Arsyi lagi.

Aisyah lalu mengangkat tubuh putrinya agar duduk di kursi. "Jangan sentuh apa-apa, oke?"

"Ini apa umi?" Tanya Arsyi menunjuk buah tomat. Karena dari dasarnya Arsyi ini susah diatur, baginya larangan adalah aturan, ia pun menyentuh berbagai macam jenis apa saja yang membuatnya penasaran.

"Tomat!" Ucap Aisyah.

"Oh! Tomat!"

Aisyah hanya tertawa ringan menanggapi anaknya, ia pun sibuk memotong tempe.

"Kalo ini umi?" tunjuk Arsyi pada bumbu-bumbu dapur.

"Ini apa?" Tanya Arsyi mengangkat sebatang cabai.

"Eh jangan sentuh cabe nya, nanti mata Arsyi perih loh,"

"Aduhh!" Arsyi meringis sambil mengecap matanya. "Pelihh, umi!"

"Tuh kan, umi bilang apa juga!"

"Aaa! Mata Aci, umi!" Pekik Arsyi saat matanya semakin perih.

Dengan segera Aisyah membawa Arsyi ke wastafel untuk mencuci matanya anaknya yang terkena jahe.

"Hiks..mata Aci!"

"Iya nak, jangan nangis makanya. Nanti tambah sakit,"

"Hiks..."

"HUAH UMI! TANGAN ACA!"

Tangisan Arsya  terdengar jelas di telinga Aisyah saat putranya itu berlari menghampiri keduanya di dapur.

"Umi tangan Aca, di cakal, Lola!" adu Arsya menagis.

"Astagfirullah! Ya Allah! Tunggu sebentar ya Arsya," Aisyah semakin bergerak cepat.

"Mata Arsyi masih perih?" Tanya Aisyah memindahkan putrinya, untuk duduk di kursi.

"Iya umi!"

Aisyah menghela nafas, dengan gerakan cepat ia mengambil rambutnya untuk mengelap matanya anaknya. Katanya sih bisa mengurangi rasa perih pada matanya.

"Ihh! Napa pake lambut!" protes bocah perempuan itu.

"Biar nggak perih lagi," ucap Aisyah "Yaudah lap, pakai rambut Arsyi sendiri,"

Aisyah lalu beralih pada putranya, dimana tangan Arsya tergores karena cakaran dari kucing berbulu putih miliknya.

"Ya Allah, sampai berdarah gini," Aisyah lalu menggendong Arsya duduk bersama Arsyi di kursi.

"Aaa! Cakit umi!" keluh Arsya saat Aisyah membersihkan lukanya.

"Tahan ya," ucap Aisyah berusaha tenang agar anaknya ikut tenang.

"Aaaa! Cakit!"

"Huhh" Aisyah meniup lupa putranya.

"Masih sakit nggak?"

"Iya, umi,"

Aisyah memeluk putranya, ia mengusap punggung anaknya untuk merilekskan tubuh dan pikirannya. Aisyah pernah belajar dari suaminya, ketika anaknya jatuh atau hal apapun yang membuatnya trauma, suaminya berpesan agar menenangkan anaknya terlebih dulu.

"Wahh terang!" Sahut Arsyi dengan mata yang berbinar-binar. Matanya sudah tidak perih lagi.

Aisyah menoleh, lalu mengusap kepala putrinya sambil terus memeluk Arsya.

"Kenapa, Arsyi?" tanya Aisyah.

"Mata Aci jadi terang umi!"

"Sudah tidak perih lagi?"

"Iya." jawab Arsyi, bocah itu lalu menoleh ke arah kembarnya.

"Aca napa umi?"

"Tangannya luka, dicakar Aurora,"

"Hah? Aca nda papa?" Tanya Arsyi menunduk menatap kembarnya.

Arsya hanya mengangguk singkat.

"Lola!" Arsyi memekik keras saat melihat kucing berbulu putih itu masuk ke dapur. Arsyi pun menghampirinya.

Meoongg!

Arsyi berkacak pinggang dihadapan kucing uminya "Napa Lola cakal Aca?"

"Lola nda cayang sama Aca lagi?" Tanyanya lagi. Aurora a.k.a kucing berbulu putih itu hanya diam menatap heran pemilihnya, membuat gadis kecil itu marah.

"Lola!"

Meoongg!

"Astagfirullah! Jangan di cekik kucingnya!" Aisyah berlari dan langsung melerai anaknya.

••••

Siangnya Aisyah telah menidurkan anak-anak nya. Kini ia harus bergegas mengantarkan makanan untuk suaminya yang berada di pesantren. Meninggalkan si kembar yang sudah terlelap tidur, memang sudah sering Aisyah lakukan saat hendak ke pesantren.

Aisyah berjalan kaki menuju pesantren. Jarak rumah pesantren memang cukup jauh. Walaupun begitu Aisyah sudah terbiasa untuk jalan kaki mengantarkan makan siang suaminya tanpa menggunakan kendaraan apapun.

Saat tiba di pesantren Aisyah lantas bergegas menuju ruangan suaminya. Saat berjalan di koridor Aisyah tak sengaja berpapasan dengan ustadz Fahri.

"Eh, Assalamualaikum, Ning," sapa ustadz Fahri tersenyum tipis.

"Waalaikumsalam, ustadz," jawab Aisyah seadanya.

Setelah saling menyapa singkat tanpa ada percakapan basa-basi, mereka berdua pun melangkah pergi dengan arah berlawanan.

Aisyah masih terus berjalan menuju ruangan suaminya, hingga saat tiba di sana, Aisyah kembali berpapasan dengan Ustazah Erna, yang baru saja keluar dari ruangan suaminya.

"Assalamualaikum, Ning Aisyah," sapa ustazah Erna tersenyum ramah ke arah istrinya Gus Ilham ini.

"Waalaikumsalam," jawab Aisyah.

"Wah, pasti bawain makanan buat Gus Ilham,"

"Iya ustazah, sebagi istri, memang tugas Aisyah mengantarkan makanan untuk suami,"

Ustazah Erna mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Kalau begitu Aisyah duluan ya, Assalamualaikum," ucap Aisyah, lantas wanita itu bergegas masuk kedalam ruangan suaminya.

"Salam dulu," tegur Gus Ilham pada istrinya.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam," Gus Ilham bangkit, ia berpindah tempat ke sofa bersama istrinya.

"Ngapain ustazah Erna, kesini?" Tanya Aisyah menyoalkan semua pertanyaan yang bertengger di otak nya ia melihat ustazah Erna datang ke ruangan suaminya.

Gus Ilham menghela nafas "Datang minta tanda tangan," jawabnya.

"Oh!"

Gus Ilham lalu melepas cadar Aisyah, dan menatap wajah istrinya yang di tekuk "Cemburu?"

"Enggak!"

Gus Ilham mengusap keringat istrinya di dahi, menatap sejenak wajah cantik itu lalu memberikannya kecupan singkat.

Cup!

Aisyah mendorong tubuh suaminya "Pengap!"

Gus Ilham terkekeh geli, ia kembali melayangkan ciuman singkat di kening istrinya.

"Anak-anak sudah tidur?" Tanya Gus Ilham.

"Iya,"

"Kamu udah makan?"

"Belum,"

"Ya sudah, kita makan bareng." Gus Ilham lalu membuka penutup rantangnya.

"Enggak bawa sendok?" Tanya Gus Ilham.

Aisyah menggeleng "Sengaja, biar Aisyah bisa gigit jari-jari, mas Ilham!"

Gus Ilham tertawa, ia mencubit pipi istrinya dan memberikan kembali ciuman singkat.

"Bentar ya, aku cuci tangan dulu," ujar Gus Ilham beranjak ke arah wastafel.

Aisyah memperhatikan suaminya sejenak, sebelum notifikasi di ponselnya mengalihkan perhatiannya.

BEBAN DUNIA AKHIRAT 🙏😇

Fatiaaaa : @Lunananna

Lunanan : Apaan?

Fatiaaaa : kapan nih, libur semester kamu?

Lunanan : bulan depan, you?

Fatiaaaa : Sama dong 🤩 @Umi Aisyah gimana nich, jadi quality time

Aishah : Kapan?

Fatiaaaa : Bulan depan

Aisyah : Insya allah, harus izin Gus Ilham dulu.

Lunanan : Di tunggu ya kabar baiknya :)

Aisyah: oke

Aisyah meletakkan ponselnya diatas meja setelah suaminya kembali duduk di sampingnya.

"Mas Ilham,"

"Hm,"

"Aisyah boleh minta izin?"

"Izin, untuk apa?"

Aisyah menggigit bibir bawahnya "Aisyah mau quality time bareng Fatia sama Luna, boleh?"

Gus Ilham menoleh ke arah istri "Qulity time? Cuma bertiga?"

"Iya,"

"Terus, Arsya dan Arsyi, mau kemana kan?" Tanya Gus Ilham.

Aisyah menghela nafas "Kan, ada mas Ilham. Kami bertiga sudah jarang ketemu. Bulan depan Fatia sama Luna free kuliahnya,"

"Enggak boleh," ucap Gus Ilham.

"Yaa... Kenapa mas? Kita gantian ya, satu hari aja. Lagian semenjak sudah punya anak Aisyah nggak bebas. Boleh ya mas Ilham, sebentar aja kok!" Aisyah memohon.

Gus Ilham menggeleng tegas "Enggak boleh sayang. Aku nggak percaya kalian bakalan sebentar jalan-jalannya. Yang jagain anak-anak siapa? Umi sama Abi belum pulang dari umroh. Belum lagi pulang dari umroh mereka mau singgah di Kairo ketemu bang Iksan,"

"Kan ada kamu!"

"Aku kerja Aisyah. Siapa yang mau urus pesantren?"

"Ah! Mas Ilham, masa jaga anak-anak satu hari aja, kamu nggak mau?"

"Bukan nggak mau, aku sibuk sayang..."

"Tiap hari aja sibuknya!" Sarkas Aisyah.

"Intinya aku nggak izinin kamu pergi," ucap Gus Ilham tak ingin dibantah lagi.

'Nanti Aisyah kabur' ucap Aisyah dalam hati.

"Aku tau kok kamu lagi ngedumel dalam hati. Keluarin aja nggak usah dipendam nanti malah kamunya makan hati,"

'Hati ayam!' ucap Aisyah Lagi yang hanya mampu ia ucapkan dalam hati.

"Udah marahnya, buka mulutnya aku suap nih,"

"Aaaa!" Gus Ilham menyuap Aisyah.

Aisyah menghela nafas berat, walaupun masih marah, ia masih menerima suapan dari suaminya.

"Auh!" Lenguh Gus Ilham saat Aisyah mengigit jarinya, karena ia menyuapi Aisyah menggunakan tangannya.

"Sakit sayang," ucap Gus Ilham.

"Rasain!"

Bukannya marah, Gus Ilham malah tersenyum simpul menatap istrinya yang menekuk wajahnya.

"Enak banget jadi Fatia sama Luna. Bisa bebas tanpa ada yang melarang. Sedangkan Aisyah, jodoh aja sampai di atur orang tua,"

Gus Ilham lantas tersangka dengan ucapan Aisyah barusan "Astagfirullah, jadi kamu masih belum ikhlas dijodohkan dengan saya?"

"Ikhlas mas, ikhlas banget!"

"Terus kenapa ucapan kamu seperti orang yang terpaksa?"

"Kan memang terpaksa. Lama-lama terbiasa baru cinta," ujar Aisyah

Gus Ilham menghela nafas dan memilih diam.

"Jadi Fatia dan Luna enak, bisa keluar sebebasnya," ucap Aisyah lagi.

"Fatia dan Luna belum punya tanggung jawab, mereka belum menikah. Kalau kamu kan sudah menikah, mereka juga bakalan seperti kamu kalau sudah berkeluarga,"

"Aisyah ketinggalan jauh ya, padahal dulu kita sama-sama," gumam Aisyah bersedih. Ia menyadari dirinya telah berkeluarga, bukan lagi seorang gadis yang bebas dan tidak terkendali.

Gus Ilham kembali tersenyum simpul menatap istrinya, ia menganggap wajah Aisyah yang bersedih.

"Begini sayang dengerin aku dulu,"

"Apa?"

"Setiap orang mempunyai beban masing-masing dengan berat yang berbeda-beda," Gus Ilham menempatkan tangan diatas kepada istrinya.

"Bahkan Jodoh, rejeki, serta hidup dan mati tidak ada benar-benar sama. Maka jika terus di banding-bandingkan tentu saja tidak akan ada habisnya,"

"Kamu, Fatia, Luna. Tentu kalian bertiga berbeda, bahkan yang orang saudara kembar pasti ada perbedaan. Seperti Arsya dan Arsyi kan, mereka kembar tapi berbeda,"

Gus Ilham membawa istrinya ke dalam pelukannya. Ia mengusap kepala Aisyah dengan lembut. "Jangan membanding-bandingin terus ya, enggak usah khawatir. Kamu tidak akan ketinggalan sama yang lain kok."

"Kamu berhenti bukan berati kamu kalah, kamu berhenti karena kamu sudah sampai ketujuh awalmu,"

"Maaf mas Ilham," sesal Aisyah.

"Gapapa sayang,"

••••

Sore hari menjelang magrib, Aisyah berlari keluar rumahnya mengangkat jemurannya. Hujan sebentar lagi turun.

Ti! Tik! Ti!

Hujan pun turun, untunglah Aisyah telah selesai mengangkat semua pakaian nya. Kemudian wanita menghampiri anak-anaknya yang sedang bermain di ruangan tengah.

"Arsyi!" Sapa Aisyah duduk bersama putrinya yang tengah menonton film kartun Omar dan Hana.

Sayang mama Alhamdulillah...

"Cayang mama, Alhamdulillah!" Senandung gadis kecil itu terbawa suasana oleh kartun yang ditayangkan.

Sayang Papa, Alhamdulillah...

"Cayang papa, Alhamdulillah!"

Sayang keluarga, Alhamdulillah...

"Cayang kelualga, Alhamdulillah!"

Puji dan syukur kepada Allah, Alhamdulillah...

"Puji dan syukul kepada Allah, Alhamdulillah!"

Alhamdulillah 2×

"Alhamdulillah!" Ucap Arsyi bertepuk tangan.

"Arsyi pinter banget nyanyi nya," ucap Aisyah.

"Cayang umi, Alhamdulillah!" Senandung Arsyi menatap uminya.

"Assalamualaikum!" Salam Gus Ilham baru saja tiba di rumahnya.

"Waalaikumsalam!" Jawab Aisyah.

Arsyi berdiri dari duduknya menghampiri abahnya. "Cayang aba, Alhamdulillah!"

"Eh, Alhamdulillah," ucap Gus Ilham mengangkat tubuh putrinya.

"Cayang, kelualga, Alhamdulillah! Puji dan syukul kepada Allah, Alhamdulillah!" Arsyi kembali bersenandung riang.

"Masya Allah, pintarnya Arsyi." Puji Gus Ilham mencium pipi putrinya.

"Mau turun," Gus Ilham menurunkan putrinya. Ia lalu celingukan mencari satu anaknya lagi.

"Arsya mana, sayang?" Tanya Gus Ilham.

Astaga! Aisyah baru sadar anaknya kurang satu. Ya tuhan, kemana lah perginya bocah itu.

"T-tadi ada di sini kok main sama Arsyi. Kakaknya mana sayang?" Tanya Aisyah pada Arsyi.

"Aci nda tau, umi,"

Aisyah dan Gus Ilham mulai panik, Entahlah kemana perginya anaknya itu, apalagi diluar sedang hujan deras.

"Arsya!" Panggil Aisyah mulai mengelilingi rumahnya, di ikuti Arsyi mengekori uminya.

Begitu pun dengan Gus Ilham mulai mencari anaknya, mulai dari ruang bermain dan dapur.

Saat tiba di dapur, Gus Ilham mengernyit bingung saat pintu belakang rumahnya terbuka lebar, bahkan air hujan masuk mengotori lantai rumah. Gus Ilham lantas ingin menutupnya, namun sayangnya satu objek membuatnya terhenti.

"ARSYA!" teriak Gus Ilham keras. Yap, anaknya telah ditemukan. Bocah itu, tengah memungut buah mangga miliknya yang jatuh ketanah.

Pohon mangga, yang Aisyah tanam semasa dirinya mengandung Arsya dan Arsyi,  pohonnya kini tumbuh dan berbuah di belakang rumahnya.

"Abah!" Arsya mematung dibawah derasnya hujan dengan setumpuk buat mangga di tangannya.

Gus Ilham terdiam. Rasanya ia melihat Aisyah nakal yang tengah memetik buah mangga di tengah hujan deras.

"Astagfirullah! Arsya!" Aisyah berteriak keras saat melihat anaknya yang sudah basah kuyup.

"HUAH!" Pecah sudah tangisan Arsya, saat umi nya datang.

"Masuk cepat!" perintah Aisyah tegas.

"Aca, ayo macuk!" Teriak Arsyi berada diantara kedua orang tua.

"Takut.." ucap bocah itu terisak.

Gus Ilham tertawa kecil, ia lantas menghampiri putranya. "Ayo masuk bareng Abah,"

"Nanti umi, marah Abah," ucap Arsya.

Gus Ilham memeluk putranya "Tenang aja, ada Abah, kok," mereka berdua pun masuk kedalam dan langsung diberi omelan oleh Aisyah.

"Kenapa main hujan, mau sakit?" Tanya Aisyah memberi handuk.

"Afwan, umi," ucap Arsya menunduk.

Gus Ilham melepas pakaian Arsya, lalu melilit kan, handuk putih di tubuh anaknya.

"Udah, ngga apa-apa. Hujan itu berkah. Sekali-kali main hujan nggak masalah." Ucap Gus Ilham.

"Langsung mandiin, mas," ujar Aisyah.

Gus Ilham mengangguk, ia membawa putranya naik keatas kamarnya dan langsung memandikan anak laki-laki nya itu.

"Telus, mangga Aca, gimana Abah?" Tanya Arsya di sela-sela mandinya.

"Besok baru pungut mangga nya sayang," ucap Gus Ilham menggosok sabun tubuh Arsya.

"Nanti ada yang ambil abah,"

"Nggak ada yang berani ambil, nanti Abah marahin kalau berani ambil mangganya Gus Arsya," ucap Gus Ilham terkekeh.

Setelah selesai memandikan Arsya, Gus Ilham bersama bocah itu. Kamar mereka sudah terisi oleh dua orang perempuan yang tengah berbaring di atas kasur.

"Sini umi pakein baju,"

Arsya menggeleng, dan mengeratkan pelukannya di leher abahnya. "Nda mau!"

"Kenapa?"

"Nanti umi, cubit!"

"Pernah di cubit?" Tangan Gus Ilham menatap istrinya.

Aisyah membelalak matanya, walaupun ia terbilang ibu kejam, Aisyah tak pernah sekalipun bermain fisik pada anaknya.

"Engga!" Bela Aisyah pada dirinya.

Gus Ilham menghela nafas, ia memberi alih Arsya pada Aisyah. "Cium uminya dulu, biar nggak dicubit,"

"Ihh! Aisyah nggak pernah cubit ya!" protes Aisyah

"Iya, iya." Kekeh Gus Ilham.

Cup!

Arsya pun mencium pipi uminya.

"Yaudah, kamu mandi juga, sana." Titah Aisyah dan Gus Ilham mengangguk.

"Arsyi," sapa Gus Ilham mencium kening putrinya sebelum pergi.

Plak!

Aisyah membulatkan matanya saat Arsyi memukul kepala kembarnya "Eh, kenapa pukul kakaknya sayang?"

"Napa main ujan?" Ucap Arsyi menatap kesal kembarnya.

Sedangkan Arsya, hanya diam saja tidak melawan adiknya itu.

"Napa main ujan, Aca!? Napa Aca nda ajak Aci juga?" Ujar Arsyi lagi.

Aisyah memutar bola matanya malas, ia mengira putrinya kembali bijak dan menasehati kembarnya.






****

Syukur Alhamdulillah, akhirnya bisa update lagi sebelum masuk puasa. Mungkin cerita ini bakalan Hiatus saat masuk puasa. Karena saya mau mau revisi ulang GIMH 1 ke versi yang lebih baik lagi Insya allah. Jadi  saya bakalan jarang update di sini. Tapi saya mohon banget, jangan tinggalkan cerita ini, sewaktu-waktu saya bakalan usahakan update lagi.

Jangan lupa follow akun Instagram @Wattpasasya dan wattpad _nrdnii_

Spamm next 'Ramadan tiba' ➡️

See you next part Assalamualaikum 🧡

Selasa 21 Maret 2023

Continue Reading

You'll Also Like

3K 276 72
بسم الله الرحمن الرحيم Assalamualaikum! Teman-teman pada Buku kali ini berisikan motivasi, Quotes, Reminder, Hadist, dan tamparan islami^^ Buku ini b...
SCH2 By xwayyyy

General Fiction

138K 18.9K 49
hanya fiksi! baca aja kalo mau
6.6K 169 50
Puisi adalah perwakilah hati yg paling dalam. BERAWAL DARI KATA BERAKHIR DENGAN KARYA 🖊 (COMPLETE) Murni pemikiran sendiri 😉 Free Copas. Selamat Me...
9.9K 3.6K 40
bertemu kembali lalu menikah? Kiara Anatasya Aditama, gadis kecil yang usianya bahkan belum genap 18 tahun. Ia tinggal berdua dengan sang oma, sedang...