With You: A Faux Pas? [ NaruH...

Par eminamiya_

56.8K 8.2K 905

Mereka menyebutnya pertemanan, tapi situasi membawa mereka pada sesuatu yang melebihi ikatan sederhana yang s... Plus

Memulai
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16. Akhir Untuk Memulai
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Extra Chapter

1

2.6K 268 11
Par eminamiya_

Beberapa Tahun Yang Lalu

Sebaris rak panjang mendatar berhasil diisi dengan tumpukan buku sesuai nomor yang tertera pada punggung paket dan menyusun sedemikian rupa agar tetap mudah ditemukan bila ada yang ingin kembali coba membaca.

Hinata menghela napas. Tugas menjaga perpustakaan hari ini akhirnya selesai dengan kegiatan penutup; merapikan buku-buku dari meja.

Sadar jika tak ada yang perlu dilakukan lagi, tubuhnya bergerak turun secara perlahan dari tangga kecil.

Langit telah mencapai waktu sore. Jam sekolah sudah berakhir sejak sepuluh menit yang lalu.

Serta, berbicara mengenai telah berapa banyak waktu yang ia habiskan dengan bergumul bersama ruangan yang diisi tumpukan buku, hal ini memutar lirikannya agar tertuju pada satu presensi yang sejak tadi terus saja tak putus-putusnya meminta agar ia bisa lebih lekas lagi.

Nohara Rin. Begitu Hinata mengenalnya. Seorang teman kelas yang merangkak menjadi sahabat dekat sejak keduanya mulai saling mengenal di semester dua tingkat pertama. Serta, Hinata tahu, jika sosok tersebut sudah sangat bosan karena terus menunggu tanpa kepastian.

"Hinata, cepatlah! Pertandingannya akan segera selesai. Si Gila itu akan mengamuk lagi jika kita terlambat."

Hinata paham siapa yang Rin maksud. Hal ini merujuk pada janji di hari kemarin, di mana mereka diminta harus datang ke final pertandingan voli setelah jam sekolah usai. Inilah salah satu alasan mengapa si gadis bermata seindah penjaga malam mencoba secepat mungkin menyelesaikan segala pekerjaan.

Maka, karena tak ingin membuat Rin menunggu lebih lama lagi, dirinya meraih tas dan ikut mensejajarkan langkah sang sahabat yang tampak telah gelisah sejak tadi.

Sudah jelas, selain karena tak ingin ketinggalan hasil permainan, pun mereka tahu seperti apa sosok itu ketika sudah kesal.

Jarak sekolah dengan lapangan pertandingan cukup jauh. Jika dengan kendaraan umum -- mungkin akan memakan waktu 15 menit.

Stadiun olahraga dengan dekorasi yang khas segera menyambut ketika langkah mereka mencapai pintu depan. Suara bising dari pluit dan teriakan para penonton, tak bisa terelak untuk ikut memacu rasa penasaran.

Hinata sempat tersentak akibat teriakan kuat karena satu poin kembali berhasil dicetak, tepat ketika ia baru saja mengambil bagian agar bisa duduk.

Mata lembutnya bergerak cepat untuk mencari satu orang di antara para pemain yang sedang saling mengumpan bola. Ketika satu eksistensi yang cukup mencolok berhasil ditemukan, senyuman manis terukir lembut pada lembayung bibir sang gadis.

Jantung Hinata berdetak dua kali lipat. Bagaimana sosok tersebut terlihat lebih memukau ketika sedang berada di lapangan, membuat perasaan dalam dadanya menjadi semakin menggebu akan pesona.

Rambut pirang dengan potongan pendeknya sangat kontras bila bersanding bersama para pemain yang lain. Peluh membanjiri tubuh, serta samudra itu tampak sangat menawan ketika menyorot serius pada sebuah bola yang sedang melayang mendekat.

Seorang tosser coba mengangkat dari bawah, dan ketika benda tersebut berada tepat di atas dengan sudut sangat sempurna untuk sebuah pukulan, sosok tinggi sang pemuda segera melompat dan memberi satu pukulan kuat -- hingga bola melesat sangat kencang dan memantul jauh ketika berhasil menghantam wilayah kekuasaan lawan.

Sorakan menggema. Satu lagi poin yang berhasil tercetak akibat tangan dingin seorang Namikaze Naruto.

Teriakan Rin sontak membuat Hinata terlepas dari dunia rasa kagum. Ditatapnya sejenak sang sahabat yang berdiri dari duduk dan memanggil sosok di sana.

"Ayo, Naruto! Menangkan permainannya! Kami sudah datang jauh-jauh, jangan sampai membuatku menghantam kepalamu jika kalah!"

Beberapa orang tertawa mendengar ucapan yang melantun. Sosok di sana menoleh dari arah lapangan dan memasang gerak-gerik mengorek telinga -- seolah tak ingin mendengar apa yang telah dikatakan.

"Awas kalau kau kalah!" sekali lagi, teriakan lain Rin lakukan.

Sang pemuda hanya menggerakkan tangan seakan tak peduli, lalu mengarahkan mata pada satu eksis lain yang sedang duduk diam di sebelah si gadis girang.

Senyum manis -- Naruto tampilkan, dibalas dengan respon serupa olehnya.

Tak sengaja, pipi Hinata merona. Naruto dengan segala kelebihannya adalah hal yang sangat memukau.

.

.

.

Permainan selesai dengan hasil akhir 25 - 22 pada set ketiga dan dimenangkan oleh tim yang diisi oleh Naruto beserta para anggota. Perwakilan dari Konoha High School dinyatakan membawa posisi pertama pada final laga antar sekolah yang sudah berlangsung sejak sebulan yang lalu.

Bersama tubuh penuh keringat dan lelahnya, Naruto menghampiri dua presensi yang sedang menunggu di pinggir lapangan setelah sebelumnya selesai melakukan foto bersama untuk akhir kegiatan.

Dengan napas yang telah seimbang tanpa terengah keterlaluan, Naruto berdecih pelan ketika sebuah botol minuman sedang disodorkan ke arahnya.

"Tidak biasanya. Sejak kapan kau mulai bersikap perhatian padaku?"

Rin hanya memasang tampang kesal dan memberi satu tinju tak seberapa pada lengan padat Naruto.

"Ini karena kau berhasil menang. Jika kalah, mungkin yang kau terima bukan botol minuman, tapi jitakan tanganku."

Hanya mendengus sebagai tanda pemakluman. Naruto memilih beralih pada Hinata yang sedang menawarkan handuk kering dengan kedua tangan.

Senyum Naruto sangat manis. Dua lesung pipinya akan terlihat setiap kali ia menampilkan pada garis bibir. Salah satu hal yang Hinata sukai dari si pemuda.

"Terima kasih, Hinata. Kau baik sekali." Sejenak, sang biru samudra melirik pada pribadi di sebelahnya. "Tidak seperti dia," lanjutnya, dan menerima satu cubitan kecil pada lengan.

"Aku juga sangat baik, asal kau tahu! Aku bahkan sudah memesan makanan untuk--oh! Makanannya sudah sampai. Aku akan pergi mengambilnya."

Melihat Rin yang berjalan menjauh, Naruto kembali mengarah pada Hinata.

"Kita tunggu dia di ruang ganti saja. Di sini banyak orang."

Bersama kalimat terakhir, Hinata mengikuti langkah sang pemuda untuk tiba di sebuah ruangan yang lebih sepi. Tidak ada siapa pun di sana, sebab yang lain masih sibuk bersenang-senang ria merayakan kemenangan di lapangan.

Menjadikan salah satu bangku panjang sebagai media duduk, Hinata melirik pada sebuah poster yang terpasang pada dinding dekat loker.

"Kau terlihat tampan di sana."

Komentar yang diberi, memutar wajah Naruto. Ia menghela napas pelan. Sebenarnya, Naruto sangat tak menyukai foto itu. Panitia memasangnya dengan sangat berlebihan.

"Aku anggap itu sebagai ejekan."

Hinata terkekeh pelan. Suara lembutnya melantun santun menyapa pendengaran.

"Aku akan memotretnya dan memasang di media sosialku."

"Jangan coba-coba!"

Tanpa memperdulikan peringatan yang diberi, Hinata bangkit berdiri dan meraih ponsel untuk benar-benar akan mengambil gambar yang terpasang.

Naruto yang baru saja melepas penuh pakaian atas -- segera berjalan mendekati untuk mencegah agar Hinata tak merealisasi apa yang ia katakan.

"Hinata, jangan lakukan!"

Hinata menoleh. Melihat Naruto dengan tubuh topless-nya yang sudah semakin berjarak dekat, membuat tangannya segera bergerak cepat untuk benar-benar memotret -- sebelum Naruto berhasil mencegah dan melakukan rampasan.

Cepat-cepat, Hinata berbalik; menyembunyikan kedua tangan di balik punggung yang ditempelkan ke arah tembok -- agar Naruto tak bisa menjangkau dan mengambil alih ponselnya.

"Serahkan."

Hinata mengerutkan hidung kecilnya sebagai bentuk penolakan. Menggemaskan sebenarnya, namun, karena tujuan utama Naruto saat ini bukanlah untuk menikmati wajah imut sang gadis, alhasil, ia semakin merapat dan mengulur tangan guna berusaha meraih benda yang terus diletakan di balik punggung.

Tak bisa dipungkiri, adegan saling melawan satu sama lain mulai terjadi.

Hinata tetap keukeuh untuk bertahan meski tahu jika kemampuannya tak seberapa. Bahkan, dengan sekali sentakan saja, tubuhnya telah berada dalam kuasa dekapan sang pemuda yang sedang mencoba untuk merentangkan sebelah tangan agar menangkap jemari jahil yang sejak tadi terus menyembunyikan barang bukti utama.

Hinata mendesah sebal saat merasa jika Naruto berhasil mengambil alih ponsel miliknya. Ingin merebut kembali, tetapi tubuhnya masih terkunci dalam pelukan erat si lelaki.

"Naruto, lepas--"

"Tidak, sebelum aku menghapusnya."

Hinata meronta, yang malah membuat dirinya harus disandar paksa pada tembok dengan tubuh si pemuda yang ikut menghimpit -- hingga pipi sang gadis harus merona ketika dadanya bersentuhan dengan tubuh tanpa atasan di dekatnya. Sebelah lengannya sedang berada dalam kuasa cengkeraman, dan pahanya terhalang oleh paha lain yang ingin membatasi area gerak.

"Aku akan melaporkanmu pada Rin jika tak melepaskanku!"

"Laporkan saja. Kau pikir, aku takut padanya?"

Dengan itu, Naruto tersenyum puas. Hasil tangkapan kamera Hinata berhasil ia hapus. Tubuhnya menjauh setelah sebelumnya memberi sentilan pada kening yang tertutup poni rata.

"Dasar nakal!" Naruto berkata.

Hinata mendengus sembari mengelus pelan rasa sakit akibat ulah Naruto pada keningnya, serta, kembali mengambil tempat untuk duduk pada bangku panjang.

Diliriknya Naruto yang kembali memakai kaos untuk menutupi tubuh atas, bersamaan dengan dering panggilan masuk yang terjadi pada ponselnya.

"Di ruang ganti."

"..."

"Tidak. Hanya aku dan Hinata di sini."

Dari perbincangan singkat yang terjadi, Hinata yakin bila Rin-lah yang sedang menelpon. Terbukti dari kehadirannya yang ikut serta setelah tak lama selepas panggilan terjadi.

"Lihat, aku baik, 'kan? Ayo, makan dulu."

Sekotak sushi berukuran cukup besar diletakkan dekat dengan Hinata.

Naruto berjalan dan ikut mengambil duduk di jarak minim.

"Kau pasti baru saja merampok ayahmu," ucapan Naruto terjadi bersama sepotong sushi yang dimasukkan ke dalam mulut.

Rin mendesis pelan. "Enak saja! Aku sengaja menyisipkan uang jajan agar bisa memberimu makanan enak."

"Beh ..., luar biasa baiknya," nada ejekkan.

"Tentu saja. Anggap sebagai hadiah karena kekasihku telah berjuang keras untuk pertandingan kali ini."

Bersama dengan itu, Hinata yang baru saja ingin mengambil satu potongan sushi, harus menghentikan gerakan.

Rembulan di balik kelopak mata -- terangkat secara perlahan. Adegan Rin yang sedang memberi kecupan di pipi mengembung Naruto yang sedang mengunyah, serta dibalas senyuman tipis oleh sang pemuda -- tak terlepas dari pengelihatannya.

Ketika lensa biru di sana menggulir untuk ikut memberi tatapan, buru-buru Hinata menunduk dan coba kembali menyibukkan diri untuk memilih sushi mana yang akan ia raih, dan bersikap seolah tak sedang terganggu oleh apa pun.



Bersambung ...

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

243K 19.4K 94
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
947K 77.5K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
206K 14K 34
Sakura Hiden: Thoughts of Love, Riding Upon a Spring Breeze (サクラ秘伝 思恋、春風にのせて, Sakura Hiden: Shiren, Harukaze ni Nosete)
Literacy Club [END] Par Tintin

Roman pour Adolescents

63.4K 11.1K 40
"Ini lokerku!" "Tapi ini nomor lokerku!" "Minggir." "Tidak." "Minggir!" Uzumaki Naruto di libatkan pertengkaran menyebalkan dengan Hyuuga Hinata di r...