Guru BK Ngeselin Itu, Suami G...

By Kurniasuhada_

23.5K 893 72

Dia tetanggamu yang tiba-tiba jadi guru BK di sekolahmu. Dia yang sejak kecil menjengkelkan, mengaturmu denga... More

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Double R, and other
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20 (a)
Part 20 (b)
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44

Part 45

495 21 7
By Kurniasuhada_

"Fa, kamu yakin? Kalau mau berubah pikiran kita bisa putar balik."

"Kenapa? Kamu pikir aku bakal nangis-nangis liat Pak Raka nikah sama Adelia?"

Abian menggeleng, sambil terus memperhatikan jalan. "Bukan gitu, Fa. Cuma, aku nggak mau aja kamu sakit hati. Aku menghargai usaha kamu buat ngelupain semuanya dan aku nggak mau gara-gara ini kamu jadi keinget sakitnya lagi."

"Percaya sama aku, Yan. Aku bakal baik-baik aja." Rifa menumpukan jari-jarinya di atas pergelangan tangan Abian. Senyumnya yang manis membuat hati Abian berbunga-bunga. Persis seperti pertama kali mereka jadian. "Kan, udah ada kamu."

"Mulai deh gombal," cibir Abian.

"Ih nggak gombal, siriuuuuusssslyyyyy aku tuh."

"Cium dulu lah kalo serius," goda Abian menunjuk pipi kirinya yang langsung mendapat tabokan dari Rifa.

"Cium cium aja, haraaaaam tau."

"Heh, denger ya, kau Rifa, yang haram itu cuma babi!" balas Abian menirukan suara video yang sedang ramai di tik-tok. Mereka berdua tertawa di sepanjang jalan menuju gedung tempat dilaksanakannya akad nikah Raka dan Adelia.

Sementara itu di ruangannya Adelia tampak semringah memandang wajahnya di depan cermin. Tidak ada lagi rasa malu atas penikahan yang terjadi karena "kecelakaan". Tidak peduli tamu undangan mau berkata apa, yang jelas semua mimpinya sudah menjadi nyata. Kehilangan orang tua diusia sangat dini karena kecelakaan yang disebabkan oleh ulah pengusaha bernama Tomi membuatnya menyimpan dendam luar biasa terhadap Rifa.

Ya, Adelia memang masih bayi saat kecelakaan itu terjadi. Tapi potongan koran yang tersimpan di lemari orang tua angkatnya membuat Adelia mengetahui semuanya, siapa orang yang telah menewaskan kedua orang tuanya.

Dari sanalah ia mulai membenci Rifa, kakak kelasnya. Semakin hari kebencian itu semakin besar. Adelia tidak terima Rifa hidup bahagia di atas penderitaaanya.

"Sekarang lu pasti hacur banget, liat orang yang lu cintai nikah sama gua, Fa. Meskipun itu nggak sebanding sama apa yang udah bokap lu lakuin ke orang tua gua, bikin gua jadi yatim piatu." Adelia menarik napas, tidak ingin riasannya hancur karena air mata.

"Di luar sudah banyak tamu undangan, coba berdiri sebentar. Perut kamu kelihatan buncit, nggak?" Wanita berambut pirang dengan kebaya merah terang itu memandangi Adelia. "Syukurlah nggak terlalu kelihatan. Mbak, tolong di benerin lagi bedaknya," pintanya pada penata rias. Ibu angkat Adelia itu memang agak perfectionist dalam urusan berdandan.

"Ma, Pak Raka udah ada?"

"Udah, dia udah datang. Untunglah dia itu bertanggung jawab, kalau enggak bisa hancur image keluarga kita."

Adelia mengangguk diikuti senyum tipis. "Maafin, Adel ya Ma. Sumpah ini bukan kemauan Adel, semua terjadi gitu aja dan nggak bisa Adel tolak." Wanita itu merentangkan tangannya, memeluk Adelia. "Setelah ini kita bisa pindah ke luar negeri. Kita urus sekolah kamu di sana, Mama nggak mau pendidikan kamu berantakan."

***

Suasana terlihat sudah ramai. Gedung yang dihias dengan bunga-bunga bernuansa putih dan emas itu tampak mewah. Sajian prasmanan, musik band dan wajah semringah dari calon mempelai wanita tak lamtas membuat Raka menarik senyum di bibirnya.

Pandangannya kosong, berhadapan dengan saksi dan penghulu. Tamu undangan pun jadi bertanya-tanya, mengapa seperti ada kesan terpalsa dalam pernikahan mereka. Dan itu terdengar jelas di telinga Adelia.

"Pak Raka saya mohon jangan bikin saya dan orang tua saya malu. Senyum, Pak, jangan kesannya kayak terpaksa," bisik Adelia.

"Memang begitu kenyataannya," balas Raka.

"Pak Raka, jangan pernah lupa kalau kita punya kesepakatan. Saya bisa ngelakuin apa aja buat nyakitin Rifa."

Raka tak pernah bisa berkutik jika menyangkut soal Rifa. Gadis ini benar-benar sudah tidak punya akal sehat. "Satu jaripun saya nggak akan rela kamu menyakiti Rifa."

"Kalo gitu, lakuin apa yang seharusnya kita lakuin sebagai sepasang pengantin."

Meskipun bertentangan dengan kehendaknya Raka akhirnya memaksakan seulas senyum. Memandang Adelia dengan tatapan bahagia, setidaknya itu yang Rifa lihat ketika ia memasuki ruang akad bersama Abian.

Dia yang tadinya berusaha baik-baik saja, kini mengeratkan pegangannya pada lengan Abian. Ada sakit yang mendadak muncul dan berusaha ia netralkan sedemikian rupa.

"Pegangan yang erat, Fa. Aku tau kamu masih sakit ngeliat mereka."

"Aku minta maaf," ucap Rifa lirih, lalu duduk di kursi yang telah Abian sediakan.

"It's okay." Abian mengusap bahu Rifa. "Tunggu sebentar, aku ambilin minum."

Dahulu, duduk di samping Raka sebagai calon istri adalah hal yang paling Rifa benci dan paling Rifa sesali. Sekarang, setelah melihat Raka duduk berdampingan dengan gadis lain, rasanya jauh lebih menyakitkan. Sungguh, ini adalah permainan paling buruk yang pernah ia mainkan. Bagaimana dahulu ia dan Raka berpura-pura menerima perjodohan demi orang tua dan pada akhirnya Rifa benar-benar jatuh cinta dan Raka pergi meninggalkannya.

Rifa disadarkan oleh suara pemandu acara yang memberitahu bahwa akad nikah akan segera dimulai. Seketika ia jadi panas dingin, lebih-lebih ketika matanya berpapasan dengan iris tajam milik Raka. Alih-alih tersenyum, Raka justru dengan cepat memalingkan wajahnya, menautkan pandangan pada gadis cantik berkebaya putih yang sebentar lagi sah menjadi istrinya, Adelia.

"Minum dulu, Fa." Abian mengambil posisi duduk di samping kekasihnya. Sengaja ia merangkul pinggang Rifa ketika ia sadar Raka tengah mencuri pandang ke arah mereka. "Buktiin sama mereka, kalo kamu juga bisa bahagia."

Acara akad nikah dimulai, penghulu menjabat tangan Raka. "Saudara Raka, sudah siap?"

Raka tak menjawab iya atau pun tidak. Pandangannya tak mampu lepas dari Rifa yang duduk manis ditemani Abian. Rangkulan hangat itu membuatnya ingin menghampiri Abian, melayangkan tinjuan sekeras-kerasnya.

"Bismillahirahmanirrahim, saudara Rakabima Adiputra, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan saudari Adelia binti Surjianto dengan mas kawin sepuluh gram emas murni dan uang sebesar sepuluh ribu rupiah dibayar, tunai!"

"Sa-saya terima nikah dan kawinnya Rifanya Septia Putri—"

"Pak Raka!" sentak Adelia membuat Raka tersadar.

Bukan hanya Adelia, tetapi Rifa juga kaget. Merasa dejavu seolah-olah ia dibawa kembali ke masa lalu. Apa sebenarnya Raka masih memikirkannya?

"Maaf, Pak," ucapnya.

"Baik, kita ulangi sekali lagi. Nak Raka mohon fokus." Raka mengangguk, kembali menjabat tangan si penghulu. "Saudara Rakabima Adiputra, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan saudari Adelia binti almarhum Surjianto dengan mas kawin sepuluh gram emas murni dan uang sebesar sepuluh ribu rupiah dibayar, tunai!"

"Saya terima nikah dan kawinnya Adelia binti almarhum Surjianto dengan maskawin tersebut dibayar—"

Akad nikah kembali terhenti sesaat setelah semua lampu gedung mati membuat tamu undangan panik. Adelia berpegangan erat di lengan Raka sementara Rifa kehilangan Abian di sampingnya.

"Tenang-tenang, semuanya tenang. Saya mohon semuanya kembali tenang." Lalu sebuah layar besar menyala menampilkan cahaya yang cukup untuk dilihat semua tamu. "Sebelum akad nikahnya dilanjutkan, alangkah baiknya kita ligat terlebih dahulu, perjalanan cinta sepupu saya Adelia dan calon suaminya."

Mendengar suara itu Adelia mendadak pananas dingin. Ia tahu, itu pasti suara Abian. "Abian, lo apa-apaan sih? Ini nggak lucu!" teriak Adelia.

Tentu saja itu membuat Rifa terkejut. Ia bahkan batu tahu kalau selama ino Adelia dan Abian punya hubungan keluarga. Tapi belum selesai rasa kagetnya, ia dibuat terkejut oleh video yang diputar di layar. Mungkin bukan hanya Rifa akan tetapi semua orang yang ada di sana juga terkejut melihatnya, hanya Adelia yang tampak malu melihat video tersebut. Video dirinya tengah memadu kasih dengan Anton di hotel waktu itu.

"Enggak! Ini semua bohong! Itu bukan saya! Pak Raka harus percaya itu bukan saya! Abian fitnah! Abian, keluar lu sekarang!"

Lampu-lampu kembali menyala. Abian sudah berada di tengah-tengah mereka, tak menghiraukan tatapan Adelia yang mengancam. "Kenapa, Del? Kenapa lu ketakutan?"

"Abian?" Rifa menghampiri cowok itu, meminta penjelasan maksud dari semua yang terjadi. "Toling kamu jelasin, semua ini maksudnya apa?"

"Sorry, Fa, aku nggak pernah jujur soal ini sama kamu. Aku sama Adelia itu sepupuan dan pada awalnya aku sama dia kerjasama buat pisahin kamu sama Pak Raka."

"Bohong! Abian lu nggak usah fitnah!"

"Adelia, diam! Saya mau dengar semuanya!" bentak Raka. Setelah semua yang ia lihat di layar tidak ada alasan lagi baginya untuk berlaku lembut terhadap gadis itu.

"Pertama, aku mau jujur kalau yang nyelametin kamu dari jurang waktu itu adalah Pak Raka, bukan aku. Kedua, aku yang nyuruh Pak Raka menceraikan kamu dengan imbalan, Papa aku bakal bantu kasus om Tomi."

"Jadi..."

"Tunggu, Fa, aku belum selesai..." Abian tak membiarkan satu orang pun menyelak ucapannya. Ia ingin semua orang mendengar pengakuan dosa yang ia buat. "Adelia bilang dia hamil anaknya Pak Raka di situ aku ngerasa dia nggak pantas buat kamu. Aku benci sama Pak Raka karena hal itu. Sialnya, aku terlalu bodoh, nggak sadar kalo semua itu cuma bagian dari rencana cewek murahan itu!" Abian menunjuk tegas ke arah Adelia. "Lu ternyata hamil sama cowok bajingan yang namanya Anton! Dan lu jebak Pak Raka dan buat Rifa sakit hati cuma buat balas dendam atas kematian orang tua lu!"

"ABIAN STOP!" Adelia berteriak frustrasi. "STOP OMONG KOSONG LU ITU! ATAU GUA BONGKAR KEBUSUKAN LU!" Ancam Adelia.

"Silakan! Gua nggak peduli sekalipun lu kasih tau semua orang kalau gua pernah tidur sama lu. Gua nggak peduli sekalipun lu bilang suruhan bokap gua yang jebak Papanya Rifa. Dan gua nggak peduli semua orang benci sama gua, yang penting hidup gua tenang. Gua nggak bisa hidup di bawah bayang-bayang perbuatan dosa besar yang harus gua tanggung seumur hidup." Abian memandang Adelia yang diam tak berkutik. "Sekarang lu mau apa lagi? Pak Raka nggak mungkin nerusin pernikahannya sama lu. Apa lu nggak cukup malu semua orang udah liat perbuatan lu?"

"Lo emang bangsat, Abian!"

"Gua nggak nyangka kalian berdua selicik itu," ucap Rifa tak bisa menahan tangisnya. "Gua salah apa sih, Del sama lu, huh? Gua salah apa sampai lu setega itu hancurin hidup gua?"

"Lu salah apa? Lu tanya, salah lu apa? Salah lu karena lu anak dari orang yang yang udah nabrak bokap dan nyokap kandung gua sampai mati!" Adelia menelan kasar ludahnya. Hidupnya yang sudah hancur bertambah hancur. "Dan apa yang lu rasain hari ini, nggak lebih sakit dari apa yang gua rasain! Makanya gua nggak terima lu bahagia sama Pak Raka!"

"Dan saya nggak akan pernah sudi, menghabiskan waktu seumur hidup berdua sama perempuan seperti kamu," sahut Raka.

"O, okay, fine. Kalau saya nggak bisa milikin Pak Raka, maka dia juga nggak boleh milikin Pak Raka." Secepat kilat Adelia bergerak, mencengkram lengan Rifa, mengunci lehernya. Mengancam akan menusukan tusuk konde di leher Rifa jika ada satu orang pun yang berani mendekat. "Sedikit aja kalian berani maju, gua abisin dia!"

Adelia membuat ketegangan yang luar biasa. Tubuhnya yang lebih kecil, namun siapa sangka tenaganya cukup besar untuk menyeret Rifa naik ke lantai atas, menuju rooftop.

"Adelia lepasin, gua!"

"Lu berhadapan sama orang yang nggak punya belas kasihan lagi, Fa. Jadi percuma lu minta hal itu ke gua." Diikatnya kedua kaki dan tangan Rifa dengan kebaya yang ia robek paksa. Gadis itu benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya.

"Coba kita lihat ada berapa banyak orang yang nunggu kematian lu." Adelia melihat ke bawah. Ratusan orang melihat ke arah mereka, memohon agar ia melepaskan Rifa. Ada polisi dan pemadam kebakaran juga.

"Adelia gua mohon lepasin, Rifa!" teriak Abian.

"Adelia, kamu jangan bodoh, Nak! Masih ada Mama sama Papa di sini kita semua akan selalu sayang sama kamu apapun keadaannya!"

"Bullshit! Gua nggak butuh kalian semua!"

Adelia mencengkram rambur Rifa. "Lu lihat semua orang di bawah sana. Lihat sebelum lu bertemu Tuhan!"

"Del, gua minta maaf atas kesalahan orang tua gua. Demi Tuhan gua nggak tahu sama sekali soal itu, Del."

"Kejahatan dibalas maaf itu curang, Fa. Lu harus tanggung dosa yang udah dibuat orang tua lu. Lu harus mati!" Adelia mendorong tubuh Rifa membuat gadis itu menjerit. Adelia tertawa keras, menahan kembali tubuh sanderanya. "Kenapa, lu takut?"

"Adelia gua mohon gua masih mau hidup...." air mata Rifa menetes deras. "Pak Raka tolong," lirihnya sambil memejamkan mata seperti saat dirinya terjatuh di jurang waktu itu.

"Adelia saya mohon hentikan!" Adelia menyinggingkan senyum miring menatap kedatangan Raka yang terengah-engah. "Tolong jangan sakiti Rifa."

"Terlambat, Pak. Saya udah kasih tawaran sebelumnya, kalau saya nggak akan nyakitin Rifa kalau Pak Raka nikahin saya. Tapi Pak Raka ingkar janji sama saya."

Disitulah Rifa akhirnya tahu kalau Raka menjauhinya untuk menyelamatkan dirinya dari Adelia. Bukan karena Raka tidak mencintainya lagi.

"Dan kamu bohongin saya soal kehamilan kamu."

"Saya ngelakuin itu karena nggak ada cara lain lagi, Pak. Saya sayang sama Pak Raka dan saya nggak mau kehilangan Pak Raka, apalagi liat Pak Raka bahagia sama dia!"

"Dan kamu memaksa hidup bersama orang lain yang jelas-jelas tidak pernah menyayangi kamu?"

"Saya nggak peduli Pak Raka bisa sayang atau nggak sama saya. Saya cuma butuh seseorang yang bisa bikin saya ngerasa tenang, dan itu cuma Pak Raka bukan orang lain!"

"Kamu bohong, kalau kamu sayang sama saya. Kenapa kamu tidur sama orang lain? Bahkan sehari sebelum pernikahan kita."

"Saya terpaksa, Pak. Saya terpaksa karena saya diancam sama dia. Dia yang bikin hidup saya semakin hancur. Dia ninggalin saya setelah tau kalau saya hamil. Dan setelah saya mau memulai hidup bersama Pak Raka, dia balik lagi dan bikin semuanya kacau."

Adelia menangis sejadi-jadinya, menceritakan kisah hidupnya yang berantakan. Namun, itu hanya beberapa saat sebelum ia kembali tertawa terbahak-bahak. "Huh, ya sudah lah ya. Toh, semuanya udah berantakan. Jadi, nggak ada gunanya saya nangis-nangis. Dan lu!" ia menarik rambut Rifa membuat gadis itu menjerit. "Selamat tinggal!"

"ADELIA SAYA MOHON JANGAN LAKUIN ITU!"

"Selamat tinggal!"

Rifa menjerit histeris ketika ia sadar bahwa dirinya baik-baik saja dan Adelia-lah yang justru melompat dari atas gedung. Terdengar suara patahan tulang ketika tubuh mungil itu menyentuh aspal di bawah sana. Kerumunan di bawah sana semakin besar. Darah segar mengalir keluar dari kepalanya yang pecah.

Raka langsung menghampiri Rifa melepaskan ikatan yang membelit kaki serta tangannya, lalu memeluk tubunya yang lemas, gemetar. Rifa jelas sangat trauma dengan apa yang ia alami hari ini. "Pak Raka....itu... Adelia."

"Tenang, Fa, tenangin diri kamu."

"Adelia bunuh diri gara-gara saya."

"Nggak, ini bukan salah kamu. Adelia udah milih jalannya sendiri." Kondisi Rifa semakin lemas, gadis itu akhirnya tak sadarkan diri di pelukan Raka.





Continue Reading

You'll Also Like

593K 35.6K 67
Cinta Azalea, gadis 18 tahun miskin yang butuh pekerjaan. Annisa Azahra, anak 6 tahun yang membutuhkan sosok Bunda. Muhammad Adrian, Duda 30 tahun ya...
3.2M 157K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
53.5K 930 58
"Heii , kau serius akan meninggalkan ku?!" Pria bertubuh kekar nan tampan tersebut langsung saja menoleh ke seorang gadis yang meneriaki nya. "Jadi a...
874K 65.4K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...