One Thousand Days

By nyonyatua

7.1K 1.1K 105

Juara ketiga dalam The Goosebumps Love yang diadakan oleh @WattpadRomanceID Salah satu kepercayaan menyebutk... More

Aroma Kematian
Bayangan
Weird Offer
Det Första Steget (1)
Det Första Steget (2)
Life Crisis
Teori Reinkarnasi
Kebimbangan
Iomallach (1)
Iomallach (2)
Now or Never
Sosok Pengganti
Bisikan
Refleks
Rules
Coma
Birai Jendela dan Janji yang Tertinggal
Enza, kan?
I Don't Want This Face
Heavy
Handsome Stranger
Tanda
Do You Remember My Name?
Kebimbangan
Seharusnya Kamu Mati
About Last Night
Helianthus annuus
Pilihan
Murdered Dog
He was as Good as I Remember
Coincidence
Pemilik Raga
Purnama Pertama
Aku Tidak Ingin Mati Malam Ini
Suara-Suara
I was Hurt Too
Unexpected Encounter
Manik Hitam
Refleksi Rasa Bersalah
Traumschnipsel
Lepas dari Raga
Kompensasi Jiwa
Fake Concern
Unsettling Observations
Legacy (1)
Legacy (2)

Kebangkitan

122 28 0
By nyonyatua


Debaran jantung pemuda itu mungkin sedang menanjak naik. Aku bisa merasakannya karena dia berada tepat di atas tubuhku. Katanya pertanda seseorang tersadar dari koma adalah dengan kenaikan denyut jantung. Mungkinkah pemuda ini memang sudah sadar sekarang?

Aku bahkan belum bisa bereaksi dan tubuhku seperti membeku di tempat ketika pemuda itu kini bergerak menjauh dari tubuhku. Astaga, dia benar-benar bangun. Kini dia duduk di depanku. Aku menatapnya. Mataku kini terkunci di dalam matanya.

"Ge—Geral?" Aku berbisik memanggil namanya meski keraguan masih memenuhi benakku sekarang.

Pemuda itu bergeming sementara mata kami saling bersitatap dalam diam. Bibirnya masih terkatup rapat meski manik hitam itu mulai menatap wajahku. Aku belum sempat bertanya lebih lanjut saat mendengar langkah kaki Alex yang mulai mendekat. Kedatangan Kakak lelakiku itu membuatku semakin panik. Pemuda itu juga sepertinya menyadari bahaya yang mendekat. Dia berkedip sebentar lalu menggeser tubuhnya.

"Masuk ke sana!" kataku sambil menunjuk kolong ranjang tempatnya berada sebelumnya.

Dia masih duduk. Mimik wajahnya menyiratkan kebingungan. Pemuda itu masih memandangiku. Oh, tidak, jangan bilang kalau setelah bangun dari koma, mentalnya berubah jadi anak usia tiga tahun. Dilihat dari reaksinya sekarang sepertinya perkiraanku benar. Astaga, aku harus bagaimana sekarang?

Sial, aku gagal memperkirakan persoalan ini. Kan yang diminta hanya pemanggilan jiwa, tetapi tidak spesifik disebutkan usianya. Bagaimana kalau jiwa yang kembali adalah Geral masa anak-anak?

Ah, rasanya bagian itu tidak mungkin terjadi. Seharusnya jiwa manusia kan hanya satu di dunia ini. Hanya ada satu Geral di dunia ini dan pria itu sudah dewasa. Lagi pula, ini dunia nyata bukan dunia paralel yang bisa kembali ke masa lalu atau semacamnya. Atau kemungkinan yang datang malah bukan Geral, tetapi jiwa asli milik tubuh itu. Ah, hal ini bisa juga terjadi. Makanya reaksinya super lambat, semua ini pasti terjadi karena kebingungan. Namun, Alisia bilang kalau jiwa tubuh ini sudah dikunci jadi tidak mungkin kembali. Argghh, aku enggak tahu lagi harus bagaimana sekarang.

Semua gagasan dan hipotesis yang berkejaran di dalam benakku mendadak buyar ketika suara langkah kaki Alex terdengar lebih keras. Kakak lelakiku itu kini sudah lebih dekat dari sebelumnya. Kalau aku tidak bertindak cepat, kami akan ketahuan oleh Alex bahkan sebelum bisa melakukan sesuatu.

"Cepat!" bisikku pada pemuda yang masih membisu itu.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku mendorongnya dengan paksa ke dalam kolong tempat tidur. Untungnya, pemuda itu akhirnya bergerak masuk. Aku mengikutinya. Jantungku nyaris copot saat pintu kamar terbuka. Untunglah saat itu aku tepat meringkuk di samping pemuda itu.

"Enza?" Suara Alex menggema di dalam suangan saat pintu kamar ini terbuka lebar.

Aku mengunci lengan pemuda itu agar dia tidak lepas keluar. Meski mungkin aku akan kalah tenaga kalau dia berontak, tetapi aku tetap berusaha untuk menjaganya agar tetap di sisiku. Selama itu, aku menoleh ke arahnya. Seketika, aku terhenyak. Jantungku mungkin sudah berhenti berdegup sekarang karena saat aku menoleh ternyata hidung kami nyaris bersentuhan. Pemuda itu memiringkan kepala lalu menatapku. Aku menyentuhkan jari telunjukku ke bibirku sendiri untuk memberikan tanda agar dia diam. Pemuda itu mengangguk. Mungkin dia paham dengan aba-aba yang kuberikan, hanya saja matanya masih menatapku dengan sorot yang tidak bisa kupahami.

Aku menahan napas kala melihat kaki Alex berkeliaran di sekitar ranjang. Kakak lelakiku itu lalu berjongkok. Tangannya merogoh laci bawah rak geser yang ada di samping tempat tidur. Aku meremas tangan pemuda itu lebih erat. Tangannya juga menegang di bawah jemariku. Alex masih berjongkok dan memunggungiku. Sepertinya pria itu belum sadar kalau kami bersembunyi tepat di belakangnya. Kami tertolong karena sudah malam hingga kolong tempat tidur ini lebih gelap daripada saat siang hari. Mungkin ini juga alasan Alex tidak menyadari keberadaan kami, semua itu karena mustahil bersembunyi di kolong ranjang saat malam begini.

"Kameranya ada di sini, ke mana sebenarnya anak itu," gumaman Alex terdengar cukup jelas.

Alex kini berdiri dan membuka lemari pakaian, entah sedang mencari apa sekarang. Selama itu, butir-butir keringat mulai terasa timbul di tengkuk. Aku semakin takut dan meremas tangan pemuda itu lebih keras. Tangannya pasrah dalam genggaman, sementara itu Alex masih mondar-mandir di dalam ruangan. Aku mencoba menenangkan diri. Sejujurnya, aku takut kalau kakakku bahkan mendengar suara napas kami sekarang.

Untungnya, Alex pergi tidak lama setelahnya. Aku mengembuskan napas meski belum sepenuhnya merasa lega. Setelahnya, aku menoleh kembali ke arah pemuda yang kini masih berbaring di sampingku. Aku bermaksud melepaskan pegangan. Pemuda itu urung melepaskan tanganku. Aku menoleh lalu memandangnya dan bermaksud memberikan tatapan garang yang mengancam. Namun, aku terkesiap saat pemuda itu menarik tubuhku lebih dekat. Aku menelan ludah karena kini aku berada dalam pelukannya.

"Apa yang kamu lakukan?" pekikku dalam bisikan.

"Enza?" Suara Alex kembali terdengar kembali sebelum pemuda yang kini ada di sampingku menjawab pertanyaanku.

Aku yakin seratus persen Alex mendengar suaraku barusan. Aku menatap pemuda itu dan berusaha melepaskan pelukannya. Namun, dia malah menarikku lebih erat. Dia menutup bibirku dengan tangannya. Aku menahan napas lagi sementara mataku tidak bisa lepas menatap bola mata hitam legam yang seolah bisa menelanku kapan saja.

Langkah kaki Alex terdengar mendekat lagi. Hanya saja, langkahnya terhenti saat terdengar dering panggilan telepon berbunyi nyaring. Samar-samar aku mendengar Alex berbicara dengan seseorang. Lama-lama suaranya terdengar menjauh hingga benar-benar menghilang. Aku menatap pemuda itu. Memberikannya isyarat untuk melepaskanku. Dia tidak juga melakukannya. Aku memberontak dengan kekuatan penuh.

"Lepaskan! Kubilang lepas!" kataku sambil memberontak. Aku bisa gila kalau terus-terusan dipeluk seperti ini.

"Enza—"

Suara itu berat dan serak. Napasnya yang hangat juga menyapu telingaku. Sensasi yang tidak asing. Aku menelengkan kepala, masih berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Suaranya memang asing, tapi cara dia menyebut namaku terdengar begitu akrab di telinga. Lembut dan penuh perasaan. Geral selalu memanggilku dengan nada seperti itu. Geral juga selalu menyentuhkan bibirnya hingga nyaris menempel di telingaku setiap menyebut namaku.

"Enza!" bisiknya lagi.

Aku kembali tersentak saat jemari pemuda itu menangkup pipiku. Jemarinya menelusuri garis rahang wajahku. Aku tidak tahu setan mana yang merasuki tubuhku saat ini. Entah mengapa aku tiba-tiba pasrah dengan semua yang dilakukan pemuda asing ini padaku. Aku berharap dia Geral. Geralku yang kembali dari kematian. Mungkin aku gila atau delusional, entahlah aku sendiri tidak mengerti.

"Geral?" ucapku ragu, masih mencoba memanggil nama mendiang pacarku. Berharap dia memang benar-benar bersemayang di dalam tubuh pemuda asing ini.

Berbekal cahaya remang-remang bulan purnama dari jendela. Samar-samar aku bisa melihat bibir pemuda asing itu melengkung membentuk senyuman.

"Ya, ini aku—" Suaranya serak dan lirih.

"Geral?"

Mungkin aku tampak seperti orang bodoh karena terus-terusan menyebut namanya, tetapi aku sama sekali tidak peduli apa kata orang.

"Iya. Enza."

Aku terdiam. Benar-benar sulit percaya kalau Geral yang dimakamkan beberapa hari lalu itu kini telah kembali. Aku menelusuri wajah pemuda itu untuk memastikan bahwa aku tidak bermimpi. Mataku basah karena kelegaan yang muncul tiba-tiba bercampur dengan kebahagiaan. Hatiku mungkin akan meledak saat ini juga ketika jantungku berpacu cepat. Aku bahkan tidak bisa berkata-kata sekarang.

Pemuda itu menyentuh pipiku. Menghapus air mata yang mengalir turun tanpa kusadari. Dia mengenggam butiran air mata itu di tangannya. Tindakan yang seperti Geral yang kukenal selama ini. Pemuda yang mengatakan kalau siap menggenggam air mataku dan menyimpannya di dalam hatinya.

"Geral, aku kangen," kataku sembari memeluk pemuda yang kini masih menatapku. Tidak salah lagi, Geralku telah kembali.

"Aku pulang, Enza," bisiknya lembut membelai telinga.

Aku memeluknya dengan erat dan tidak ingin melepaskannya. Dadaku membuncah, sepertinya aku tidak akan lebih bahagia daripada saat ini. Mungkin ini rasanya ketika mimpi menjadi kenyataan. Namun, kebahagiaan itu langsung menghilang ketika rasa nyeri tiba-tiba menusuk leherku. Aku memekik pelan dan menyentuhkan tanganku di leher yang tiba-tiba saja terasa perih. Cairan lengket yang aneh itu kini menempel di ujung jari. Aku mendekatkan jariku ke hidung dan mencium baunya. Amis. Ini darah, tidak salah lagi.

"Kenapa Enza?"

"Bu—bukan apa-apa," kataku sembari memeluk pemuda itu kembali. Pelukan ini lebih erat dari sebelumnya.

Geral tidak perlu tahu soal ini. Rasa nyeri itu masih terasa, tetapi senyuman mengembang di bibirku. Ritual darah itu ternyata telah dimulai karena aku berhasil sudah memanggil Geralku kembali.


Continue Reading

You'll Also Like

246K 18K 11
SEBAGIAN BESAR SUDAH DIHAPUS. HANYA TERSISA 4 CHAPTER. [TERSEDIA DI TOKO BUKU GRAMEDIA SELURUH INDONESIA & GRAMEDIA.COM ATAU VERSI E-BOOK DI GRAMEDIA...
339K 19.8K 25
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...
59.5K 18.2K 67
Tahun ajaran baru, seorang pemain saxophone bergabung dalam klub band sekolah dan berhasil menyita perhatian semua orang. Selain sifatnya yang supel...
703 173 42
Setelah libur musim panas berakhir, Liliana Hayes harus menjalani tahun seniornya di SMA. Malas sekali rasanya. Clara, kakak dan satu-satunya teman L...