Romeo and His Crush

By dandaferdiansyah

1.5K 761 877

Romeo Alvaro Budiman (Romeo) telah memulai hidupnya menjadi anak broken home. Sering menjadi bahan bully-an d... More

BAB 1 - Gimana Hari Ini?
BAB 2 - Aku Lupa
Bab 3 - Inilah Diriku
BAB 4 - Terlalu Lebih
BAB 5 - Hati yang Dekat
BAB 6 - Cukup tau
BAB 7 - Hangat yang Gelap
BAB 8 - Mencurigakan
BAB 9 - Patah Satu Waktu
BAB 10 - Sabar Ini Ujian
BAB 11 - Kecewa Itu Berat
BAB 12 - Aku Takut
BAB 13 - Ada yang Berbeda
BAB 14 - Yang Terlupakan
BAB 15 - Lupakan atau Kembali?
BAB 16 - Akhirnya?
BAB 17 - Harapan Punah
BAB 18 - Kesudahan
BAB 19 - Perubahan
BAB 20 - Menelusuri
BAB 21 - Terlihat Buram
BAB 22 - Terlampaui
BAB 23 - Terpantau
BAB 24 - Bersimpati?
BAB 25 - Skenario Pemula
BAB 26 - Sedikit Sesak
BAB 28 - Serangan Lawan
BAB 29 - Interogasi
BAB 30 - Mengapa Begini?

BAB 27 - Solusi Renungan

12 7 1
By dandaferdiansyah

Diperjalanan pulang, kini Romeo merubah sedikit apa yang ia ratapi. Bukan hanya sekedar overthinking akan keadaan Tasya saja. Tapi dia juga sedang berfikir tentang perkataan Reva yang membuatnya terdiam. Dia memang tak bisa mengubah keadaan. Tapi seenggaknya dia bisa merubah apa yang ada di dalam diri dia sekarang. Mungkin ucapan Reva ada benarnya juga. Kalau semua ini diberhentikan sejenak. Tak akan ada hasil yang didapat. Sekaligus malah membuat kesembuhan Tasya terganggu. Jika dia mengikuti kembali misi ini.

Menurut Romeo hal yang terbaik saat ini adalah intropeksi diri. Dimana ia harus benar-benar yakin akan keputusannya. Tidak plin-plan bahkan bisa membuat solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Tidak ada yang saling menyakiti. Dan menemukan jalan yang dapat menyelesaikan kedua masalah sekaligus. Di tengah cuaca yang cukup mendung. Ia menanti kehadiran jemputan taksi seperti biasa. Sambil melihati alunan petir yang sedari tadi melewati pendengarannya. Dia tidak bisa berbicara apa-apa selain melihat jalan ke arah kanan kirinya sekarang.

Sambil memainkan jari-jarinya. Menunggu taksi dengan cukup bosan. Tak melihat handphonenya tetapi ia sedang fokus pada kukunya yang begitu menggiurkan. Tanda-tanda akan memunculkan nafsu vampir sejenak. Yakni menggigit setiap kuku dengan gemasnya. Karena akan terkelupas dengan kekuatan manual yang dipunyainya. Hanya dengan sekali gigitan. Dua tiga kuku terlampaui. Ya seperti peribahasa tapi sedikit dimanipulasi.

"Romrom..."

"Iya saya!" Ucapnya spontan membangkitkan semangat sopir taksi.

Pak sopir itu melihatnya dengan wajah yang tak biasa. Ia merasa ada yang beda dengan sikap Romeo hari ini. Karena ia adalah langganan Romeo biasanya. Jadi sudah biasa jika kelakuan Romeo agak berubah, pasti terlihat dari gerak-geriknya. Romeo langsung memasuki mobil itu dengan nyaman. Menutup pintu dengan biasa tanpa basa-basi. Sopirpun langsung menancap gas taksi itu melaju dari diamnya. Meski kali ini tatapan pak sopir belum beralih pada Romeo yang amat fokus dengan kuku di jari tangannya.

"Ada apa nih, kok agak hening."

Pernyataan itu tak ada jawaban dari Romeo. Mungkin fikiran Romeo saat ini agak menumpuk. Dan terbeban di bagian pusatnya. Sehingga ia tak fokus pada perihal yang seharusnya ia perhatikan. Masih saja fokus pada pengelupasan kuku-kuku di jarinya. Pak sopir yang ingin sekali diperhatikan langsung mengambil tancapan rem yang kuat. Sehingga taksi berhenti mendadak.

"Eh, AW!"

"Ups maaf, bapak lupa kalau ini rem. Lanjut lagi ya?"

"Hm...Bapak kalau mau caper. Liat sikon lain kali. Kan saya jadi kena imbasnya."

Ternyata Romeo tak sebodoh itu. Ia tau bahwa sedari tadi pak sopir itu sedang mencari perhatian padanya. Tentang apa yang membuat sikapnya berubah kali ini. Tapi Romeo dengan nada santainya menjawab tanpa adanya emosi. Ia tau harus menempatkan dirinya untuk berbicara kepada seseorang. Meskipun sekarang ia dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

Perjalanan terus dilakukan. Hingga sampai pada tujuan sebenarnya. Romeo yang langsung turun sampai lupa memberikan pembayaran pada taksi yang ia tumpangi. Sampai-sampai pak sopir harus turun tangan dan menegasinya kembali.

"Oh gini ya, kalau nggak mood langsung kabur aja udah. Yang lain mah nggak usah dipeduliin."

Romeo yang mendengar hal itu sontak merasa tersindir. Hingga langkahnya ingin turun dari taksi terhenti dan kembali lagi. Karena sepertinya ada sesuatu yang janggal dimana ia tak tau itu apa. Sampai-sampai kata-kata pak sopir itu sempat membuatnya emosi sejenak. Tapi hal itu ditahan oleh Romeo. Karena ia tak mau ada pertengkaran akan masalah sepele seperti ini. Ia mungkin berfikiran ini hanya capernya si pak sopir. Tapi lain hal jika nadanya sedikit diubah seperti ini.

"Maaf, ada apa ya pak?"

"Yah, pakai nggak tau segala. Ini saya bukan dibayar pemerintahkan?"

"Aduh, maaf pak lupa. Lagian bapak gak ngingetin sih. Ini ya pak, makasih!"

Balasan pak sopir itu hanya sekedar setitik senyum di wajahnya. Terlihat menekan namun pasti. Ia sepertinya langsung malas melihat sikap Romeo yang labil. Ya namanya anak remaja. Pasti terkenal labil. Tapi labil yang dimaksud pak sopir adalah moodnya. Sepertinya hanya kali ini ia menemukan penumpang cowok yang hobinya moody-an. Ya sudahlah, memang begitu sifatnya mau bagaimana lagi.

Langkahnya masuk ke rumah tanpa salam atau aba-aba sekalipun. Melewati setiap ruang tanpa penggayaan khasnya. Langsung memasuki kamarnya dan beberes. Melihati waktu sudah sore. Ia menikmati hawa-hawa mendung yang cukup tenang. Tanpa basa-basi, ia menempatkan dirinya pada meja belajar yang baru ia rapikan. Sambil mengambil kunci untuk mencari diary yang ia sembunyikan sampai kini. Untuk menuliskan apa yang ia rasakan hari ini.

Romeo memulai hal itu dengan menghidupkan lampu meja belajarnya. Mengambil penanya dan memulai membuka satu persatu lembaran diary kecilnya itu. Penulisan kali ini masih sama dengan sebelumnya. Bedanya adalah setiap rasa yang ia ungkapkan. Padahal hanya ada satu nada yang berjalan di setiap tulisannya. Yang bisa disebut sebagai rasa sakit.

Ketika dua pilihan membuatmu ragu. Yakinlah bahwa kau hanya punya satu jawaban. Antara sanggup atau redup.

Ketika satu titik telah mencapai ujungnya. Romeo langsung menutup rapat-rapat dan menyembunyikan kembali diary kecilnya itu. Karena ia merasa tak semuanya harus ia renungi sendiri. Ia butuh teman yang benar-benar mendengarkan ceritanya. Dan siap memberikan motivasi kepadanya.

Romeo yang setelah itu menundukkan kepalanya. Kedua tangannya yang mencengkeram tengkorak tak berdosa miliknya. Ia seperti akan mengalami depresi berat. Padahal ia bisa melakukan hal ini sendiri. Tapi ia selalu overthinking pada dirinya sendiri. Sehingga rasa percaya diri yang ia miliki tak akan pernah ia genggam erat-erat. Itu hanya karena satu hal. Ia yang beranggapan bahwa dirinya terkenal introvert dan cupu. Sehingga semua hal yang ia bebankan pada pikirannya. Hanya terfokus pada semua itu sehingga tak akan ada kemajuan yang harus ia hadapi sekarang.

Keheningan Romeo di kamar berlanjut hingga malam hari. Setelah melakukan kegiatan wajibnya di malah hari ia mulai merenung kembali. Terlarut dari rasa sesalnya. Ia juga mengingat akan apa yang seharusnya ia lakukan. Ia mencoba memikirkan siapa yang ingin menjadi teman curhatnya. Dan tak lama dari itu, ia baru ingat bahwa Laskar bisa membuat semua masalahnya berlalu. Meskipun tak secepat itu. Seenggaknya akan ada tahapan yang membuat ujian hidupnya jauh lebih ringan.

Romeo yang langsung beranjak dari dudukan nyamannya. Langsung membuka pintu kamarnya kencang dan mencari Laskar dengan percaya diri. Awalnya ia ingin ke kamarnya langsung. Tetapi ia tau jika malam-malam begini. Seorang Laskar tak pernah merenungi dirinya dikamar sendirian. Tak bisa disamakan dengan Romeo yang selalu merenung di kamar sendiri. Cukup sulit dimusnahkan tetapi tidak apa-apa. Yang penting ia tidak selalu merasa sendiri di setiap waktu yang ia lakukan. Bahkan setiap hari yang harus ia hadapi dengan rasa kesendirian.

"Nahkan udah aku duga. Pasti kakak ada dibelakang rumah."

Sambil mendekati Laskar yang sedang merenungi dirinya di depan perapian. Ia masih dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Bahkan sampai kini mungkin dia trauma akan kecelakaan yang menimpanya. Romeo yang datang tanpa aba-aba membuyarkan lamunan Laskar saat itu.

Laskar dengan sikapnya yang masih cuek. Tapi entah mengapa kali ini pernyataan Romeo tak terjawab sedikitpun olehnya. Atau mungkin hari ini moodnya sedang benar-benar kacau. Sehingga satu kata saja dari mulutnya seperti malas dikeluarkan dengan penuh effort. Atau memang dia ingin menyendiri saja. Dengan kedatangan Romeo malah membuatnya tak tenang.

"Kak, kakak ada masalah?"

Laskar yang membuang punting-punting ranting daun. Sambil melepaskan segala beban di depan perapian yang menyala hangat. Masih saja belum menuntaskan masalah yang ia hadapi saat ini. Sampai berkali-kali mulut merah Romeo memanggilnya. Telinganya masih saja belum terpasang tepat. Dia dalam keadaan merenung yang pura-pura. Karena kejutan yang membangunkannya sempat membuatnya kesal.

"Kak Laskar!"

"Apa sih!"

Seketika Laskar yang refleks akan rasa kesalnya. Sempat membuat tamparan pada Romeo namun tertunda. Ia hanya mengangkat tangannya dan melebarkan telapaknya. Seakan ingin memberi tamparan keras pada Romeo yang hanya berdiam diri di sampingnya.

Mungkin karena ulah Romeo yang tidak sabaran. Hingga ia sempat mengucapkan penegasan yang berlebihan. Membuat rasa kesal Laskar semakin tergugah. Hingga tak dapat ia tahan di depan Romeo. Padahal Laskar sudah merubah sikapnya selama ini. Entah apa yang dipikirkan sampai-sampai ia melakukan tindakan itu hanya karena refleks.

"Ehm... maaf-maaf, gue balik ke kamar dulu."

"Mau aku bantuin nggak?"

"Nggak, nggak, nggak usah. Gua bisa sendiri."

Peninggalan langkah Laskar membuat Romeo bimbang. Ada apa dengan sikap Laskar hari ini. Padahal Romeo tak berbuat apapun yang melukai hatinya. Tetapi saat itu Romeo benar-benar takut saat refleks Laskar yang tak terkendali pada dirinya. Seakan jiwa Laskar yang dulu kembali di keadaan sekarang.

Tetapi Romeo ingin sekali tak overthinking akan hal itu. Masalahnya saat ini saja belum selesai. Jadi dia tak perlu menambah beban pikirannya untuk hal yang tak terduga seperti ini. Mungkin hanya sekedar kecapekan atau badmood saja. Itu memang tak memandang tempat maupun waktu. Semua itu bisa terjadi atas kehendak kita sendiri. Tentang perubahan di hari ini atau keadaan di waktu yang akan datang.

"Terus aku harus tanya ke siapa kalau sudah kayak gini."

Romeo yang masih belum kembali setelah peninggalan jejak Laskar tiba-tiba. Ia masih belum bisa mencerna tentang masalah yang ia hadapi. Bukan berarti Romeo bermaksud untuk lari dari satu masalah ini. Tapi ia ingin meyakinkan dirinya bahwa pilihan yang ia yakini adalah yang paling tepat. Tidak mengecewakan satu pihak dan bermaksud menguntungkan keduanya juga dirinya sendiri. Karena tak semua bisa diselesaikan dengan baik tanpa adanya pemikiran bijak. Dan dia memerlukan itu sekarang.

Seseorang dengan langkah yang pasti. Mendekati Romeo yang melakukan hal serupa seperti Laskar tadi. Membuang punting-punting daun di perapian berasap depannya saat ini. Baunya yang cukup menyengat namun menghangatkan badan juga kala itu. Cukup memberikan ketenangan dengan paduan suasana sunyi dan bintang-bintang di langit. Agar pikiran tidak suntuk jika berada di dalam ruangan terus menerus.

"Ada apa nih?"

Sambil merangkulkan tangan kanannya yang sedari tadi menggantung. Ia dengan rasa penuh kasih sayang. Memberikan senyuman hangat di tengah kesenduan. Romeo menatap wajah sosok ini dengan jawaban yang serupa. Ia juga ingin sekali menumpahkan semuanya pada dia. Karena dia juga salah satu pendengar baiknya. Apalagi jika sudah satu frekuensi pembahasan. Pasti semuanya akan berjalan sesuai keinginan.

"Ayah, ayah pernah nggak sih terjebak diantara dua pilihan?"

"Semua orang pasti pernah merasakan hal itu. Salah satunya ayah. Namun perlu diingat, berani melangkah berani berkorban. Kalau kamu salah melangkah, bersiap kamu harus merasakan hal pedih di akhir cerita."

"Kenapa?"

"Tak semua orang punya satu tujuan yang sama. Dan setiap orang perlu untuk diselaraskan meski tak sejalan. Pesan ayah cuma satu, jangan pernah lari dan terus maju menghadap. Meskipun itu akan terdengar sia-sia. Dua pilihan hanya ada satu jawaban. Bertahanlah di atas perapian atau kau akan tenggelam di dasar lautan."

Romeo langsung terdiam. Dia seperti tak bisa berbicara banyak jika sudah terkena pesan dari ayahnya. Karena menurutnya ayahnya lebih berpengalaman akan hal ini. Meskipun dia tak tau bagaimana kehidupan ayahnya terdahulu. Tapi ia yakin apa yang ayahnya katakan tak seburuk apa yang ia lakukan nanti. Karena sudah berulang kali ia meminta pendapat ayahnya sendiri. Alhasil semua masih dalam kondisi baik-baik saja.

_ _ _

"Rev! aku mau ngomong bentar."

Panggilan Romeo pada Reva yang cukup baik. Namun respon Reva dengan tatapan yang sepertinya masih menyimpan dendam. Karena ulah Romeo sempat membuat Reva kesal satu hari itu. Mungkin itu tidak sepenuhnya dipersalahkan. Semua manusia punya hak untuk berpendapat. Meskipun tak sejalan dengan keinginan manusia yang lain. Setidaknya mereka mempunyai argumen dan mereka berani mengungkapkan. Daripada terdiam dan memilih jalur pasrah. Itu hanya merugikan diri mereka yang sebenarnya ingin mencapai hal itu.

"Ngapain lagi sih?"

Pemberhentian mereka tepat di depan kelas Romeo. Yang sudah sepi oleh lalu-lalang para siswa-siswi kelas 11 MIPA 5. Reva sepertinya sedang bersikap cuek pada Romeo. Tetapi Romeo tak bisa berdiam diri akan hal ini. Ia tak mau menyekap dirinya sendiri dalam sel yang ia buat. Ia juga ingin terbebas dari segala hal yang membuatnya tak tau arah. Dan dipenuhi rasa bersalah yang tak kunjung musnah.

"Aku mau ngomong tentang..."

"Emang penting lo bahas lagi? Bukannya lo lebih pilih cewek lo itu!"

"Lo ngomong apa sih Rev? Tasya temen gue, lo juga temen gue. Kalian nggak ada bedanya tau nggak."

"Yakin?" Tegas Reva menyela pernyataan Romeo yang tak seiras.

Reva dengan sikapnya yang cuek membuat ego Romeo tergugah. Tapi kali ini Romeo harus lebih bersabar menghadapinya. Tidak seperti biasanya, ia tak bisa melakukan hal konyol dengan Reva kali ini. Karena ini menyangkut hal serius. Bukan hanya tentang Romeo dan Reva saja. Tetapi juga tentang misi mereka. Bahkan korban yang nyata seperti Tasya. Membuat semua ini tak bisa dibiarkan dengan santai.

"Gue mohon sama lo, kali ini dengerin gue!"

"Hm...Kali ini gue mencoba ngalah ya sama lo. Kalau pernyataan yang lo buat nggak sesuai ekspetasi gue. Lebih baik kita break aja. Nggak usah nyari gue bahkan anggap gue sebagai sohib lo lagi!"

Romeo langsung mengangguk pelan. Mengikuti apa kata Reva yang sepertinya membuatnya mulai yakin. Bahwa mental yang telah ia siapkan hari ini benar-benar akan berhasil. Ia tau resiko yang akan ia hadapi sangat tinggi. Tapi dia harus bisa memilih dan bertanggungjawab. Dan tetap ingat dengan pesan yang disampaikan oleh ayahnya. Bahwa ia tak boleh lari dari masalah. Tetap percaya diri meskipun semua itu terdengar sia-sia.

"Gue bakal ngelanjutin misi ini. Gue siap bertanggung jawab akan apapun hasilnya. Ini semua gue lakuin demi kesohiban kita yang sudah terjalin selama ini. Gue yakin gue bisa, selama kita bisa ngelakuin bersama. Janji!"

_____

Jangan lupa vote dan commentnya ya bestie🙌


Continue Reading

You'll Also Like

720K 74.2K 43
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
5.8M 276K 52
Follow sebelum membaca. Cerita sudah diterbitkan dan tersedia di Shopee. ||Sinopsis|| Menceritakan tentang kisah seorang gadis bernama Revaza Khansa...
349K 4.1K 19
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
5.5M 365K 67
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...