Romeo and His Crush

By dandaferdiansyah

1.5K 761 877

Romeo Alvaro Budiman (Romeo) telah memulai hidupnya menjadi anak broken home. Sering menjadi bahan bully-an d... More

BAB 1 - Gimana Hari Ini?
BAB 2 - Aku Lupa
Bab 3 - Inilah Diriku
BAB 4 - Terlalu Lebih
BAB 5 - Hati yang Dekat
BAB 6 - Cukup tau
BAB 7 - Hangat yang Gelap
BAB 8 - Mencurigakan
BAB 9 - Patah Satu Waktu
BAB 10 - Sabar Ini Ujian
BAB 11 - Kecewa Itu Berat
BAB 12 - Aku Takut
BAB 13 - Ada yang Berbeda
BAB 14 - Yang Terlupakan
BAB 15 - Lupakan atau Kembali?
BAB 16 - Akhirnya?
BAB 17 - Harapan Punah
BAB 18 - Kesudahan
BAB 19 - Perubahan
BAB 20 - Menelusuri
BAB 21 - Terlihat Buram
BAB 22 - Terlampaui
BAB 23 - Terpantau
BAB 24 - Bersimpati?
BAB 26 - Sedikit Sesak
BAB 27 - Solusi Renungan
BAB 28 - Serangan Lawan
BAB 29 - Interogasi
BAB 30 - Mengapa Begini?

BAB 25 - Skenario Pemula

11 4 1
By dandaferdiansyah

"Eh lo gilak ya?"

"Kenapa gila?"

Diskusi ini cukup menegangkan. Dalam area melingkar membelakangi gudang sekolah belakang. Semua cukup aman bahkan tak ada siapapun disana. Hanya mereka bertiga. Yakni ada Romeo, Tasya juga Reva. Mereka akan merencanakan sesuatu akan penyekapan Mily. Yang dimana hal itu dilakukan degan keterpaksaan. Agar mendapatkan jawaban yang jelas atas semuanya. Bukan karena mereka tak sayang atau bagaimana. Tetapi mereka juga masih termasuk sohibnya yang terhempas. Meski tak terima akan kejadian yang berlalu. Tapi mereka yakin bahwa Mily tak merubah dirinya hanya masalah sepele.

Tasya dan Reva masih berdebat ria. Setelah kejadian mengagetkan terjadi sesaat. Karena Reva yang tiba-tiba muncul dan mendekapkan tangannya pada Tasya. Awalnya Tasya terkejut, yang sebenarnya Romeo menyadari hal itu lebih dulu. Sehingga tangan Romeo sigap menutup mulut Tasya yang hendak teriak ketakutan. Semua terjadi begitu cepat. Dan Reva sampai saat ini belum menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

"Apa kita nggak sebaiknya cari tempat duduk?"

Romeo yang cukup ragu mengatakan hal itu. Karena harus berada di tengah pertempuran sengit antara Reva dan Tasya. Yang masih saling menatap tajam. Seperti hendak memakan satu sama lain.

"Iya bener juga sih. Tapi dimana woy?"

"Iya Meo, dimana emang?"

Romeo langsung mengalihkan perhatiannya pada kardus-kardus tak berguna di depan gudang. Ia sedang memikirkan sesuatu yang sulit untuk dicerna. Tetapi tak lama dari itu, langkahnya menuju tumpukan kardus semakin nyata. Ia mengambil tiga kardus bekas dan meletakkannya di atas bata-bata yang telah tertata rapi. Disana ia tak membersihkan sisa-sisa debu yang menempel. Membuat tatapan sinis jatuh pada kedua bola mata Reva dan Tasya saat itu.

"Lo beneran mau diskusi disitu?"

Penegasan Reva hanya direspon Romeo dengan anggukannya. Padahal Reva tak ingin mengotori dirinya degan hal-hal semacam itu. Meskipun ia tau bahwa ini harus dilakukan. Karena mereka tak punya waktu luang untuk membahas semua ini.

"Iya Meo, menurutku kita berdiri aja deh. Nggak ingin cari gara-gara aja gitu."

"Dasar cewek." Bisik Romeo pelan sambil mengalihkan tatapannya.

"Apa lo bilang?!" Kompak Reva dan Tasya dengan nada tak terima.

Romeo yang melihati hal itu hanya bisa menelan ludah. Wajah mereka sudah mulai memerah. Seperti amarah yang akan mengguncang dan menggemparkan dunia seisinya. Reva langsung menunjukkan jari kelingkingnya dan mengarahkan tepat di depan wajah Romeo.

"Ngomong apa lo tadi?"

"Ng...Nggak, maksudnya dasaran cewek itu emang begitu."

"Hah?"

"Dengerin dulu dong! Dasarannya semua cewek itu suka kebersihan. Jadi wajar, gitu maksudnya. Santai, santai."

Reva langsung memalihkan semua itu. Kembali pada keberadaannya. Romeo langsung mengemasi dirinya membersihkan area itu seperti semula. Dan mereka memutuskan untuk membahas semua ini dengan berdiri dan berfikir kritis.

"Jadi gimana?"

Semua itu bermula dari Tasya yang sudah menanti hal ini. Perbincangan seriuspun dimulai. Romeo dengan wajah ragunya tetap memberi kepercayaan. Dengan Reva yang sudah mengambil ancang-ancang pembahasan yang strategis dan terencana.

"Kita akan memulai semua ini dari luar kelas. Nanti lo Tasya, ajak dia keluar sambil ngobrol santai. Biar dia nggak curiga, mendingan lo ajak dia ke toilet."

"Ngapain?"

Romeo seperti merusak suasana. Padahal penjelasan Reva belum cukup sampai disini. Tapi ia sendiri seolah memotong semua itu dengan nada percaya diri dan tak terima. Seperti tak ada hal lain yang bisa dilakukan. Padahal ini bagian dari strategi. Memang tak seharusnya Romeo mengikuti diskusi detektif seperti ini.

"Lo diem aja deh. Gue belum selesai bicara juga. Ngerusak aja dari tadi."

"Ya lo ngapain ajak dia ke toilet. Kan Tasya juga nggak selalu ngajak seseorang ke toilet."

Reva langsung menginjak kasar kaki Romeo. Agar kesakitan itu bisa ia rasakan. Dan diam sampai diskusi ini selesai. Karena Reva seakan kesal dengan mulutnya yang terlalu cerewet. Padahal dia laki-laki, tapi suka menangnya sendiri seperti perempuan. Meskipun tak ada salahnya pendapat Romeo ditampung. Mungkin itu bisa menjadi pertimbangan. Tapi pemikiran Reva saat ini sudah dibuat matang-matang bahkan tidak bisa diganggu gugat. Karena Reva juga tak sebodoh itu merancang semuanya. Bahkan satu celahpun tak akan pernah ia lewati. Melihat berbagai kemungkinan dari berbagai sisi yang ada.

"Udah, puas?"

"Lo gilak ya!"

Reva langsung memalingkan wajahnya kepada Tasya kembali. Ya meskipun Tasya hanya bisa geleng-geleng kepala karena perlakuan konyol mereka. Dan selalu bertengkar di setiap waktu. Sampai pembahasan yang seriuspun harus mereka lewati. Demi kepentingan diri sendiri yang tak akan ada habisnya.

"Jadi nanti kalau dia lagi nunggu di dalam. Gue sama Romeo bakalan nunggu diluar. Ya lo lama-lamain aja deh, sembari nunggu yang lain keluar juga gitu."

"Ya itu bisa diatur sih Va."

Tasya meresponnya dengan santai. Dengan wajah ketenangan dibalut kepercayaan tinggi terhadap Reva. Ia yakin bahwa hal ini tak akan seburuk jadinya nanti. Karena Reva sudah kenal Mily dari lama. Jadi tak mungkin ia tak tau apa saja sikap yang diperlihatkan Mily selama ini. Meskipun terkenal wibu, namun Mily tak setertutup itu dalam dunia sekitarnya.

"Terus habis itu kita sikat dia gitu?"

"Ya nggaklah dungu. Kalau kayak gitu, kita kena dong!"

"Iya juga sih, terus gimana dong?"

Perbincangan itu terus berlanjut. Hingga mereka tak sadar bahwa 2 menit lagi bel masuk akan berbunyi. Hal itu mulai terasa saat Romeo melihati waktu yang ada di handphone-nya. Ia merasa hal ini tak bisa dibiarkan lama-lama. Karena mungkin akan ada seseorang yang melihat dan mereka akan mampus.

"Eh Rev, cepetan deh mendingan. Soalnya ini mau bel masuk."

"Aduh, oke gua lanjut ya."

Semua mengangguk. Dan Reva memilih jalan pintas untuk meringkas rencananya yang cukup panjang. Dengan akhiran yang begitu menakjubkan. Semua cukup senang dan melemparkan senyuman sinis satu sama lain. Kembali menuju kelas masing-masing dan menikmati kelelahan selanjutnya.

Sepulang sekolah, Romeo dan Tasya kali ini berpisah. Dan harus mereka jalani untuk tercapainya misi ini. Bahkan mereka harus rela saling cuek. Agar acting yang mereka gunakan sesuai dengan rencana. Tak lain juga agar si Mily bisa percaya akan keadaan yang dialami Tasya saat ini.

"Eh Mil!"

Langkah Mily yang hendak keluar dari pintu kelas terhenti. Wajahnya yang nampak kusut dan malas berdebat itu terlihat jelas. Romeo hanya bisa diam dan terlihat sedih. Ketika temannya tak lagi melihatnya dengan nada bahagia. Tak seperti apa yang dirasakannya dulu. Tasya dengan cerianya. Melanjutkan skenario yang telah dirancang matang-matang oleh Reva.

"Iya, kenapa Sya?"

"Kamu sendirian aja. Mau ikut aku dulu nggak?"

Tatapan Mily bukan mengarah ke wajah Tasya yang sudah ramah mengajaknya. Melainkan menatap Romeo yang sedari tadi memainkan jarinya di kelas sendirian. Entah apa yang dirasakan Mily saat itu. Apa dia curiga atau bagaimana itu adalah hanya dia yang tau.

"Gimana?"

"Oh, boleh. Kemana memang?"

"Ke toilet dulu kali ya. Aku mau kencing dulu nih kebelet. Yuk!"

"Ehm, yaudah."

Respon senyuman manis dari Mily cukup membuat lega Tasya. Namun lagi-lagi Mily menatap Romeo yang ditinggal oleh Tasya tiba-tiba. Padahal ia tau bahwa Romeo dan Tasya selalu bersama ketika pulang maupun ke kantin. Jadi tak heran ketika mereka tak bersama ketika itu. Cukup membuat teka-teki bagi Mily yang tak tau apa-apa.

Romeo yang sudah melihat kehilangan jejak mereka. Langsung beranjak dari tempat duduknya dan mulai melanjutkan alur cerita selanjutnya. Namun keberdiriannya saat itu dihentikan kompak oleh geng paras tenar. Entah ada apa lagi kedatangan mereka kala itu. Ada ancaman baru atau mungkin mereka sedang gabut.

"Woy si cupu!"

Awalnya Romeo menghiraukan semua itu. Sama sekali tak menjawab dan menundukkan kepalanya segera. Ia takut jika menatap langsung mata mereka akan berujung masalah. Karena tak semua orang bisa melakukan hal itu. Mungkin akan membuat keadaan lebih buruk lagi. Apalagi jika Romeo mencobanya. Dia akan kena imbas yang tak pernah ia duga.

"Nggak dijawab nih?"

Tiba-tiba suara Nasya terdengar oleh Romeo. Ya mungkin hanya Nasya yang bisa Romeo telak kali ini. Karena itu adalah harapan satu-satunya untuk ia bisa bangkit. Dari hal yang membuatnya lemah saat ini. Karena ia tau bahwa Nasya tak seburuk yang ia kira.

"Seharusnya anak pintar seperti kamu tak akan pernah terlibat dalam hal ini."

Jawaban itu membuat hentakan tangan di atas meja bermunculan. Itu adalah Halda. Yang tak terima atas penegasan Romeo yang tak seiras. Berani berbicara namun tak berani menghadap.

"Lo nggak suka? Lo iri? Bilang aja nggak usah sindir-sindiran. Laki bukan?!"

Gebrakan meja diikuti oleh seseorang yang baru datang. Siapa lagi kalau bukan Reva. Yang sedari tadi menunggu kehadiran Romeo. Yang seharusnya Romeo menjemput Reva sih. Ya mungkin karena kedatangan Romeo yang terlalu lama membuat Reva harus turun tangan.

"Ngapain lo bang**t!"

"Nji*g, gini ya kalau cowok punya temen cewek. Yang belain yang cewek bro. Hebat banget!"

Romeo langsung megambil langkah berdiri. Dan berlindung di belakang Reva. Ia ketakutan dan mungkin tak ingin lagi terkena imbas jahat mereka. Reva yang juga tak bisa tinggal diam. Terus membalas ucapan yaang dilontarkan oleh Halda.

"Terus apa bedanya sama anda woy. Beraninya nantangin dibelakang. Situ manusia apa hewan?"

Kata-kata itu menyakitkan bagi Halda. Hingga para pengikutnya ikut campur atas masalah sepele ini. Yang berujung fatal jika tak ada yang melerainya. Padahal hal itu sebenarnya dihiraukan saja. Tapi mereka tetap saja memilih untuk saling membela dirinya tanda berani.

"Lo ngajak betumbuk ya. Sini lo!"

"Eh udah, cukup kalian!"

Kedua tangan itu melerai keduanya. Menjauhkan hadapan Halda dan Reva yang hendak bertengkar. Entah ini suatu keajaiban atau memang akan ada perubahan. Seorang Nasya yang melerai tiba-tiba suatu keadaan ini membuat Halda bengong. Bahkan semua anak disitu ikut tidak percaya akan hal ini. Romeo hanya bisa melihatnya dengan wajah penasaran. Apa setelah perkataan itu muncul dari mulutnya. Nasya benar-benar bisa merubah sikapnya.

"Udah cukup ya, gue cuma nggak mau kita sama-sama masuk lubang penyesalan. Ayo Hal!" Tegas Nasya yang lalu menarik keluar Halda.

Diikuti oleh langkah Jerome dan Neo. Yang dimana mereka juga mengarahkan simbol kedua tangan yang mengancam. Mengarahkan pada kedua bola matanya lalu mengembalikannya pada Reva dan Romeo. Seolah akan ada episode selanjutnya yang harus mereka nanti.

"Udah nggak usah dipedulikan."

Romeo yang sudah mulai meredam ketakutannya. Karena keluarnya geng paras tenar cukup membuatnya tenang. Kini Romeo baru ingat bahwa mereka harus melanjutkan skenario yang tiba-tiba dihentikan ini.

"Eh, gawat Rev!"

"Kenapa?"

"Tasya sama Mily! Aduh, gimana dong?"

"Eh Anj*r bener juga. Udah telat, ayo! ayo!"

Nada tergesa-gesa itu dilontarkan oleh Reva tak karuan. Juga menarik tangan Romeo agar cepat melanjutkan misi mereka. Karena sudah menunda bahkan membuang-buang waktu mereka. Padahal hal ini tak seharusnya dilakukan. Kalau begini caranya. Bisa-bisa mereka kehilangan momen. Dan menyesal akan perbuatan yang telah direncanakan matang-matang.

Karena langkah mereka begitu cepat. Sesampainya mereka disana. Romeo dan Reva hanya melihat toilet itu tiada siapapun yang melewati. Bahkan keluar dari arah dalam sana. Mereka tak menunggu tepat di pintu depannya. Melainkan di dinding kelas sebelah agar tak ketahuan nantinya. Penantian mereka cukup lama dan tak ada satupun manusia disana. Cukup aneh bahkan penasaran juga apa yang sebenarnya terjadi.

"Eh, ini benerkan toilet yang kita rencanakan tadi?"

"iya Rev, lo bilang sebelahnya koridor kelas sebelas. Ya cuma ini, nggak ada lagikan?"

"Tapi kok aneh ya. Nggak ada siapapun loh disini. Mana udah lama banget."

Ketakutan Reva cukup memberikan banyak pertanyaan tak terjawab. Bahkan Romeo sendiri ikut bingung. Apakah semua ini tak dijalankan Tasya sesuai rencana. Apa memang ada miss communication yang tidak diketahui. Jadi hal ini tak bisa dijalankan dengan baik.

Wajah Romeo yang berpaling dari toilet itu melihat seseorang datang ke arahnya. Awalnya dia biasa saja. Namun karena langkahnya yang mulai mendekatinya. Membuat ia memfokuskan semuanya. Sampai-sampai kacamatanya ia bersihkan dan kembali melihatnya. Ini benar-benar bukan suatu lelucon.

"Eh Rev, gawat!"

"Gawat? Gawat kenapa?"

"Lo lihat deh disana."

Reva mulai meneliti apa yang ada di depannya saat ini. Tepatnya yang sedang ditunjukkan serius oleh Romeo. Sampai-sampai ia sekarang merasa gugup bahkan tak bisa berkata-kata akan hal ini. Setelah penelitiannya dengan mata yang terbuka. Ia melihat dua orang berjalan mengarah ke koridor kelas sebelas. Dimana ia dan Romeo sedang berada disana.

"Itu bukannya kak Laskar sama ibu tiri lo ya?"

"Eh, Ssssttt..."

Romeo langsung menutup rapat-rapat mulutnya dan mendekap Reva menjauhi kawasan itu. Mereka memutuskan bersembunyi dibelakang toilet. Menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Awalnya Reva tak mau, tapi arahan Romeo tak bisa ia telak. Karena terkadang kekuatan paksaan laki-laki biasanya terlalu lemah untuk ditelak perempuan. Meskipun Romeo terkenal cupu sih. Tapi itu tak menutupinya sebagai seorang laki-laki.

"Eh lu kenapa sih? Lepasin!"

Romeo langsung membersihkan tangannya. Dan melanjutkan perbincangan mereka di lorong sebelah toilet.

"Huft, untung aja kita disini. Kalau nggak bisa mampus deh gua."

"Kenapa lu? Sakit!"

"Lu tau sendirilah ibu tiri gua gimana. Seburuk seperti di film-film tau nggak?"

Reva yang tanpa aba-aba menghampiri langkah Laskar dan ibu Romeo. Entah apa yang ia lakukan kali ini. Benar-benar membuat Romeo terkejut dan geram. Romeo langsung mengikuti langkah Reva dengan amat kesalnya. Entah apa yang kali ini ia lakukan pada Romeo. Apakah setragis yang Romeo pikirkan atau tidak.

"Kak Laskar, Tante, ini ibunya Romeo kan?"

"Ehm...Iya, ini siapa ya?"

"Saya Reva tante, teman sekolahnya Romeo. Kata Romeo tante kayak penyihir. Emang bener?"

_____

Jangan lupa vote dan commentnya ya bestie🙌



Continue Reading

You'll Also Like

RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.6M 222K 67
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
5.5M 365K 67
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.2M 118K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
294K 35.3K 29
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...