Romeo and His Crush

By dandaferdiansyah

1.5K 761 877

Romeo Alvaro Budiman (Romeo) telah memulai hidupnya menjadi anak broken home. Sering menjadi bahan bully-an d... More

BAB 1 - Gimana Hari Ini?
BAB 2 - Aku Lupa
Bab 3 - Inilah Diriku
BAB 4 - Terlalu Lebih
BAB 5 - Hati yang Dekat
BAB 6 - Cukup tau
BAB 7 - Hangat yang Gelap
BAB 8 - Mencurigakan
BAB 9 - Patah Satu Waktu
BAB 10 - Sabar Ini Ujian
BAB 11 - Kecewa Itu Berat
BAB 12 - Aku Takut
BAB 13 - Ada yang Berbeda
BAB 14 - Yang Terlupakan
BAB 15 - Lupakan atau Kembali?
BAB 16 - Akhirnya?
BAB 17 - Harapan Punah
BAB 18 - Kesudahan
BAB 19 - Perubahan
BAB 20 - Menelusuri
BAB 22 - Terlampaui
BAB 23 - Terpantau
BAB 24 - Bersimpati?
BAB 25 - Skenario Pemula
BAB 26 - Sedikit Sesak
BAB 27 - Solusi Renungan
BAB 28 - Serangan Lawan
BAB 29 - Interogasi
BAB 30 - Mengapa Begini?

BAB 21 - Terlihat Buram

21 9 15
By dandaferdiansyah

"Ibu, STOP!" Tegas Laskar pada ibunya.

Seperti yang ia lihat sekarang. Romeo terjatuh lemah sampai menangis sesak. Sedangkan ibunya malah asyik melanjutkan penindasannya. Itu membuat Laskar marah dengan kasarnya. Sampai-sampai ia berani membentak ibunya sendiri. Ibu yang selama ini selalu menyayangi sepenuh hati dibandingkan dengan Romeo.

"Laskar, kenapa kamu bela anak LOL seperti dia?!"

"IBU STOP! Dia bukan anak LOL seperti yang ibu bilang. Please! Bisa nggak ibu berubah sikap sama Romeo. Ada apa sih?"

Romeo masih terdiam sesak dengan tasngisnya. Stiker itu masih dibawah kaki ibunya. Dan tak ada spontan dari kaki itu untuk mengeluarkan stiker yang terinjak itu segera. Laskar yang tak bisa membantu Romeo untuk memaksa mengambil. Dia hanya bisa melihat Romeo terjatuh lemah.

"Punya anak gatau diri semua! Makan tuh sampah!" Respon ibu dengan melempar kasar stiker dari telapak kakinya.

Tanpa rasa bersalah, ia kembali ke kamar. Menenangkan emosi yang menggebu-gebu ia bangun sendiri. Tanpa meminta api dari siapapun. Laskar yang mengulurkan tangannya mencoba membantu Romeo untuk berdiri. Romeo mulai mengusapi tangisnya dan melihat Laskar. Sebelum ia berdiri dan meraih tangan itu segera.

"Makasih ya kak."

Semua itu diakhiri dengan rasa haru. Pelukan mereka seakan telah menyatu erat. Menjadi sepasang kakak adik yang sudah seiras. Saling pengertian dan tolong menolong satu sama lain. Tanpa ada yang mencoba menjatuhkan atau sekedar berbuat semena-mena.

Mereka berdua memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing. Karena waktu juga sudah menunjukkan larut malam. Yang sekiranya adalah waktu tidur yang tepat untuk para remaja seusia mereka. Namun tidak dengan Romeo, ia masih melanjutkan ritualnya. Dengan merenung memikirkan tentang kondisi stiker kesayangannya itu.

"Kalau saja aku bertemu kamu lagi. Pasti aku bakal minta maaf dan memelukmu."

Dia meneteskan beberapa butir air mata yang mengalir dari pipinya. Merasa bersalah juga tidak bisa bertindak apapun. Selain menyesali perbuatan yang membuatnya hancur berkeping-keping.

Kini stikernya sudah robek bahkan tak bisa terlihat sempurna lagi. Kusut dan tidak dapat dikembalikan seperti semula. Itu hanya sebagai hiasan. Dengan bentuk yang kecil, tak bisa membuatnya bisa dimanipulasi. Stiker panda kecil yang sempat menjadi kenangan itu membuat Romeo berfikir keras. Siapa orang yang berada dibalik semua ini.

Memang kejadian itu sudah cukup lama. Padahal, jika diingat dengan baik pasti Romeo telah menemukannya. Dan andai kata dia mengetahui semuanya. Pasti dia tidak akan bisa berkata apapun. Salah tingkah dan berujung speechless. Seperti tidak tau Romeo saja. Apapun yang membuatnya jatuh cinta pasti akan membuatnya overpower gembira. Sudah biasa dilakukan oleh remaja yang baru saja merasakannya. Tidak usah sekaget itu.

_ _ _

"Gimana Meo, apa sudah ada teka-teki?"

Mereka berada di kantin yang sama dengan perkumpulan yang berbeda. Posisi Mily sekarang telah digantikan oleh Tasya. Bukan karena Reva dan Romeo tak menganggap kehadiran Mily lagi. Tapi mereka sedang merencanakan sesuatu. Untuk mencari tau penyebab Mily merubah sikapnya. Dengan ketua pelaksana yang bijak pastinya. Siapa lagi kalau bukan Romeo.

Kini mereka berdiskusi dengan ditemani es teh favorit. Bahkan Tasya juga ikut-ikutan gaya mereka dengan memesan es teh. Rasanya tak begitu buruk. Sangat enak jika dinikmati di cuaca yang cukup panas. Bahkan untuk kantong anak sekolah seperti mereka.

"Aku sebenarnya udah punya satu teka-teki. Yang mungkin bisa kita jadikan petunjuk."

Reva yang awalnya fokus pada es teh yang ia sedot. Langsung tersedak mendengar ucapan Romeo. Ia terkejut bahkan ingin menyela. Tapi apalah daya kalau ia malah tersedak duluan.

"Eh, eh, eh, pelan-pelan Reva."

"Iya maaf, ini gara-gara lo sih Rom."

"Lah kok gue?" Respon Romeo tak terima.

Tasya langsung mengedipkan matanya memberi kode-kode pada Romeo untuk mengalah. Tasya langsung menyodorkan sedotan itu kembali ke mulut Reva. Untuk ditelannya kedua kali agar mengalirkan air yang menyangkut di tenggorokannya.

"Huft, untung aja gue nggak mati."

"Hust, ucapanmu!"

Romeo spontan seperti biasa. Ia selalu penuh kejutan di setiap situasi. Apalagi mendengar lelucon tak baik seperti itu. Dia selalu mencoba mengingatkan agar ucapan itu tak berujung petaka. Alhasil teman-temannya selalu menganggap hal itu perlu dibenarkan. Dan selalu meminta maaf setiap mereka salah berbicara seperti itu.

"Iya, iya maaf."

Ucapan Reva membuat Tasya tertawa singkat. Melihat tingkah aneh mereka yang solid. Saling menghargai pendapat masing-masing. Meskipun itu harus dengan peringatan kasar. Tetapi kalau itu baik, kenapa harus disalahkan. Karena tak semua penegasan harus ditekankan pada hal-hal kemarahan. Bisa saja kesalahan juga harus perlu penegasan.

"Okey, kita kembali ke topik. By the way, lo cari tau kemana dah teka-teki itu?"

"Kemarin sepulang sekolah. Gue ketemu dia. Dan lo tau dia sama siapa?"

"Siapa, Meo?"

Suasana mulai menegang. Romeo memperlambat durasi agar keduanya penasaran. Menunggu ucapan Romeo yang amat serius dihadapan. Tasya dan Reva melihat Romeo seakan tanpa kedipan. Tatapannya tertuju pada bibir Romeo yang siap memunculkan jawaban dari rasa penasaran ini.

"Pacarnya, tapi entah kenapa saat gue ikutin mereka ya. Mereka kayak bertengkar gitu dah."

"Hm...Dia lagi." Ucap Reva sambil memalingkan wajahnya.

Romeo yang melihat hal itu spontan mengagetkan Reva. Ia hanya ingin semua ini tak begitu menegangkan. Hanya sebagai lelucon tambahan di tengah suasana panas perbincangan mereka.

"Demi apa lu!" Tegas Romeo sambil memukul meja dengan kedua tangannya.

"Romeo!" Kejut Reva dan Tasya kompak.

Tasya langsung auto mencubit Romeo dengan amat kesalnya. Ia begitu gemas dengan sikap Romeo sampai tak tertolong jengkelnya. Beda dengan Reva, ia memukul tangan Romeo. Dengan rasa sakit yang sulit hilang menurut Romeo. Tapi dia sudah biasa diperlakukan seperti itu. Memang anaknya terkenal iseng.

"Aduh, sakit tau."

"Makanya lu jadi anak gausah jail!"

"Iya ih." Saut Tasya.

Romeo malah tertawa dan melupakan sejenak beban pikirannya saat ini. Reva lalu tak melanjutkan apa yang ia maksud dari kata-kata sebelumnya. Namun Tasya sudah kepo akan hal itu. Sambil meminum es teh kantin, semua itu masih berlanjut.

"Sorry Rev sebelumnya. Dia yang kamu maksud itu siapa ya?"

"Oh si dia, Si dia itu pacarnya si Mily. Mereka beda agama."

Tasya langsung menutup mulutnya dengan rasa terkejut. Romeo mendengar hal itu langsung lemas tak berdaya. Ia langsung meminum es tehnya dengan rasa penuh ketakutan. Ternyata yang ia lihat kemarin bukan hanya masalah biasa. Tapi benar-benar luar biasa. Romeo berfikir kalau hal ini mungkin menjadi pusat masalah dimana selama ini Mily berubah sikap.

"Wah gilak sih, kalau emang bener kayak gitu. Mungkin nggak sih kalau itu penyebabnya?"

"Maybe, nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini." Respon Reva singkat.

Mereka melanjutkan misi penghabisan es teh sampai bel berbunyi. Sambil menenangkan diri setelah kejutan hebat yang dibawakan Reva kepada Romeo dan Tasya. Mereka amat sangat terkejut atas semua ini. Yang tak dikira-kira akan kisah percintaan rumit yang dialami Mily selama ini.

Sepulang sekolah, mereka masih dengan misi yang sama. Menyelidiki berbagai hal tentang Mily. Tapi kali ini mereka malah memberanikan diri menunggu kehadiran Mily keluar kelas. Setelah beberapa hari terakhir ini Mily mulai menjauh bahkan tak sebangku lagi dengan Romeo. Romeo kini sebangku dengan teman di depannya dulu. Sedangkan Mily berada di depannya tepat saat ini, hanya menukar posisi teman saja. Mereka sudah jarang komunikasi bahkan membuat lelucon bersama. Sungguh mengenaskan bagi Romeo.

"Reva mana ya?"

Romeo masih dengan nada bertanya-tanya. Sedang menunggu Reva yang sedari tadi juga tidak keluar dari kelasnya. Wajah Tasya juga tampaknya khawatir. Karena mungkin ada masalah tersendiri dalam dirinya.

Romeo yang awalnya melihat arah kelas Reva. Ia kembali memalingkan wajahnya pada Tasya. Tentang apa yang dirasakan Tasya saat ini. Yang sepertinya membuat dirinya menegang.

"Kamu kenapa Sya?"

Tasya masih terdiam. Dia seperti tak sanggup melontarkan kata-kata. Padahal Romeo sudah mengungkapkan maksud dan tujuan kepadanya. Tapi masih saja tak ada respon dari gerakan wajahnya.

"Tasya?"

"Romeo, aku boleh pulang dulu nggak? Aku takut kalau mama marah. Soalnya hari ini aku ada janji ke mall sama keluarga."

"Siang bolong begini?"

Tasya langsung menggerakkan tangan kanannya pada pipinya. Seperti sedang menyimbolkan sesuatu. Romeo masih terdiam dan fokus pada wajah Tasya. Yang benar-benar tak tau maksud Tasya sebenarnya. Padahal teka-teki itu tak sebegitu sulitnya. Memang Romeo aja yang kurang peka.

"Sya, to the point aja dong. Tau sendiri aku LOLA."

Dengan wajah memelas, Romeo sempat membuat Tasya marah. Tasya hanya mengepal tangannya dan menghembuskan nafas panjang. Tanda kesabaran Tasya sudah tidak kuat lagi dengan tingkah Romeo.

"iya deh iya, aku ke salon dulu Meo. Tau sendirikan ribetnya wanita kayak apa?"

Tasya langsung mendekatkan wajahnya pada Romeo. Sambil memasang muka gemas sedikit kesal pada Romeo juga. Karena ia tak pernah pengertian akan setiap kata yang dilontarkan Tasya untuknya.

"Yaudah deh kalau begitu, kamu hati-hati ya."

"Nggak ikhlas nih aku tinggal?"

"Nggak sih sebenarnya, eh maksudnya nggak apa-apa. Udah pergi sana."

Tasya langsung memasang wajah-wajah cemberut. Romeo sepertinya salah berbicara padanya. Hingga Tasya mendekap kedua tangannya dan menatap Romeo serius. Padahal Romeo kira itu adalah kata-kata yang seharusnya ia lontarkan.

"Dih ngusir."

"Aduh, salah ya?" Tanya Romeo sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Ia langsung menghembuskan nafas panjang. Memejamkan mata dan berfikir. Apa yang seharusnya ia lontarkan agar cowok tidak menjadi serba salah. Padahal ia juga tak merasa ucapannya terlalu kasar. Tapi kenapa selalu salah dimata cewek.

"Nggak, nggak kok bercanda. Dah!"

Lambaian tangan Tasya membangunkan Romeo. Langsung meninggalkan Romeo sendiri di depan kelas. Dengan berlari menuju ke gerbang sekolah. Salam pamit yang cukup menggemaskan. Keduanya saling merespon lambaian tangan yang jarang dilakukan oleh banyak orang. Apalagi hanya menjadi teman biasa seperti Romeo dan Tasya.

"Idih norak amat ya jaman sekarang."

Sautan itu tiba-tiba mengganggu berdirinya Romeo disana. Sosok wanita wibu yang melangkah cepat melewati Romeo begitu sombongnya. Tanpa ada angin dan badai. Suara itu merusak suasana yang lagi dingin-dingin ini.

Romeo terkejut sekaligus jijik melihat kelakuan si Mily. Kenapa ia tiba-tiba berbicara tanpa ada sopan santunnya. Romeo mengira bahwa hal itu hanya capernya si Mily aja. Mungkin dia ingin kembali dekat dengan Romeo. Padahal juga Romeo tau masalah percintaannya lebih rumit dan norak daripada ini.

"Eh, ada apa?" Kejut Reva menepuk pundak Romeo dari arah belakang.

Setelah kepergian Tasya yang cukup menggemaskan. Dan lewatan penyihir yang meresahkan. Kini datanglah tamu yang sedari tadi ditunggu kehadirannya. Dengan kata-kata yang terlalu kepo. Dan cukup malas untuk menjelaskannya secara panjang lebar bagi Romeo.

"Intinya Tasya nggak bisa ikut karena ada acara. Dan teman lo yang wibu itu nyinyirin gue tau gak."

"Demi apa lo?"

Reva langsung mengarah ke hadapan Romeo. Dia langsung membuat wajah bingung dan bertanya-tanya. Terkejut juga sih. Karena ia baru tau tentang hal ini. Setelah dari tadi ia ditunggu lama oleh Romeo juga Tasya.

"Ngeselin banget asli dah. Pengen gue tampol nggak tuh mulutnya."

"Dih, kayak berani aja lo sama dia."

"Ya, enggak juga sih. Tapikan apa salahnya percaya diri."

Reva hanya tersenyum. Dan mendekap kedua tangannya tanda seperti menertawakan Romeo. Romeo melihat Reva dengan wajah yang cukup ragu. Setelah kata-kata yang kurang tepat akan kepribadiannya dilontarkan cepat.

"Sejak kapan seorang Romeo Alvaro Budiman percaya diri heh? Sampai doraemon muncul di dunia inipun lo nggak bakal bisa percaya diri."

Sambil merapatkan semua jari tangannya pada ujung pusat. Dan memutari badan Romeo. Dengan kalimat-kalimat yang cukup membuat Romeo tertekan bahkan tertusuk pada hati terdalam. Tidak ada respon selain hanya diam dan mendengarkan.

"Berarti mustahil dong?"

"Nah bener."

Tanpa basa-basi lagi, Romeo langsung meninggalkan Reva dengan langkah cepat. Namun langkahnya tidak menuju ke arah gerbang sekolah dan mengikuti Mily. Ia mengarah ke lapangan basket sekolah. Yang biasa digunakan anak-anak ekstrakulikuler basket. Entah apa yang dipikirkan Romeo saat itu.

Mereka terhenti di pintu utama lapangan basket. Dengan cuaca yang cukup panas. Lapangan itu dipenuhi oleh siswa-siswi SMA Negeri Bara Emas. Sepertinya sedang asyik dengan permainan buas mereka. Tetapi entah kenapa tatapan Romeo semakin tajam pada pergerakan bola basket itu. Sampai Reva bingung, apa yang sebenarnya dipikirkan Romeo. Padahal Romeo tak ada minat sama sekali dengan olahraga.

"Kita main yuk!" Ajak Romeo dengan penuh percaya diri.

"Romeo, lo jangan gila ya. Gue nggak bisa main. Dan lo, gue nggak yakin bisa main juga."

Romeo malah cuek dan langsung melempar tasnya dengan kasar di samping lapangan. Dia melepaskan kacamatanya. Menempatkannya pada saku celana. Dengan gayanya yang tak biasa. Hingga membingungkan sosok Reva sebagai teman sohibnya. Tak seperti biasa ini dilakukan Romeo. Sampai Reva takut ini karena ulah kata-katanya barusan.

"Hai, boleh ikutan main?"

Semua orang tertuju pada Romeo. Permainan itu terhenti karena kedatangannya. Bukannya malah senang, mereka malah menertawakannya. Karena mereka kira, Romeo hanya main-main akan hal ini.

"Punya skill apa lu? Berani ikutan main segala."

"Kalau aku menang, kalian harus menuruti apa yang aku mau. Dan sebaliknya, gimana?"

Semuanya langsung terdiam. Salah satu anak yang mengejeknyapun langsung melihat Romeo dengan tatapan tajam. Reva hanya bisa melihat dari jauh dan khawatir akan kondisi ini. Antara dia tak ingin Romeo kesakitan dan dia juga ingin lari dari penglihatan ini.

"Deal!"

_____

Jangan lupa vote dan commentnya ya bestie🙌

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 63K 52
-Ketua Geng Motor -Nikah Terpaksa Arkana Septian, lelaki berparas tampan. Seorang Mahasiswa yang menjadi pelatih taekwondo di kampus nya. Dan ketua...
1.1M 50.4K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
5.8M 247K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
349K 4.1K 19
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+