Romeo and His Crush

By dandaferdiansyah

1.5K 761 877

Romeo Alvaro Budiman (Romeo) telah memulai hidupnya menjadi anak broken home. Sering menjadi bahan bully-an d... More

BAB 1 - Gimana Hari Ini?
BAB 2 - Aku Lupa
Bab 3 - Inilah Diriku
BAB 4 - Terlalu Lebih
BAB 5 - Hati yang Dekat
BAB 6 - Cukup tau
BAB 7 - Hangat yang Gelap
BAB 8 - Mencurigakan
BAB 9 - Patah Satu Waktu
BAB 10 - Sabar Ini Ujian
BAB 11 - Kecewa Itu Berat
BAB 12 - Aku Takut
BAB 13 - Ada yang Berbeda
BAB 14 - Yang Terlupakan
BAB 15 - Lupakan atau Kembali?
BAB 16 - Akhirnya?
BAB 18 - Kesudahan
BAB 19 - Perubahan
BAB 20 - Menelusuri
BAB 21 - Terlihat Buram
BAB 22 - Terlampaui
BAB 23 - Terpantau
BAB 24 - Bersimpati?
BAB 25 - Skenario Pemula
BAB 26 - Sedikit Sesak
BAB 27 - Solusi Renungan
BAB 28 - Serangan Lawan
BAB 29 - Interogasi
BAB 30 - Mengapa Begini?

BAB 17 - Harapan Punah

28 11 26
By dandaferdiansyah

"Kak Laskar?"

Tasya menghampiri bangku taman biasanya. Dengan taman yang cukup sepi di perumahan itu. Tasya masih mengenakan seragam sekolah yang mungkin sudah nampak kusut. Dia terburu-buru karena takut dia telat. Karena perjanjian mereka memang sepulang sekolahnya si Tasya sih.

Seseorang memutar wajahnya. Melihati sosok yang mendekatinya saat itu. Paras cantik nan manis yang terbalut dari senyumannya. Menambah aura yang begitu memancar ketika melihat wajah Tasya ini.

"Hai Tasya?!"

Tasya tercengang dan melihati sekitar. Ada rasa penuh tanya dalam benaknya saat ini. Antara ingin pergi menjauh atau terus mendekat. Ingin mengungkap apa maksud dari semua ini.

"Kenapa kamu ada disini Romeo?"

"Ha, eh, oh itu bukannya kamu yang nyuruh aku kesini ya?"

Tasya langsung mengerutkan kedua alis matanya. Dia masih bingung atas ucapan Romeo yang masih belum jelas ini. Padahal maksud Tasya adalah ia ingin ditemani dari jauh. Dan mungkin hanya sebagai pengantaran saja. Bukan benar-benar menemani seperti apa yang dilakukan Romeo sekarang. Ini cukup aneh bagi Tasya. Yang baru saja datang dan hampir telat dikejar deadline.

"Romeo kamu yang benar saja?" Ucap Tasya sambil meraih posisi duduk di bangku yang kosong di sebelah Romeo.

Masih dengan nada yang amat sangat penasaran. Tasya masih belum bisa mengobrak-abrik semuanya. Bahkan inti dari apa yang ia lihat sekarang. Masih belum terpampang jelas. Dia merasa bahwa dirinya salah bahkan tak seharusnya melakukan hal ini.

Tasya menunduk, seperti sedang meratapi sesuatu. Ia tak memandang Romeo dan mengulik jari-jarinya yang kosong. Entah dia akan meneteskan air mata atau hanya sekedar gegana. Alias gelisah galau merana. Seperti para remaja masa kini yang hidupnya penuh rasa galau begitu deh.

"Kamu kenapa, Sya?"

Masih belum terjawab oleh Tasya. Ia mulai menengadahkan wajahnya. Menatap apa yang ada di depannya sekarang. Dan masih memalingkan wajahnya pada Romeo di sampingnya tepat. Ia mulai meneteskan butiran air mata yang tak tau darimana asalnya. Ya memang dari mata, tapi apa alasan dibalik semua itu terjatuh.

"Benar nggak sih aku melakukan hal ini?"

"Maksud kamu?"

"Boleh nggak sih aku pergi saja dari dunia ini. Aku udah capek Romeo!"

Sesak tangis Tasya semakin terasa. Membuatnya tak bisa menahan gejolak yang terjadi saat itu. ia membalikkan dirinya. Tepat dihadapan Romeo. Meraih kedua tangan Romeo seakan ingin mengatakan sesuatu.

"Aku mohon sama kamu, jangan pernah ada kata pisah dari kita berdua." Ucap Tasya ditambah pelukan spontan pada Romeo darinya.

Romeo bingung akan hal ini. Mengapa Tasya tidak mencari tau alasan dari semua ini. Dia malah galau dan bersedih karena merasa bersalah. Tindakannya seakan penuh tanya juga dari Romeo. Ini tak seperti yang ia bayangkan sebelumnya.

Pelukan ini sebenarnya yang dinanti-nantikan oleh Romeo. Pelukan dari orang yang selama ini ia dambakan. Akhirnya hal itu bisa cepat tersampaikan dengan nada yang juga ia harapkan. Ketika Tasya memang benar-benar membutuhkannya untuk kali ini.

Pelukan itu dibalas hangat oleh Romeo. Tak lupa menambah ketenangan dengan mengelus punggung Tasya. Sepertinya ia juga banyak masalah dalam hidupnya. Jadi ia pasrah akan keadaan yang menimpanya kali ini. Pelukan itu diselesaikan oleh Tasya segera. Melanjutkan ucapan yang sempat tertunda dalam hatinya.

"Maaf kalau aku begini. Tapi jujur, aku merasa kesepian semenjak kak Laskar sulit dihubungi dari awal dia kecelakaan sampai sekarang. Baru saja kemarin aku senang dia kembali. Ternyata itu hanya haluku saja."

Tasya masih tersenyum tipis. Namun itu tak dapat ia ungkapkan dengan tegas. Ada nada ragu yang terselip dibaliknya. Dia seperti masih mengharap suatu celah. Agar bisa bertemu kembali dengan Laskar. Itupun jika ada, jikalau tidak ya dia hanya bisa pasrah.

"Sya, jangan pernah berfikir kalau dirimu selalu kesepian. Karena itu hanya membuat mu semakin sakit dalam pikiran."

"Aku nggak tau harus bagaimana Romeo. Karena aku cuma percaya pada satu hal di dunia ini."

"Apa?"

"Setia."

Romeo langsung menelan ludahnya pelan. Dia seakan takut jika Tasya tau yang sebenarnya. Apakah kata setia akan tetap berpegang teguh pada dirinya. Atau mungkin akan tergantikan kata kecewa. Mereka masih saling bertatap. Namun wajah Tasya masih tertunduk dan menahan segala tangis yang keluar dari wajahnya. Dia tak ingin Romeo semakin mengasihani dia. Padahal Romeo juga takut harus menjalankan hal ini. Apalagi tak sesuai apa yang dia inginkan sebelumnya.

"Aku tau kalau kata setia itu sulit untuk diwujudkan. Dan aku telah mengalami kegagalan dari apa yang telah aku percayakan saat ini. Namun aku tetap percaya bahwa setia itu pasti ada. Ya mungkin belum aku temukan sekarang."

_ _ _

Romeo dikejutkan oleh tepukan tangan pada pundaknya. Itu ulah si Laskar. Yang mungkin sengaja melakukan hal itu untuk membuat Romeo sadar dari kekhawatirannya.

"Lo ada apa sih?"

"Kakak yang ada apa?"

Laskar langsung tertawa tipis. Dengan wajah liciknya dia seakan menertawakan Romeo pelan. Melihat tingkah adik tirinya yang semakin hari semakin aneh. Maksudnya memang baik, tapi ya menurut Laskar itu terlalu berlebihan. Padahal dia juga sedang menjaga Romeo diam-diam selama ini.

"Lo jangan panik dululah. Tasya belum kesini kok. Emang kenapa?"

Romeo yang terkejut malah melepas kacamatanya. Menggosok-gosok salah satu matanya. Dia seakan ingin terbangun dari rasa paniknya. Sekaligus dia juga senang bahwa hal ini tidak terjadi begitu cepat. Dia masih bisa membangun strategi lebih dalam sebelum Tasya benar-benar sampai di taman ini. Karena dia ingin menjaga hubungan antar kedua belah pihak. Yang ia sudah tanamkan janji di dalamnya.

"Jadi gini, maaf sebelumnya dari aku. Bukan bermaksud merusak rencana kakak atau bagaimana. Tapi aku mohon sama kakak jangan minta putus dati Tasya yah, please!"

Pinta Romeo sambil memegang kedua tangan kakaknya erat. Tatapan mata begitu serius. Membuat Laskar langsung curiga atas tindakan adik tirinya ini. Padahal dia ingin hal ini tak dirusak siapapun. Dan segera terlaksana sesuai rencana. Namun permintaan Romeo juga tidak bisa ditolak secara kasar.

"Kenapa lo?"

"Ini waktunya aku kasih tau ke kakak yang sebenarnya. Tapi kakak harus janji kalau aku udah cerita semuanya. Kakak harus menuruti permintaanku!"

Romeo langsung mengacungkan jari kelingkingnya. Tanpa berfikir lama-lama dia meminta hal sesuai apa yang ia tuju. Yakni kepada Laskar sebagai kakak tirinya yang berada dihadapannya saat ini. Ia tak mau dalam kondisi rumit. Apalagi sampai mengorbankan suatu hal yang tak seharusnya terjadi. Dia masih bisa bertindak seperti ini karena suatu perihal. Yaitu sebuah janji yang ia tautkan dalam hati paling dalam. Ia tak mau janji itu patah hanya gara-gara dirinya tak sanggup menuntaskan sedikit ancaman yang merusak segalanya.

Awalnya Laskar tak mau membalasnya. Ia seperti tengah berfikir dan menduga-duga hal yang tidak-tidak pada Romeo. Dia seperti curiga bahwa Romeo ada maksud-maksud tertentu. Padahal niat yang Romeo beri adalah hal yang baik. Bukan hal yang membuat dia celaka juga. Entah apa yang dipikirkannya saat ini.

"Kalau gue nggak mau?"

"Terserah kakak aja, tapi jangan salahkan aku kalau nanti Tasya nggak ada di dunia ini selamanya."

Romeo dengan strateginya begitu cepat. Berdiri dan ingin melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Laskar. Laskar yang melihat hal itu terdiam. Seakan terpojokkan oleh kata-kata sadis Romeo.

"Eh, eh, eh tunggu dulu! Maksud lo apa?"

Romeo membalikkan badannya. Menarik tangan kakaknya. Dan mencari jari kelingking yang sempat tertunda ia keluarkan untuk menyetujui tindakan Romeo saat ini. Karena dari apa yang ia bicarakan telah terbaca. Bahwa dia memang masih peduli pada Tasya.

"Nah gini dong, janji dulu. Oke!"

"Iya, iya." Ucap Laskar dengan nada badmood.

Romeo hanya bisa tertawa singkat. Lalu mencoba menjelaskan secara apa yang ia lihat dan dengar. Tentang apa yang ia tau tentang Tasya. Yang selama ini tak semua orang tau tentangnya.

"Tasya punya penyakit asma."

"Eh, lu beneran nggak sih?"

Wajah Laskar seperti tertekan dan terkejut. Ia langsung bersikap seolah merasa bersalah akan dirinya melakukan hal ini. Padahal Romeo belum menjelaskan secara detail tentang apa yang ia tau tentang Tasya. Tapi Laskar sudah benar-benar merasa bersalah untuk kali ini.

"Kalau lo nggak percaya yaudah. Intinya gue tau sejak Tasya ada check up di rumah sakit yang sama dimana lo dirawat disana."

"Jadi dia sempat kesana?"

"Maunya sih dia jenguk lo juga. Tapi gue larang dialah. Secara kalau dia tau tentang hubungan keluarga kita, apa kata dunia coba?"

Laskar langsung menggelengkan kepalanya. Dan meratapi hal yang terjadi saat itu. Dia seperti orang lemah. Yang tak tau bagaimana bersikap selanjutnya. Karena Laskar telah terlanjur melakukan hal ini. Dan dia bingung harus bagaimana membuat situasi ini benar-benar aman.

"Jadi gue harus gimana Rom?"

"Lo tenang dan nggak usah panik. Lo cari persembunyian aman aja di sekitar sini. Nanti urusan Tasya biar gue yang beresin. Gimana?"

"Gue percaya sama loh Rom." Ucap Laskar sambil menepuk bahu Romeo.

Romeo dengan senang hati membantu kakaknya ini. Karena ia merasa, inilah hal yang seharusnya terjadi. Akhirnya dia bisa meraih satu keberhasilan dalam strateginya. Meskipun ini belum selesai. Tapi ia yakin bahwa ini akan benar-benar berjalan sesuai rencanannya.

_ _ _

Laskar masih melihati kejadian ini. Dimana tangisan Tasya yang masih terisak. Dan Romeo yang berusaha menenangkannya disana. Padahal Laskar juga ingin berada disamping Tasya. Namun itu tak mungkin ia lakukan. Karena demi rahasia yang dijaganya baik-baik agar tak diketahui oleh Tasya.

Laskar hanya bisa meratapi dirinya di samping pepohonan besar pinggir jalan. Untung saja tak banyak orang tau akan persembunyian Laskar. Kalau ada, mungkin dari tadi ia telah ketahuan. Dan Tasyapun tau kondisinya saat ini.

"Gimana Sya, udah mendingan?"

Tasya mengusap semua sisa air mata yang menetes di pipinya. Dengan alunan tisu yang tak berhenti membersihkan setiap luka yang telah terjatuh di matanya. Romeo hanya bisa berkata sesuai apa yang ia lihatnya saat ini. Ikut merasakan apa yang sedang dialami Tasya. Begitupun ia telah mencoba menenangkan Tasya agar tak berlebihan lagi nantinya.

"Udah kok Meo, kamu jangan khawatir. Aku udah nggak apa-apa kok."

"Jadi gimana, kamu masih mau..."

"Ehm, jangan bahas itu lagi. Aku lagi nggak mood hari ini. Yaudah aku pulang dulu ya."

Tasya langsung menatap muka Romeo. Dengan maksud berpamitan pulang dan melepaskan genggaman mereka. Padahal Romeo ingin memancing Tasya sekali lagi. Untuk memberi alasan mengapa hal ini terjadi. Tapi hati Tasya sudah terlanjur sakit. Hingga dia tak sanggup lagi melanjutkan perbincangan ini. Mungkin dia juga lagi mencoba meringankan beban masalahnya yang lalu. Itu sudah biasa dilakukan oleh para remaja seumurannya.

"Hati-hati ya Sya!"

Romeo melambaikan tangannya. Dimana Tasya yang telah beranjak dari bangku taman dan meninggalkan Romeo sendirian di sana. Salam hangat Romeo dibalas baik oleh Tasya. Kala itu ia ditunggu oleh sopirnya. Mungkin dia memang berniatan tak cukup lama di taman ini. Sampai dia tak ditinggalkan oleh sopir pribadinya.

"Bye Romeo!" Salam Tasya pamit kepada Romeo dari arah yang cukup jauh.

Tasya memasuki mobilnya dan meninggalkan taman. Menyisakan Romeo yang masih merenung memikirkan bagaimana perasaan Tasya sekarang. Entah dia akan bahagia atau malah menambah beban dalam pikirannya.

Laskar dari arah jauh masih belum bisa mendekati Romeo. Karena waktu dia akan melangkah. Suara dering telepon dari handphone-nya terdengar nyaring. Laskar membuka hp-nya pelan. Melihat siapa yang tiba-tiba meneleponnya di tengah beban pemikirannya saat ini.

"Tasya? Gawat!"

Tasya penuh kejutan. Laskar mengira ini telah selesai. Tapi Tasya tiba-tiba meneleponnya tanpa tau apa alasan dia sebenarnya. Laskar takut jikalau Tasya menanyakan hal-hal yang dimana ia sendiri tidak dapat menjawabnya. Sesuatu yang sulit untuk diungkapkan.

"Kakak, kok diem sih? Ayo!"

"Bentar."

Tangan Laskar telah menyimbolkan penolakan yang begitu hangat pada Romeo. Dia belum menyampaikan sesuatu akan apa yang terjadi sekarang. Karena telepon Laskar masih berdering, membuat Romeo ikut penasaran akan hal itu.

"Ada apa tuh handphone-nya?"

Romeo sambil melirik memberikan kode etik pada Laskar yang tengah kebingungan.

"Nggak, nggak ada apa-apa kok."

"Kak, ada apa?"

Romeo masih dengan nada lembutnya. Memberikan kode etik dimana ia harus tau apa yang sedang disembunyikan Laskar saat itu. Karena sedari tadi. Nada deringnya cukup mengganggu pendengaran Romeo yang tengah berdiri tepat dihadapan Laskar.

"Kakak!" Ucap Romeo dengan nada penuh penasaran.

"Tasya."

"Apa?!"

Dengan kerutan di alisnya dan wajah yang tak biasa berekspresi. Lagi-lagi Romeo dikejutkan dengan ulah Tasya. Yang sedari tadi sempat tertunda dalam pikirannya. Bahwa hal yang tak seharusnya terjadi malah terjadi. Kini Tasya yang baru saja pulang. Malah menghubungi Laskar dengan cepat. Mungkin dia tak berani mengungkapkan rasa hatinya pada Romeo. Tapi dia ingin langsung membuktikan bahwa dia benar-benar tidak dibohongi.

"Terus gimana?"

"Aduh gawat banget nggak sih. Gimana dong?"

Mereka berdua semakin panik. Apalagi telepon dari Tasya tak cuman sekali. Dia sedang spam call pada nomor Laskar. Yang pada saat itu juga Laskar lupa mematikan ponselnya. Inilah taktik yang lupa direncanakan. Melahirkan masalah baru antar kedua belah pihak.

"Gimana kalau lo aja yang angkat teleponnya?"

"What, Gue?" Kejut Romeo.

_____

Jangan lupa vote dan commentnya ya bestie🙌

Continue Reading

You'll Also Like

6.4M 180K 57
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
5.9M 249K 57
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
990K 48.5K 64
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
211K 7K 20
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...