Romeo and His Crush

By dandaferdiansyah

1.5K 761 877

Romeo Alvaro Budiman (Romeo) telah memulai hidupnya menjadi anak broken home. Sering menjadi bahan bully-an d... More

BAB 1 - Gimana Hari Ini?
BAB 2 - Aku Lupa
Bab 3 - Inilah Diriku
BAB 4 - Terlalu Lebih
BAB 5 - Hati yang Dekat
BAB 6 - Cukup tau
BAB 7 - Hangat yang Gelap
BAB 8 - Mencurigakan
BAB 9 - Patah Satu Waktu
BAB 10 - Sabar Ini Ujian
BAB 11 - Kecewa Itu Berat
BAB 12 - Aku Takut
BAB 13 - Ada yang Berbeda
BAB 15 - Lupakan atau Kembali?
BAB 16 - Akhirnya?
BAB 17 - Harapan Punah
BAB 18 - Kesudahan
BAB 19 - Perubahan
BAB 20 - Menelusuri
BAB 21 - Terlihat Buram
BAB 22 - Terlampaui
BAB 23 - Terpantau
BAB 24 - Bersimpati?
BAB 25 - Skenario Pemula
BAB 26 - Sedikit Sesak
BAB 27 - Solusi Renungan
BAB 28 - Serangan Lawan
BAB 29 - Interogasi
BAB 30 - Mengapa Begini?

BAB 14 - Yang Terlupakan

31 17 11
By dandaferdiansyah

Mereka berlari seakan takut diterkam oleh penjahat bertopeng. Padahal sebenarnya pemata-mata itu hanya melihat mereka dari jauh. Tak ada maksud terselubung dibaliknya. Atau mungkin ada, tapi entah apa yang sedang diselidikinya.

TELEPON
Aman. Sempat ketauan sebenarnya.

Huft, lain kali hati-hati. Tindakanmu ceroboh!

Baik, lain kali aku akan hati-hati.

Dia, si pria bertopeng. Bersembunyi dibalik rerumputan yang lebat. Ia masih berada di dekat taman. Memastikan keadaan tidak mengetahuinya. Ia segera menyembunyikan handphone pribadinya. Dan melihat apakah Romeo dan Mily masih berada di taman itu.

Sialnya mereka pergi entah kemana. Ia kehilangan jejak. Tapi kekesalannya seolah bukan pertanda buruk. Ada niat baik yang juga bisa dilihat sebagai niat jahat. Dia langsung menghentakkan salah satu kakinya. Kembali pada dudukan tempat ia bersembunyi tadi. Menyesali perbuatannya sekilas yang juga membuatnya ingin menangis. Karena ia tak bisa menjalankan amanah yang saat ini diberikan pada dirinya.

Ia langsung melepaskan semua perangkap dalam tubuhnya. Seperti topeng dan kostum yang tengah menutupi dirinya saat itu. Sambil melihat keadaan aman-aman saja disana. Karena ia tau bahwa di taman jarang ada orang melihati dirinya.

"Huft, cukup melelahkan."

Lalu dia memasukkan segala barang bawaannya ke dalam tas serut hitam. Memastikan tak ada yang mencurigai keberadaannya. Ia masukkan lagi tas serut itu ke dalam tas biru sekolah miliknya. Yang cukup besar, sehingga muat untuk barang-barang yang tak cukup tebal seperti itu. Ia baru saja ingin melangkah. Tiba-tiba suara seseorang datang dari arah luar taman. Sepertinya mereka akan mendekat menuju taman.

"Disana pak, saya dan teman saya melihatnya sendiri."

Itu adalah Mily, Romeo dan bapak satpam sekolah. Mily mencoba mengadu ke pos satpam bersama Romeo. Agar rasa ketakutannya tergantikan dengan ketenangan. Memastikan tak ada orang yang ikut campur dalam setiap kegiatannya bersama Romeo. Itu semua juga demi privasi masing-masing. Karena hal itu cukup menganggu dalam benak Mily dan Romeo.

Mereka masih mencari-cari dan melihat sekeliling. Memastikan ada hal aneh yang sepertinya patut dicurigai. Pak satpam yang mencoba mendekati arah yang ditunjukkan Mily. Pelan-pelan melangkah seperti detektif konon. Mily dan Romeo berdiam di depan bangku taman. Hanya melihat sekeliling taman yang sunyi. Memastikan langkah pak satpam juga sesuai arahan. Karena sejujurnya mereka takut jika ada hal lain yang menimpa mereka. Hanya bermain aman, yakni berdiam diri di sekitar kawasan CCTV. Berharap jika mereka diculik seseorang. Bukti telah terpampang nyata.

"Gue takut deh. Apa kita dimata-matai ya selama ini?" Ucap Romeo dengan nada gelisah.

Mily yang masih mencoba tenang. Dengan sikapnya seolah menunjukkan dirinya berani. Tak takut akan hal yang dihadapannya saat ini. Ia mendekap kedua tangannya. Sambil menatap pak satpam yang masih menyelidiki dibalik semak-semak lebat itu.

Romeo masih berdiri di samping Mily Sambil menggigit ibu jarinya. Dengan wajah yang mulai keringatan. Tak tahan jika terus berdiam diri disini. Semua hal yang dipikirannya saat ini. Hanya takut dan tidak peduli dengan sekitar. Karena ia tau bahwa ini bukan waktunya bermain.

"Nggak ada neng, emang ada siapa?"

Pak satpam yang telah mendekat. Dan menjelaskan singkat apa yang telah dilihatnya. Ternyata semua itu kosong dan valid tidak ada apapun di sekitar sana. Romeo dan Mily langsung terbengong. Seolah-olah mereka juga terkejut akan hasil pencarian ini.

"Nggak mungkin pak, jelas-jelas tadi ada suara injakan daun kering. Kenceng banget!" Sontak Mily tak terima.

Romeo langsung menenangkan Mily dengan mengelus kedua bahunya. Juga memijatnya sebagai syarat agar dia tak lagi melanjutkan kemarahannya itu. Mily masih dengan wajah memerah dan mendekap kedua tangannya. Sambil melihat jelas mata pak satpam yang mulai ketakutan akan tingkahnya. Pak satpam mengalihkan pandangan kembali pada semak-semak itu. Memastikan penglihatannya benar-benar valid.

"Gimana pak?" Tanya Romeo sambil melanjutkan pijatan kecilnya pada Mily.

Dengan menatap wajah pak satpam yang terbelit kebingungan. Menuruti kata Mily yang tak bisa dianggap pasti.

"Masih sama dek, neng. Nggak ada apa-apa. Udah ya saya balik dulu. Kalian pulang aja, nggak usah dipikirin."

Pak satpam meninggalkan taman. Juga meninggalkan mereka berdua yang tengah berfikir akan semua hal ini. Mily langsung menghembuskan nafas panjang. Membalas pamit pak satpam masih dengan nada amarah.

"Yaudah pak, makasih."

"Makasih ya pak."

Mily bersikap cuek sekaligus tak suka akan hal ini. Mencoba ditenangkan oleh suasana. Sampai-sampai ia lupa tujuan awalnya bertemu Romeo untuk apa. Romeo juga melupakan kejadian sebelumnya bahwa ia sempat bersikap cuek kepada Mily.

"Kenapa sih, orang-orang pada nggak percaya sama gue."

Di perjalanan menuju gerbang sekolah. Mily dan Romeo masih membicarakan tentang kecurigaannya dibalik semak-semak tak berdosa itu. Padahal Romeo sudah sedikit melupakannya. Tapi Mily mengingatkannya kembali seolah tak terima dengan jawaban valid dari pak satpam.

"Udahlah nggak usah dipikirin. Kan itu juga kejadiannya cuma sekali. Yang penting nggak ngerugiin kita dan yang lainnyakan?"

Langkah Mily terhenti. Wajahnya semakin tertekuk. Dengan menggendong tasnya yang sudah cukup beban berat. Kini dia malah menumpu beban pikiran yang tak dapat hilang di otaknya.

"Lo kok malah belain pak satpam sih?"

Romeo mengikuti langkah Mily. Menatapnya dengan bola mata yang tampak serius. Sepertinya akan terjadi hal seru setelah ini.

"Gue nggak belain. Itu memang sudah valid dan..."

"Cukup, cukup, lo kalau nggak suka sama gue bilang aja! Gue nggak apa-apa kok."

"Lo kok jadi nyolot gitu sih? Gue cuma berpendapat tentang apa yang telah terjadi. Ini cuman masalah sepele. Nggak usah dibesar-besarin jugakan?"

"Masalah kecil? Lo pikir dong! Lo punya otak nggak sih? Udahlah, gimanapun gue jelasinnya lo nggak bakalan peka tau gak. Dasar cowok!"

Mily langsung mengakhiri perbincangan. Dengan nada yang masih tidak tenang. Bahkan amarahnya masih meronta-ronta. Ditambah Romeo seperti tak membela pendapatnya sama sekali. Membuat Mily ingin meninggalkannya begitu cepat. Mily langsung menyenggol bahu Romeo. Meninggalkan ia di tengah perjalanan menuju gerbang.

_ _ _

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Seseorang dari arah dalam rumah. Menghampiri kedatangan Romeo seakan menyambutnya dengan baik. Sosok itu seakan memasang muka dengan senyuman lebar. Tak dikira, Romeo langsung shock melihat sosok itu masih tersenyum ria.

"Kakak!"

Spontan Romeo langsung memeluk Laskar. Dia telah melakukan operasinya dengan lancar. Dan kini ia telah dinyatakan pulang. Menjalankan kehidupan dengan kaki sebelah yang menurutnya itu tidak adil untuk saat ini.

"Kenapa nih, kangen?"

Romeo melepaskan pelukan itu dengan mata berkaca-kaca. Ia mengusap satu persatu butir yang keluar menetes di bawah matanya. Menandakan bahwa dia teringat sangat perjuangan Laskar menghadapi semua ini. Ia kasihan sekaligus tak mampu berbuat apa-apa selain berdoa. Agar Laskar selalu dalam lindungan-Nya.

"Kakak jangan kemana-mana lagi ya. Romeo nggak bisa hidup tanpa kakak."

Laskar masih tersenyum lebar. Menyaksikan sesak Romeo yang mungkin tak seharusnya begitu. Tertawa kecil dengan tingkah Romeo seperti kekanak-kanakan. Padahal sebenarnya ia tak ingin dikasihani seperti ini. Karena menurutnya jalan hidup saat ini adalah membuka lembaran baru untuk mimpi kedepannya.

"Nggak kok, gue nggak apa-apa. Lo jangan sok peduli deh sama gue." Respon Laskar sambil membantu mengusap air mata Romeo yang jatuh terus menerus.

"Yaudah deh kalau begitu. Gue gak bakal bantuin lo lagi."

"Lah kok gitu?"

Laskar langsung memasang wajah kebingungan. Ia seperti tak dianggap secepat itu. Seakan perkataannya dikabulkan Romeo tanpa basa-basi. Padahal niatnya tak begitu. Tapi dia sendiri yang kena batunya.

"Bercanda, Wle!"

Ejekan Romeo pada Laskar membuat ia meninggalkan kakaknya sendirian. Ia langsung berlari ke arah kamar dan menutup pintu kamarnya dengan cepat.

"Dasar lo ya, awas aja!"

Di malam purnama yang cukup terang. Romeo masih menikmati angin sumilir di depan rumahnya. Duduk berdua di teras dengan Laskar. Namun Laskar harus tetap duduk di kursi roda. Karena kakinya tidak bisa untuk melakukan posisi duduk di lantai. Sampai luka hasil operasi yang dibalut perban itu benar-benar kering hingga dinyatakan sembuh. Baru dia boleh melakukan segala sesuatunya meskipun tetap dengan alat bantu kakinya.

"Malamnya cerah ya. Jadi pengen ketemu Tasya deh."

"Ngejek aja terus, udah tau Tasya milik gua, eh..."

Romeo yang sempat keceplosan. Langsung menutup mulutnya dengan tangan kirinya. Menandakan bahwa dia benar-benar dalam ketakutan. Dia berharap agar Laskar tak mendengar satu katapun yang terucap dari bibirnya barusan.

"Lo ngomong apaan sih?"

Masih menatap langit yang sama. Laskar dan Romeo menikmati pemandangan malam yang begitu menarik. Daya tarik bintang-bintang yang selalu menghiasi langit. Menambah suasana kedamaian saat itu.

"Nggak, nggak jadi. Itu bintangnya bagus kok."

"Nggak jelas lu. Dasar Bochil!"

Laskar hanya bisa tertawa singkat. Mengejek Romeo semakin membuatnya bahagia. Ia sepertinya tak pernah membuat kebahagiaan sereceh ini. Karena dulunya ia adalah badboy yang merasa dirinya tak pernah membawa kebahagiaan sedikitpun.

"Kakak tertawa aja. Biar keluar tuh semua beban. Serukan kalau bisa bercanda. Kenapa nggak dari dulu aja?" Ucap Romeo mengalihkan pandangannya pada wajah Laskar yang tertawa kecil.

Laskar yang mendengarkan ucapan Romeo itu langsung kembali merenung. Sambil menatap bintang dan mulai mencurahkan isi hatinya kala itu. Sepertinya dia masih benar-benar kepikiran untuk saat ini. Tentang bagaimana kedepannya dengan impiannya yang harus punah.

"Gue sadar kalau gue harus mulai berubah. Karena gue tau kalau semua ini sebenarnya harus terjadi."

"Kenapa?"

"Tuhan tau gue bukan anak baik. Dan Tuhan merubah takdir gue jadi seperti ini. Sebenarnya menolak itu adalah pilihan yang salah. Daripada gue menikmati kesengsaraan seumur hidup. Lebih baik membuka lembaran baru yang lebih baik dari yang kemarin."

Romeo langsung memeluk Laskar. Sebagai penenang dikala kesedihannya saat ini. Romeo juga masih banyak-banyak belajar untuk bisa membuat Laskar bahagia setiap saat. Karena hanya hal itu yang bisa dilakukannya. Agar Laskar juga tidak terkena penyakit mental di kemudian hari.

"Kakak jangan pernah menyerah. Masih banyak hal lain yang bisa kakak lakukan."

Pelukan ini semakin erat. Balasan dari Laskar membuat ketenangan malam semakin nyata. Mereka seolah membangun chemistry yang erat. Dan mulai membangun hubungan yang benar-benar sesuai kaidah. Antara kakak dan adik yang harus selalu mendukung satu sama lain.

_ _ _

"Mil, mil, gue bisa jelasin ke lo kok!"

"Jelasin apa sih?"

Perjalanan mereka terhenti di koridor sekolah. Setelah mata pelajaran olahraga berakhir. Mereka seharusnya segera kembali ke kelas dan menikmati jam istirahat. Namun Romeo seakan ingin menjelaskan kesalahpahaman kemarin. Ia tak mau Mily membencinya tiba-tiba dengan alasan yang sepele.

"Gue minta maaf, gue salah."

"Terus?" Ucap Mily sambil mendekap kedua tangannya.

Tatapan tajam yang ia lontarkan ke Romeo. Dibalas Romeo dengan sopan dan pasrah. Seolah tak ada kata-kata yang ingin Romeo bicarakan lagi kepadanya selain permintaan maaf.

"Ya gue, gue nggak bermaksud membela pak satpam."

"Udah deh Rom, lu nggak usah bahas masalah ini lagi. Lupain! Gue juga sudah lupa kok."

Mily langsung meninggalkan Romeo tanpa alasan. Selayaknya bersikap cuek dan tidak ingin berbicara lagi dengannya. Padahal Romeo ingin mereka menjadi seperti biasa. Namun usahanya terpampang sia-sia untuk kali ini.

"Yakin lo ngelupain masalah ini?"

Ucapan Romeo membuat Mily memberhentikan langkahnya. Teriakan itu seolah menarik Mily untuk kembali mengalihkan pandangannya. Memulai perbincangan dengan Romeo untuk membahas masalah ini lebih lanjut.

"Gue yakin kok."

"Yakin nggak mau tau siapa pelakunya?"

Wajah Romeo mulai meyakinkan. Dia juga mencoba cara ini agar Mily percaya lagi pada Romeo. Bahwa dia tak sepenuhnya membela perkataan pak satpam kemarin. Dia juga tak ingin Mily beralih pandang dan bersikap cuek kepada dirinya.

"Lo nggak usah sok tau. Orang lu aja nggak tau siapa pelakunya."

"Kalau gue tau?"

Wajah Mily langsung bengong. Namun Romeo masih belum bisa menatapnya dengan jelas. Karena pandangan mereka sama sama ke arah depan. Tak beratatap-tatapan secara nyata. Perbincangan ini mulai membuat rasa bimbang pada hati Mily. Ia yang seharusnya percaya atau mengacuhkan semua yang Romeo bicarakan.

"Gue nggak peduli. Udah gue bilang dari awal gue nggak peduli. Bye!"

Mily meninggalkan Romeo dengan langkah lebih cepat dari awalan. Sepertinya ia tak sanggup mengalah demi Romeo. Karena dia juga ingin menjadi pemenang di babak ini.

Romeo langsung menghela nafas panjang. Memastikan dirinya masih dalam keadaan baik-baik saja. Ia tak yakin bahwa ini akan dilakukan. Dan hasilnya benar-benar tidak membuat Mily bimbang kepada dirinya. Malah membuat Mily semakin kesal pada Romeo.

"Romeo, kamu mau ikut lomba poster sama aku nggak?"

Tasya mendekati bangku Romeo. Setelah pengumuman singkat dari ketua kelas yang baru saja mendapatkan info dari sekolah. Bahwa sekolahnya akan mengadakan lomba per kelas memperingati hari pahlawan. Kali ini hanya lima jenis lomba yang diujikan. Dan seluruh anak satu kelas wajib mengikuti diantara kelima lomba tersebut. Pilihan dari ketua kelas maupun kesepakatan dari satu kelas.

"Yakin?" Saut Mily seperti mengejek ajakan Tasya yang telah yakin dengan Romeo.

Romeo mengalihkan pandangannya pada Mily dan mengerutkan keningnya. Seperti tak terima atas sikap Mily yang tiba-tiba begitu.

"Lu ada masalah apa sih Mil sama gue? Sans aja kali, nggak usah gitu."

Tasya yang berdiam diri tak mengikuti urusan mereka merasa bersalah. Seolah dirinya tak seharusnya mengatakan seperti itu.

"Pak ketu! Aku sama Tasya lomba poster ya." Teriak Romeo kepada ketua kelas dengan acungan tangan spontan.

___

Jangan lupa vote dan commentnya ya bestie🙌

Continue Reading

You'll Also Like

4.2M 252K 61
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
5.7M 243K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
6.3M 143K 40
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
429K 27.7K 52
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANG🀭 Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...