Romeo and His Crush

By dandaferdiansyah

1.5K 761 877

Romeo Alvaro Budiman (Romeo) telah memulai hidupnya menjadi anak broken home. Sering menjadi bahan bully-an d... More

BAB 1 - Gimana Hari Ini?
BAB 2 - Aku Lupa
Bab 3 - Inilah Diriku
BAB 4 - Terlalu Lebih
BAB 5 - Hati yang Dekat
BAB 6 - Cukup tau
BAB 7 - Hangat yang Gelap
BAB 8 - Mencurigakan
BAB 9 - Patah Satu Waktu
BAB 10 - Sabar Ini Ujian
BAB 12 - Aku Takut
BAB 13 - Ada yang Berbeda
BAB 14 - Yang Terlupakan
BAB 15 - Lupakan atau Kembali?
BAB 16 - Akhirnya?
BAB 17 - Harapan Punah
BAB 18 - Kesudahan
BAB 19 - Perubahan
BAB 20 - Menelusuri
BAB 21 - Terlihat Buram
BAB 22 - Terlampaui
BAB 23 - Terpantau
BAB 24 - Bersimpati?
BAB 25 - Skenario Pemula
BAB 26 - Sedikit Sesak
BAB 27 - Solusi Renungan
BAB 28 - Serangan Lawan
BAB 29 - Interogasi
BAB 30 - Mengapa Begini?

BAB 11 - Kecewa Itu Berat

56 35 37
By dandaferdiansyah

Mereka seperti tengah dieksekusi kejam. Oleh seorang wanita dewasa yang kerap mengetahui keberadaan mereka secara diam-diam. Bukan untuk mencela ataupun memaki mereka tanpa bukti. Wanita ini memberikan arahan agar kejadian ini tidak terulang lagi pada remaja seusia mereka.

Di kursi penunggu dekat toilet. Mereka semua duduk dengan tenang dan rapi. Menatap wajah wanita itu dengan rasa takut dan bersalah. Wanita itu masih melihat mereka dengan tenang. Berharap akan ada kesan istimewa setelah ucapan dari mulutnya tersampaikan kepada mereka.

"Ya saya tau mungkin kamu nggak sengaja melakukan hal ini. Tapi kamu juga perlu ingat. Kamu tidak sendiri di dalam sana."

Anggukan Romeo merespon ucapan wanita itu. Seolah menuruti semua perkataan singkat itu padanya. Karena ia juga tidak mau semua orang bisa tau kejadian tak disengaja ini terjadi.

"Jadi lain kali kalau merasa tergesa-gesa. Tenangin diri kamu dan fokus pada apa yang ada di depanmu. Salah langkah saja bisa membuatmu hampir celaka bukan?"

"Iya kak, makasih ya atas nasehatnya." Respon Romeo merasa bersalah atas dirinya sendiri.

Wanita itu masih tersenyum melihat wajah Tasya dan Romeo seperti ini. Mungkin dia mengingat kejadian masa lalunya waktu remaja. Atau mungkin dia teringat akan anak-anaknya yang kini tumbuh remaja.

Dengan salam pamit dari wanita itu. Ia juga memperkenalkan dirinya pada mereka. Agar mereka juga bisa lebih akrab dengannya. Kesannya seperti orang tua dan anaklah.

"Sama-sama, lain kali jangan diulangi lagi ya. Saya mau pamit pulang dulu. Sepertinya saya sudah ditunggu suami saya. Oh iya perkenalkan juga nama saya Ibu Marinda. Kalian bisa panggil kak kok." Ucapnya sambil tertawa singkat.

Romeo dan Tasya langsung tersipu malu. Melihat penjelasan dari wanita bernama Marinda ini. Seolah mereka juga merasa bersalah telah memanggilnya dengan sebutan kakak. Ternyata dia lebih tua daripada yang mereka kira.

Tasya yang sempat merasa ragu. Mengulurkan tangannya tanda respon perkenalan antara kedua belah pihak. Romeo masih diam dan bengong melihat kondisi dihadapannya saat ini.

"Salam kenal bu Marinda. Saya Tasya dan dia Romeo. Teman baik saya."

Diikuti tepukan pundak Tasya pada Romeo yang masih bengong. Menyadarkan dirinya agar tak terlarut terlalu dalam dengan haluannya.

"Oh iya, iya saya teman baiknya."

Setelah jabatan tangan ini terselesaikan. Lalu Bu Marinda berdiri dan melambaikan tangannya tanda pamit pergi kepada mereka. Sebagai salam perpisahan terakhir. Yang kemungkinan besar mereka tak akan pernah berjumpa kembali. Tidak tau jika takdir Tuhan akan mempertemukan mereka lagi di suasana yang lebih positif.

Mereka berdua pergi meninggalkan tempat itu. Menyusuri koridor rumah sakit yang nampak sunyi. Berjalan pelan sambil membuka obrolan yang masih sama. Bertanya akan hal mengapa mereka berada di tempat ini. Karena tadi Romeo tergesa-gesa untuk kencing kembali. Sehingga ia belum merespon Tasya dengan jelas dan pasti.

"Oh iya Rom, kamu ngapain disini? Kamukan belum jawab pertanyaan aku."

Tasya langsung mengalihkan pandangannya kepada Romeo. Berharap akan ada jawaban singkat dari mulutnya. Memastikan Romeo baik-baik saja di rumah sakit ini. Tanpa ada kendala apapun.

"Ehm...aku itu apa namanya ambil obat ayah. Ya, ambil obat ayah."

"Obat? Memangnya ayah kamu sakit apa?"

Jantung Romeo langsung kacau seketika. Menundukkan wajahnya seolah tak siap menjawab pertanyaan selanjutnya. Yang dilontarkan Tasya tiba-tiba pada dirinya. Ia membenarkan kacamatanya seolah tak mampu menjawab pertanyaan sederhana itu.

Tasya yang mengetahui hal itu masih terdiam. Dan mungkin memikirkan topik lain. Ia tau kalau Romeo anaknya introvert. Memungkinkan kalau dia malu mengungkapkan hal secara personal seperti ini.

"Oh ya kayaknya aku mau sekalian jenguk Kak Laskar deh. Kan kebetulan aku juga habis check up-kan. Kamu mau ikut?"

Langkah Romeo terhenti. Dia membenarkan kacamatanya lalu mulai menatap wajah Tasya dihadapannya saat ini. Dia terkejut sekaligus tak sanggup memompa jantungnya. Ia terlalu takut jikalau Tasya tau bahwa Romeo adalah adik tiri dari Laskar. Jangankan ketahuan, Tasya bisa saja memanfaatkan hal ini untuk selalu bertanya tentang kondisi Laskar. Yang Romeo harap hal itu tak akan pernah terjadi selamanya. Karena ia tak ingin menjadikan hari-harinya suram setiap saat.

"Ehm...emangnya kamu udah coba chat Kak Laskar. Kondisinya mungkin? Kalau belum baikan ya mendingan jangan dulu nggak sih. Takutnya ganggu aja gitu."

Tasya memikirkan ucapan Romeo itu. Seakan hal itu benar juga di matanya. Kenapa dia tak coba bertanya dulu pada Laskar. Mungkin kalau jawabannya bisa membuatnya tenang. Barulah ia menjenguk Laskar. Dengan kata lain, ia merasa tak sopan jika mengganggu orang yang lagi sakit.

"Bener juga sih. Coba aku chat dulu."

Romeo serasa rencananya berhasil. Ia membuat strategi dadakan yang amat jenius. Bahkan hal itu jarang bisa dilakukan orang seperti dirinya. Membuat kebohongan yang tak selalu gagal pikirnya.

"Aduh dia lagi offline juga. Gimana ya?"

"Besok atau lusa mungkin. Kan orang kecelakaan nggak bisa sembuh secepat itu. Dia juga sepertinya butuh refreshing sama dirinya sendiri. "

"Iya sih. Tapi..."

"Udah sya jangan sedih. Gimana kalau kita jalan-jalan keliling rumah sakit ini. Kamu udah selesai check up-kan?"

Tasya menghiraukan ucapan Romeo setelah pembicaraannya terpotong. Ia sepertinya memikirkan kondisi Laskar saat ini. Melihati handphone-nya yang tak kunjung mereda. Berharap Laskar membalas cepat pesan yang telah tersampaikan itu.

Romeo langsung ikut terdiam. Menunggu jawaban Tasya. Karena ia tau Tasya pasti sangat kecewa dan sedih. Ia merasa sebagai pacar tak bisa memberikan yang terbaik. Dalam kondisi Laskar setelah kecelakaan. Membuat ia khawatir apakah nanti Laskar akan tetap menerimanya atau malah menolaknya.

"Sya, Tasya, kamu nggak apa-apa?" Tanya Romeo sambil melambaikan tangannya di depan wajah Tasya.

Berharap Tasya akan kembali menghadapnya. Dan berbincang kembali menjawab pertanyaan yang sedari tadi terhiraukan. Romeo memang tak bisa berdiam diri. Dengan alasan dia sebagai cowok apalagi mengharap lebih sama Tasya. Dia tak bisa berdiam diri seolah-olah tak ada kesan membantu atau simpati sekalipun akan kondisi Tasya. Yang sebenarnya bertolak belakang dengan harapannya saat ini.

"Nggak kok Meo. Oh iya kamu tadi bilang apa aku nggak denger. Sorry!"

Romeo membalasnya dengan senyuman singkat. Kembali mengulang pertanyaan yang tertunda dijawab oleh Tasya. Karena kesibukannya memikirkan Laskar dihadapan Romeo yang masih ingin berbincang dengannya.

"Nggak apa-apa kok sya. Tadi aku mau ngajak kamu jalan-jalan sekitaran rumah sakit ini. Kamu mau nggak?"

"Ehm...kayaknya kapan-kapan aja ya Meo. Aku udah dicariin mama soalnya. Ini juga udah agak siangan deh. Maaf ya?"

"Oh iya nggak apa-apa."

Romeo hanya bisa pasrah. Tolakan mentah-mentah dari Tasya membuatnya sedikit sakit hati. Ternyata ia benar-benar belum dipandang sempurna di mata Tasya. Membuat harapannya hancur. Seolah tak ada kesan istimewa yang membuat dirinya bersama Tasya mengenang semua itu. Malah tolakan yang didengar dari gendang telinganya.

"Oh ya, aku pergi dulu ya. Bye!" Sambil melangkah meninggalkan Romeo sendiri di koridor rumah sakit itu.

Romeo hanya membalasnya dengan lambaian tangan tanda pamit sesama. Masih tidak habis berfikir. Bisa-bisanya ajakan yang dilontarkan secara halus malah ditolaknya secara mentah-mentah. Romeo lagi-lagi tak bisa bertindak selayaknya seorang raja kepada permaisurinya. Dia seakan putus asa dibalut rasa kecewa.

Apakah perlakuannya terhadap Tasya perlu dibenarkan. Ia secara sengaja merusak suasana. Bahkan hati Tasya ikut dirusaknya pelan-pelan. Dengan mencoba memperpanjang waktu agar Romeo terhindar dari marabahaya yang mungkin akan menimpanya nanti.

_ _ _

"Romeo, kamu kemana saja. Kok baru kembali?"

Wajah Romeo kusut seperti belum disetrika. Dia masih dalam kondisi tidak baik. Seakan hari liburnya telah merusak suasananya. Rasanya ingin membenarkan dirinya agar tak begini. Tapi itu tak mungkin ia lakukan sekarang. Secara, keluarganya sedang benar-benar menghadapi masalah berat.

Ayah keluar dari kamar rawat Laskar. Menanyakan hal yang nyata pada Romeo. Sepertinya sudah sangat lama Romeo meninggalkan tempat ini. Dan kembali tanpa tau kemana ia pergi. Sampai-sampai ayahnya masuk ke kamar dan keluar saat inipun. Romeo tak tau kapan ayahnya memulai semua itu.

Romeo langsung mendekati ayahnya dan menundukkan kepala. Membenarkan kacamata dengan wajah tak berdaya. Serasa lemas dan tak ingin dibicarakan apa penyebab sebenarnya. Ayahnya memeluknya pelan dan menenangkannya. Seperti orang tua yang sangat mengasihani anaknya. Lemah lembut dan tentunya tidak fake seperti yang satunya.

"Kamu kenapa? Coba cerita sama ayah."

"Aku nggak apa-apa kok yah." Responnya dengan nada lemas.

"Nggak apa-apa itu ya semangat dong jawabnya. Kalau kayak gini berarti kamu kenapa-kenapa loh."

Romeo mulai melepaskan pelukan itu dan kembali pada perbincangan. Memastikan bahwa dirinya tak selemah itu dihadapan ayahnya sekarang. Tak ingin mengecewakan ayahnya yang mungkin sudah terlalu stress menghadapi masalahnya saat ini.

Romeo langsung meraih kedua tangan ayahnya. Meyakinkan bahwa dirinya masih baik-baik saja. Dengan tatapan serius dan penuh keyakinan. Agar ayahnya percaya akan setiap kata yang dilantunkan anak kesayangannya ini.

"Ayah jangan pikirin aku. Lihat aku nggak apa-apa kan?" Respon Romeo dengan senyuman lebar.

Ayahnya langsung tertawa singkat melihat perlakuan anaknya. Seolah dia sedang melontarkan komedi dadakan. Padahal hal ini dilakukan Romeo secara serius. Agar ayahnya tidak terlalu mendalam memikirkannya.

"Iya, iya, ayah percaya kok. Anaknya ayah nggak pernah kecewa."

Ayah langsung mengobrak-abrik rambut Romeo. Dengan candaan tipis dibuatnya untuk membahagiakan anaknya. Dengan itu suasana mulai terbangun ceria. Menghilangkan sedikit stress yang menimbulkan perkara.

"Oh iya, bagaimana kondisi kakak saat ini yah?"

"Kakak kamu sekarang di suntik bius sama dokter. Jadi dia tertidur lelap saat ini."

"Baguslah kalau begitu. Terus kenapa ayah nggak masuk?"

"Kata mamamu lebih baik kita diluar. Biar suasana ruangan juga tenang. Kalau kita di dalam takutnya nanti mengganggu Laskar. Kasihan dia."

Romeo dan ayah memutuskan berjalan-jalan menyusuri koridor rumah sakit ini. Sambil melihat keadaan orang-orang sekitar yang mungkin tak bisa tertawa bahagia. Tak seperti yang mereka harapkan. Kebahagiaan datang dibalik kesedihan yang kacau itu. Berharap semoga semua masih dalam kondisi baik-baik saja.

_ _ _

"Kamu nggak apa-apa kan pulang sendiri?"

Romeo mengangguk mendengarkan kata ayahnya. Entah ia harus bahagia atau sedih. Jikalau dia harus benar-benar sendiri di rumah. Semua orang menunggu Laskar di rumah sakit. Memastikan kondisinya baik-baik saja. Untuk menjelang operasi yang katanya akan diadakan lusa. Masih dalam kondisi memproses keadaan Laskar sampai benar-benar siap menjalani operasi itu.

Romeo memesan taksi dan segera berangkat menuju kepulangannya ke rumah. Taksi sampai begitu cepat, kurang lebih 6 menit berlalu ia menunggunya. Langsung memasuki taksi tersebut dan menuju jalan pulang.

_ _ _

"Terima kasih ya pak!"

Salam pamit pada sopir taksi yang sudah merelakan waktunya untuk mengantar Romeo pulang. Ya memang itulah pekerjaannya. Terkadang kita tak begitu tau apa yang sedang mereka rasakan. Kecewa atau bahagia hanyalah mereka yang dapat mengaturnya.

Romeo langsung melepaskan semua pakaian dan kacamatanya. Memakai handuk untuk segera mandi sekaligus bersih-bersih diri. Setelah semuanya kelar, ia kembali ke tempat kesayangannya. Apalagi kalau bukan kamar tidurnya. Sebenarnya ia ingin makan malam terlebih dahulu. Namun hal itu ia lakukan setelah pekerjaannya selesai. Bukan lagi tugas atau apapun itu. Tetapi catatan singkat untuk hari ini.

Duduk dengan pakaian tidur yang terkesan sederhana. Piyama satu set dengan warna biru muda polos tanpa motif. Membuatnya semakin nyaman dipandang. Tak lupa kacamata cupu yang selalu ia kenakan. Dimanapun dan kapanpun. Bukan untuk gaya-gayaan, memang itulah Romeo. Si cowok cupu dengan sikapnya yang ceroboh di setiap saat.

Iapun langsung memusatkan matanya pada notes kecil miliknya. Ia letakkan di laci pertama di bawah meja belajarnya. Menguncinya agar aman dari gangguan siapapun. Tak lupa kuncinya ia masukkan di dalam wadah obat agar tak ketahuan. Disitu ia merasa aman. Karena sampai kini tak ada yang mengetahui keberadaan notes kecil miknya itu.

Ia tengah bersiap dengan pena di tangan kanannya. Mulai menggoreskan tinta hitam yang tak terurai. Dengan penuh hati-hati dan penuh pemikiran matang. Kata-kata ini siap ditumpahkan secara penuh perasaan menurutnya.

Terkadang bahagia adalah rasa terlalu mengharap. Dengan kenyataan, dia tak mungkin membuat kita bahagia.

Pena itu langsung ia angkat dari titik terakhir kata-kata itu. Seolah semua yang ia tumpahkan hanyalah tentang dirinya dan perasaan cintanya terhadap Tasya. Tak lebih dari sekedar cinta dan cinta. Dia seperti tak ingin menuangkan rasanya terhadap persahabatan ataupun kekeluargaan. Yang ia pikirkan hanyalah masalah remaja labil biasa. Padahal seharusnya ia tau, perasaan bisa saja berubah di setiap keadaan. Dalam kondisi apapun dan pada lingkungan manapun.

_ _ _

"Meo, chat aku nggak dibales-bales nih gimana?"

Sepertinya wajah Tasya masih cemberut. Karena Laskar sampai kini tak membalas pesan yang diharapkan akan segera dijawab. Kenyataan pahit yang diderita Tasya seolah membuat Romeo ingin sekali membantunya. Tapi ia harus sadar, bahwa ia juga harus peduli akan dirinya.

Duduk di bangku pertengahan kantin. Meminum es di tengah cuaca terik di sekolah mereka. Berdua tanpa teman sekelas lainnya. Membuat percakapan mereka semakin leluasa.

Tasya yang masih asyik dengan handphonenya yang tak kunjung menghindar. Padahal Romeo juga ingin direspon dan dilihat. Betapa tak berharganya dirinya dihadapan Tasya saat ini. Hanya sebagai pendengar yang baik.

"Loh Meo, Meo, kamu harus lihat ini!"

Sambil menunjukkan sesuatu yang penting dari layar sentuh yang dimiliki Tasya itu. Romeo langsung terkejut dan melihat semua itu dengan pelan. Ternyata itu adalah berita singkat yang trending di sekolahnya saat ini.

SCHOOL HOT NEWS TODAY!
LASKAR ALVARO SEKALIGUS ATLET BASKET IDAMAN SEKOLAH. DIKETAHUI MENGALAMI KECELAKAAN HINGGA DIAMPUTASI. KONDISINYA MEMUNGKINKAN IA TAK BERTAHAN LAMA BERADA DI SEKOLAH INI.

"Eh bego banget yang nulis berita. Udah gila ya dia! Kenapa dia bisa buat berita hoax kayak gitu sih?" Ucap Romeo dengan wajah memerah seperti sedang emosi akan berita yang baru trending di sekolahnya itu.

___

Jangan lupa vote dan commentnya ya bestie🙌

Continue Reading

You'll Also Like

6.4M 180K 57
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
212K 7K 20
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
627K 50.4K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
990K 48.6K 64
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...