Romeo and His Crush

Oleh dandaferdiansyah

1.5K 761 877

Romeo Alvaro Budiman (Romeo) telah memulai hidupnya menjadi anak broken home. Sering menjadi bahan bully-an d... Lebih Banyak

BAB 1 - Gimana Hari Ini?
BAB 2 - Aku Lupa
Bab 3 - Inilah Diriku
BAB 4 - Terlalu Lebih
BAB 5 - Hati yang Dekat
BAB 6 - Cukup tau
BAB 7 - Hangat yang Gelap
BAB 8 - Mencurigakan
BAB 10 - Sabar Ini Ujian
BAB 11 - Kecewa Itu Berat
BAB 12 - Aku Takut
BAB 13 - Ada yang Berbeda
BAB 14 - Yang Terlupakan
BAB 15 - Lupakan atau Kembali?
BAB 16 - Akhirnya?
BAB 17 - Harapan Punah
BAB 18 - Kesudahan
BAB 19 - Perubahan
BAB 20 - Menelusuri
BAB 21 - Terlihat Buram
BAB 22 - Terlampaui
BAB 23 - Terpantau
BAB 24 - Bersimpati?
BAB 25 - Skenario Pemula
BAB 26 - Sedikit Sesak
BAB 27 - Solusi Renungan
BAB 28 - Serangan Lawan
BAB 29 - Interogasi
BAB 30 - Mengapa Begini?

BAB 9 - Patah Satu Waktu

64 37 32
Oleh dandaferdiansyah

"Ehm...mbak boleh tanya sesuatu mengenai penanganan pasien Laskar Alvaro saat baru datang di rumah sakit ini?"

Tangan Romeo yang keringat dingin sekaligus gugup. Ia sepertinya tak harus menanyakan hal ini. Tapi ia penasaran terhadap rekan yang dimaksud informan di telepon tadi. Kini ia sedang berdiri di depan meja informasi Rumah Sakit Semalaya. Sambil menunggu jawaban dari salah satu penjaga meja informasi itu.

Sembari dia menunggu mamanya siap masuk ke UGD. Ia mengulas kejadian yang sebenarnya terjadi. Siapa sosok rekan yang dimaksud informan yang menelepon di rumah tadi.

"Boleh dek, emangnya mau tanya apa?'

"Saya mau tanya, rekan kecelakaan yang bersamaan dengan kakak saya itu kira-kira laki-laki apa perempuan ya?"

Wajah perempuan ini langsung bingung. Seolah tanda tanya masih tersimpan dalam benaknya. Apa yang dikatakan oleh Romeo saat ini langsung masuk ke poin pembahasan. Tak ada basa-basi sama sekali. Perempuan berprofesi informan rumah sakit dengan baju formal ini masih diam seakan ada sesuatu yang disembunyikan.

Romeo langsung melambai-lambaikan tangannya ke depan wajah perempuan itu. Awalnya perempuan itu bengong tanpa sadar. Dan setelah lambaian itu tertuju pada penglihatannya. Wajahnya langsung berubah panik.

"Ehm..."

"Siapa mbak?"

"Okey, jadi..."

Percakapan mereka berdua terpotong oleh teriakan dari arah UGD. Romeo langsung mengarahkan pandangan ke panggilan itu. Ternyata ayahnya yang tengah berdiri melambaikan lengan tangan kanannya. Romeo langsung membenarkan kacamatanya dan menghiraukan ucapan informan itu.

"Mbak tunggu sebentar ya, saya mau lihat kakak saya dulu di UGD."

Romeo yang meminta izin kepada informan. Segera berlari menuju arah UGD. Merespon panggilan ayahnya yang baru saja usai melambaikan tangannya. Yang berdiri menatap Romeo menunggu kehadirannya.

Di sebuah ruangan yang sedikit redup cahaya. Atau mungkin lampu ruangan UDG ini belum diganti bola lampunya. Langkah pasti menghampiri sosok terbaring lemah. Dibalut luka-luka yang cukup tragis. Romeo beserta ayah dan mamanya memasuki ruangan ini pelan. Sambil melihati sekitar, Romeo menundukkan kepalanya dan mencari sesuatu hal yang mencurigakan.

Dokter yang tak terlihat batang hidungnya. Mungkin saja ia sedang masuk toilet setelah pekerjaan panjang.

"Laskar anakku!" Teriakan mama cukup mengagetkan Laskar.

Pelukan itu seakan langsung melayang di tubuh yang tak berdaya. Mereka menangis tersedu-sedu. Sembari perbincangan singkat mereka dimulai.

"Maafkan Laskar Ma!"

Semua seolah drama sinetron yang biasa ditonton. Tapi kali ini adalah tangisan nyata yang tidak bisa dikendalikan. Antar dua sejoli yang saling menguatkan satu sama lain.

Romeo yang melihat tubuh bagian bawah Laskar tertutupi selimut. Masih terlalu prihatin terhadap kondisinya saat ini. Bagaimana kalau ia tau bahwa sekarang ia tidak bisa menikmati perjalanan panjangnya. Wajah Romeo seakan masih ragu dan curiga. Ranjang sebelah Laskar terlihat kosong. Bahkan rekan yang dimaksud seperti tidak ada di ruangan UGD ini.

Seseorang membuka pintu toilet. Semua pasti tau bagaimana bunyi pintu toilet yang mengganggu pendengaran itu. Romeo langsung mengarahkan pandangannya pada seseorang yang baru keluar. Ia adalah dokter UGD. Sudah diduga dari awal bahwa ia sedang ke toilet.

Dokter itu mulai mendekati ranjang Laskar. Dan mengajak ayah serta mama Romeo untuk berbincang mengenai kondisi Laskar saat ini.

"Bapak, ibu, boleh berbicara sebentar?"

Mama yang langsung melepaskan rasa khawatirnya. Melihat Laskar dengan tubuh tak berdaya masih membuatnya terpukul berat. Ayah langsung memeluk lengan mama dan mengantarkannya pelan ke arah meja dokter. Ayah masih mencoba menenangkan mama yang masih tidak percaya akan kondisi Laskar saat itu.

"Romeo, kamu disini aja jaga kakak. Ayah sama mama ke meja dokter dulu ya?"

Romeo tak bisa berbuat apa-apa selain menyetujui permintaan ayah kesayangannya itu. Ia mengambil satu kursi dari samping ranjang itu. Dan masih melihat kondisi tubuh bagian bawah kakak tirinya.

"Bagaimana kondisi anak saya dok?"

Perbincangan mendalam dimulai. Antara dokter dengan orang tua yang benar-benar serius. Seolah tak ada yang menandingi. Suatu gejala serius yang ditimpa oleh seorang remaja di bawah umur.

"Mohon maaf sebelumnya pak. Mungkin suster sudah menjelaskan singkatnya bagaimana. Disini saya mau memperjelas sedikit saja."

Anggukan ayah Romeo meyakini apapun ucapan dari dokter. Tak ingin melewatkan satu kata penting pun yang terucap dari mulut orang bergelar ini.

"Jadi dia harus benar-benar diamputasi. Tulang bagian kakinya patah dan salah satu cara untuk memperbaikinya ya seperti itu. Atau kalau tidak, anak bapak dan ibu akan merasakan sakit lebih parah dari ini."

Sebenarnya hal ini bisa dimaklumi oleh siapapun. Namun kondisi saat ini tidak bisa memungkinkan bahwa Laskar bisa benar-benar menerima. Meskipun ini adalah ulahnya sendiri.

Ayah yang melihat istrinya masih terisak tangis. Masih menenangkan dengan mengelus punggungnya pelan. Masih tidak percaya bahwa anaknya nanti akan dalam kondisi tidak seutuhnya.

"Lo sama siapa kak?" Tanya Romeo masih mencari tau rekan yang bersama Laskar.

Laskar awalnya tidak merespon. Malah melihati cahaya lampu yang nampak redup di ruangan itu. Dengan baju biru khas rumah sakit. Dan badan yang ditutupi oleh selimut tebal berwarna biru lebih tua.

Romeo yang nampak kesal langsung mengerutkan wajahnya. Dia sepertinya tau bahwa tak ada respon yang dilantunkan remaja bermata sipit itu.

"Kak!" Bentaknya.

Sontak mengejutkan satu ruangan. Dokter bahkan ayah dan mamanya ikut melihat tingkah Romeo yang tak karuan. Romeo melihat kondisi dan menutup mulutnya. Rasanya benar-benar bersalah akan apa yang ia lakukan. Membuat ia malu tak berdaya harus berbuat apa.

"Lo sih, tanya aja pakai ngegas. Slow man! "

Respon Laskar malah sebaliknya. Bukan malah memikirkan kesalahannya. Ia malah mengejek Romeo akan pertanyaan yang tak ia jawab itu. Bukan sepenuhnya salah Romeo. Namun perlakuan Laskar yang iseng membuat kejadian itu berlangsung.

"Ya jawab dong mangkanya."

"Dirga, emang kenapa?"

"Oh yaudah sih, nggak apa-apa."

Laskar langsung mengalihkan pandangannya. Mencoba cuek terhadap apapun percakapan tidak penting Romeo padanya. Sambil menenangkan jiwanya di ranjang rumah sakit. Dengan bantal empuk dan suasana yang cukup tenang.

_ _ _

Langkah perempuan ini seakan tergesa-gesa dari luar ruangan. Ia tak langsung merebahkan tas beratnya. Namun menemui seseorang yang menurutnya penting untuk segera menjawab pertanyaan yang masih tertimbun dalam kepala.

"Romeo!"

Kejutnya pada Romeo yang asyik menulis di buku tugas. Romeo yang mengalihkan pandangannya seolah ketar-ketir. Kedatangan Tasya pagi-pagi membuatnya ceria. Melihat aura positif dari wajah Tasya yang tak pernah terurai dalam benaknya. Menyimpan rasa yang sampai saat ini masih ia pertahankan.

"Apa sya?"

"Bisa bicara sebentar?"

Romeo menganggap perbincangan ini adalah kesempatannya. Kesempatan bisa berbicara berdua dengan Tasya. Apalagi di pagi-pagi suasana sekolah begini. Mungkin asyik jika harus melewatkan waktu dengan perbincangan berdua ini.

"Lo ganggu Romeo aja sya. Udah tau dia lagi ngerjain tugas Sejarah Indonesia. Malah lo ajak pergi." Respon Mily seperti tidak terima atas sikap Tasya itu.

Wajah Tasya langsung berubah ragu setelah ucapan Mily masuk ke telinganya. Seperti tak ada respon positif untuk dirinya. Padahal Romeo ingin sekali berbincang berdua bersama Tasya. Tetapi Mily selalu merusak suasana sesaat itu.

"Nggak apa-apa kok sya. Kan masih ada waktu istirahat buat kerjain. Tinggal dikit, kelar juga kok."

"Beneran?"

Anggukan Romeo seolah telah menenangkan hati ragu Tasya. Mily yang melihat hal itu langsung mengerutkan wajah bengong kaget. Respon Romeo seakan tak ada negatif thinking nya sama sekali. Mily menepuk pundak Romeo dan memberikan isyarat tanya. Romeo hanya merespon dengan tangan kanannya yang menyuruh Mily untuk berhenti. Dengan maksud berhenti untuk kali ini saja. Ditambah anggukan Romeo yang tampak meyakinkan.

Di kantin sekolah dengan jam menunjukkan pukul 06.45. Masih ada waktu 15 menit untuk mereka berbincang singkat. Waktu yang sebentar membuat Tasya langsung mengarah ke poin pentingnya.

"Ada apa sya?"

"Jadi gini, kemarin aku jalan bareng kak Laskar pulang sekolah sampai sekitar jam 5 sore-an gitu. Awalnya kita benar-benar baik-baik saja. Setelah aku sampai rumah. Salam hangat dengannya.

Sekitar 1 jam lagi, tiba-tiba ada kabar kalau Laskar kecelakaan. Aku ditelepon Laskar, aku kaget karena ternyata suaranya berbedakan. Itu ternyata salah satu warga sekitar dari tempat kejadian kecelakaan. Bagaimana kejadian sebenarnya aku kurang tau. Aku langsung datang ke tempat kejadian dan yah aku ikut membawa Laskar dan temannya naik ambulan rumah sakit."

"Jadi?"

"Aku khawatir sama Laskar. Soalnya kecelakaan itu parah Rom. Terakhir aku lihat tubuhnya benar-benar penuh luka dan dia pingsan. Awalnya aku berpikir menunggu perawatannya sampai selesai. Tapi ternyata mamaku telepon dan aku disuruh segera pulang deh."

Romeo hanya bisa merespon apa adanya. Seperti dia benar-benar tak mengenal Laskar. Kakak tirinya yang saat ini tak ingin ia bongkar identitas nya pada Anastasya. Ternyata dugaannya selama ini salah. Rekan yang ia curigai malah menjadi sanksi yang membawa Laskar ke rumah sakit. Itu semua adalah jawaban. Pantas saja informan kemarin nampak ketakutan karena hal ini memang ditutup rapat-rapat oleh Tasya. Agar keluarga dari pasien tidak mengetahuinya.

Meskipun semua telah terungkap satu persatu. Ia masih penasaran kenapa Laskar bersama Dirga bisa bersamaan dan mengalami kecelakaan.

Di perjalanan pulang sekolah Romeo berjalan menyusuri koridor dan akan menuju gerbang depan sekolah. Ia langsung disusul cepat oleh langkah Tasya yang tak berhenti mengikutinya tiba-tiba. Entah apa yang sedang membuat rasa kekhawatiran Tasya tak reda-reda kepada Laskar. Romeo semakin kesal akan hal itu.

"Rom, kali ini kita bisa pulang bareng gak?"

Langkah Romeo terhenti. Ia sontak kaget bahkan membuat jantungnya bergetar hebat. Ia membenarkan kacamatanya dan langsung mengalihkan pandangan pada Tasya.

"Tunggu, tunggu, ada apa?"

Tasya langsung mendekati wajah Romeo dan membisikkan sesuatu padanya. Di tengah perjalanan menyusuri koridor yang terhenti. Mereka tidak sadar bahwa masih banyak anak-anak kelas lain yang melihati ulah mereka yang tak disengaja.

"Temenin aku ke kak Laskar."

Bukannya tenang dan bahagia. Jantung Romeo semakin tak aman. Ditambah dengan bisikan Tasya yang mengundang keringat dingin dalam tubuhnya saat ini. Benar-benar kacau jikalau Tasya tau bahwa Romeo adalah adik tiri dari Laskar. Apa yang akan dilakukan selanjutnya. Ia takut perjanjiannya dengan Laskar benar-benar musnah. Meskipun hal itu sempat dilupakan sih.

Romeo langsung menggelengkan kepalanya tanda tak setuju. Bahkan ia seperti takut dan mencengkeram tasnya dengan kuat. Tasya yang melihat itu sepertinya kecewa. Tetapi ia juga melihat kondisi Romeo yang nampak ketakutan sampai berkeringat di sekitar keningnya.

"Romeo, kamu nggak apa-apa kan?"

Romeo masih terdiam dan mulai memutar wajahnya ke kiri dan ke kanan.Tanda sedang memikirkan sesuatu yang berat. Dia harus benar-benar meyakinkan Tasya bahwa ia seharusnya tak melihat kondisi Laskar saat ini.

"Ehm..."

Tasya yang sepertinya risih melihat sikap Romeo. Langsung menggenggam kedua lengan pria cupu itu. Melepaskan kacamata dari wajahnya dan mengeluarkan sapu tangan baru di sakunya. Membersihkan keringat di kening Romeo yang tampak bercucuran. Yang seharusnya tak ia lakukan demi menjaga nama baiknya di sekolah.

"Cieee!" Teriakan itu menggema bersamaan di telinga Romeo.

Respon semua anak sekolah yang masih berada di depan kelasnya. Tepatnya di koridor itu. Melihat tingkah Tasya yang romantis terhadap Romeo. Seakan akan ada adegan selanjutnya yang akan mereka saksikan. Padahal hal itu adalah refleks rasa simpati Tasya terhadap Romeo. Si cowok cupu yang masih menyembunyikan perasaannya saat ini.

"Sya, dilihatin banyak orang sya. Udah cukup!" Ucapnya sambil mendorong Tasya pelan.

Romeo yang sebenarnya suka akan adegan tak disengaja ini. Menyoba menyimpan semua rasa bahagianya pelan-pelan. Tertimbun dengan rasa malunya terhadap gurauan para remaja yang melihat adegan itu dilakukan. Tasya yang santai, melepaskan tangannya. Sekaligus memberi pengertian akan sikap Romeo yang seakan menolaknya pelan-pelan.

"Romeo, lihat aku!"

Semua anak langsung terkejut hebat. Adegan ini menambah suasana. Bahkan ada yang merekam semua kejadian mereka. Berdiri dan di tatap oleh cukup banyak anak tersisa di koridor kelas 11 ini.

Memegang pipi Romeo dan menatapnya nyata. Jantung Romeo benar-benar tidak aman. Membuatnya hanya fokus pada mata Tasya yang sempurna dalam benaknya. Senyum yang tak bisa ia tahan. Bahkan tak bisa mengelupas sekalipun. Rasanya ingin kayang dan teriak di lapangan sekolah. Si doi sepertinya memberikan harapan pasti.

"Keringat kamu banyak Romeo. Jadi laki-laki jangan gugup-gugup amat ih!"

Semua orang yang terkejut langsung menjadi tertawa gembira. Kondisi benar-benar telah berubah. Sekilas ucapan Tasya mungkin bisa dibilang mempermalukan Romeo di depan mereka semua. Wajah Romeo yang kaget dibalut rasa sakit yang pelan-pelan muncul. Ia mulai malu bahkan dengan ucapan Tasya sekilas itu.

Tangannya meraih tangan Tasya dan melepaskannya satu persatu dari wajahnya. Mengganggu dirinya untuk pergi dan segera beralih posisi. Diam tanpa sepatah kata apapun. Kacamatanya diambil kasar oleh Romeo. Membuang tangan Tasya dengan mentah-mentah. Membuat sapu tangan di tangan Tasya ikut terlepas dan jatuh dari genggaman. Berlari menyusuri koridor dan segera menuju gerbang sekolah untuk pulang.

_ _ _

Benarkah kedatangannya sesaat hanya bisa membuat kita sakit hati?

Romeo yang duduk dengan balutan pakaian harian. Mencari inspirasi dalam ruangan kesayangannya saat ini. Sambil menambah kata-kata puitis di buku harian. Yang menurutnya bisa menggambarkan kondisi hari ini. Kondisi yang cukup membuatnya bahagia dan juga kesal dalam satu waktu. Nada bicara yang tidak bisa ditebak dari setiap insan. Membuat pikirannya terganggu akan itu semua.

"Apa aku salah berharap dalam keadaan tidak pasti?" Tuturnya masih bertanya-tanya pada diri sendiri.

___

Jangan lupa vote dan commentnya ya bestie🙌

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

397K 29K 25
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
5.8M 276K 52
Follow sebelum membaca. Cerita sudah diterbitkan dan tersedia di Shopee. ||Sinopsis|| Menceritakan tentang kisah seorang gadis bernama Revaza Khansa...
1.4M 63K 52
-Ketua Geng Motor -Nikah Terpaksa Arkana Septian, lelaki berparas tampan. Seorang Mahasiswa yang menjadi pelatih taekwondo di kampus nya. Dan ketua...
4.1M 242K 30
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...