Romeo and His Crush

Autorstwa dandaferdiansyah

1.5K 761 877

Romeo Alvaro Budiman (Romeo) telah memulai hidupnya menjadi anak broken home. Sering menjadi bahan bully-an d... Więcej

BAB 1 - Gimana Hari Ini?
BAB 2 - Aku Lupa
Bab 3 - Inilah Diriku
BAB 4 - Terlalu Lebih
BAB 6 - Cukup tau
BAB 7 - Hangat yang Gelap
BAB 8 - Mencurigakan
BAB 9 - Patah Satu Waktu
BAB 10 - Sabar Ini Ujian
BAB 11 - Kecewa Itu Berat
BAB 12 - Aku Takut
BAB 13 - Ada yang Berbeda
BAB 14 - Yang Terlupakan
BAB 15 - Lupakan atau Kembali?
BAB 16 - Akhirnya?
BAB 17 - Harapan Punah
BAB 18 - Kesudahan
BAB 19 - Perubahan
BAB 20 - Menelusuri
BAB 21 - Terlihat Buram
BAB 22 - Terlampaui
BAB 23 - Terpantau
BAB 24 - Bersimpati?
BAB 25 - Skenario Pemula
BAB 26 - Sedikit Sesak
BAB 27 - Solusi Renungan
BAB 28 - Serangan Lawan
BAB 29 - Interogasi
BAB 30 - Mengapa Begini?

BAB 5 - Hati yang Dekat

105 56 76
Autorstwa dandaferdiansyah

Duduk di depan orang bergelar bukanlah suatu yang patut ditertawakan. Memahami setiap perkataannya yang cukup rumit. Sambil menyiapkan respon yang cukup formal. Tidak terlalu ribet namun bisa dipahami jelas.

Memakai sweater berwarna merah muda. Berambut kuncir dan celana panjang agak longgar. Menikmati suasana agak ramai di rumah sakit. Menunggu nomor antrian mengambil obat di depan meja apoteker.

"Anastasya Anindia!" Teriak seseorang dari arah meja apoteker.

Mama Tasya yang awalnya duduk langsung berdiri dan melangkah ke arah meja tersebut. Menukarkan nomor antrian sesuai urutan yang telah ditetapkan. Tasya langsung diajaknya keluar setelah semuanya kelar. Sungguh mengenaskan jika harus bolak-balik rumah sakit untuk kesembuhan memang. Tapi hal itu dilakukan untuk kesembuhan Tasya. Karena penyakit asmanya yang terlalu mengkhawatirkan kata dokter.

"Kamu harus banyak istirahat dulu ya."

Ucap lembut mama Tasya menasehati. Tasya dengan wajah agak pucat dan tangan yang masih agak gemetaran. Ia mencoba tersenyum ditengah keraguan. Memasukkan kedua tangannya pada kantung sweater. Membuat ia semakin kacau dalam keadaan tenang ini.

"Pak! langsung pulang aja ya. Kita nggak jadi ke supermarket."

Bapak supir yang sudah stand by di parkiran. Mengakhiri perbincangan dengan satpam rumah sakit. Dan merespon ibu boss nya dengan amat sopan.

"Iya bu, sesuai aplikasi."

"Bisa aja Pak Slamet."

Lelucon Pak Slamet sekaligus supir Tasya membuat mama Tasya tersenyum lepas. Setiap hari adalah lelucon bagi Pak Slamet. Karena ia merasa bahwa keluarga Tasyalah sumber rezeki dalam kehidupan keluarganya di Sumatera.

Sesaat di perjalanan, Tasya masih memikirkan sesuatu hal yang menjanggal dibenaknya. Seperti ada yang harus diselesaikan secepatnya. Mamanya yang sedang asyik bermain handphone. Tak sengaja melirik wajah Tasya sesekali. Terlihat murung dan perlu dipertanyakan.

"Kenapa dek, mikirin apa sih?"

"Mikirin pacarnya kali bu." Respon pak supir lelucon.

Tasya langsung terkejut dari lamunannya dan membalas respon tersebut dengan santai.

"Nggak pak, jangan sotoy dulu deh." Ucapnya kesal.

Mama Tasya hanya menggelengkan kepala pelan sambil tersenyum tipis. Mendengarkan dua orang ini berbincang singkat. Kembali memainkan handphone yang amat sultannya itu. Ya mau bagaimana lagi emang keluarga sultan sih.

_ _ _

Di kelas tepatnya bel istirahat yang telah berbunyi 10 menit yang lalu. Romeo masih melihat kondisi belakang bangkunya sesekali. Memastikan tidak ada yang duduk ataupun menggantikan posisi Tasya di dekatnya.

"Hei! Jangan bilang lu lagi PMS?"

Tiba-tiba Mily datang dari arah luar kelas menuju Romeo yang sedari tadi melamun. Menepuk pundaknya yang tak berdaya untuk disinggahi hantaman keras.

"Lu jangan ganggu gue sehari bisa nggak sih?"

"Nggak bisa wleeee."

Tertawaan singkat Mily membuat Romeo semakin malas. Menanggapi hal yang tidak penting ditengah kekhawatiran nya yang tak kunjung berhenti sampai saat ini. Mily asyik memakan cemilan dari kantinnya tanpa ada tawaran apapun kepada Romeo. Yah sekali-kali melihat komuk Romeo yang membuat ia tertawa lepas saat itu.

"Aduh Rom, lu sesekali bahagia sedikit kek. Contohnya kayak si Edo tuh. Bahagia tuh tiap hari gue lihat-lihat."

"Ya gimana nggak bahagia, gabutnya beli supermarket sih." Responnya dengan menopang kepalanya di atas bangku.

Gelak tawa Mily semakin mengacu menertawakan respon singkat Romeo. Dengan Edo yang pantang tentang apapun ejekan mereka semua. Tentang kekayaan yang dimiliki keluarganya sekalipun. Terkenal sebagai content creator pemula. Edo juga tak ingin menjadi yang paling dibanggakan. Sekiranya ia masih bisa terkenal di luar sana. Dengan gayanya yang sederhana. Tanpa memandang kekayaan dari orang tuanya.

_ _ _

"Romeo, pulang bareng yuk!"

Remaja labil datang dari arah berlawanan Romeo berjalan. Menuju parkiran sekolah untuk mengambil sepeda. Ia malah terhenti dengan gadis tak berdosa ini.

"Gue lagi badmood Sa!" Tegas Romeo pada Risa.

Teman masa kecilnya yang sampai saat ini masih satu sekolah dengannya. Risa adalah gadis tembem dengan penampilan modis yang tak pernah ketinggalan. Dan sayangnya kini mereka tak tetanggaan lagi. Karena Risa sudah pindah rumah ke perumahan lain. Meninggalkan rumah dia dahulu di dekat Romeo. Sudah hampir 5 tahun Risa tak tau tentang keadaan Romeo sekarang. Bahkan Kak Laskar si king good looking itupun tak tau bahwa dia kakaknya Romeo.

Risa sangat sedih ketika penolakan Romeo mentah-mentah kepadanya. Ia berfikir telah salah meninggalkan Romeo saat itu. Dengan keadaan keluarganya terpecah. Risa juga ikut pindah. Jarang ke rumah Romeo karena ibu Risa tak mengizinkannya kembali bertemu. Dan saat bertemu pula, Romeo agak acuh tak acuh pada Risa. Tak mengenal akrab seperti dulu mereka selalu bersama.

Dengan langkahnya yang pasti Romeo mencari sepedanya. Meninggalkan sekolah dengan lajunya yang cukup kuat. Hari ini memang ayahnya tak bisa menjemputnya. Karena suatu kerjaan di kantornya yang tak bisa ditinggalkan. Jadi kini Romeo hanya bisa pasrah dengan keadaan rumah. Pulang-pulang harus beberes dan bersih-bersih rumah yang tak seberapa besar itu.

_ _ _

"Sampai sekarangpun belum ada kabar juga dari Tasya. Memang dia kemana sih?"

Dalam pikirnya masih bertanya-tanya. Romeo yang duduk di kursi kayu depan meja belajarnya yang sudah rapi tertata. Masih saja memikirkan belahan jiwanya yang sampai kini tak ada kabar. Teman sih teman, tapi khawatirnya seperti lebih dari teman.

Romeo pun mengalihkan semua perhatiannya dengan merapikan kotak-kotak sebelah meja belajarnya. Yang sudah lama terbungkus isolasi. Entah dari kapan benda-benda terdalamnya terkubur lama. Itupun kenangan-kenangan terindahnya waktu SMP. Tanpa basa-basi, ia mengambil cutter. Melepaskan isolasi itu dengan pelan tapi pasti.

Debu-debu yang masih menggunung ia coba bersihkan dengan kemucing. Meskipun tak semuanya bersih juga. Tapi seenggaknya itu terlihat tidak kotor sama sekali.

Di dalam kardus itu terlihat banyak sekali kumpulan mainan. Pigura bahkan kado-kado terlama dari teman sekolah bahkan keluarganya dahulu. Ia pun mengambil duduk di lantai dan melihat satu-satu isi kotak tersebut. Tiba-tiba ada sesuatu jatuh dari kardus. Sepertinya tangannya tak sengaja menjatuhkan benda kecil itu.

"Stiker panda?"

Tanyanya masih berfikir. Ia merasa ada yang special dari stiker kecil satu ini. Meskipun auranya tidak bisa ditebak. Tapi ia yakin bahwa ada sesuatu yang janggal dari stiker panda kecil itu. Terlihat masih bagus dan rapi dalam sebuah bungkusan plastik yang berdebu.

"Tunggu sebentar, aku pernah merasa dikasih sesuatu ini oleh seseorang. Tapi siapa ya?"

Mecoba mengingat ingat peristiwa yang terjadi saat stiker panda itu berada di genggamnya.

~~~
"Aku harap stiker panda ini bisa kamu simpan. Mungkin kalau kita bertemu lagi kamu bisa mengingatku."
~~~

Kata-kata singkat yang kini hanya ada di benak Romeo. Seorang gadis yang berbicara di depan matanya. Memberikan stiker kecil tak bermakna menjadi suatu lebih berharga di genggamnya saat itu.

"Anin." Ucapnya spontan.

Ia langsung mengembalikan kotak kardus beserta semua barangnya di bawah meja belajar. Mengambil stiker panda itu dan duduk di atas kasur. Sambil memikirkan siapa Anin di kejadian 5 tahun yang lalu.

Tiba-tiba dering telepon dari handphonenya terdengar. Romeo langsung mengambilnya di meja belajar dan mengangkatnya. Melupakan sejenak sosok di balik stiker panda itu.

- Telepon -

"Halo, ini siapa ya?"

"Romeo aku Tasya. Kamu nggak nyimpen nomorku ya?"

"Oh Tasya, maaf Sya. Soalnya aku langsung angkat aja tadi."

"Oh pantesan."

"Eh iya, bagaimana kondisimu. Udah baikan?"

"Syukurlah udah mendingan. Besok kayaknya aku masuk deh."

"Ya bagus dong."
...

Perbincangan mereka terus berlanjut hingga akhirnya pikiran Romeo teralihkan. Meninggalkan stiker itu di tempat yang buas. Di atas meja kecil samping kasurnya.

_ _ _

Kini mereka berada di lapangan sekolah yang cukup terik. Melakukan pemanasan untuk pelajaran olahraga selanjutnya. Di pelajaran inilah Romeo merasa insecure. Padahal mungkin kalau dilatih, dirinya bisa melakukan apa saja. Tapi dia terlalu malas untuk itu semua. Apalagi setelah semua pikirannya kacau kemarin-kemarin.

Setelah pemanasan selesai. Mereka semua disuruh untuk berlari terlebih dahulu mengelilingi lapangan. Seperti biasa, 3 kali putaran yang sangat membagongkan. Membuat sebagian nyawa hilang seketika karena lelahnya tak biasa. Tasya masuk sekolah, namun dia hanya menunggu di koridor kelas 11. Karena ia masih perlu istirahat untuk menjaga badannya tetap vit nantinya.

Saat berlari, Romeo malah salah pandang ke wajah Tasya yang melihat gerombolan temannya berlari. Sambil menunjukkan senyuman tipis yang membuat Romeo terkesan bahagia. Tandanya ia telah lumpuh dalam sekian senyuman yang Tasya berikan. Meskipun seutuhnya senyuman itu bukan untuk dirinya.

Pelajaran olahraga kali ini adalah bermain kasti. Setiap grup harus menyiapkan keahliannya masing-masing. Dengan kelompok yang sudah di tetapkan oleh guru pengajar.

"Cukup mengenaskan, emang lu siap Rom?"

"Coba ajalah Mil, siapa tau bisa kan?"

"Jangan pingsan. Malu nanti dilihat Tasya." Bisik Mily pada Romeo sekaligus mengejeknya.

Gelak tawa Mily membuat ia ketauan sedang berbicara dengan Romeo. Ia dilihat oleh guru pengajar dan dibentak atas kelakuannya yang tak sopan. Karena guru pengajar sedang menjelaskan teknis permainannya.

"Hei yang dibelakang lagi apa?"

Peringatan pertama yang menyadarkan Mily atas tindakannya. Anak baris belakang langsung spontan menundukkan kepalanya seperti merasa bersalah. Padahal hanya satu alasan kenapa kata-kata itu diucapkan. Dan ditujukan kepada siapa. Tapi rasanya seperti semua orang yang bersalah.

Di permainan kasti kelompok 3. Romeo maju dengan posisi pelempar bola dan berlari diantara base-base yang disediakan. Ia tak jago bermain seperti ini. Dia hanya anak seni yang tak pernah menunjukkan bakatnya. Cukup memendam dalam-dalam dan hanya dia yang tau.

"1...2...3!"

Peluit pun berbunyi dari guru pengajar. Menandakan Romeo harus melempar bola itu searah sasaran. Sayangnya bola itu hanya melambung sebagian lapangan. Membuatnya takut sekacau-kacaunya. Karena dia berlari dengan rasa takut. Bukannya menyentuh base pertama. Ia malah melanjutkan pelariannya hingga terjatuh ke tanah keras.

Semua murid bahkan guru pengajar terkejut. Romeo terlalu takut pada dirinya sendiri. Hingga tak fokus pada permainan. Iapun langsung dikerumuni oleh seluruh siswa kelas dan guru pengajar. Dengan tangkasnya, dua temannya langsung berlari menuju UKS membawakan tandu untuk Romeo. Tasya yang melihat peristiwa itu dari jauh masih kebingungan. Siapa yang jatuh sampai terluka parah seperti itu.

Sesaat temannya dari arah UKS membawa tandu. Tasya mulai bertanya.

"Aldi, siapa yang jatuh?"

"Romeo Sya. Kayaknya dia pingsan deh."

Melanjutkan langkah yang sempat tertunda. Mereka berlari dengan kacaunya. Demi Romeo agar cepat selamat di depan mereka saat ini. Tubuh Romeo yang sudah tak bisa dibiarkan lama. Langsung diangkat di atas tandu dan dibawanya ke ruang UKS. Tasya hanya bisa menggigit jarinya dan melangkah ke kanan kiri saat itu. Tak bisa melihat Romeo dari dekat. Karena sesungguhnya ia phobia terhadap darah.

"Bagaimana kondisi Romeo Mil?"

"Kemana aja lu, Romeo udah mati-matian khawatirin lu dari kemarin-kemarin. Sampai saat inipun lu masih bisa bilang begitu aja? Rasa simpati lu dimana sih Sya. Gatau diri banget jadi cewek." Tegas Mily tak terima atas respon Tasya terhadap kondisi parah Romeo saat itu.

Tasya hanya bisa menundukkan kepala merasa bersalah atas semuanya. Padahal hal itu dilakukan juga untuk kesehatan Tasya. Bukan semata-mata menghindar atau tidak peduli terhadap Romeo.

_ _ _

Bel Pulang Sekolah

Tasya yang bergegas menuju ruang UKS setelah tadi mereka kembali ke kelas melanjutkan pelajaran selanjutnya. Meninggalkan Romeo bersama rekan dan pengurus UKS di ruangan. Membersihkan luka Romeo sekaligus menyadarkannya kembali dari jatuh pingsan.

Membawa dua tas sekaligus. Tasya menunjukkan rasa simpatinya kepada Romeo. Ia melakukan hal ini juga untuk permintaan maaf kepadanya. Saat itu ia seperti melangkah cepat meninggalkan kelas. Demi melihat keadaan Romeo di UKS.

"Tasya, kamu nggak pulang?"

Ternyata penjagaan luar UKS sebelum masuk cukup ketat. Disana setiap siswa maupun siswi harus punya pernyataan yang jelas. Sebelum masuk ke ruangan UKS. Menjaga-jaga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti peristiwa dulu seorang siswa yang sempat membuat UKS sekolah terbakar habis oleh ulahnya.

"Saya mau memberikan tas Romeo."

"Ya titipkan ke saya saja. Nanti saya sampaikan ke Romeo."

"Tapi bu, saya juga mau lihat kondisi Romeo. Bolehkan bu, please!" Paksa Tasya kepada pengawas UKS.

Tadinya pengawas itu tidak mengizinkan Tasya ke dalam. Tetapi karena permintaan Tasya sekaligus ia anak seorang kepala sekolah. Jadinya pengawas tersebut memberikan persetujuan lebih lanjut atas permintaannya itu.

"Oke boleh, tapi jangan buat ulah di dalam UKS ya. Jangan berisik pokoknya. Sudah silahkan masuk!" Tegasnya kepada Tasya.

"Makasih bu."

Melepas sepatunya dan melanjutkan langkah ke dalam ruangan UKS. Tasya Mulai membuka tutupan tirai dengan pelan. Memastikan Romeo tak memperlihatkan darah sedikitpun di bagian tubuhnya.

"Hai Rom! ini tas kamu aku taruh meja ya."

Romeo dengan kondisinya yang rebahan cukup terkejut. Melihat kedatangan Tasya tiba-tiba dihadapannya.

"Makasih ya Sya! Tapi bukannya siswa-siswi nggak boleh masuk ya?"

"Ya nggak apa-apa kan aku anaknya Pak Rudi Slamet Haryanto."

Leluconnya sambil menyebut nama kepala sekolah SMA Negeri Bara Emas. Romeo tertawa tipis. Menunjukkan respon singkatnya pada jawaban Tasya seperti tadi.

"Kamu gimana kondisinya. Masih sakit banget ya?"

Dengan duduk di kursi plastik samping kasur UKS. Tasya melihat sekujur tubuh Romeo yang terbaring lemas.

"Nggak apa-apa kok. Tadi cuma luka biasa di bagian dengkul. Lusa juga bisa sembuh."

"Yah besok nggak masuk dong. Nggak bisa curhat lagi dong?"

Romeo masih tersenyum tipis. Melihat kekhawatiran Tasya berlebihan kepadanya. Seperti seseorang yang mengharapkan janji untuk dicintainya. Namun lamunan Romeo seakan terhalang oleh tatapan Tasya kepadanya saat itu.

"Kenapa?"

Tatapan mata itu membuat sentuhan jantung Romeo semakin berdetak kencang. Pesonanya tak luntur meskipun sudah pulang sekolah begini. Namun sesaat Tasya mencoba berdiri. Ia terpeleset dan jatuh pada badan Romeo.

"Ehhhhh..."

Tatapan mereka seakan nyata. Kini Romeo mendekap lengan Tasya. Seperti pada adegan di sinetron. Mereka pada satu tatapan fokus. Pada kondisi Romeo yang berbaring dan Tasya yang berdiri sekaligus menahan jatuhnya. Rasanya tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ini terlalu romantis untuk dilihat.

Jantung Romeo saat ini sedang tidak aman. Sungguh mengkhawatirkan jika Tasya mendengarnya. Namun hal itu tak dihiraukannya. Rambut Tasya yang membelai menutupi wajah mereka yang saling menatap satu sama lain. Seperti pertolongan di waktu yang tepat.

_____

Jangan lupa vote dan commentnya ya bestie🙌

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

770K 51.8K 42
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
4M 237K 30
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
5.8M 246K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
870K 74.8K 46
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...