Romeo and His Crush

By dandaferdiansyah

1.5K 761 877

Romeo Alvaro Budiman (Romeo) telah memulai hidupnya menjadi anak broken home. Sering menjadi bahan bully-an d... More

BAB 1 - Gimana Hari Ini?
BAB 2 - Aku Lupa
BAB 4 - Terlalu Lebih
BAB 5 - Hati yang Dekat
BAB 6 - Cukup tau
BAB 7 - Hangat yang Gelap
BAB 8 - Mencurigakan
BAB 9 - Patah Satu Waktu
BAB 10 - Sabar Ini Ujian
BAB 11 - Kecewa Itu Berat
BAB 12 - Aku Takut
BAB 13 - Ada yang Berbeda
BAB 14 - Yang Terlupakan
BAB 15 - Lupakan atau Kembali?
BAB 16 - Akhirnya?
BAB 17 - Harapan Punah
BAB 18 - Kesudahan
BAB 19 - Perubahan
BAB 20 - Menelusuri
BAB 21 - Terlihat Buram
BAB 22 - Terlampaui
BAB 23 - Terpantau
BAB 24 - Bersimpati?
BAB 25 - Skenario Pemula
BAB 26 - Sedikit Sesak
BAB 27 - Solusi Renungan
BAB 28 - Serangan Lawan
BAB 29 - Interogasi
BAB 30 - Mengapa Begini?

Bab 3 - Inilah Diriku

148 69 96
By dandaferdiansyah

"Bisa nggak sih, sekali aja nggak nyusahin mama. Mama udah capek dek!" Tegas seorang ibu pada anaknya.

Saat ini di kediaman Romeo yang cukup mewah. Namun sederhana untuk sekedar perekonomian mereka. Romeo duduk di kursi meja makan cukup lama. Hanya mendengarkan nasihat mamanya yang sedari tadi tak bisa memberhentikan bibirnya.

Pantas saja Romeo seperti orang tertindas. Ia malas disuruh hanya untuk membersihkan halaman rumah yang tak sebegitu besar. Dia beralasan karena ada tugas dan harus dikerjakan segera agar tidak lupa. Bagaimana tidak mamanya yang semula sikapnya lembut seperti boneka berubah menjadi sebuah mawar berduri. Marah dan penuh tusukan kepada anaknya. Tusukan positif berupa nasihat.

"Mama nggak pernah menyuruh kamu untuk bersikap malas. Mama nggak pernah membuatmu celaka setiap saat. Dan mama juga nggak pernah memaksa apapun keinginanmu."

Romeo ingin mengelak omongan mamanya itu. Tapi ia takut dikira anak yang durhaka. Tak tau sopan santun bahkan menjadi ejekan semua orang. Karena satu omongan dia yang keluar. Adalah berita sejuta umat di tetangganya. Bukan dari sisi positif, lumayan banyak sisi negatif yang tersebar kemana-mana.

Bukan juga karena Romeo sering berkata kasar. Tapi sikapnya kepada orang tuanya yang terbiasa manja. Dan mungkin kurang mandiri dari penglihatan orang tuanya. Juga kakak tirinya.

"Maaf ma, kalau begitu aku sapu dulu halaman rumahnya. Sapunya dimana?" Tanya Romeo dengan nada bersalah.

Wajahnya seperti sudah tak bisa ditahan lagi. Rasanya sakit dan ingin mengeluarkan air mata. Seperti kebiasaannya selama ini tak ada harganya satupun di mata mamanya.

"Mama! Mama udah pulang?"

Seorang pria tampan datang dari arah luar rumah. Menghampiri meja makan yang kosong karena masih sore.

"Hei! Ya mama tadi izin pulang, soalnya badan mama agak nggak enakan gitu. Kepala mama juga cukup pusing."

"Mangkanya mama istirahat aja gih. Jangan kecapekan, nanti yang ngurusin Laskar siapa?"

"Bisa aja kamu." Sambil mencubit pipi Laskar.

Romeo masih menatap perbincangan dua sejoli itu. Dikenal sebagai kakak tirinya. Romeo bukanlah si paling direndahkan. Tapi ia sering dibeda-bedakan bahkan disangkut pautkan tentang perilakunya dengan kakak tirinya itu.

Laskar terkenal di sekolahnya. Satu sekolah dengan Romeo bukanlah hal yang dia inginkan. Tapi mau gimana lagi, mereka bukannya malah saling melindungi. Tapi malah saling mencaci maki. Seperti tak ada rasa sedikitpun untuk saling menyayangi bak seorang saudara.

Seperti cerita cerita fiksi pada film-film. Saudara tiri dan mama tiri nggak akan pernah menjadi baik. Tetapi Romeo tak pernah memikirkan akan hal itu. Ia fokus belajar, mengejar apa yang ia inginkan sekarang.

"Gini dong anak mama. Baik, sopan, pintar, tampan. Bukannya kayak kamu nih. Malas aja kerjaannya. Bukannya apa-apa ya Romeo. Saya sebagai orang tua kamu selama hampir 5 tahun ini mencoba bersabar sama kamu. Tapi kamunya aja yang nggak pernah ngerti."

"Maaf ma."

Cukup mengenaskan sebagai Romeo. Punya mama dan kakak tiri yang tak pernah memberikannya masukan sekalipun. Hanya cacian dan kebencian semata yang mereka tatap dalam diri Romeo.

Malam telah tiba, dan bintang-bintang mulai bermunculan menunjukkan pesonanya. Tidur di kasur penuh kenyamanan adalah salah satu healing terbaik dalam hidup. Apalagi sambil scroll media sosial yang banyak sekali konten-konten menarik di dalamnya. Menambah ketenangan suasana setelah mencapai hari-hari di ujung tanduk.

CHAT WHATSAPP
+6285... : Halo, Romeo? (Pesan Baru)
Mily : Sudahlah lupakan
...

Romeo yang sedari tadi rebahan santai malah terkejut dan langsung mengambil posisi duduknya. Ia kaget setelah melihat pesan singkat dari nomor tidak dikenal. Tapi ia juga penasaran, siapa orang caper yang sengaja mencari nomor handphone nya hanya untuk sekedar sapa.

Awalnya tak membalas dan bingung harus ngapain. Akhirnya Romeo mencoba mencari tau lebih dalam sosok dibalik nomor itu.

CHAT WHATSAPP
+6285...
online

Halo, Romeo?✓✓

✓✓Hai, Kamu siapa?

Mengetik...

Romeo semakin curiga kalau ini hanyalah prank dari teman sekelasnya. Tapi ia juga berfikir kalau ini adalah penipu biasa. Romeo masih tak yakin akan semua kemungkinan yang ia buat. Karena sesuatu yang belum dipastikan, belum tentu hasilnya sama dengan kemungkinan yang diada-adakan.

CHAT WHATSAPP
+6285...
online

Halo, Romeo?✓✓

✓✓Hai, Kamu siapa?

Tasya.✓✓

Bukannya malah dibalas langsung. Ia malah turun dari kasur dan melompat-lompat dengan girangnya. Seperti kata anak jaman sekarang. Salting brutal adalah kelakuan ketika si dia sudah ngechat duluan.

"Tapi dibales nggak ya?" Tanya Romeo seperti tak percaya diri membalas chat dari tasya.

Padahal ia penasaran, Tasya dapat nomornya darimana dan apa maunya saat ini. Romeo tak tau apa yang sedang terjadi. Tetapi menurutnya, mendapatkan nomor Tasya adalah jawaban dari semua pertanyaannya selama ini.

CHAT WHATSAPP
+62085...
online

...

Tasya.✓✓

✓✓Ada Apa Sya, ada yang bisa dibantu?

Mau curhat boleh?✓✓

Bukan tentang bagaimana chat ini berjalan. Tapi tentang apa yang terjadi sebenarnya. Romeo masih tak habis pikir dengan sikap Tasya yang berubah-ubah kepadanya. Terkadang dia memaksakan kehendaknya dan terkadang dia lupa akan semuanya.

Romeo masih bertanya-tanya, duduk dibawah rangkulan selimut yang hangat. Menutupi cuaca dingin yang tengah beredar diluar sana.

Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar mendekati kamarnya. Romeo sempat terkejut dan menyembunyikan handphonenya secara spontan.

"Eh, lho nggak makan?"

"Tumben, ada apa?" Tanya Romeo bingung.

"Ribet amat lhu jadi cowok. Tinggal ikutin perintah kenapa riwueh sih?"

Anggukan Romeo menandakan dia patuh akan perkataan Laskar. Dengan rambut berantakan dan kaos oblong putih. Tak lupa celana pendek kotak-kotak kesayangannya ditambah wajahnya seperti blasteran indo-korea. Bagaimana cewek di sekolah tidak terpikat padanya. Semua prestasi non-akademiknya sebagai atlet basket terpampang nyata melengkapi kejuaraan sekolah sebelumnya.

Romeo beranjak dari tempat tidurnya dan menghampiri meja makan keluarga dengan santai. Seperti tak ada beban di pikirannya saat ini. Melihat sekilas handphonenya yang masih menyala. Chat dari Tasya tak ingin ia balas. Takutnya ada sesuatu yang membuatnya semakin penasaran bahkan sakit hati nantinya.

Di sebuah meja makan keluarga sederhana. Tertata rapi barisan makanan fast food seperti biasa. Nasi goreng favorit keluarga ditambah ayam kentucky favorit Laskar. Sekaligus telur crispy favorit Romeo yang tak pernah ketinggalan disana.

"Bagaimana sekolahnya, aman-aman ajakan?"

"Ehm..."

Senggolan kaki Laskar menimpa Romeo yang tak punya salah padanya. Sepertinya bisikan dari Laskar selalu diturutinya sebagai adik yang baik. Laskar tak mau kebiasaannya di sekolah terbongkar karena Romeo yang setiap hari melihat perilakunya.

Kedipan mata dari Laskar tengah memberikan aba-aba singkat pada Romeo. Dengan penampilannya yang cupu, kacamata bulat yang selalu ia pakai setiap saat. Ia benarkan dan mengangguk pelan menandakan ia menyetujui apa mau Laskar.

"Kenapa Meo, ada masalah ya?"

"Ng...Nggak ayah, T...tadi Romeo cuma anu aja."

Romeo malah gugup karena ancaman keras dari Laskar. Sebenarnya ia ingin mengatakan yang sejujurnya tetapi tidak bisa. Karena perjanjian mereka sebelumnya yang telah disetujui di atas materai secara sah.

Kaki Laskar menyenggol kaki Romeo lagi. Seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak bisa.

"Udahlah Pa, anak jaman sekarang nggak usah ditanya tanyain begituan. Sekarang itu yang penting belajar dan raih prestasi. Lihat tuh kakak kamu, udah berapa medali ia bawa pulang. Bukan cuman kerjaannya males doang, scroll media sosial doang apa untungnya?" Nyinyir ibu tiri Romeo yang tak suka atas sikapnya selama ini.

Apa yang bisa dilakukan Romeo selain diam dan menundukkan wajahnya. Seolah merasa bersalah karena tak bisa apa-apa. Bahkan menunjukkan nilai memuaskan saja ia masih lemah. Karena Romeo memang golongan anak-anak yang peningkatannya rata-rata.

"Udah dong ma, kan papa sudah bilang. Kalau prestasi bisa dikejar kapanpun. Mungkin hari ini Romeo belum ada keberuntungan. Lain hari nanti pasti dia punya apa yang dia inginkan. Karena prestasi tidak hanya dilihat dari nilai, tapi sikap kita mengolah nilai dalam diri kita itu juga termasuk prestasi lho." Jelas papa Romeo mengelak perkataan istrinya.

Tepat 5 tahun yang lalu, kebahagiaan Romeo masih stabil. Karena yah, setelah perceraian antara dua suku yang berlawanan. Semua menjadi seperti ini. Romeo tetap tenang menjalani kehidupan seperti ini setiap hari. Karena ia sudah kebal dengan mentahan yang keluar dari berbagai mulut penyinyir.

Selesai makan, Romeo kembali ke kamarnya. Melihat ponselnya yang tak kunjung menyala. Menanti akankah ada chat kembali dari Tasya untuknya. Ia tak membalas Tasya bukan karena canggung, dia hanya takut kalau Tasya sudah membuka isi hatinya. Rasa kecewa dan depresi akan muncul dalam benak Romeo. Itulah yang dihindari Romeo saat ini.

CHAT WHATSAPP

+62085... : Romeo, kamu kemana? (Pesan Baru)

Mily : Sudahlah lupakan
...

(Suara pesan masuk)
Ponselnya bergetar kencang. Membangunkan Romeo yang ternyata sudah terlelap. Menunggu kabar terlalu lama dari Tasya. Ternyata pikiran Romeo tak hanya menjadi halu melainkan kenyataan.

"Tasya? Gila, dia mau ngapain nih. Asli deg-deg."

Terbangun dari rebahan cukup lamanya. Ia menarik selimutnya menutupi seluruh badan dan ponselnya. Menghindari rasa curiga antar dua kutub dalam keluarga ini.

Romeo tersenyum bak salah tingkah seperti remaja yang baru merasakan jatuh cinta. Ya memang seperti itu sih.
Tidak ada kenangan mantan. Karena dia memang tidak punya mantan atau apapun itu. Hampir 16 tahun rasa diamnya berubah menjadi cinta. Yang sayangnya cinta itu masih belum terbalaskan.

_ _ _

"Aduh gilak? Lho beneran kek gini bego!"

Senyum Romeo masih terpancar nyata. Di sebuah kantin yang cukup ramai. Duduk di bangku tengah bersama Mily. Bukan hanya berdua, tetapi bertiga dengan Reva. Sahabat Mily yang selalu mengikuti Mily kemana saja. Anak kelas sebelah yang juga dikenalkan Mily pada Romeo. Sehingga mereka bertiga menjadi bestie.

"Romeo romantis banget sih!" Kagum Reva pada chat yang sedang ia baca sekarang diponsel Romeo.

"Dih, iri dengki. Lhu sih nge-jomblo mulu!"

"Gas banget deh." Saut Reva pada ucapan Mily yang terlalu kasar.

Romeo masih tersenyum-senyum tipis seperti orang salah tingkah. Hanya Mily dan Reva yang tau bahwa ada rasa berbeda di dalan diri Romeo saat ini terhadap Tasya. Mungkin sampai hari ini Romeo masih lupa akan kejadian pertemuan mereka yang pertama. Tetapi ia menghiraukan semua itu setelah Tasya mencoba mencari nomornya dan menge-chatnya duluan malam itu.

_ _ _

"Hai Rom, ada waktu luang nggak?"

Tasya tiba-tiba mendekati Romeo saat jam kosong di mata pelajaran kimia saat ini. Bukannya malah merespon, Romeo menatap Mily seakan menandakan dia sedang kebingungan. Tasya masih berdiri di bangkunya hingga ada jawaban di mulut Romeo.

"Kenapa kamu lihat si Mily?"

"Ng...ng...nggak, nggak kok, nggak. Ada apa?"

Mily mencoba mencubit tangan Romeo pelan. Memberikan aba-aba singkat saat ini.

"Awww, gilak lhu ya Mil!"

Romeo terkejut dan mengalihkan tangan Mily yang berada di dekat tangannya. Tatapan tajam Mily membuat Romeo berhenti berbicara dan mengamati sekilas. Mily hanya menggeleng-gelengkan kepalanya pelan dan memelototi Romeo.

Romeo langsung memberikan jawaban dengan gerakan kedua tangan yang kebingungan. Kenapa ia tidak bisa jalan dengan Tasya saat ini. Itulah kemungkinan nada Romeo kepada Mily.

"Aduh lama deh, ayo-ayo!" Seru Tasya sambil menggenggam tangan Romeo memastikan dia terikat kencang di sisinya.

"Eh Romeo!"

Panggilan Mily dihiraukan oleh mereka berdua yang keluar dari kelas. Entah apa yang sedang diinginkan Tasya pada Romeo saat ini.

_ _ _

Di kantin tepatnya di meja pojokan. Mereka duduk saling tatap-tatapan. Menikmati es teh yang baru saja dipesan.

"Emang boleh ya bolos di jam seperti ini?"

"Terlalu polos banget sih kamu, emang nggak pernah ya?"

Gelengan kepala Romeo adalah respon singkat atas pertanyaan Tasya padanya.

"Udahlah santai, kan ada aku. Yakin aja udah."

Romeo hanya mengangguk pelan sambil mengikuti perbincangannya dengan Tasya saat ini. Dia sebenarnya nggak tau apa mau Tasya. Tetapi yang jelas saat ini dia gemetaran. Meskipun rasa canggungnya tidak terlalu kuat saat berada di dekat Tasya.

"Jadi gini, eghm, aku mau curhat sama kamu. Sesuai apa yang sudah kita bicarakan di chat semalam."

Masih dengan alunan dan sikap yang sama. Romeo membalas segala bentuk pernyataan bahkan pertanyaan Tasya dengan anggun. Mengangguk atau menggelengkan kepalanya sesuai apa yang ia dengar.

"Sebelumnya maaf, kalau tentang nomormu itu aku dapat dari biodata kelas kita. Dan yah, mungkin kamu keberatan tentang apa yang aku bicarakan ke kamu. Silahkan saja komentar atau kritik nggak apa-apa kok. Pis!" Sambil mengangkat jari tengah dan telunjuknya menandakan permintaan maaf.

"Nggak apa-apa kok Sya. Aku juga seneng kalau kamu mau berteman denganku."

Sikap Romeo terlalu halus dan polos terhadap Tasya. Ia seperti anak SD yang dimarahi oleh gurunya. Bukan seperti sikap obrolan teman biasanya.

"Rom jujur, aku geli liat kamu kek gini. Bisa nggak kayak biasa aja gitu. Aku tau kamu anaknya mungkin pinter. Biasanya gitukan vibesnya anak berkacamata?" Ujar Tasya mengkritik Romeo sambil tertawa tipis.

Gaya mereka sangatlah berlawanan. Romeo terkenal cupu bahkan sulit untuk bersosialisasi. Sedangkan Tasya gayanya modis dan jiwa sosialisasi nya cukup tinggi. Dia juga percaya diri, meskipun ayahnya jadi kepala sekolah di sekolahnya sendiri.

"Ya maaf, akukan anaknya introvert. Dan aku nggak tau bagaimana harus membalas perbincangan ini dengan benar."

"Aku bakal ngajarin kamu jadi anak sosialis. Selagi kamu juga mau bantu aku."

"Bantu apa Sya?" Sambil membenarkan kacamatanya.

Tasya mendekati Romeo seakan membisikkan sesuatu yang serius dan penuh rahasia. Romeo menatapnya dengan penuh keyakinan dan agak gugup. Karena wajah manisnya selalu menjadi bayangannya setiap saat.

"Pacaran sama kak Laskar."

_____

Jangan lupa vote dan commentnya ya bestie🙌

Continue Reading

You'll Also Like

5.8M 247K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
294K 35.1K 29
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...
238K 18.1K 34
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
2.3M 135K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...