IQ (SELESAI)

By syigantari

134K 31K 3.9K

[BEBERAPA PART DIPRIVAT. FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA YA] Untuk diakui sebagai manusia, harus menerapkan rumus... More

PROLOG
1. Kekekalan Momentum
2. Delapan Pangkat N
3. PUEBI dan KBBI
4. Pasar Monopolistik
5. Kelarutan Molar
6. Energi Mekanik
7. Bilangan Eurol
8. Titik dan Stalemate
9. Heereen Seventien
10. Gaya Kohesi dan Biologi
11. Grafik Fungsi
12. Rumus Molekul
13. APRIS dan Fatahillah
14. Filosofi Tanda Koma
15. Dunia Integrasi
16. Morfologi Kata (1)
17. Outlook Express
18. Ikatan Primer
19. Turunan Implisit
20. Pigmen Klorofil
21. The Ducth Word
22. Studi Komprehensif
23. Virus ILoveYou
25. World Wide Web
26. F Aksi = - F Reaksi
27. Chord Diatonis (BB')
28. Tricyclicdibenzazepine
29. Grafik Peninjauan Limit
30. Aplikasi Turunan
31. Morfologi Kata (2)
32. Presipitasi Gerimis
33. Identifikasi Tiga Meter
34. Welcome to IQ Classification
35. The Result of IQ Classification
36. Sejarah Permen
37. Grafik Desmos 350°C
38. Gerak Jatuh Bebas 313,6m
39. Dua Jenis Kalorimeter
40. Short Service Forehand
41. Gatra Olympics
42. Sebelas Sel Manusia
43. Simbiosis Mutualisme
44. Skala Richter & King of Brain
45. 1/2 Aldebaran
46. Labirin Membranosa
47. Skizofrenia
48. Sel Kromator
49. 34,5 Detik
50. Schadenfreude
51. Peluang
52. Nilai Mutlak Palmatias
EPILOG
2023
8 AM

24. Biological Hazard

1.6K 495 49
By syigantari

Katanya, wanita bisa mencapai impinya jika dia tidak sibuk mengurusi luka yang ditorehkan oleh seorang lelaki. Jadi ... ingat kata Bora.

Komen dong, yakali aku nulis 1200+words, tapi kalian gak ada yang sudi komen beberapa kata sih?
Tega ya kalian!!! wkwk.

πππ

Aku ingin berteriak rindu. Akan tetapi, aku tahu kamu akan tetap diam membisu. Oleh karena itu, aku lebih memilih berteriak kepada masa depan bahwa aku akan mewujudkan impiku.
IQ (F=m.a)

Nakula dan Glara datang setelah Utkarsa menelponnya. Keduanya sama-sama terlihat begitu cemas dan berjalan begitu cepat menuju Utkarsa.

Tepat ketika keduanya mendekat, dokter dan suster mengeluarkan Bora dari dalam ruang IGD. "Pasien harus dioperasi dan dipindahkan ke ruang ICU. Silahkan tanda tangani persyaratan dan membayar administrasi."

"Untuk sementara pasien dipindahkan ke ruang tunggu terlebih dahulu."

Nakula dan Glara tersentak sewaktu Utkarsa menendang kursi. "Dokter tidak bisa lihat gadis ini sedang sekarat? Bawa dia ke ruang operasi sekarang. Masalah biaya, kalian meragukan keluarga Nakula?"

Glara mengusap bahu Utkarsa. "Redakan emosimu, Utkarsa." Glara berusaha meredakan emosi Utkarsa.

"Utkarsa hanya tidak ingin keadaan Bora menjadi parah karena tidak segera ditangani, Tante."

Nakula melanjutkan perbincangan dengan dokter hingga akhirnya Bora saat itu juga dipindahkan ke ruang operasi dan bersiap untuk dioperasi.   Nakula berjalan ke ruang administrasi setelah pintu ruang operasi tertutup rapat. Sedangkan, Glara dan Utkarsa menunggu di luar.

"Maaf, Tante."

"Udah takdirnya Bora, Utkarsa. Sekarang kita harus berdoa ke Tuhan masing-masing, ya."

πππ

Ned berjalan menyusuri halaman rumah sakit. Lantas, matanya jatuh dan menatap tajam pria paruh baya yang baru keluar dari dalam rumah sakit. Ned menyunggingkan senyum sinisnya. Pria itu sudah lama tidak pernah dia jumpai, tetapi sering dia temui.

Setelah melihat pria tersebut masuk ke dalam mobil dan menjalankan mobilnya, Ned mengambil langkah mantap untuk masuk ke dalam rumah sakit.

Dia berjalan menyusuri koridor yang terasa begitu dingin. Ned memberhentikan langkahnya sewaktu seorang gadis yang dia kenal berjalan ke arahnya.

"Kak, gimana?" tanya gadis itu.

"Butuh waktu agak lama. Gue gamau ngambil resiko gagal."

"Kalau enggak berhasil gimana?"

"Lo ngeraguin gue? Gue udah siapin ini beberapa tahun untuk satu hari nanti."

πππ

Kishika berjalan bersama Manendra menuju lantai paling atas di rumah sakit. Kishika terlihat begitu santai, sama sepeti halnya Manendra. Kishika menatap aneh para bodyguard yang berdiri mengawasinya satu-satunya ruangan di lantai paling atas ini.

"Siapa sih, Pi, yang sakit?"

"Nenek," jawab Manendra.

Kishika terkejut. "Nenek? Kenapa?"

"Jatuh dari tangga."

Kishika lagi-lagi terkejut. Seolah gadis itu sama sekali tidak mengingat kejadian yang sesungguhnya. Seolah gadis itu sedang disihir oleh kata-kata Manendra yang hanya bualan semata.

"Shika mau kan jenguk nenek?"

Kishika menatap Manendra dengan ragu. "Mau, tapi Pi, kalau Kishika dipukul gimana? Nanti Nenek kesakitan enggak? Nenek udah punya tenaga belum?" tanya Kishika bertubi-tubi.

Manendra melemparkan senyum hangatnya. "Kata dokter, nenek gak boleh mukul siapa-siapa sekarang, Kishika. Jadi nggak perlu takut."

Kishika memantapkan langkahnya untuk memasuki ruangan besar yang di dalamnya sedang terbaring lemah Idaline. Idaline sudah sadar kemarin, dan hari ini Manendra mengajak Kishika untuk menengok Idaline.

"Nenek besok-besok kalau turun dari tangga sama Kishika, mau nggak?" tawar Kishika yang prihatin terhadap kondisi neneknya.

Idaline menatap datar Kishika. Wanita tua itu sama sekali tidak ingin berbicara dengan Kishika. Sampai Kishika sadar, sesering apapun Kishika mengajak Idaline untuk mengobrol dengannya, Idaline tidak akan mau. Idaline tidak akan mengeluarkan sepatah kalimat pada Kishika selain ketika memarahinya.

"Iya, sekarang Kishika pulang, Kishika mau belajar buat olimpiade sama belajar nyuci baju."

Kishika tau betul, dan selalu ingat bahwa Idaline setiap hari menyuruhnya untuk belajar. Baik belajar akademik maupun belajar menjadi wanita yang dapat mengurusi pekerjaan rumah tangga dengan baik. Meski, dengan cara yang kasar.

"Kalau udah sembuh, tetap begini ya, Nek?"

"Tetap gini, jangan pukul Kishika dengan piring, gelang, tongkat, kenceng dan lainnnya."

"Jangan siram Kishika dengan sabun cair pencuci baju dan piring. Soalnya perih banget, Nek."

"Cepat sembuh, biar nenek bisa lihat progress Kishika, sudah sesuai kriteria sebagai cucu Nenek atau belum."

πππ

Bora menatap lemari besar dari aluminium yang dikunci rapat dengan keamanan yang ketat. Entah, rasanya Bora penasaran apa isinya. Dan kenapa lemari ini begitu menyita perhatian dibanding dengan bahan-bahan kimia lain di ruangan ini. Terlebih di lemari tersebut tertempel simbol biological hazard.

Biohazard merupakan simbol bagi suatu organisme maupun bahan-bahan yang berasal dari organisme yang dapat membahayakan kesehatan manusia.

"Enggak boleh masuk ke sana, Bora sayang. Rahasia orang dewasa."

Bora menoleh. Alisnya mengerut tak percaya. Matanya menatap tajam wanita paruh baya yang berdiri di dekatnya dengan saksama. "Tante?"

"Iya ini Tante, maafkan ucapan Kishika yang kasar padamu waktu itu, ya, Ra," ucap Elina dengan tulus.

Bora mengerjapkan matanya berkali-kali sewaktu Elina memeluknya. Pelukan ini benar dan terasa begitu nyata.

"Bora anak pintar, anak baik, ingat itu, ya."

"Gimana sekolahnya? Seru enggak? Waktu itu Bora selalu cerewet ingin bersekolah, ingin punya teman selain Nawasena."

"Masih berteman dengan Nawasena? Dia bertambah tampan?"

"Ah, kata kamu Nawasena terlihat seperti pangeran kan? Sekarang Nawasena berarti sudah seperti seorang raja yang perkasa ya, Ra?"

"Tante, kenapa baru muncul sekarang?" tanya Bora setelah Elina selesai berbicara.

Elina melepas pelukannya. Tangannya membelai lembut kepala keponakannya. "Karena Tante ingin menagih janji."

"Janji?"

"Iya, janji. Kalau tidak ingat, kamu masih punya waktu itu mengingatnya."

Bora tampak berpikir seraya melihat alat-alat kimia dengan bahan-bahan yang ditempeli tanda simbol kimia di atas meja. Alat-alat itu seolah berbicara padanya. Bahan-bahan itu pun seolah menarik tatapan Bora untuk menatap mereka terus-menerus.

"Tante, Bora enggak ingat apa-apa. Bahkan yang Tante omongin tentang Nawasena juga Bora enggak pernah ingat kalau Bora pernah mengatakannya."

Elina tersenyum hangat. "Wajar, kamu waktu itu masih ingin masuk taman kanak-kanak. Memorinya belum kuat. Enggak usah memaksa untuk mengingat, Ra."

"Yang harus kamu lakukan untuk menebus janji kalau enggak bisa ingat, kamu harus tetap bertahan hidup dengan baik, ya?"

"Berarti Bora punya dua pilihan, ya? Mengingat, atau bertahan. Kalau Bora berhasil mengingat, Bora boleh untuk pergi bersama?"

"Iya, boleh. Sekarang, karena belum berhasil ingat, Bora tidak boleh pergi bersama."

Telinga Bora berdengung. Sangat berisik. Dengungan itu berasal dari lemari yang tadi sempat menarik perhatiannya. Lemari itu seolah-olah sedang meneriakinya dengan kencang tepat di depan telinganya.

"Tante kenapa di sini berisik sekali?"

Bora menoleh ke arah Elina. Raut wajahnya berubah bingung sewaktu tak mendapati Elina di sana. Elina menghilang lagi, bersamaan dengan pertanyaan Bora yang belum terjawab. Tak lama, sebuah ledakan yang tak jauh dari sana membuat Bora memejamkan matanya.

πππ

Bora membuka matanya perlahan, bersamaan dengan suara Utkarsa yang memanggil dokter meski terdengar samar ditelinganya. Setelah diperiksa oleh beberapa suster, Bora dapat membuka mata dengan sempurna, terlihat Utkarsa yang tersenyum padanya meski wajahnya begitu lesu.

"Sa, gue masih hidup, ya?"

"Terus kalo lo gak idup, ini dunia apa? Dunia alam baka?" celetukan Nawasena itu mengingatkan Bora tentang Elina. Mimpi itu terasa begitu nyata, Bora bahkan dapat merasakan bekas pelukan yang Elina berikan.

"Dih, gue ga ngomong sama lo, peres."

Xena yang duduk di sofa seraya mengemut permen lemon itu ikut menimpali. "Lo baru sadar, jangan darah tinggi dulu."

"Kampret."

"Serial azib terbaru, seorang gadis yang baru sadar kembali sekarat karena darah tinggi, dan hidungnya tidak bisa disumbat kapas karena berkata kasar setelah sadar." Nawasena tertawa seraya memegangi perutnya yang sakit sebab tawanya begitu puas. Diikuti oleh Xena yang ikut terkikik karena suara tawa Nawasena.

"Gadanta lo berdua. Pusing gue jadinya."

"Nah kan, azib pun instan kayak pap mae."

"Pap mae aja kudu diseduh tiga menit dulu, ya, jamet."

"Pop mie anjir."

"Lo dulu yang bilang pap mae. Gue ngikut lo."

"Lo nyembah gue?"

"Nawasena! Keluar lo sekarang! Jangan bikin gue isdet mendadak beneran!"

Continue Reading

You'll Also Like

855K 12.1K 25
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
41.7K 2.1K 10
"Hobiku bukan seperti itu, tidak seperti ayahku yang sering membunuh orang. Aku tidak memiliki keturunan seperti itu. Aku hanya manusia biasa Dan ing...
TREASURE By Ann

Teen Fiction

156K 21.4K 45
Ketika olimpiade memanfaatkan para remaja ambis untuk menggali kasus yang dibiarkan terkubur.
10.9K 5.7K 26
Tentang empat orang hebat di SMA NUSANTARA yang selalu memecahkan rekor dalam olimpiade tingkat nasional. masing-masing memiliki keahlian yang tidak...