21:00, jaehyun.

By meandvanilla

43.4K 6.3K 4.2K

[𝐋𝐎𝐊𝐀𝐋] "𝘎ð˜Ē𝘭ð˜Ēð˜ķ ð˜ķð˜Ĩð˜Ēð˜Đ ð˜Ŋð˜Ļð˜Ļð˜Ē𝘎 ð˜ī𝘊ð˜Ģð˜ķ𝘎, 𝘎𝘊ð˜ĩð˜Ē ð˜Ŧð˜Ēð˜Ĩ𝘊ð˜Ēð˜Ŋ." -𝗃ð–ūð–ŋð–ŋ𝗋𝗂 â’ļïļŽð™§ð™–𝙧𝙖𝙞ð™Ģ... More

Jeff x Una
i. thaitea
ii. Tekad & Martabak Spesial
iii. Hujan & Mantan
iv Insecure
v. Fight
vi. Jadian?
vii. Perkara Polaroid
viii. Sadboy
ix. "udah gak sibuk."
x. hari pertama
xi. rumah ibu
xii. uwu
xiii. acha
xiv. mati lampu
xv. jeff-acha
xvi. della's birthday plan
::: cast lagi.
xvii. gara-gara ecan
xviii. password dan portal.
xix. usaha aja dulu
xx. trauma
xxi. the truth
xxii. things he wanted to say
xxiii. misi penting
xxiv. (21:00)
xxvi. liburan lah, masa enggak?
xxvii. perkara puisi

xxv. kalo lagi sedih, cari aku aja

702 105 39
By meandvanilla

Sore ini sepulang dari kampus, Mark sengaja ngajak Jeno makan di salah satu restoran yang sering dia kunjungi bareng keluarganya. Jeno awalnya agak heran, biasanya Mark ngajak Joshua atau Yudha kalau kesini, tapi kenapa sekarang justru dia?

"Ada yang mau gue tanyain."

"Soal gue, Riu, sama Nana?"

"Yah, ketebak."

Mark ketawa canggung, sedangkan Jeno cuma diem sambil ngangkat satu kakinya dan lanjut main game.

"Jen."

"Gue lagi nggak mau cerita sekarang."

"... ditolak ya?"

Jeno beralih natap Mark. "Nggak usah nebak-nebak, Bang. Ntar gue ceritain, tapi nggak sekarang."

"Jen gue ngajak lo kesini, bayarin makan, tujuannya biar tau ceritanya. Eh malah lo nggak mau cerita. Bangke!"

Tawa Jeno langsung pecah saat itu juga, dia nyibak rambutnya lalu naruh ponselnya ke meja.

"Iya nanti gue ganti, santaaaii."

"Jeno!"

Jeno hampir aja jatuh dari kursinya kalau Una nggak nahan tangan cowok itu. Jeno udah mau marah, tapi pas inget kalau Una adalah kakaknya Riu, maka nggak jadi.

"Kesini sama siapa Teh?" tanya Jeno sambil maksain senyumnya.

"Tuh," tunjuk Una ke Jeffri yang baru aja duduk di sebelah Mark.

Penampilan cowok itu keliatan beda sekarang. Rambutnya dibiarin agak penjang, bajunya lecek-wajar, anak-anak di kosan kecuali Tirta emang paling males kalau nyetrika baju-belum lagi kumis tipis yang samar-samar kelihatan.

"Bang, belum cukuran ya?"

Jeno nanya gitu polos banget. Mark sama Una langsung ketawa dengernya, Begitu juga sama Jeffri yang udahannya langsung pakai masker lagi.

"Nggak sempet, Jen."

"Sidang kapan, Bang?" Kali ini Mark yang nanya.

"Dua minggu lagi."

"Anjir udah mau sidang lagi? Nggak kerasa," respon Jeno sambil gelengin kepalanya berkali-kali.

"Ya jelas nggak kerasa sama lo, kan gue yang skripsian, gue yang mumet bukan lo."


"Jen." Una ngelus pundak Jeno. "Ini lagi di restoran, bukan warung pecel lele. Kakinya turunin terus itu handphone nya taroh dulu."

Layaknya anak kecil yang nurut sama perkataan ibunya, Jeno juga nurutin apa kata Una lalu nunjukin eyesmile nya.

"Nah, itu baru anak baik," pujinya sambil ngelus kepala Jeno.

"Kayaknya kamu seneng banget ngebayiin Jeno," komentar Jeffri. Nadanya emang santai, tapi mukanya nggak santai.

Jeno panik. "Eh? Mungkin karena Teh Una nggak punya adik cowok kali ya, jadi kalo sama gue tuh kayak ke adek sendiri. Gitu kan, Teh?"

"Atau karena sekarang lo udah jadi pacar adeknya Una ya?" Liat ekspresi Jeno yang panik, Jeffri malah tergerak buat godain sahabat adiknya itu.

"Oh, jadi nggak ditolak? Tapi kok Riu mau sih sama lo, Jen?"

Jeno langsung manyun denger pertanyaan Mark.

"Eh kalo ngomongin soal ngebayiin orang, kayaknya gue bukan cuma ke Jeno doang deh."

"Terus ke siapa lagi, Na?"

"Mark."

Yang namanya disebut langsung salah tingkah.

"Kita pertama ketemu waktu SMP-eh, bener kan, Mark?" Yang ditanya membenarkan. "Iya, pas SMP."

"Nah, jaman dulu tuh Mark seragamnya dikancing sampe atas, kacamataan, terus anaknya jarang ngobrol-ya emang karena dulu belum terlalu fasih Bahasa Indonesia juga sih."

"Terus kamu gemes liatnya?" tebak Jeffri.

"Enggak sih, lebih ke kasian sebenernya. Kayaknya nih ya, kalau waktu itu aku sama Aheng nggak nyamperin ke mejanya, Mark bakal jadi anak nolep."

"Hahahaha sialan."

"Makasih lo sama gue."

"Iya iya, makasih Una," ujar Mark sambil senyum.

"Senyumnya biasa aja Mark, nggak usah lo cakep-cakepin gitu." Semenjak skripsian, Jeffri emang jadi agak sensitif orangnya.

Mark ketawa sambil ngerangkul Jeffri. "Chill Bang, We're just friends. Lagian gue nggak ada niatan mau ngambil Una juga kali."

"Ambil-ambil, lo kira Una barang?!"

"... salah mulu gue."

"Terus gimana lagi, Teh?"

"Una dulu overprotektif sama gue, parah. Mami aja kalah." Kali ini Mark yang lanjutin cerita. "Gue habis dari kantin nggak bilang-bilang sama dia aja dimarahin."

"Soalnya dulu lo pernah nyasar pas habis dari kantin! Heran deh gue, perasaan sekolah kita tuh nggak luas-luas banget tapi kenapa lo bisa nyasar sih?"

"Seriusan Teh?"

"Serius! Makanya dulu kalo kemana-mana suka gue anterin, soalnya kalo Mark nyasar ntar satu sekolah yang pusing nyariin dia." Di akhir kalimatnya, Una ketawa. Memorinya kembali lagi ke masa-masa SMP dulu.

"Tapi serius deh Una tuh lebih keliatan kayak nyokap gue ketimbang kayak temen." Mark terkekeh sebelum lanjut bicara, "gue nggak inget deh berapa kali dia bilang gue anak baik sambil nguyel-nguyel pipi, muji gue sambil ngelus kepala-kayak barusan yang dia lakuin ke Jeno-mastiin gue udah sarapan sebelum berangkat sekolah, pakein dasi sebelum upacara, dan itu tuh terus dia lakuin sampe kita SMA."

Mark menjeda kalimatnya, dia ngelirik Jeffri sebentar yang lagi fokus makan spaghetti aglio e olio pesenannya.

"Makanya, waktu SMA dulu gue pernah suka sama lo."

***

"Ini konsepnya lo jadi pacar sewaan apa gimana sih?" Adalah pertanyaan yang langsung dilontarkan Ajun begitu Ecan turun dari motornya.

Pagi-pagi banget cowok itu udah minta Nana masakin buat sarapan dan maksa Ajun untuk nganter dia ke salah satu rumah di kawasan komplek perumahan yang cukup elite.

"Ya nggak disewa juga atuh, bro."

"Terus apa namanya kalo nggak disewa?"

"Gue cuma mau bantuin Teh Yara," jawabnya tenang.

"Heran gue." Kayaknya, sekarang udah memasuki waktu bagian Ajun ngejulid. "Kenapa sih orang kalo ada acara keluarga pada maksain banget harus bawa pasangan? Gue kalo jadi si Yara sih santai aja semisal ditanyain 'mana pacarnya? kok sendiri terus?'."

Ecan nggak nanggepin rentetan kalimat yang terlontar dari mulut Ajun barusan. Soalnya, Ajun ini tipe orang yang semakin diladenin, semakin nggak mau kalah.

"Atau jangan-jangan ada udang dibalik batu ya lo?"

"Hah?"

"Ya kali aja lo bilang mau bantuin Yara tapi maksud sebenernya lo mau morotin duitnya."

"Astagfirullah Ajun! Maneh ada dendam apa sih sama urang?! Kok bawaannya su'udzon mulu?!"

"Soalnya lo emang su'udzon-able, Can."

"... Jun, punten ini mah." Brak! Ecan nendang bagian belakang motor Ajun. "Balik teu?!"

"Iye iye ini gue mau pulang."

Kayaknya, diantara banyaknya hal yang paling Ecan sesali dalam hidup salah satunya adalah berteman sama Ajun.

Baru aja balik badan, ternyata Yara udah berdiri di belakang Ecan sambil ketawa. Yara keliatan cantik banget pagi ini walaupun cuma pakai kemeja warna putih dan celana jeans warna navy.

"Pagi, Teh. Ecan nggak telat kan?"

"Ih." Yara mukul pelan bahu Ecan. "Jangan kaku gitu dong, Can. Santai aja."

"Oh, gitu ya?"

Yara ngangguk, lalu ngambil beberapa barang yang Ecan bawa. Posisi mereka sekarang bisa dibilang deket banget, Yara bahkan bisa mencium aroma parfum yang Ecan pakai.

"Can."

"Iya, Teh?"

"Nanti di depan Mama sama Papa ngobrolnya pake aku-kamu ya? Terus jangan panggil gue Teh, panggil aja Yara."

"Siap, Teh-eh, Yara."

"Kalo disana butuh apa-apa, langsung bilang sama gue."

"Yara."

"Hm?"

Yara agak terkejut sewaktu Ecan jalan ke belakang Yara dan ngiket rambutnya. Sebelum sempat bertanya Ecan udah lebih dulu menjawab, "rambut kamu panjang, kalo dibiarin tergerai gini aku risih liatnya."

Yara nge-freeze ditempat.

'Tenang, Yar, ini cuma pura-pura. Nggak usah salting'

"Can, kayaknya Mama sama Papa ngeliatin deh di belakang."

Bener aja, waktu Ecan nengok ke belakang Mama sama Papa Yara mandangin mereka berdua sambil senyum-senyum.

"Bener Teh, yuk mulai aktingnya."

Yara ketawa dengernya, tanpa sadar mereka bahkan saling menautkan jemari satu sama lain.

"Pagi Om, Tante. Saya Saka." Sebelum lanjutin perkenalannya, Ecan ngelirik Yara sambil senyum. "Pacarnya Yara."

Bukan tanpa alasan Ecan memperkenalkan diri sebagai Saka. Karena sehari sebelumnya Yara bilang dia suka banget sama nama belakang Ecan, 'Chandrasaka'.

"Aduh gantengnya," puji Mama. "Kamu punya pacar ganteng kok nggak pernah diajak ke rumah sih, Dek?"

"Akhir-akhir ini Saka lagi sibuk, Ma."

'Iya, sibuk main dota' batin Ecan.

"Udah yuk, langsung berangkat aja kita. Sekarang weekend, takutnya macet."

"Oh iya Om, kalau gitu saya aja yang nyetir. Boleh, kan?"

"Bandung-Jogja tuh jauh loh? Yakin kuat kamu?"

"Kuat kok, Om. Lagian Saka udah biasa bawa mobil dari Bandung ke Jogja."

Akhirnya Papa setuju dan ngasihin kunci mobilnya ke Ecan. Begitu mau masuk ke mobil, pandangannya bertemu sama milik Yara.

"Can, nanti kalo capek gantian aja sama Papa nyetirnya."

"Nggak bakal capek, percaya sama Ecan."

"... beneran nggak bakal capek?"

Ecan ngangguk. "Iya Yara, beneran."




***


Sepulangnya dari restoran, ternyata Jeffri nggak langsung nganter Una pulang. Cowok itu malah ngajak Una ke salah satu tempat wisata alam yang cukup terkenal di Bandung.

"Pernah kesini nggak?"

"Pernah sama Mark dulu."

"Yaelah, Mark lagi Mark lagi."

Una ketawa, reflek meluk Jeffri dari samping. "Enggak kok aku bohong."

"Terus yang bener sama siapa kesininya?"

"Sama Yara, dulu waktu masih maba."

Sebenernya terakhir kali Una kesini waktu SMA, bareng Mark. Alasan Una bohong adalah karena rasanya sekarang dia harus ngejaga perasaan Jeffri. Mengingat pengakuan Mark di restoran tadi cukup buat mereka kaget-terutama Jeffri.

"Aku masih nggak nyangka Mark pernah naksir kamu dulu."

"Sama," balas Una santai.

"Na, tau nggak sepanjang jalan apa yang aku pikirin?"

"Aku?"

"Yeu, geer!" Jeffri dorong kepala Una pelan lalu dia usap. "Eh tapi ada sangkut pautnya sama kamu juga sih."

"Apaan sih cepet kasih tau!"

"Kayaknya dari dulu sampe sekarang yang naksir kamu tuh banyak ya."

"Emang."

Respon yang sangat nggak terduga.

"Gimana ya Jeff, kalau misal ada orang yang keliatan naksir sama kita tuh kayak ketebak aja nggak sih sama kita nya?" Jeffri ngangguk. "Aku juga peka sebenernya, cuma pura-pura nggak peka aja."

"Berarti dulu waktu sama aku juga gitu?"

Una ngangguk. "Sama masih ragu juga, soalnya kalau denger dari cerita orang-orang, Jeffri tuh cowok nggak bener."

Tawa khas Jeffri terdengar nyaring sore itu. Orang-orang yang lagi antri buat beli tiket bahkan sampai nengok ke arah Jeffri. Duh, kalau gini sih Una yang malu.

"Kamu sebelumnya pernah kesini?" tanya Una, mulai membuka topik obrolan baru.

"Pernah. Tempat wajib buat ngedate."

"Sama siapa?!"

"Ibu," jawab Jeffri sambil nyengir. Una yang tadinya udah mau marah jadi mengurungkan niatnya.

Cuaca hari ini sedikit nggak bagus, langit keliatan gelap walaupun sekarang masih jam setengah lima sore. Jeffri udah was-was bakal turun hujan habis ini.

"Gampang, kita neduh aja kalo hujan."

"Kalo hujannya lama gimana, Na?"

"... kita terobos aja, lagian hujan kan air bukan batu atau api. kenapa sih kok kamu keliatannya takut banget kehujanan?"

"Bukan gitu, masa aku bawa pulang anak orang sambil hujan-hujanan, sih?"

"Takut dipukul pake sapu sama Ayah ya?" tanya Una jahil.

"Kayaknya udah bukan pake sapu lagi sih. Bisa-bisa aku disedot pake vacuum cleaner sama Ayah kamu."

"Hahaha apaan sih, Ayah nggak bakal segitunya juga kali."

Sambil menaiki beberapa anak tangga, tangan kanan Jeffri ngerangkul Una, sedangkan tangan kirinya megangin jaket warna biru dongker yang udah dia lepas sejak turun dari motor.

Begitu sampai, mereka disambut sama pertunjukan orang-orang yang mainin beberapa alat musik khas Jawa Barat. Mereka sempet berhenti untuk menikmati alunan musik yang cukup menenangkan.

Nggak jauh darisana, ada taman yang yang bentuknya melingkar dengan sungai kecil di tengahnya. Ada banyak jenis bunga berwarna-warni tertata rapi disana. Una nggak bisa berhenti bilang wow sepanjang jalan.

"Gimana? suka nggak?"

"Suka banget! Dulu pas aku kesini bunga nya belum sebanyak ini."

Jeffri senyum, rasanya udah lama dia nggak lihat Una senyum sebahagia ini.

"Cantik."

"... bunga nya kan?"

"Kamu," jawab Jeffri tenang. "Kamu cantik kalau senyum."

Rasanya kayak ada banyak kupu-kupu beterbangan di perut Una, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Terdengar berlebihan, tapi memang itu yang Una rasain sekarang.

cup

"Una harus senyum terus, nggak boleh sedih. Kalo sedih cari aku, cerita sama aku, kalo mau sambil nangis juga gapapa. Pokoknya jangan cari orang lain kalo lagi sedih, cari aku aja."


























ting!










hanggaraputra liked your photo










































vey's note :

halo semua! akhirnya setelah kurang lebih dua bulan nggak update aku bisa update lagi sekarang. hehehe.

makasih banyak buat kalian yang masih nungguin work ini, yang udah vote, comment, bahkan masukin cerita ini ke reading list kalian.... aku sayang kalian banget!

tetep jaga kesehatan ya, dimanapun dan kapanpun. apalagi sekarang kasus covid lagi naik drastis kan ya. pokoknya stay safe everyone!!

nih ada bonus mark lee yang askshshsbs gatau lagi deh dia ganteng banget T_____T

Continue Reading

You'll Also Like

300K 23.4K 101
Kita temenan karena tetanggaan juga, gue kenal dia udah dari dia masih dalem perut bundanya
47.3K 8.1K 12
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
189K 18.6K 70
Freen G!P/Futa â€Ē peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
261K 29.2K 33
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...