After that [Selesai]

By nurNongPit

51.7K 4.2K 332

Series # 7 Abila Nafisa Putri *** Setelah kembali dari Belanda, Abila memulai hidup barunya dengan melanjutk... More

After : Satu
After : Dua
After : Tiga
After : Empat
After : Lima
After : Enam
After : Tujuh
After : Delapan
After : Sembilan
After : Sepuluh
After : Sebelas
After : Dua Belas
After : Tiga Belas
After : Empat Belas
After : Lima Belas
After : Enam Belas
After : Tujuh Belas
After : Delapan Belas
After : Dua Puluh
After : Dua Puluh Satu
After : Dua Puluh Dua
After : Dua Puluh Tiga
After : Dua Puluh Empat
After : Dua Puluh Lima
After : Dua Puluh Enam
After : Dua Puluh Tujuh
After : Dua Puluh Delapan
After : Dua Puluh Sembilan
After : Tiga Puluh
After : Tiga Puluh Satu
After : Tiga Puluh Dua
After : Tiga Puluh Tiga
After : Tiga Puluh Empat
After : Tiga Puluh Lima
After : Tiga Puluh Enam
After : Tiga Puluh Tujuh
After : Tiga Puluh Delapan
After : Tiga Puluh Sembilan
After : Empat Puluh
After : Empat Puluh Satu
After : Empat Puluh Dua
After : Empat Puluh Tiga
After : Empat Puluh Empat
After : Empat Puluh Lima
After : Empat Puluh Enam
After : Empat Puluh Tujuh
After : Empat Puluh Delapan
After : Empat Puluh sembilan
After : Lima Puluh
After : End
Keira's
After Married
Gue kambek!
Cus!
Tasya Open PO

After : Sembilan Belas

762 68 3
By nurNongPit

"Kamu ngapain aja? Udah jam setengah tujuh, lho." seru Humairah kesal.

Abila menonggak, gadis itu sudah siap dengan pakaian sekolahnya tapi yang membuat Humiarah gagal fokus adalah pergerakan anaknya.

"Kamu sakit?"

Abila menggeleng.

"Itu kenapa meganggin perut?" Humairah berjalan mendekat, memegang bahu anaknya yang terlihat sedang menahan sakit.

"Ga papa, Bund. Kayanya aku sembelit, tapi udah minum obat kok."

"Benar?" tanya bundanya memastikan.

Abila memamerkan senyumnya, ia mengambil tasnya lalu berdiri di susul Humairah.

Abila mengelurkan tangan, menyalimi Humairah untuk izin berangkat sekolah.

"Bila berangkat, Bund."

EX

Saat semua orang tengah sibuk dengan teman-teman mereka, membicarakan banyak hal mengenai kehidupan atau kisah cinta itu tidak berlaku untuk Raka yang memilih menopang dagu di kursinya.

Sepuluh menit lagi masuk, tapi semangat belajar yang biasanya ada di jiwa dan hati Raka kini menghilang. Biar kata dirinya tidak begitu pintar, tapi Raka terus berusaha membuat dirinya nyaman dengan semua pelajaran yang ada agar otaknya bisa menerima.

Ibunya pernah mengatakan jika diri kita menerima dan menganggap semua jenis pelajaran itu mudah, maka semua akan terasa mudah. Begitu pula sebaliknya.

Entah mengapa sejak ia datang dan menginjakkan kaki di kelas. Rasanya amat berbeda. Dan sekarang Raka memilih duduk tenang di kursinya menikmati dinginnya udara pagi di tambah dengan AC.

Suasana seperti ini membuat matanya berat, ingin memejamkan mata namun sadar jika beberapa menit lagi guru akan segera datang.

"Kenapa?"

Raka menoleh pada Dava lalu menggeleng. Laki-laki itu sejak tadi memang ada di sampingnya, tapi di sibukkan dengan bukunya itu.

Dava menutup buku bercover hitam dengan tulisan Goyton dan Hall buku ajar Fisiologi Kedokteran karya John E. Hall.

"Lo punya masalah?" tatapan Dava membuat Raka tersenyum konyol. Dava memberikannya tatapan yang aneh, seperti tatapan seorang kekasih yang khawatir pada pacarnya.

"Kenapa ketawa?" Dava bertanya lagi. Raka memang ajaib, ditanyakan keadaannya dengan serius malah di balas dengan tawa.

"Lo kaya pacar gue tau, ga." ungkapnya di selinggi tawa.

Dava geleng kepala, "Lo ada masalah?"

Pertanyaan itu kembali di ucapkan. Dava masih penasaran dengan jawaban Raka. Raka terlihat lelah.

"Ga ada, Dav. Gue cuma ngantuk semalaman begadang." tutur Raka.

"Ngapain?"

"Nge-PS."

"Sama siapa?"

"Sendiri. Adek gue tidur."

"Kenapa lo ga tidur?"

Raka memutar mata. Memilih merebahkan kepalanya di atas meja tidak memperpanjang pembicaraannya dengan Dava. Ia ingin tidur saja.

"Kalo guru dateng bangunin gue, ya."

AT

Bel istirahat berbunyi. Abila dan Keira berjalan dengan terburu menuju kantin tepatnya meja dan beberapa stans yang tadi mereka kunjungi.

Abila terlihat panik. Keira pun sama paniknya. Mereka berdua sampai di kantin dengan napas terenggah. Keduanya membagi tugas dengan Abila yang menyusuri meja tempat mereka duduk tadi sedangkan Keira menuju stans makanan.

Abila dengan panik berjalan kearah mejanya dan Keira tadi. Meja yang mereka tempati sebelum bel masuk berbunyi. Di tempat itu rupanya ada Arya dan dua temannya yang sedang duduk menikmati makanan mereka.

"Permisi," ucap Abila.

Tiga orang di tempat menoleh pada Abila. Alis mereka bertautan seolah berkata 'ada apa?'

"Kalian ada lihat HP Bila, ga?"

"HP? Enggak tuh. Kita duduk ga ada apa-apa." jawab Rojak.

"Type apa?"

Abila menonggak menatap sosok laki-laki yang beberapa hari ia temui, "Samsung."

"Yaelah, samsung doang. Beli lagi aja sana, paling tiga jutaan." remeh Syaid.

Arya menatap Syaid tidak suka. Syaid memang seperti itu, selalu meremehkan seseorang dan menilai apapun itu dengan uang.

"Bukan masalah HPnya. Tapi datanya." Abila kembali membela diri. Memang benar bukan masalah ponselnya, data di dalamnya jauh lebih penting dari pada ponselnya sendiri.

Jika ponsel, Abila bisa dengan mudah membelinya lagi bahkan segudangnya pun Abila bisa membelinya. Ini data, data perusahaan. Semuanya ada di ponsel.

"Paling cuma foto selfi." Rojak menyambar.

Abila menghel napas. Percuma saja bertanya pada laki-laki seperti mereka, tidak akan ada gunanya.

"Mau gue bantu cari?"

Abila menggeleng. Menolak halus tawaran Arya.

"Yaudah, Bila permi-

"Bil, Bil. Bila!"

Keira lari lalu berhenti di samping Abila. Mengatur napasnya sebelum mengatakan tentang keberadaan ponsel milik Abila.

"Kenapa?"

"HP lo. HP lo ada di kantor guru. Tadi suaminya yang jual soto nemuin HP lo di atas meja terus langsung di kasih ke kantor guru."

"Cepat samperin sebelum HP lo di geledah sama guru piket. Sukur-sulur HP lo ga ada vidio-

"Apaan, sih. Bila ga ada nyimpin vidio begituan!" kesal Abila. "Yaudah, Bila duluan, ya, Kei. Makasih bantuannya!"

Gadis dengan rambut di ikat satu itu berlari sekencang mungkin meninggalkan Keira yang masih ada di antara Arya dan dua temannya.

"Heboh banget sih! Tinggal beli lagi aja juga." Rojak kembali bersuara. Tujuannya sama, merendahkan.

"Kok bisa ketinggalan sih? Dia lupa apa gimana?"

Keira melirik Arya yang baru saja melontarkan pertanyaan.

"Tadi pagi dia buru-buru masuk kelas, karena jamnya guru killer jadi sampai lupa kalo dia ninggal HP di sini."

"Dasar cewe, ceroboh."

Keira melempar Syaid dengan tempat tusuk gigi yang ada di atas meja, "Dasar cowo, mata keranjang!"

"Dih...sok kenal. Siapa lo?"

Mata elang Keira menatap Syaid dengan sinyal permusuhan, "Sok kenal-sok kenal. Gue jambak rambut lo sampai pitak, tau rasa lo!" emosi Keira meluap.

Syaid tersenyum tanpa dosa, "Hehehe, maaf."

"Gue pecat jadi sepupu tau rasa lo!"

Arya dan Rojak saling tatap. Apa-apaan ini, kebenaran apaan yang baru saja mereka dengar. Tidak salah dengar bukan? Barusan, Keira menyebut Syaid sebagai sepupunya? Benar?

"Maksud lo?" Arya menatap Keira penuh tanya. Di wajahnya terlihat jelas laki-laki itu penasaran dengan kebenaran temannya.

"Ya, Syaid sepupu gue. Emaknya Adek bokap gue."

AT

Abila saat ini ada di ruang guru tepatnya di hadapan guru killer yang sesungguhnya. Guru yang terkenal dengan kepedasan bicara dan keingintahuan yang mendarah daging ini adalah wakil kepala sekolah yang awalnya seorang guru bahasa arab.

Bu Witri. Guru berhijab dengan warna dasar hitam itu kini sedang menatap Abila menggunakan pandangan penasaran yang begitu dalam. Apa lagi di tangannya ada ponsel sultan milik Abila yang sejak tadi tidak di lepaskan.

"Maaf Ibu, boleh saya minta ponsel saya?"

"Boleh, asal kamu jawab pertanyaan saya dulu,"

"Baik, Bu."

Bu Witri mendorong ponsol Abila mendekat pada pemiliknya. Abila hampir mengambil namun kalah cepat dengan gerakan bu Witri.

"Mengapa ponselmu bisa ada di meja kantin?"

Sudah jelas tertinggal, mengapa masih di tanyakan.

"Ketinggalan, Bu. Tadi saya buru-buru karena bel sudah bunyi." jawab Abila jujur.

"Maaf kalau saya lancang karena sudah periksa ponselmu,"

"Ibu buka ponsel saya?" tanya Abila sedikit kaget. Pasalnya ia memang tidak memasang pengaman ponsel. Abila membiarkan ponselnya bebas tidak di beri sandi apapun.

"Iya. Karena ponsel kamu tidak di kunci, saya dengan mudah bisa membuka semua aplikasi yang ada di ponsel kamu."

Abila menyondongkan tubuhnya, "Maaf, Bu. Tapi Ibu tidak berhak untuk itu. Itu ponsel saya, milik saya." tegas Abila. Wajahnya datar seperti menahan amarah.

Bu Witri tersenyum miring, "Barang apa saja yang sudah masuk ke sini tidak akan di biarkan begitu saja. Kami harus mengeceknya lebih dahulu."

"Tapi-

"Kenapa? kamu takut?"

"Saya tidak takut."

"Jika begitu, bagus. Sekarang jawab pertanyaan saya yang selanjutnya."

Guru itu menatap Abila remeh. Pandangan mengejek yang benar-benar Abila tidak suka.

"Siapa Pak Yanto dan Pak Dodi?"

"Mengapa mereka membahas tentang sebuah perusahaan padamu?"

"Uang apa yang Pak Yanto kirim ke rekeningmu dengan nilai hampir seratus juta?"

"Siapa mereka? Apa mereka Om peliharaanmu, Abila?"

Dalam tunduknya Abila menahan marah. Atas dasar apa guru di depannya ini menyimpulkan jika dirinya adalah seorang wanita pemelihara?

"Apa ponsel ini kamu dapat dari cara menjual tubuhmu?"

After that

Hayooo!

Vote komennya yuk. Jauh banget turunnya nih

Continue Reading

You'll Also Like

52.3K 8.5K 51
Kisah tentang Grace, AJ, dan Azha
574K 37K 99
Orang yang dekat kadang terlupakan 🍂 Ya, ungkapan itu memang benar adanya. Seringkali kita melupakan seseorang yang ada di dekat kita dan justru ber...
422K 20K 39
Isha dan Arsen adalah paket komplit yang saling melengkapi. Isha banyak bicara, sedangkan Arsen tidak memiliki perbendaharaan kata yang banyak. Ish...
102K 8K 34
Bagaimana rasanya jika perasaan kalian hanya di jadikan sebagai bahan taruhan oleh seseorang? Sakit? Sedih? benci? Atau bahkan kalian ingin menampar...