"Kerusakan pada jantung, dan kanker hati stadium 2. Dokter mendiagnosa penyakit Jeno sejak 2 tahun yang lalu. Jeno hanya mengatakan perihal penyakitnya padaku. Haechan, dan Jaemin tak tahu soal ini. Hanya aku dan Jeno. Namun sepertinya, kau juga perlu tahu..."
"Catatan ini adalah hal hal yang Jeno butuhkan, hindari, yang dia suka atau tidak suka, dan jadwal kontrol kesehatannya."
Ucapan Renjun terus terngiang dikepalai Jisung. Malam itu, Jisung duduk terdiam di meja belajarnya sambil menggenggam sebuah buku catatan kecil yang Renjun berikan.
"Jadi Jeno Hyung sakit?" Lirih Jisung pelan.
"Tidak, itu tidak boleh terjadi."
Jisung membuka buku catatan itu.
Hal yang baik untuk dikonsumsi:
1. Buah apel
2. Buah beri
3. Bawang putih
4. Teh hijau
5. Biji bijian
6. Kacang
Jisung menatap catatan itu lamar lamar. Nomor 6 menimbulkan keraguan dihatinya.
Jeno akan sangat membutuhkan kacang kacangan untuk penyakitnya. Sementara Jisung alergi kacang.
Makanan yang perlu dihindari:
1. Daging olahan
2. Makanan yang mengandung kadar garam cukup tinggi
3. Makanan berlemak
Jisung terus membaca catatan itu. Mempelajarinya, dan mengingat semua itu.
"Aku tidak boleh egois. Saat ini, ada seseorang yang harus kuperhatikan." Gumam Jisung pelan.
"Apa masih belum ada informasi?" Tanya Chenle ketika sahabatnya itu datang ke apartemennya.
"Belum ada."
"Aku heran, kenapa ayahmu merahasiakan hal itu darimu? Padahal kau, kan juga anaknya?"
"Entahlah..."
"Aku tahu, kau belum pernah bertemu denganmu. Lalu apa salahnya jika ayahmu menunjukkan dimana tempatnya padamu?"
"Aku tidak tahu..."
Chenle memijit kepalanya pelan. Kenapa kehidupan sahabatnya ini sangat rumit?
"Chenle~ya..."
"Ada apa?"
"Jeno Hyung sakit...."
"Sakit? Sakit apa?"
Jisung memberikan sebuah amplop dan buku catatan pada Chenle. Chenle lantas segera membukanya.
"Kanker hati stadium 2 dan kerusakan jantung? Kau bercanda? Bagaimana bisa?" Tanya Chenle dengan raut wajah terkejut.
"Aku tidak tahu, yang jelas, aku harus mencari cara agar dia segera sembuh."
"Yakk, kanker hati itu tak semudah yang kau pikirkan. Tidak semua orang bisa sembuh dari penyakit itu."
"Tapi kau tidak boleh memberitahu siapapun."
"Aku sahabatmu, tanpa kau suruh sekalipun, aku sudah mengerti. Lantas apa yang akan kau lakukan?"
"Maka dari itu, aku harus mencari cara agar Jeno Hyung bisa sembuh."
"Kau boleh mencari cara agar saudaramu itu sembuh. Tapi ingat, jangan berbuat nekad, atau aku tidak akan memaafkanmu."
"Maaf karena aku baru bisa menemuimu hari ini, Yoona~ya..."
"Kau sedang apa diatas sana, eoh? Aku dan anak anak kita baik baik saja disini. Kau tidak perlu khawatir..."
Donghae mengusap pelan bingkai foto dihadapannya. Dia tengah pergi mengunjungi makam sang istri sendirian sore itu.
"Aku sangat merindukanmu setiap hari, kau tahu itu, kan?"
Donghae menahan air matanya yang hendak turun itu.
"Jeno dan Jaemin baik baik saja. jisung juga baik. Kau tidak perlu cemas, aku akan menjaga mereka."
Sementara itu, Jisung tengah berjalan pelan tanpa arah. Hingga tak sadar jika dia baru saja melewati area pemakaman.
Jisung terkejut mendapati mobil sang ayah yang berada tepat di depan pemakaman. Tampak Donghae lantas menghampiri mobilnya.
Jisung segera berlari menghampiri ayahnya.
"Appa!"
Donghae terkejut mendapati Jisung yang sudah berada di hadapannya.
"Ke—kenapa kau bisa ada disini?"
"Appa, appa baru saja dari makam eomma, kan? Dimana malam eomma?!"
"Itu bukan urusanmu. Pulanglah."
Jisung mencegah tangan Donghae saat sang ayah hendak meraih pintu mobilnya.
"Katakan padaku, appa!"
"Kau tidak perlu tahu, pulanglah."
"Aku belum pernah bertemu dengan eomma, aku selama ini selalu mencari makamnya. Kenapa appa tak pernah memberitahuku dimana makamnya?!!"
"ITU BUKAN URUSANMU!!!"
"ITU URUSANKU!!!"
"Aku juga anakmu..."
Donghae terdiam ketika mendengar suara kiriman Jisung.
Aku juga anakmu...
"Pulanglah, Lee Jisung!!!"
"Tidak! Aku tidak akan pulang sebelum appa memberitahukan dimana letak malam eomma!!!"
"Kau harus pulang sekarang!!!"
"Aku tidak mau pulang!!!"
PLAAAAKKK!!!
"PULANG!!!!"
"TIDAK!!!!"
Donghae menarik rambutnya frustasi. Anaknya yang satu ini benar benar keras kepala.
"Kau harus pulang, atau aku akan—"
"Terserah appa!!! Aku tidak peduli jika appa mau menghajar ku sampai mati sekalipun!!! Aku hanya ingin melihat eomma! Seumur hidup, aku belum pernah bertemu dengannya!!! Bahkan melihat fotonya saja, aku belum pernah!!! Apa salahnya jika aku mengunjungi makamnya?!!! Selama ini, appa bahkan tak pernah mengajakku mengunjungi makamnya!!!"
"Tidak, kau tidak perlu tahu hal itu."
"Appa!!!"
Donghae mengabaikan ucapan putar bungsunya dan memilih masuk ke dalam mobil. Mengabaikan Jisung yang terus mengetuk kaca mobil sambil memanggilnya.
Anaknya itu sudah menangis. Dan Donghae paling benci melihat tangisa anak laki lakinya. Karena itu, Donghae selalu mengatakan jika anak laki laki tak boleh menangis.
Karena pada dasarnya, Donghae adalah ayah yang baik.
Donghae segera melajukan mobilnya. Dia melirik kaca spion, dimana Jisung juga ikut mengejar mobilnya.
"Jangan kejar. Kau harus pulang." Gumam Donghae pelan.
Donghae melajukan mobilnya semakin cepat. Dia sudah berpikir jika Jisung tak akan menyusulnya, tapi dugaannya ternyata salah. Jisung masih mengejarnya.
"Jangan kejar, Jisung~ah."
"Appa!!!"
Donghae melajukan mobilnya semakin kencang. Berharap jika Jisung tak mengejarnya lagi.
BRAAAAKKK!!!
Jantung Donghae mencelos. Dia segera menginjak rem mendadak.
"Suara apa itu tadi?"
Donghae segera turun dari mobilnya dan menatap ke belakang.
Disana, Jisung sudah terkapar tak berdaya dengan tubuh bersimbah darah.
"Wahh, sore sore seperti ini memang cocok jika dihabiskan di sungai Han..." Gumam Renjun senang.
"Ya, seandainya aku punya pasangan. Maka aku sudah kencan berdua dengannya. Ahh, tapi kenyataan menamparku telak. Alih alih dengan pasangan, aku malah berkencan dengan satu lelaki galak, satu lelaki yang sama sekali tak tahu cara memberi lelucon, dan satu lelaki random..." Lirih Haechan pelan.
"Kau mau mati?" Tanya Renjun ambil mengepalkan tangannya.
Jeno terkekeh pelan. Keempat sahabat itu tengah berjalan jalan di sungai Han karena bosan berada di cafe terus.
Payah sekali.
"Yakk, kau tidak berniat mencari pacar?" Tanya Haechan pada Jaemin.
"Aku sedang tidak ingin berpacaran."
"Wahh, kau sok bijaksana sekali... L" Balas Haechan remeh.
"Lee Haechan. Aku ini tampan, lebih tampan darimu. Aku hanya tinggal mencari wanita seperti mencari biji di buah semangka. Sangat mudah. Jadi aku tidak perlu terburu buru."
Haechan dibuat melongo dengan ucapan Jaemin.
"Kau keren juga..."
"Hey pendek, bagaimana denganmu?" Ucap Haechan.
Kalian pasti tahu siapa yang Haechan maksud.
"Yakk, wanita itu akan datang dengan sendirinya. Kau tidak perlu mencari wanita. Justru, jika kau yang mencari wanita, maka orang orang akan menganggapmu lelaki yang tidak memiliki masa depan yang bagus."
Haechan gelagapan mendengar jawaban sahabatnya yang satu itu. Jawabannya benar benar menusuk.
"Ka—kau benar juga..." Balas Haechan pasrah.
Drrrtttttt dddrrrrttt...
Ponsel Jeno bergetar, Jeno lantas segera mengambil ponselnya dari sakum
"Panggilan dari siapa?" Tanya Jaemin.
"Appa."
Jeno lalu mengangkat telepon itu.
"Ne, appa. Ada apa?"
"........"
"Mwo?!"
Jaemin, Renjun, dan Haechan segera menghentikan langkahnya ketika mendengar suara Jeno yang nampaknya terkejut.
"Bagaimana bisa?!"
"........."
"Bagaimana keadaannya?!!!"
"........."
"Baiklah, aku dan Jaemin akan segera ke sana!"
Jeno memutuskan sambungan telepon nya dengan tergesa gesa.
"Jaemin~ah, kita harus ke rumah sakit sekarang!!!"
"Memangnya kenapa?"
"Jisung kecelakaan!"
"Mwo?!!!"
"Katanya dia terluka parah!!! Ayo cepat ke rumah sakit!!!"
______
Remember when brainly said:
Maaf kalau salah🙏
Udah lebaran aja nihh...
Mohon maaf lahir dan batin untuk kalian yang sedang berlebaran🙏
Author juga ikut dapat ketupat dari tetangga depan yang lagi lebaran🤭
Enak btw🤭
Btw, novel From Home udah ada di Shopee!!!
Hayooooo yang udh dapat THR🤪🤭
Voment lol 😂
Lop u all 💚💚💚💚💚