ARGARAYA

By adanysalsha

143K 21.1K 147K

"Mulai hari ini, lo jadi babu gue di Sekolah!" ucap Arga dengan sorot mata menajam kepada Raya. More

BAGIAN 1
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 6
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 16
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21

BAGIAN 2

14K 2K 14.1K
By adanysalsha


Vote dulu sebelum membaca yaa💘

"ᴛᴇʀᴜsʟᴀʜ ᴍᴇᴍʙᴇɴᴄɪ sᴀᴍᴘᴀɪ ᴋᴀᴜ ᴍᴇʀᴀsᴀ ʙᴏsᴀɴ ᴅᴀɴ ᴍᴇᴍɪʟɪʜ ᴍᴇɴɢᴋʜᴀᴡᴀᴛɪʀᴋᴀɴɴʏᴀ."



_____________




Kelas 11 IPA 1 kini mendadak sunyi saat seorang guru baru saja tiba dan duduk dengan tegap di kursinya.

Pandangan wanita paruh baya itu kini menyorot jelas ke setiap sudut kelas.

Tepat di saat pandangannya berhenti di sebuah kursi kosong paling belakang, matanya menyipit, lalu menghela napas agak kasar dan langsung saja membuka sebuah buku agak tebal yang ada di hadapannya.

"Ke mana lagi, anak itu?" ucap tegas Ibu Mia, dengan nada tak suka.

Semua hanya bisa diam dan tak berani menjawab. Namun, beberapa siswa ada yang berbisik dan menatap ke arah Raya, karena mereka tahu jika laki-laki itu tak datang, Raya selalu mengabarkannya pada guru.

Melihat itu, Echa, selaku orang yang paling dekat dengan Arga merasa kesal melihat teman-temannya yang lebih menatap Raya dari pada dirinya.

Raya mengecek tasnya, mencari surat yang sudah ia buat sebelum guru datang tadi. Namun, wajahnya seketika mendadak panik.

Di mana surat itu?

Ia ingat betul bahwa suratnya sudah ia letakkan ke dalam tas.

Wino yang duduk di samping Raya kini menaikan sebelah alisnya, bingung menatap temannya yang sedang mengacak-acak tas.

"Kenapa, Ray?" tanyanya pelan.

Raya menatap Wino dengan raut wajah sedih. "Surat yang udah gue buat tadi, kok gak ada ya?"

Wino langsung mengecek meja serta lacinya, benda itu memang tak ada.

Namun dengan tiba-tiba suara Echa menggema di ruangan ini, membuat aktivitas Wino dan semua orang mulai terfokus padanya.

"Ibu, Arga sakit. Orang tuanya titip surat ini ke saya." ucap Echa yang kini berdiri dan segera memberikan surat itu pada Ibu Mia.

Raya terdiam di tempat melihat Echa yang memberikan surat itu pada Ibu Mia. Ya, dapat Raya lihat surat itu adalah miliknya. Itu berarti Echa sudah mengambil dari dalam tasnya.

Melihat itu, Wino menatap Raya dengan iba. "Udah, gak usah di pikirin. Lo tau kan sifat dia emang kayak gitu." ujar Wino, mencoba menenangkan sahabatnya.

"Iya, gak apa-apa kok, Win."







~~~







Istirahat berlangsung, Raya memilih duduk sendirian di kelas. Sementara Wino kini sedang membantu Ergi - ketua kelas, mengantarkan buku ke perpustakaan. Wino berpesan pada Raya, agar menunggu dirinya jika akan ke kantin bersama.

Raya itu tipe setia menunggu. Jika Wino sudah mengatakan hal seperti itu, ia pasti akan menunggu Wino.

Ya, karena mereka ke mana-mana selalu bersama. Sudah seperti sepasang kekasih. Namun, perlu di garis bawahi, mereka hanya sahabat!

Raya dikejutkan dengan kehadiran seseorang di hadapannya, duduk dan menghadap ke arah Raya sambil menaikan kedua alisnya, seolah berusaha menggoda perempuan itu.

"Sendirian? Mana si pahlawan lo itu? Berhenti jadi pahlawan kesiangan lo? Atau mau jadi pahlawan kemalaman lo aja?" tanya laki-laki itu pada Raya sambil tersenyum maut.

Raya tahu laki-laki ini sedang membicarakan sahabatnya, Wino.

"YOAN!"

Yoan tersentak kaget saat suara Gisella melengking di telinganya.

Gisella, perempuan yang kini berwajah sangar itu mendekati Yoan sambil menghentak-hentakkan kakinya penuh kesal, mata sinisnya juga sempat menatap pada Raya.

"Ayo! Katanya mau ke kantin! Kenapa sok jadi playboy sih lo, males banget ah gue, udah sono lo jadian aja sama nih cewek!" rengek Gisella penuh kesal pada Yoan.

Bukannya berhenti, Yoan semakin tersenyum manis pada Raya. Sehingga Gisella yang tampak sudah naik darah langsung menarik kasar baju Yoan hingga cowok itu berdiri.

Alhasil, Yoan berdiri dan tak lupa ia menoel pipi Raya dan mengedipkan sebelah matanya sebelum pergi, bersamaan dengan tarikan tangan Gisella yang terus membawa laki-laki itu menuju pintu kelas.

"Awas ya lo sampai tertarik sama pacar gue!" ancam Gisella sambil menatap tajam pada mata Raya.

Raya menahan senyumnya, sebenarnya ia ingin tertawa. Namun, siapa yang tidak kenal dengan Gisella. Bahkan, perempuan itu lebih galak dari seorang Echa. Ya, di kelas ini, Gisella yang tampak paling berani di antara semua perempuan di sini.

Secara bersamaan, di saat Gisella dan Yoan keluar, Wino dan Ergi kini masuk ke dalam kelas.

Wino langsung mendekati Raya. Namun, wajahnya tampak tak tenang. Sepertinya Raya tahu apa yang akan Wino katakan padanya sekarang.

"Yoan gangguin lo lagi ya?" tebak Wino yang tampak menahan amarah.

Sudah Raya duga, Wino akan menanyakan hal itu.

Raya menggeleng, "Ayo ke kantin, laper nih, lama banget sih."

"Ergi noh, jalan kek siput."

Ergi yang mendengar ucapan Wino langsung berhenti meminum air mineralnya, menatap kesal pada temannya itu. "Udah sana lo ke kantin, bini lo dah kelaperan tuh."




~~~




Mengendap perlahan demi perlahan, sambil menjinjing sepasang sepatu futsalnya dengan keadaan baju dan celana futsal penuh lumpur.

Jika sampai ia menatap lantai rumahnya sekarang, maka ia akan mengurung dirinya di dalam kamar dan enggan bertemu si Bunda yang selalu bawel memarahinya.

Memangnya dia anak kecil apa? Setiap saat selalu di ingatkan ini dan itu. Tapi, Bundanya ada benarnya juga sih, kadang ia salah dalam melakukan ini dan itu.

Entahlah. Ia sebenarnya tidak suka di atur. Dan jawaban Bundanya selalu, "Kalau gak mau di atur, tinggal aja sendirian. Cari uang sendiri, biayain sekolah sendiri..."

Ribet.

Harusnya ia bersyukur terlahir di keluarga Sultan yang punya banyak cabang perusahaan dan bebas jika ingin membeli barang yang ia mau.

Enaknya jadi orang kaya.

"DEN ARGA, MASYA ALLAH.. ASTAGHFIRULLAH, SUBHANALLAH." suara cempreng Bi Rani membuat langkah Arga yang sedikit lagi akan menginjak tangga menuju ke kamarnya kini terhenti.

Arga terdiam beberapa saat, lalu menghembuskan napas jengah.

Kenapa Bi Rani selalu teriak di saat apapun. Ini benar-benar buruk!

Arga harap Bundanya tidak dengar.

"Lantainya..." Bi Rani menutup mulutnya kaget dan langsung menatap histeris pada lantai yang kini tercetak jelas lumpur yang berbentuk jejak kaki Arga.

Arga berbalik, menatap Bi Rani dengan wajah tak berdosa.

"Kamu dari mana Den? Bolos lagi? Aduh, mampus kalo Tuan tau." Bi Rani berdecak gemas lalu menghela napas melihat seluruh pakaian Arga.

"Makanya, Bibi kecilin suaranya." Arga mendekati Bi Rani, lalu meletakkan telapak tangannya ke mulut Bi Rani. Lalu setelah Bi Rani diam, Arga melepaskan tangannya.

"Iya Den. Sejak kapan Bibi jadi pengadu? Buktinya, kemarin pas Bibi geledah saku celana kamu, Bibi jumpa rokok dua batang, dan sampai sekarang masih Bibi rahasiakan."

Arga menghela napas, lalu menepuk pelan bahu Bi Rani, seperti sudah menjadi teman akrab. "Mantap Bi. Tambah sayang Arga sama Bibi."

"Sekarang jawab Bibi, kamu dari mana?" tanya Bi Rani tegas.

"Biasalah Bi. Anak cowok. Maennya harus dengan penuh tantangan."

"Main apa, hayo!"

"Main futsal. Kebetulan outdoor. Jadi becek banget lapangannya, habis hujan. Jadi aku trobos ajalah..."

"Jangan sering-sering bolos ah, males lagi Bibi nolongin kamu. Belajar yang pinter Den, kasian Tuan dan Nyonya selalu kamu bohongi." keluh Bi Rani dengan wajah sedihnya.

"Iya-iya, Bi. Besok Arga sekolah kok."

"Janji, ya?"

"Iya, janji."

"Udah, sana ke kamar kamu, jangan sampai Bundamu lihat."

"Makasih Bi." ucap Arga sambil mengedipkan sebelah matanya pada Bi Rani dan langsung buru-buru naik ke tangga menuju kamarnya.

Bi Rani hanya bisa menggeleng dan menghela napas.






~~~




Siang harinya, pukul 11.00 WIB.

Arga tengah bersandar pada sofa di kamarnya sambil setia memetik gitar sambil bersenandung sesekali.

Drtt... Drtt...

Alisnya terangkat sedikit, lalu ia segera meraih ponsel yang ada di atas meja tepat di sampingnya.

Ternyata pesan itu dari Echa.

"Ah, bangsad."

Arga meletakkan ponselnya kembali ke atas meja. Lalu ia mengambil gitar dan kembali memetiknya.

Kenapa hal tidak penting dan konyol seperti itu selalu menghujani dirinya. Emangnya kenapa jika hobinya menganggu Raya? Mengacaukan hidup gadis itu? Itu menyenangkan!

Bukan berarti menyukainya. Perlu di garis bawahi dan pakai tanda seru. Ya kali, dirinya menyukai Raya? Konyol.

Dia dan Raya sangat berbeda!

Gadis kampungan dan tidak punya teman itu...

Brak!

Arga meletakkan gitarnya dengan kasar ke atas meja. Lalu mengambil ponselnya dan segera menelpon salah satu teman sohibnya. Ya, agar pikirannya tidak ke mana-mana.

Bisa-bisanya sejak tadi ia tidak sadar dan terus memikirkan perempuan cupu itu. Sangat menjijikan.

"Hallo, ayang..."

"Ayang anjing lo," umpat Arga kesal.

"Eh, jangan kasar lah ayang,"

"Bacot. Di mana lo sekarang?"

"Rumah lah. Yakali di hotel."

"Oh."

"Lo ngapain bos nelponin gua? Anjir, lo gak lagi kesepian dan lampiasin ke gua, kan? Atau kangen ya sama gua, baru juga ketemu di futsal tadi,"

"Diem jep, geli gua."

Jep namanya, salah satu teman akrab Arga yang selalu bersama Arga di sekolah. Satu lagi ada Hero.

Mereka bertiga sekelas dan selalu kompak dalam melakukan apapun. Baik bolos, mengerjakan tugas, maupun di hukum oleh guru.

Ya, bisa di bilang, sahabat sejati.

"Jadi, alasan lo nelpon gue apaan? Gabut lo?"

"Mau mastiin lo hidup atau nggak."

"Jingan."

Arga diam tak menanggapi.

"Btw, lo Alpa atau dibuatin surat sakit sama Raya?"

"Yakali nggak. Selagi ada babu, manfaatin lah."

"Kasian tuh cewek njir."

"Gua suruh dia buat surat, bukan suruh dia kayang di lapangan."

"Ya Ga. Terus Ga...gapapa, manfaatin lah. Cantik, baik, hati lembut, uhhh, Lama-lama lo luluh sama dia anjir, fix no debat!" terdengar Jep semangat 45.

"Gila aja lo. Lo tau kan kriteria cewek gue kayak gimana? Kebanting banget kalo modelan cupu dan lugu gitu." ucap Arga sambil bergidik geli.

"Hati-hati lo, sepupu gua sekarang dia udah nikah sama musuhnya, dulu aja katanya waktu disekolah, kayak tom and jerry, berantem mulu. Jangan sampe deh kejadian sama kek elu dan Raya." ucap Jep yang terdengar serius.

"Apa lo bilang?" Arga tertawa mendengar itu.

"Serius setan."

Arga masih tertawa, menertawakan apa yang sudah Jep katakan tadi.

"Serah lo bangsat." karena kesal, Jep langsung memutuskan sambungan teleponnya.

Hal itu tak menyadarkan Arga, laki-laki itu masih tertawa.

Detik berikutnya, saat Arga melihat ke arah ponselnya. Sambungan telepon telah di putuskan oleh Jep. Namun, Arga masih tertawa sedikit. Jep terlalu serius menanggapi hal apapun.

Gila saja jika dirinya menyukai Raya. Sampai kapanpun itu tak akan terjadi.

Tiba-tiba tangannya mengetik sebuah pesan untuk seseorang.


Arga terdiam sejenak,

"Anjing. Gue ngapain sih goblok!"


***

Selamat menunggu Arga & Raya berjumpa di sekolah 🥳🦋✨

NEXT? VOTE & KOMEN💘

Follow IG :

@adany.salshaa
@wattpad.salsha

Continue Reading

You'll Also Like

529K 25.5K 36
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
640K 60.1K 45
𝐖𝐀𝐑𝐍𝐈𝐍𝐆 𝟏𝟖+ [ 𝗞𝘆𝗹𝗲𝗿 𝗦𝗲𝗿𝗶𝗲𝘀 𝟯 ] D'arcy, nama Tengahnya yang berarti kegelapan melambangkan kehidupannya. Tidak ada siapapun yang...
5.2M 350K 67
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
349K 26.6K 23
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...