HAMA [COMPLETED]

Por -Esqueen

23.1K 3K 451

Bagi Reva, Nathan adalah Hama. Bagi Reva, kakak angkatnya itu adalah makhluk paling meresahkan yang pernah ia... Más

[]Prolog[]
[] Part 1 []
[]Part 2[]
[]Part 3[]
[]Part 4[]
[]Part 5[]
[]Part 6[]
[]Part 7[]
[]Part 8[]
[]Part 9[]
[]Part 10[]
[]Part 11[]
[]Part 12[]
[]Part 13[]
[]Part 14[]
[]Part 15[]
[]Part 16[]
[]Part 17[]
[]Part 18[]
[]Part 19[]
[]Part 20[]
[]Part 21[]
[]Part 22[]
[]Part 23[]
[]Part 24[]
[]Part 25[]
[]Part 26[]
[]Part 27[]
[]Part 28[]
[]Part 30[]
[]Part 31[]
[]Part 32[]
[]Part 33[]
[]Part 34[]
[]Part 35[]
[]Part 36[]
[]Part 37[]
[]Part 38[]
[]Part 39[]
[]Part 40[]
[]Part 41[]
[]Part 42[]
[]Part 43[]
[]Epilog[]

[]Part 29[]

261 37 1
Por -Esqueen

Elvin melangkah kikuk memasuki rumah minimalis modern yang sudah sering ia lihat. Ini memang bukan kali pertama ia memasuki rumah ini, karna dulu ia pernah bejalar disini bersama dengan Nathan. Namun sekarang berbeda, ia datang kesini bukan sebagai teman Nathan, melainkan sebagai pacar dari Andara Reva. Jelas hal itu membuatnya sangat grogi.

Reva yang berjalan di sampingnya rasanya ingin meledakan tawanya saat ekor matanya tak sengaja menangkap raut panik milik pemuda itu. Sungguh, apa rumahnya sangat menakutkan hingga Elvin sampai membuat raut seperti itu?

"Santai kali El. Rumah ini gak ada setannya," ujar Reva.

Elvin menelan ludahnya kasar, dia kemudian menganggukan kepalanya satu kali. "Iya," balasnya.

"Duduk, El. Aku ambil minum dulu. Tenang, ini gratis," tutur Reva saat keduanya sudah sampai di ruang tamu.

Elvin kembali menangguk. Menuruti apa kata Reva, pemuda itu kini sudah duduk tegang di atas sebuah sofa. Percuma! Percuma ia menggumamkan kata-kata penenang dalam hatinya, nyatanya ia tetap saja tegang saat berada disini. Sudah dibilang kan Andara Reva terlalu berbahaya bagi Elvin? Begitupun dengan apapun yang menyangkut gadis itu.

Tak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar di indra pendengaran Elvin. Sosok Reva mulai muncul lagi di penglihatan Elvin. Namun, bukan Reva yang menjadi fokusnya, melainkan seorang wanita paruh baya yang berjalan di sampingnya.

Elvin menelan ludahnya kasar, dengan segera dia bangkit dari duduknya. Menunjukan sikap sempurna layaknya sedang berupacara saat Kirana sudah sampai di depannya.

"Hormat gerak!" ucap Kirana tiba-tiba. Membuat Elvin tak tau harus bersikap seperti apa. Apa harus ia melakukan gerakan hormat? Tidak tidak, citranya akan jelek kalau ia melakukan itu. Bisa-bisa ia dicap aneh oleh ibunya Reva.

"Si--siang tante," ucap Elvin masih dengan sikap sempurnya.

Kirana memerhatikan Elvin dari bawah sampai atas, dia kemudian menjentikan jarinya tepat sebelah telinganya. "Ah, tante inget. Kamu Elvin kan? Iyalah pasti. Pacarnya Reva, yah? Nathan udah cerita loh," ucapnya sangat sangat santai.

"Ce--cerita?" beo Elvin.

Kirana mengangguk-nganggukan kepalanya. Wanita itu mulai medudukan dirinya di sebuah kursi single tak jauh dari Elvin. Sedangkan Reva, gadis itu memilih duduk anteng di kursi seberang Elvin. Memperhatikan Elvin dan Kirana yang berbincang-bincang.

"Iya, Nathan cerita. Baru aja semalem. Ya, walaupun ceritanya sambil baku hantam sama Reva sih. Jadi agak gak jelas," ucap Kirana. "Ngomong-ngomong, duduk aja kamu, gausah tegang kayak gitu. Rileks," lanjutnya yang dituruti Elvin.

"Tante introgasi kamu boleh gak nih?" tanya Kirana seraya menyorot Elvin jahil. Hal itu langsung membuatnya mendapat pelototan dari Reva. Tapi, siapa peduli? Toh ia bisa melotot lebih seram dari anaknya itu.

Elvin mengangguk. "Boleh, tan," balasnya.

Lama Kirana dan Elvin berbincang, bahkan Reva yang menjadi penyimak pun sekarang sudah tertidur dalam duduknya.

Kirana meregangkan otot-ototnya, dia kemudian menguap dan mengusap matanya. "Aduhh, cape juga, yah." ucapnya.

"Maaf tante," ujar Elvin seraya menunduk. Ia merasa bersalah karna telah memberikan Kirana berbagai cerita tentang hidupnya. Lagipula, suruh siapa Kirana menanyakan hal-hal seperti itu? Jadi, siapa yang salah disini?

"Gak usah minta maaf atuh, kamu gak salah juga," tutur Kirana.

"Iya tan."

Kirana kini menyorot ke arah Reva, rautnya memperlihatkan kalau dia tampak malas untuk melihat anak gadisnya itu. "Hih, pake tidur lagi si Reva."

"Ma, aku ijin keluar bentar. Ada janji sama Andra."

Sebuah suara yang sangat familiar di telinga Kirana dan Elvin mengudara di ruangan ini. Kedua orang itu segera menoleh secara bersamaan pada sosok Nathan yang baru saja tiba di ruang tamu.

"Iya, Nat. Tapi sebelum berangkat, tolong angkat adek kamu dulu dong. Tidur dia," ucap Kirana seraya menunjuk Reva dengan tangannya.

Nathan tak langsung menjawab, pria itu menyempatkan diri untuk menatap Elvin terlebih dahulu. Seakan meminta izin pada pemuda itu. Bagaimapun juga, Nathan adalah orang asing, bisa saja kan Elvin tak suka akan ini semua. Namun, Nathan sama sekali tak bisa menangkap maksud dari ekspresi Elvin. Ahh, tanpa mau berfikir lagi, Nathan segera berjalan ke arah Reva. Mengangkat gadis itu ke dalam gendongannya dan segera berjalan meninggalkan ruang tamu.

"Elvin, maaf yah tante gak bangunin Reva. Bukannya apa-apa, cuma percuma aja kalau bangunin dia. Reva kalau tidur jam segini mana bisa dibangunin, apalagi mendung begini. Maaf banget Elvin," ujar Kirana.

Elvin menyingkan bibirnya, membuat lengkungan senyum dan ia lemparkan ke arah Kirana. "Gak apa-apa, tan. Saya juga mau pamit pulang," ujarnya seraya bangkit berdiri.

"Eh, bener? Mau makan dulu gitu? Atau, minum? Ini juga minuman yang dibawain Reva gak diminum sama sekali," tutur Kirana.

Elvin kembali tersenyum, dia mengulurkan tangannya dan menyalimi Kirana. "Saya pulang aja, tan. Assalamu'alaikum," ucapnya.

"Yaudah, tante anter ke depan. Jawab salamnya nanti aja," balas Kirana dengan cengiran di akhir kalimatnya.

=====

Nathan mengalihkan pandangannya dari ponsel saat suara decit kursi di depannya terdengar. Dia menoleh ke orang yang sudah duduk tepat di depannya. "Tumben telat, Ndra," ucapnya.

"Jemput dia dulu," balas Andra seraya menunjuk Vivi yang duduk di sebelah Nathan. Tangannya terulur meraih sebuah buku menu yang ada di depannya.

"Pasti. Kenapa nih suruh gue kesini?" tanya Nathan.

Vivi yang mendengar segera memberikan sebuah kartu undangan pada lelaki itu. "Nih, baca," ucapnya.

Nathan mengambil kartu itu, membuka plastik transparan yang melindunginya, dan saat selesai ia lanjut membuka kartunya. "Festival," gumamnya.

Vivi mengangguk. "Iya. Inget kan ini bulan Januari? Festival tahunannya Kesatuan diadain tiap bulan ini. Lo diundang hadir langsung oleh Pimpinan OSIS."

Nathan menyimpan kartu itu, dia kemudian menyeruput coffie latte yang telah ia pesan. "Gue hadir kok. Lagian kan emang terbuka buat umum. Walau gak diundang pun, gue pasti dateng," ucapnya.

"Ya, ya, ya. Ajak Reva juga, ya, Nat," ujar Vivi yang diangguki Nathan.

Ketiganya kini tak ada lagi yang bicara, Andra sibuk dengan makanannya, Vivi entah sedang melakukan apa dengan ponselnya, dan Nathan yang kini memilih menatap ke luar dari dinding kaca. Memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya.

"Oh, iya, lupa! Lo inget Moris gak, Nat? Dia ngajak lo ngeband bareng lagi nanti," tutur Vivi yang berhasil mengangetkan Nathan. Bagaimana tak kaget, Vivi secara tiba-tiba langsung berseru tepat di dekat telinganya.

"Moris, yah? Inget gue. Tawarannya gue pikir-pikir dulu," balas Nathan yang mendapat anggukan Vivi.

Kembali berakhir, pembicaraan antara keduanya kini kembali berakhir. Vivi yang biasanya cukup bagus dalam berkomunikasi dengan teman-temannya, kini merasa ada yang berbeda saat bicara bersama Nathan. Pernyataan yang tertulis di kertas usang waktu itu, membuatnya terus kepikiran dan berakhir dengan perasaan bersalah saat ia menatap wajah Nathan. Padahal, bukan ia yang meminta perjodohan itu.

"Vi..."

"Vi..."

"Vivi!"

Vivi tersentak kaget saat bahunya digerakan maju mundur oleh Nathan. Secara refleks gadis itu menepis kedua tangan Nathan yang masih bertengker di bahunya. Membuat Nathan, ah, bahkan Andra mengernyitkan dahi mereka heran. Tak biasanya Vivi sekasar ini.

"Ngelamuni apa? Dipanggil dari tadi juga," tanya Nathan.

Vivi gelagapan, untuk menyembunyikan rasa tak enaknya Vivi segera meraih minuman miliknya. Meminumnya dengan rakus dan setelah selesai langsung menaruhnya dengan kencang. Lagi-lagi kelakuannya itu membuat Nathan dan Andra mengernyit heran. Seperti bukan Vivi saja, pikir mereka.

"Tumben. Kenapa?" tanya Andra yang akhirnya bicara setelah lama menutup mulutnya itu.

"Ah, engga. Engga apa-apa, kok. Maaf gue aneh hari ini," balas Vivi diakhiri dengan senyum kecilnya.

"Sakit, Vi?" tanya Nathan seraya menjulurkan tangannya ke arah kening Vivi. Memeriksa suhu tubuh gadis itu. "Normal kok. Mau pulang aja? Kali aja lo gak enak badan," lanjutnya.

Vivi memalingkan wajahnya, bagaimanapun, tindakan Nathan telah membuat wajahnya sedikit memerah. "Y--ya. Kayaknya gue pulang aja, deh. Kalian kalau masih mau main, gapapa kok. Gue pulang sendiri," ucapnya.

Mendengar itu, Andra segera bangkit berdiri, merapikan jaketnya, dan setelahnya ia mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja. "Gue juga pulang. Duluan, Nat," ucapnya.

"Nathan, duluan, yah. Jangan lupa dateng ke festival. Gue tunggu loh," tutur Vivi dan berlalu pergi.

Nathan yang sudah ditinggal sendiri menghembuskan nafasnya lelah. "Etdah, ditinggal gue."

=====

Ppiw, bagaimana?
Krisar sama votenya, yah, maniez.

---------TBC----------

Seguir leyendo

También te gustarán

146K 15.3K 51
Semula, kehidupan perkuliahan Airin Divyanita sebagai mahasiswa kedokteran baik-baik saja. Lurus dan terlampau datar. Namun, tiba-tiba merumit semenj...
1.5M 158K 39
[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM BACAA. THANK YOU♡] FYI: CERITA INI SUDAH MEMASUKI TAHAP REVISI LEBIH BAIK Jika di tanya apa yang paling Jenessa benci di...
3.5M 287K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
155K 17.4K 21
I'm gonna make simple for you, yes or yes? 🌛poppohaseyo↪2019.