KIARILHAM【END】

Galing kay uqmanalofficial_

14.6K 3.7K 2.9K

Sudah terbit menjadi ebook, tersedia di Google Playstore/Playbook! Sebagian part di hapus demi kepentingan pe... Higit pa

[1] PROLOG
[2] Pertama masuk sekolah
[4] Penyambutan Siswa Baru
[5] Pingsan
[6] Perhatian
[7] CAST✔
[8] Ups, kepergok!
[9] Ketahuan OSIS
[10] Antara
[11] Vonya harus memutuskan
[12] PUTRI!!
[13] Cowok Dingin Berwajah Ketus
[14] Tak sesuai keinginan
[15] Tak terduga
[16] TERPIKIRKAN!!
[17] Kenapa kau seperti ini?
[18] BERDUA DENGANMU!!
[19] MULAI BESOK, BOLEH BAWA MOTOR KE SEKOLAH!
[20] ADA APA DENGANNYA!
[21] Nggak, kenapa dia begini?
[22] Sangat Keras Kepala
[23] Ada festival pasar malam 🌃
[24] MALAM YANG INDAH🌺
⚠️KIARILHAM, WARNING⚠️

[3] Pertemuan and Aula

428 225 269
Galing kay uqmanalofficial_

Saat di aula, Kiara terus memandang dari kejauhan di mana Ilham duduk. Entah kenapa hati ini masih menerima kehadiran sesosok cowok kasar macam dia yang menghantui dirinya sepanjang malam lewat mimpi. Kiara tak tahu ada apa dengan dirinya? Kenapa tidak bisa menyukai malah terus menyukainya? Dibuat heran, Kiara tetap bungkam walaupun diri ini merasa ada yang mengganjal.

‘Kau memang menyakitkan, tapi kau terus dirindukan. Entah kenapa dibuai oleh ekspresi wajahnya yang memuaskan mata untuk terus menatapnya sepanjang hari sehingga ingin memilikinya.’

Tepat di depan samping kanan, begitu sangat jelas rahang tegas Ilham yang tampan. Kiara mengalihkan pandanganya saat cowok itu menoleh kebelakang. Kiara menutupi wajahnya terhalangi oleh bahu Bella. Untung saja ia dikelilingi oleh ketiga sahabatnya, jika sendirian, Kiara harus berlindung di balik bahu siapa?

“Bella, dia masih lihatin gue nggak?”

Bella mengerutkan keningnya bingung, “Dia siapa?”

“Ilham.” bisiknya, sangat pelan. Karena Kiara tahu bahwa indra pendengaran Ilham itu tajam. Walaupun berbisik-bisik seperti ini masih bisa mendengarnya dengan jelas.

Bella melihat ke arah Ilham duduk, lalu kepalanya ia gelengkan tidak. Kiara mengerti, posisinya ia benarkan menjadi semula. Matanya kini harus fokus kepada OSIS yang membimbing acara, mendengarkan segala arahan yang ada. Di saat tengah hening karena mendengarkan arahan dari satu orang anggota OSIS, yaitu ketuanya. Tiba-tiba hiruk-pikuk membisingkan suasana aula menjadi lebih ramai karena kedatangan Angga ke panggung yang sudah ada di bangun sejak aula ini berdiri.

Bella gembira bisa melihat Angga dari langsung, memang benar-benar tampan. Tipe cowok kayak Angga ini benar-benar idaman. Tapi, ada yang lebih mengalahkan ketampanan Angga dan itu lebih Bella sukai. Yaitu, ketua OSIS yang  memimpin panduan dari awal barusan. Terus saja Bella perhatikan tanpa mengalihkan pandangannya ke yang lain. Hanya fokus pada satu titik itu saja.

“Kia, itu senior yang paling diminati oleh banyak cewek berkat ketampanannya. Selain itu, dia juga senior yang lemah lembut dan baik hati. Gue suka deh.”

“Oh, itu tetangga gue di depan rumah,” celetukan Kiara berhasil membuat kedua bola matanya melotot tak percaya. Sungguh? Demi apa Kiara tetangganya Angga? Jadi, rumah yang di depan itu ternyata rumah Angga. Ini sih semakin membuat Bella semangat untuk main di rumah Kiara. Sekadar caper juga tidak masalah.

“Serius lo? Jadi, yang di depan rumah lo itu rumah dia?” gelagapan Bella.

“Iya Bella, setiap hari gue lihat mukanya yang ganteng itu. Rasanya, bangun pagi ketemu sama yang cerah-cerah menggembirakan perasaan yang terbendung badmood pada malam harinya. Pas dibuka, masyaallah ciptaan apa yang telah engkau ciptakan sesempurna itu.”

Bella menoyorkan kepala Kiara sebal, “Lebay!”

Bella mengambil benda pipih yang menonjol di sela saku roknya. Bella pun mengambil seraya tersenyum tipis, bibirnya bawahnya ia masukkan kedalam. Keluarnya benda pipih itu untuk meminta nomor telepon Angga.

“Boleh dong minta nomornya sekalian sama ketos juga,” Bella memberikan ponselnya itu kepada Kiara seraya cengir.

Kiara mendorong kembali kedua tangan Bella yang memegang ponsel, “Maaf Bella, gue nggak punya nomornya. Apalagi ketos.”

Bella mendengus kesal. Kirain Kiara punya nomor Angga, tapi ternyata tidak sama sekali. Bella mengerucutkan bibirnya tak suka karena ingin sekali mengenal, menyapa, bahkan saling simpan nomor telepon dengan Angga dan juga ketua OSIS di sini.

“Maaf ya, jangan marah.”

•••••

Jam 07.00 wib.

Bel masuk sekolah telah berbunyi, waktunya para siswa-siswi masuk ke dalam kelasnya masing-masing. Pembagian kelas sudah di tentukan di aula barusan. Mereka berbaris rapih, nama yang di panggil berarti itu yang termasuk kedalam kelas tersebut.

Kebetulan sekali, Kiara masuk kedalam kelas dengan nama Jaya Raya. Kesempatan emas juga karena melihat nama Ilham terpanggil masuk kedalam berisannya. Mau senang, tapi otaknya tidak menerima itu semua. Seolah-olah menolak bahagia. Tapi tak masalah, masih ada hatinya yang senang menerima cowok itu. Lebih senangnya lagi, ternyata ketiga sahabatnya juga sekelas dengannya. Ini sih yang disebut keberuntungan.

“Enggak sia-sia gue berdoa sepertiga malam, supaya kita sekelas bestie,” ucap Kiara heboh, ketiganya pun ikutan heboh juga.

Kelas Jaya Raya. Ruangan kelas ini akan menjadi daya tarik tersendiri, karena anak-anak muridnya hampir semua didikan Soimah masalah ribut nomor 1. Belum juga ada beberapa menit, kelas ini sudah ramai dan ricuh sana-sini. Bahkan tak mengenal kata 'hai nama gue'. Tidak sama sekali.

Yap, mereka langsung mengenal begitu saja. Hebat bukan. Cuma sebut nama sudah menjadi best friend.

“Kia, gue duduk sama Bintang, ya,” Vonya menarik tangan Bintang. Memilih kursi paling belakang barisan ketiga. Karena kursi di depan sudah diisi, mereka telat masuk kedalam kelas.

Kiara mengabaikannya, masih ada Bella yang menghilang pergi ke toilet. Katanya sebentar tapi lama. Tepatnya, meja duduk Kiara bersebelahan dengan Vonya. Barisan keempat dekat tembok jendela kelas. Sedikit menyusahkan karena ada gorden yang meresahkan. Tapi mau gimana lagi, hanya kursi itu yang kosong.

Tak sengaja, Ilham melihat Kiara di depan matanya, seketika ia mengerutkan wajahnya heran. Kenapa bisa sekelas dengan Kiara lagi? Padahal dari kelas IX sudah pernah merasakan bagaimana sekelas dengan perempuan macam Kiara.

“Sekelas lagi,” gumamnya, berjalan menghampiri meja kosong di depan Kiara berada. Lalu, ia menduduki kursi itu tepat sejajar dengan Kiara. Duduk dekat tembok.

Kiara meneguk salivanya dalam-dalam, jantungnya sudah mulai tidak aman. Bagaimana bisa, ini sudah meresahkan. Kiara hanya terdiam, menoleh beberapa kali kepada Bintang dan Vonya. Kode mata demi bisa memahami Kiara berkata apa? Vonya menggangguk tahu, tapi ia harus bisa mengikhlaskan jika itu sudah takdir Ilham duduk di depannya.

Tanpa aba-aba, Ilham menolehkan kepalanya kebelakang. Sangat dekat dengan wajah Kiara yang sedikit maju kedepan. Lalu, ia pundurkan lagi dengan gugup, kedua telapak tangannya basah dan gemetar.

“Senang bisa sekelas sama lo lagi,” dari suara lembut tak seperti biasa Ilham berbicara dengan nada rendah kepada Kiara seperti ini. Biasanya, Ilham selalu berbicara dengan nada yang cukup tinggi seperti marah dan menyentak.

Kiara menatap wajah Ilham yang masih tidak percaya jika cowok ini berkata lemah lembut kepadanya, “Iya, senang juga bisa sekelas sama lo Kubu,” keceplosan, seharusnya Kiara tidak menyebutkan nama panggilan super aneh yang tak mudah dipahami oleh banyak orang. Kiara cepat menutupi mulutnya dengan telapak tangan kanan. Matanya melotot kaget—lucu.

Ilham menatap dingin, “Kubu?”

Kiara menghela kecil, ia turunkan tangan kanannya itu dan menyimpulkan senyum mengembang lucu dengan wajah bulatnya yang menggemaskan. Itulah ciri khas dari Kiara.

“Iya Kubu, singkatan dari kutub utara,” jawab Kiara terus terang. Kalau tidak begini, pasti cowok ini akan memaksanya supaya berkata jelas. Ia mendekati lalu berbisik, “Cowok kutub, hahahaha ...” bahkan, Kiara mulai berani bercanda gurau kepada Ilham.

Ilham hanya menggeleng pelan, pusing meladeni anak ini. Ilham tak menggubrisnya, biarkan saja jika ia harus sekelas dengan Kiara. Sudah nasibnya yang harus ia tempuh 3 tahun bersama cewek ini nanti. Lalu, Ilham memutar kembali kepalanya menghadap ke depan. Enjoy, menikmati suasana kelas yang bising seperti pasar.

“Ham, gue di sebelah lo. Maaf ya, kalau gue harus duduk sama Azkhir.” gumam Arka di sebelahnya.

Ilham hanya mengangguk, meladeni sahabatnya itu dengan kalem. Kiara mulai bersuara kembali.

“Sini, duduk sama aku,”

“Enggak makasih!” rasanya sakit, tapi tidak terlalu sakit karena begini juga sudah senang bagi Kiara. Sederhana itu bahagia, sekelas sama Ilham.

Saat Kiara sedang fokus memainkan ponselnya. Ada suara anak laki-laki yang nada bicaranya soft banget, bikin candu.

“Boleh aku duduk di sini?” itu Ali, dia cowok yang cukup tampan, berkharisma, memiliki kulit putih seperti susu dan seperti orang Korea yang Kiara sukai. Cukup tinggi, tapi Ilham lah yang lebih tinggi mungkin. Kiara hanya tersenyum. Belum juga mengatakan ‘iya’ Ali langsung duduk begitu saja tanpa diminta.

“Aku duduk di sini, ya,” Ali menyimpan tasnya di belakang punggungnya itu.

Kiara memegang dadanya itu mengecek kondisi detakan jantungnya apa kabar sekarang? Mengecek suhu tubuhnya juga, ya dingin dan berkeringat. Pertanda Kiara gelisah dan malu juga karena duduk bersama orang tampan di sebelahnya.

Vonya menoleh, ia melotot ketika melihat cowok tinggi duduk bersama Kiara. Bukannya itu kursi buat Bella, kenapa jadi ada cowok yang menempatinya.

Keduanya masih dalam keadaan hening, masih malu-malu tapi mau kenalan. Dan pada akhirnya, Ali tidak bisa menunggu lama lagi. Ia memberanikan diri untuk terlebih dahulu kenalan dengan Kiara.

“Hai, kenalin nama aku Ali.” ucap Ali mengajak berjabat tangan dengan Kiara.

Kiara tersenyum, tangan kanannya spontan menerima jabat tangan tersebut, “Iya, nama aku Kiara panggil aja aku Kia.”

“Kia, senang bisa berkenalan sama kamu.”

“Aku juga,” gerakan ke atas-bawah singkat pada tangan yang dipegang oleh mereka berdua.

“Emm ... aku harap kita bisa berteman,” ucap Kiara tersenyum. Tangannya mulai ia lepaskan dari genggaman tangan cowok itu yang begitu erat. Malu juga karena telapak tangannya yang basah seperti habis berolahraga.

“Kita hari ini sudah berteman, Kia.” ungkap Ali melempar senyum gemasnya balik.

Tidak lama Bella datang dan menghampiri Kiara ke tempat duduknya.

“Kia, lah kok lo duduk sama dia?” tunjuk Bella kepada Ali. Tidak terima jika Kiara duduk dengan orang lain. Karena terlebih dahulu ia meminta Kiara untuk duduk bersamanya bukan dengan orang lain.

“Maaf Bella, tapi dia-”

“Oh, kamu mau duduk di sini?” potong Ali, menatap kepada Bella yang mungkin sedang marah.

Bella melihat Ilham duduk sendiri, banyak orang yang sudah mendapatkan pasangan tempat duduknya. Kursi pun tidak ada yang kosong selain bersama Ilham.

“Bisa bertukar tempat duduk?”

“Bella!” gumamnya. Senyuman sebagai kode dari Kiara begitu tampak jelas diketahui Bella. Jika Kiara sementara ini ingin duduk bersama cowok itu dulu.

Bella mendengus kasar, “Baik, gue duduk di sini,” pantatnya ia dudukkan di kursi dekat Ilham yang terus saja terdiam mematung di mejanya. Bella menyimpan tasnya, dan menghadap ke depan enggan menoleh meskipun Ilham menatapnya sinis dari samping. Rasanya ingin melawan. Tapi, ini hari pertama masuk sekolah. Tidak boleh ada keributan sama sekali yang dilakukan. Membuat ulah sama saja sudah merendahkan diri sendiri juga, apalagi teman baru banyak omongannya.

“Hati-hati Bella, entar lo bisa kedinginan kalau dekat sama dia. Nanti lo membeku,” cibir Kiara.

“Yang ada gue digebukin tau!” ketus Bella.

Kiara kaget mendengar lontaran kata dari Bella. Anak ini asal ceplos saja, “Eh jangan gitu Bella. Ilham orang baik, iya ’kan?”

••••

Pertemuan yang sangat diabadikan, yang harus di simpan di memori otak buka di memori internal. Setelah sekian lama tidak bertemu, akhirnya Kiara dan Ilham dipertemukan lewat jalur sekolah sama, sekelas lagi, dan tempat duduknya pun sejajar  tepat di depan Kiara. Rasanya ingin melepas rindu, tapi ada satu momen yang paling menyedihkan yang pernah Kiara alami. Yaitu, patah hati. Pun yang terjadi waktu SMP masih teringat sampai sekarang, waktu Ilham membonceng perempuan lain.

Memang, dia bukan siapa-siapa. Tapi rasa suka terhadapnya begitu besar sehingga bergejolak rasa cemburu yang menggebu-gebu. Entah itu pacar Ilham atau bukan. Yang jelas, perempuan itu cantik, terlihat pintar dan pendek menggemaskan. Kiara pun tidak akan pernah melupakan kata-kata yang di lontarkan Ilham semasa waktu itu.

Lo suka sama gue? Ngaca dong? Punya kaca atau enggak? Kalau nggak punya gue beliin, berapa pun itu.”

“Maaf, gue udah punya pacar!”

“Cupu, rawat dulu muka lo yang kusam kayak kulit ayam. Seenaknya lo mengatakan suka ke gue? Apa perlu gue tunjukkin pacar gue di depan lo langsung?”

“Kia, sampai kapan pun. Gue nggak akan pernah suka ataupun cinta sama lo. Ingat itu!”

Kiara memejamkan matanya sejenak, lalu membukanya kembali. Betapa terkejutnya saat Ilham muncul tiba-tiba di depannya. Kiara menunduk kepalanya dan melangkah kakinya ke arah samping guna untuk menyingkir dari posisi tempat Ilham berdiri.

“Kia, gue pengen ngomong sama lo, sebentar.”

Kiara menghela napas gusar, wajahnya sungguh tidak meyakinkan berbicara berdua seperti ini. Tak kuat rasanya ingin segera pergi. Tapi Kiara berusaha keras menunjukkan sikap bedanya dari sebelumnya yang pendiam. Ia harus lebih aktif lagi.

Kiara membusungkan dadanya, bersikeras untuk percaya diri di depan Ilham. “Mau ngomong apa, ya?”

“Sekarang lo beda, ya,” berhasil sudah menembus gendang telinga Kiara. Itulah kata-kata yang ingin Kiara dengarkan dari mulut Ilham langsung. Suruh dia untuk menilai dirinya.

“Gimana? Cuma mau ngomong itu doang? Duh, maaf ya, gue nggak ada waktu!” ucap Kiara sedikit tegas. Meskipun tidak enak hati bersikap tegas kepada Ilham. Tapi, ia harus menunjukkan jati diri yang sebenarnya.

Ilham tersenyum smirk, “Mungkin yang lo tunjukkan ini sikap balas dendam, bukan?”

“Jujur, kalau gue bilang iya?”

Kiara berdekap dada, mengangkat kepalanya penuh percaya diri, “Jadi, mau ngomong apa?”

Ilham mendengus kasar, “Enggak jadi!” kakinya melangkah lebar meninggalkan Kiara dengan ekspresi yang terus menerus datar tanpa ada ekspresi yang lain. Tidak seperti dahulu. Ternyata, selain ia harus berubah. Ilham pun begitu, berubah juga menjadi cuek dan dingin.

Sikapnya menjadi lebih kalem, tidak perduli kepada khalayak sekitar.

“Kok dia jadi gini? Kubu, tiba-tiba terlontarkan bebas dari mulut gue. Pertama ketemu dia aja gue udah tahu sikapnya bakal sedingin es salju. Ah... Entahlah, yang jelas dia ikutan berubah juga.”

••••

Next gak nih?

°
°
°

Slow update.

Jangan lupa votenya yah guys, supaya aku yang bikin cerita ini tuh semangat terus.
Support nya 🤗
Maaf jika ada salah kata/ typo, kalian bisa langsung komentar.

_VOTE AND COMMENT _

TBC.

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

1K 179 15
Selamat membaca kisah penuh Harsa dan juga lara, apakah kita diizin kan semesta? _______________ Ini semua tentang nya, tentang aku yang mulai mengen...
1.6K 528 13
Sellyana Anggrea, seorang santri putri di Pondok Pesantren Modern Al-Hasany. Kehidupannya berubah drastis setelah Andika Hangga Wijaya, peserta demon...
683 75 16
Apakah harus mengorbankan nyawa jika ingin mendapatkan ketenangan? "Aku manusia yang haus dengan kebahagian" "Dan kalian manusia egois yang tertawa...
6.9M 291K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...